Kelompok 3 Pencegahan Primer, Sekunder, Tersier Pada Hiv [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER PADA HIV/AIDS



OLEH KELOMPOK 3 SUKMAWATI



22006043



ANDI RAHAYU TRI INSANI



22006026



ISMAYA PUTRI UTAMI



22006030



NADHIA ARIYANI



22006035



PRISKILA WAMESE



22006039



ANDI VIVI ELVIRA



22006051



MIFTAHUL JANNAH



22006071



SWINDA SUDIRMAN



22006078



USWATUN HASANA SAPUTRI



22006110



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KELAS C NON REGULER MAKASSAR 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS di berbagai negara menjadi ancaman tersendiri sebagai masalah kehidupan sosial dan kesehatan, sehingga kebijakan pemerintah maupun lembaga-lembaga atau organisasi internasional yang berperan dibutuhkan dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS ini. Disetiap negara-negara masih memungkinkan memiliki masalah terhadap kesehatan terutama pada penyakit yang dapat menular dan berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial. Namun negara-negara yang ada di dunia terinfeksi virus HIV yang sangat membahayakan ini, tidak hanya di negara berkembang saja melainkan negara maju pun banyak masyarakatnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS. Penyakit mematikan ini menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia mulai dekade 80an di kawasan Amerika Utara. Sedangkan virus dari penyakit ini ialah Human Immuno Deficiency virus (HIV), yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 1983 sebagai penyebab timbulnya penyakit HIV/AIDS. Human Immuno Deficiency virus (HIV) merupakan retrovirus yang terdiri dari sampul dan inti. HIV merupakan virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang menyebabkan AIDS. Dan AIDS merupakan definisi yang diberikan kepada orang terinfeksi HIV pada stadium infeksi berat. Virus ini terbagi menjadi dua sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Virus ini menyerang sel limfosit, Limfosit adalah sel darah putih yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. -CD4 (salah satu sel darah putih). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan vagina dan darah.



AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud HIV/AIDS ? 2. Apakah penyebab HIV/AIDS ? 3. Bagaimanakah tahapan perubahan HIV/AIDS ? 4. Bagaimanakah penularan HIV/AIDS ? 5. Apakah gejala HIV/AIDS ? 6. Bagaimanakah pencegahan secara primer, sekunder, tersier pada HIV/AIDS ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui yang dimaksud HIV/AIDS 2. Untuk mengetahui penyebab HIV/AIDS 3. Untuk mengetahui tahapan perubahan HIV/AIDS 4. Untuk mengetahui penularan HIV/AIDS 5. Untuk mengetahui gejala HIV/AIDS 6. Untuk mengetahui pencegahan secara primer, sekunder, tersier pada HIV/AIDS



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian HIV/AIDS HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir. AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya. Orang yang baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. Hanya saja lama kelamaan sistem kekebalan tubuhnya makin lama semakin lemah, sehingga semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh. Pada tahapan itulah penderita disebut sudah terkena AIDS.



B. Penyebab HIV/AIDS Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target utama HIV adalah limfosit CD 4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini akan mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Cepat lamanya waktu seseorang yang terinfeksi HIV mengembangkan AIDS dapat bervariasi antar individu. Dibiarkan tanpa pengobatan, mayoritas orang yang terinfeksi HIV akan mengembangkan tanda-tanda penyakit terkait HIV dalam 5-10 tahun, meskipun ini bisa lebih pendek. Waktu antara mendapatkan HIV dan diagnosis AIDS biasanya antara 10–15 tahun, tetapi terkadang lebih lama. Terapi antiretroviral (ART) dapat memperlambat perkembangan penyakit dengan mencegah virus bereplikasi dan oleh karena itu mengurangi jumlah virus dalam darah orang yang terinfeksi (dikenal sebagai 'viral load'). C. Tahapan perubahan HIV/AIDS a) Fase 1 Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah t erpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah.



