KELOMPOK 4 Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Keracunan Dan Overdosis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN KERACUNAN DAN OVERDOSIS



Oleh: Kelompok 4 (B 15 B) JAYA WARDANA



223221300



I WAYAN CAHYADI



223221329



NI WAYAN SUKARTINI



223221352



NI KADEK RAI DWIJAYANTI 223221362 NI KETUT ISTRI SUNDARI



223221363 223221365



RISQI NURAINNI HERVIN AWALUDIN



223221367



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI 2023 i



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Gawat Darurat. Proses menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan, dukungan, juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka itu, kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi kami agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.



Gianyar, 24 Pebruari 2023



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................i KATA PENGANTAR......................................................................................ii DAFTAR ISI.....................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1 1.1 Latar Belakang............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2 1.3 Tujuan.........................................................................................................2 1.4 Manfaat.......................................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................4 2.1 Definisi Keracunan dan Overdosis.............................................................4 2.2 Jenis dan Macam Obat Penyebab Keracunan dan Overdosis.....................4 2.3 Manifestasi Klinis Keracunan dan Overdosis.............................................9 2.4 Penatalaksanaan Keracunan dan Overdosis................................................10 BAB II PENUTUP............................................................................................20 3.1 Kesimpulan.................................................................................................20 3.2 Saran...........................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gawat darurat dapat diartikan sebagai suatu keadaan klinis dimana seseorang membutuhkan pertolongan untuk penyelamatan nyama dan pencegah kecacatan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera, stroke, kejang, korban bencana dan keracunan. Salah satu kejadian gawat darurat yang dapat mengancam nyawa manusia adalah keracunan. Keracunan merupakan suatu kondisi dimana masuknya zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kognisi, kesadaran, persepsi, perilaku dan respon psikofisiologis yang dapat menyebakan ketidaknormalan mekanisme yang ada di dalam tubuh hingga dapat menyebakan suatu kematian (WHO, 2017). Selain itu, kejadian overdosis atau suatu kondisi yang terjadi akibat tubuh mengonsumsi obat melebihi dosis atau penggunaan yang seharusnya, biasanya bersifat akut dan mengancam nyawa juga sering terjadi di masyarakat (Dharmayuda, 2017). Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di Negara maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun banyak dilaporkan kejadian keracunan di beberapa rumah sakit, tetapi angka tersebut tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya di masyarakat. Dari data statistik diketahui bahwa Setiap tahun, sejumlah besar kasus keracunan dilaporkan di seluruh dunia. Menurut WHO, kira-kira 370.000 kematian disebabkan oleh konsumsi bahan kimia yang disengaja setiap tahunnya. Pestisida, obat-obatan terlarang, dan alkohol ditemukan paling sering dalam kasus-kasus yang mengandung zat beracun (Zhang, et.al, 2013). Menurut penelitian Agus dkk. (2007), tingginya prevalensi kasus keracunan dapat terlihat dari data penanganan kasus keracunan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar yaitu setiap bulannya terdapat 30-50 kasus keracunan 1



Selain itu sering kita mendengar terjadinya kematian di dalam mobil hal ini disebabkan mobil tertutup rapat, sistem pergantian udara tidak lancar, mesin mobil dalam keadaan hidup atau jalan sehingga pembuangan asap yang bocor masuk ke dalam mobil dan perlahan-lahan terhirup oleh orang yang ada di dalam mobil. Salah satu senyawa kimia yang ada dalam asap hasil pembakaran tidak sempurna adalah gas karbon monoksida (CO) yang merupakan zat yang juga dapat menyebabkan terjadinya keracunan (Pandhika, 2015). Masalah yang tak kalah peliknya ialah masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya). Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan NAPZA masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda salah satunya yaitu sering terjadi overdosis dari penggunaan NAPZA yang berlebihan. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk diketahui tentang keracunan dan overdosis dari golongan pestisida, karbonmonoksida dan NAPZA agar dapat dilakukan penatalaksanan dengan tepat khususnya penatalaksanaan awal yang dapat meningkatkan kemungkinan selamat dari korban yang



mengalami



keracunan dan overdosis tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini yaitu: 1. Apakah definisi dari keracunan dan overdosis? 2. Apakah jenis dan macam obat penyebab keracunan dan overdosis? 3. Apakah manifestasi klinis keracunan dan overdosis? 4. Bagaimakah penatalaksanaan keracunan dan overdosis? 1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui definisi dari keracunan dan overdosis



2



2. Untuk mengetahui jenis dan macam obat penyebab keracunan dan overdosis 3. Untuk mengetahui manifestasi klinis keracunan dan overdosis 4. Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan dan overdosis 1.4 Manfaat 1. Penulis Penulisan makalah membuat penulis memiliki pengetahuan baru terkait dengan keracunan dan overdosis khususnya akibat insektisida fosfat organik, karbonmonoksida, dan NAPZA. 2. Pembaca Makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan terkait dengan keracunan dan overdosis khususnya akibat insektisida fosfat organik, karbonmonoksida, dan NAPZA 3. Instansi Kesehatan Makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan dasar dalam penatalaksanaan pasien terkait dengan keracunan dan overdosis khususnya akibat insektisida fosfat organik, karbonmonoksida, dan NAPZA