Pada fase ini antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri). b) Fase 2 Umur infeksi : 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri). c) Fase 3 Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala AIDS. Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuhsembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang. d) Fase 4 Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala. WHO menetapkan empat stadium klinis HIV, sebagaimana berikut: a) Stadium 1 : tanpa gejala. b) Stadium 2 : penyakit ringan.



c) Stadium 3 : penyakit lanjut. d) Stadium 4 : penyakit berat. D. Penularan HIV/AIDS a. Media penularan HIV/AIDS HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari individu yang terinfeksi, seperti darah, air susu ibu, air mani dan cairan vagina. Individu tidak dapat terinfeksi melalui kontak sehari-hari biasa seperti berciuman, berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan atau air. b. Cara penularan HIV/AIDS a) Hubungan seksual : hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah terpapar HIV. b) Transfusi darah : melalui transfusi darah yang tercemar HIV. c) Penggunaan jarum suntik : penggunaan jarum suntik, tindik, tato, dan pisau cukur yang dapat menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah. d) Ibu hamil kepada anak yang dikandungnya (1) Antenatal : saat bayi masih berada di dalam rahim, melalui plasenta. (2) Intranatal : saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau cairan vagina. (3) Postnatal : setelah proses persalinan, melalui air susu ibu. Kenyataannya 2535% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sudah terinfeksi di negara berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang tertular HIV tertular dari ibunya.



E. Gejala HIV/AIDS Gejala-gejala HIV bervariasi tergantung pada tahap infeksi. Meskipun orang yang hidup dengan HIV cenderung paling menular dalam beberapa bulan pertama, banyak yang tidak menyadari status mereka sampai tahap selanjutnya. Beberapa minggu pertama setelah infeksi awal, individu mungkin tidak mengalami gejala atau penyakit seperti influenza termasuk demam, sakit kepala, ruam, atau sakit tenggorokan. Ketika infeksi semakin memperlemah sistem kekebalan, seorang individu dapat mengembangkan tanda dan gejala lain, seperti kelenjar getah bening yang membengkak, penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Tanpa pengobatan, mereka juga bisa mengembangkan penyakit berat seperti tuberkulosis, meningitis kriptokokus, infeksi bakteri berat dan kanker seperti limfoma dan sarkoma kaposi. F. Pencegahan HIV Lima cara untuk mencegah penularan HIV, dikenal konsep “ABCDE” sebagai berikut. a) A (Abstinence): artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah. b) B (Be faithful): artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan). c) C (Condom): artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom. d) D (Drug No): artinya Dilarang menggunakan narkoba. e) E (Education): artinya pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.



G. Pencegahan HIV/AIDS Permasalahan HIV/AIDS telah menjadi beban kesehatan masyarakat global dimana kasusnya telah tercatat peningkatannya terus menerus baik di negara maju maupun negara berkembang. Sehingga perlu adanya upaya yang lebih efektif untuk menangani penyakit AIDS ini dengan upaya pencegahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pencegahan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mencegah atau penolakan terhadap suatu hal. Bila dispesialisasikan dalam bahasa kesehatan , pengertian dari pencegahan adalah segala bentuk aksi yang bertujuan untuk mencegah penyakit agar tidak sampai terjadi. Pencegahan juga bisa berarti upaya untuk mengeradikasi, eliminasi dan mengurangi dampak dari penyakit dan ketidakmampuan manusia (Porta 2008). Macam-macam pencegahan terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Berikut penjelasan dari macam-macam pencegahan penyakit HIV/AIDS : 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan pencegahan garda terdepan dimana pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi insiden dari suatu penyakit. Pencegahan ini lebih mensasar pada pendekatan perseorangan dan komunitas seperti promosi kesehatan dan upaya proteksi spesifik (Porta 2008). Pencegahan ini hanya dapat efektif apabila dilakukan dan dipatuhi dengan komitmen masyarakat dan dukungan politik yang tinggi



Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer merupakan hal yang paling penting, terutama dalam merubah perilaku. Dalam permasalahan HIV/AIDS , pencegahan primer sangatlah diharapkan untuk menjadi upaya terbaik dalam menekan peningkatan kejadian kasus HIV/AIDS. Biasanya pencegahan primer lebih menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan,sikap dan perilaku seseorang dan komunitas terhadap penyakit HIV/AIDS dan metode penularannya. Berikut contoh upaya pencegahan primer untuk penyakit HIV/AIDS yang dapat dilakukan : a. Promosi Kesehatan a) Penyuluhan Kesehatan menjadi upaya yang sering dilaksanakan dalam pencegahan HIV/AIDS. Upaya ini sebagai upaya pencerdasan bagi sasaran komunitas untuk memperbaiki pengetahuan dan persepsi tentang penyakit,Faktor risiko,metode penularan dan pencegahan dari Penyakit HIV/AIDS (Chin & Editor 2000). Kegiatan penyuluhan ini dilakukan pada kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV yaitu anakanak, remaja, kelompok Penasun ( pengguna Narkoba dan suntik ), Kelompok pekerja seks, berganti-ganti pasangan seks dan lain lain. Hampir seluruh kelompok umur berisiko untuk penyakit ini. Akan tetapi sekitar 40% kelompok yang berisiko adalah kelompok remaja usia 20 – 29 tahun (K et al. 2010).



b) Beberapa survei menyebutkan adanya pemahaman masyarakat yang masih minim terkait penyakit HIV/AIDS, sehingga upaya penyuluhan ini menjadi langkah awal dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS. Metode penyuluhan sangat bervariasi diantaranya melalui ceramah dengan media poster dan leaflet, diskusi, Forum Group Discussion dan membentuk KSPAN ( Kelompok Siswa Peduli HIV/AIDS ) pada tiap sekolah yang dilatih dan dibina untuk menjadi edukator untuk melakukan penyuluhan kepada temanteman sekolah (S et al. 2012). c) Pada negara afrika tepatnya di morogoro, ada sebuah program sosial yang bersinergi dengan puskesmas setempat untuk memberikan penyuluhan terkait penyakit HIV/AIDS kepada kelompok ibu-ibu khususnya ibu hamil pada program Integrated maternal



and



newborn



health



care.



Program



ini



diimplementasikan oleh kementerian kesehatan dan keadilan sosial negara melalui Jhpiego, dan seluruh 18 departemen kesehatan di 4 wilayah rural dan peri-urban. Jadi program ini dilakukan pada daerah rural dan periurban. Jadi program ini diintegrasikan dengan dilakukannya tes HIV dan dilanjutkan pada upaya edukasi (An et al. 2015). b. Proteksi Spesifik Penularan virus HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang berisiko, penggunaan jarum suntik yang



tidak steril dan bebarengan, dan penularan dari ibu hamil ke janinnya.



Adapun



upaya



proteksi



spesifik



yang



sudah



direkomendasikan untuk pengendalian penyakit HIV/AIDS sebagai berikut : a) Menurut permenkes nomor 21 tahun 2013 telah dijelaskan penanggulangan pencegahan



HIV/AIDS



HIV/AIDS



pada



melalui



pasal



14



tentang



hubungan



seksual



dilakukan melalui : (1) Tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berisiko. (2) Setia dengan pasangan (3) Menggunakan kondom secara konsisten pada saat berhubungan (4) Menghindari penyalahgunaan obat atau zat adiktif narkoba (5) Melakukan



pencegahan



lain



seperti



melakukan



sirkumsisi. Dalam melakukan hubungan seksual, proteksi penularan HIV/AIDS dapat efektif dilakukan untuk mengurangi risiko melalui (Men & Estimate 2015) : (1) Mempunyai satu pasangan seks yang berisiko rendah (2) Pasangan seks sesama ODHA ( Orang dengan HIV/AIDS )



(3) Dan tidak melakukan hubungan seks c. Adapun proteksi penularan HIV/AIDS yang tidak melalui hubungan seksual diantaranya pembuatan program layanan alat suntik steril dan tes darah sebelum melakukan transfusi darah.



Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah upaya pencegahan AIDS adalah dengan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), yaitu memberikan informasi kepada kelompok risiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran virus HIV, yakni : a) Melalui hubungan seksual. HIV dapat menyebar melalui hubungan seks pria ke wanita, wanita ke pria maupun pria ke pria. Hubungan melalui seks ini dapat tertular melalui cairan tubuh penderita HIV yakni cairan mani, cairan vagina dan darah. Upaya



pencegahannya



adalah



dengan



cara,



tidak



melakukan hubungan seksual bagi orang yang belum menikah, dan melakukan hubungan seks hanya dengan satu pasangan saja yang setia dan tidak terinfeksi HIV atau tidak berganti-ganti pasangan. Juga mengurangi jumlah pasangan seks sesedikit mungkin. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi menular AIDS serta menggunakan



kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan kelompok risiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV. b) Melalui darah. Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan cara transfusi yang mengandung HIV, penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas digunakan orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik. Juga penggunaan pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV. Upaya



pencegahannya



dengan



cara,



darah



yang



digunakan untuk transfusi diusahakan terbebas dari HIV dengan memeriksa darah donor. Pencegahan penyebaran melalui darah dan donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibodi HIV, demikian pula semua organ yang akan didonorkan, serta menghindari transfusi, suntikan, jahitan dan tindakan invasif lainnya yang kurang perlu. Upaya lainnya adalah mensterilisasikan alat-alat (jarum suntik, maupun alat tusuk lainnya) yang telah digunakan, serta mensterilisasikan alat-alat yang tercemar oleh cairan tubuh penderita AIDS. Kelompok penyalahgunaan narkotika harus menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan menggunakan jarum suntik bersamaan. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).



c) Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi masih berada dalam kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi dilahirkan serta pada saat menyusui. ASI juga dapat menularkan HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi pada saat mengandung maka ada kemungkinan bayi yang dilahirkan sudah terinfeksi HIV. Maka dianjurkan agar seorang ibu tetap menyusui anaknya sekalipun HIV. Bayi yang tidak diberikan ASI berisiko lebih besar tertular penyakit lain atau menjadi kurang gizi. Bila ibu yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil maka dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar 2/3 daripada yang tidak mendapat pengobatan. WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.



2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan pencegahan ini kedua dari teori pencegahan penyakit. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi dan meminimalisir prevalensi penyakit dengan durasi waktu yang cukup singkat. Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan pengobatan tepat (Porta 2008). Berikut salah satu contoh upaya pencegahan sekunder sebagai berikut : a. Deteksi Dini Salah satu deteksi dini yang dapat diupayakan adalah perlindungan buruh migran Indonesia khususnya BMI ( Buruh Migran Indonesia ) melalui upaya deteksi dini di bandara dan pelabuhan. Deteksi dini yang dilakukan berupa mencermati aktivitas oleh BMI ketika proses pemberangkatan dan kedatangan di bandara dan pelabuhan di Surabaya Jawa timur. Pengamatan dilakukan dengan pemberian pertanyaan terkait permasalahan kesehatan dan cek kesehatan berdasarkan risiko HIV/AIDS yang ada. Selanjutnya hasil dari pengamatan tersebut di laporkan oleh petugas di Gedung Pendataan Kepulangan Khusus Tenaga Kerja Indonesia ( GPKTKI). Harapannya hasil dari pengamatan tersebut bisa menjadi dasa ran utama untuk intervensi dini dan pengaturan langkah selanjutnya untuk pengobatan lebih dini (Kinasih et al. 2015). Contoh dalam upaya deteksi dini HIV/AIDS adalah pada sasaran kelompok berisiko tinggi yaitu kelompok pekerja seks. Upaya yang dilakukan hampir sama pada penjelasan sebelumnya.



Beda nya dalam pemantauan ini , pihak dari puskesmas setempat yang berwewenang untuk melakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan mendata tempat-tempat yang digunakan sebagai lokalisasi masyarakat (Kakaire et al. 2015). b. Pengobatan Tepat Pengobatan yang spesifik merupakan upaya tepat setelah mendapatkan pelaporan dari deteksi dini. Walaupun HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat paten untuk menyembuhkan HIV/AIDS, namun peranan obat ini dapat menjadi penghambat dan memperpanjang perkembangan virus HIV di dalam tubuh. Sebelum ditemukan pengobatan ARV ( Anti Retrovirus ) yang ada saat ini, pengobatan yang ada hanya disasarkan pada penyakit opportunistik yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Berikut macammacam pengobatan yang digunakan : a) Penggunaan TMP-SMX oral untuk profilaktif b) Pentamidin aerosol untuk mencegah pneumonia P. Carinii. c) Tes tuberkulin pada penderita TBC aktif



Pada tahun 1999, telah ditemukan satu-satunya obat yang dapat mengurangi



risiko



penularan



HIV/AIDS



perinatal



dengan



penggunaan AZT. Obat ini diberikan sesuai dengan panduan yang sesuai.



Akhirnya WHO merekomendasikan untuk penggunaan Anti retroviral bagi para penderita HIV/AIDS. Keputusan untuk memulai dan merubah terapi ARV harus dipantau dengan memonitor hasil pemeriksaan lab baik plasma HIV RNA ( Viral load) maupun jumlah sel CD4 + T (Rumah & Sanglah 2011). Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga muncul berbagai infeksi oportunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut : a. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik dan pemberian vitamin. b. Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS. 28 Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa (Pneumocystis carinii, Toxoplasma, dan Cryptotosporidium),



jamur



(Kandidiasis),



virus



(Herpes,



cytomegalovirus/CMV, Papovirus) dan bakteri (Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus, dll). Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan terus-menerus.



c. Pengobatan



antiretroviral



(ARV),



ARV



bekerja



langsung



menghambat enzim reverse transcriptase atau menghambat kinerja enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi opurtunistik Universitas Sumatera Utara menjadi jarang dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas



dan



mortalitas



dini,



tetapi



ARV



belum



dapat



menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier merupakan ini terakhir dari tahap pencegahan penyakit. Pencegahan tersier bertujuan untuk membatasi akibat dari penyakit yang dapat terjadi pada jangka waktu yang relatif lama dan juga memperbaiki kualitas hidup seseorang untuk bisa lebih membaik (Porta 2008). Dalam topik penyakit HIV/AIDS hampir dipastikan orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan berujung pada kematian. Beberapa contoh yang bisa diterapkan adalah penggunaan terapi ARV. Hingga sampai saat ini, hanya ARV yang masih menjadi terapi efektif untuk menghambat perkembangan virus HIV dalam menyerang CD4+T. Keterlambatan dalam penggunaan terapi ARV akan meningkatkan mortalitas (Rumah & Sanglah 2011). ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Misalnya : a. Memperbolehkannya untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaannya.



b. Membangkitkan



harga



dirinya



dengan



melihat



keberhasilan



hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah. c. Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya. d. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain. e. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup, pemberian kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi toleransi maksimal terhadap permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi, meditasi, maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian meliputi penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan pemakaman.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir. B. Saran Perempuan dengan HIV/AIDS harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat karena mereka membutuhkan dukungan moril yang lebih terutama karena statusnya sebagai korban dari pasangannya. Pemerintah perlu memberi informasi mengenai gambaran postif dari ODHA agar stigma yang ada berkurang sehingga masyarakat menjadi tidak takut untuk melakukan tes HIV dengan begitu pencegahan penularan juga akan terlaksana lebih baik. Perlu adanya peningkatan promosi program pencegahan penularan dari ibu ke anak. Perbaikan sarana pelayanan kesehatan umum sangat diperlukan perlu adanya pelatihan khusus pada petugas kesehatan agar mengetahui pelayanan yang prima untuk ODHA secara khusus.



DAFTAR PUSTAKA



An, S.J. et al., 2015. Program synergies and social relations : implications of integrating HIV testing and counselling into maternal health care on care seeking. , pp.1–12. https://inilah.com/rileks/2268307/ini-metode-pencegahan-penularan-penyakit-hiv-aids 18 Juni 2021(diakses online) Kakaire, O. et al., 2015. Clinical versus laboratory screening for sexually transmitted infections prior to insertion of intrauterine contraception among women living with HIV / AIDS : a randomized controlled trial. , 30(7), pp.1573–1579. Kinasih, S.E. et al., 2015. Perlindungan buruh migran Indonesia melalui deteksi dini HIV / AIDS pada saat reintegrasi ke daerah asal The protection of Indonesian migrant workers through early detection of HIV / AIDS at the time of reintegration into the place of origin. , pp.198–210. Rumah, D.I. & Sanglah, S., 2011. PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI ANTI RETRO VIRUS LEBIH AWAL TERHADAP MORTALITAS PADA KO-INFEKSI TBHIV. J Peny Dalam, Volume 12, pp.121–125.