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Keracunan dan Overdosis Keracunan terjadi akibat adanya paparan xenobiotik (obat, toksin, bahan kimia sintetik, atau bahan alami) yang menyebabkan terjadinya luka (injury). Senyawa yang bersifat racun (toksik) didefinisikan sebagai suatu bahan yang dapat menyebabkan timbulnya respon merugikan pada sistem biologis, kerusakan fungsi yang fatal, atau bahkan kematian (Parmasari, Sugiyanto, & Andayani, 2014). Menurut WHO pada tahun 2017 mengatakan bahwa keracunan ataupun intoksikasi adalah suatu kondisi dimana masuknya zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kognisi, kesadaran, persepsi, perilaku dan respon psikofisiologis. Dapat juga diartikan bahwa sebagai tanda masuknya suatu zat ke dalam tubuh seseorang yang dapat menyebakan ketidaknormalan mekanisme yang ada di dalam tubuh hingga dapat menyebakan suatu kematian. Overdosis atau kelebihan dosis merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat tubuh mengonsumsi obat melebihi dosis atau penggunaan yang seharusnya, biasanya bersifat akut dan mengancam nyawa (Dharmayuda, 2017). Overdosis sering terjadi ketika menggunakan narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK). 2.2 Jenis dan Macam Obat Penyebab Keracunan dan Overdosis Jenis dan macam obat penyebab keacunan dan overdosis diantaranya: 2.2.1



Insektisida Fosfat Organik Insektisida Fosfat Organik (IFO) merupakan jenis peptisida yang paling



banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu jenisnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini dapat menembus kulit yang normal dan dapat diserap di paru – paru dan saluan pencernaan namun tidak terakumulasi dalam jaringan tubuh. Macam – macam IFO diantaranya malathion (Tolly) Paraathion, diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain-lain dan IFO Murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon 4



2.2.2



Karbonmonoksida Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak mengiritasi,



tidak berbau, dan hambar yang dapat ditemukan pada udara luar maupun dalam. Karbon monoksida dapat dihasilkan dari sumber-sumber alam, seperti lautan, oksidasi metal di atmosfer, pegunungan, kebakaran hutan, dan badai petir, sedangkan CO yang berasal dari kegiatan manusia dapat berasal dari asap rokok peralatan gas, kompor kayu, perapian, mesin pembangkit listrik, dan panggangan arang (Pandhika, 2015). Sumber gas karbonmonoksida yaitu a. Endogen: Karbonmonoksida adalah hasil degradasi dari hemoglobin dan komponen lain yang mengandung hem: 



Kadar karboksihemoglobin (COHb) < 5% pada perokok dan < 10% pada pasien bukan perokok







Pada wanita hamil kadar COHb bisa lebih dari 2-5%







Pada bayi normal kadar COHb dapat mencapai 4-5%







Pada anemia hemolitik kadarnya dapat mencapai 6%



b. Eksogen: 1. Rokok Saat merokok, ujung batang rokok mengandung 2.5 kali lebih banyak gas CO dari pada gas yang terhirup. Perokok seringkali memiliki kadar CO antara 4-10% 2. Kebakaran Menghirup udara dari kebakaran mengandung lebih dari 10% gas CO (100 kali konsentrasi yang diperlukan untuk menyebabkan kadar letal COHb) 3. Gas buangan kendaraan terdiri atas 8% CO, yangmana penumpang biasanya terpapar CO karena tempat duduk yang terlalu dekat dengan sistem buangan kendaraan 4. Metilen chloride pada zat penghilang cat, aerosol dan fumigant sangat mudah diserap melalui kulit dan secara perlahan dimetabolisme menjadi CO.



5



Batas pemaparan maksimal karbon monoksida pada manusia yang direkomendasikan OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35 ppm dalam waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang direkomendasikan ACGIH (American Conference of Industrial Hygienists) adalah 25 ppm dalam waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi hemoglobin dan dapat berakibat fatal. Konsentrasi CO inhalasi terendah yang dapat menyebabkan kematian pada manusia (LCLO) adalah sekitar 4000 ppm dalam 30 menit (Pandhika, 2015). Keberadaan gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena CO akan menggantikan posisi oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah. Ikatan antara CO dan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan hemoglobin. Selain itu, CO dapat mengikat hemoglobin 250 kali lebih cepat daripada oksigen (Pandhika, 2015). 2.2.3



NAPZA NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotrpika dan Zat Adiktif



lainya merupakan bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi tubuh khususnya pada otak atau susunan saraf pusat dan menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosial karena terjadinya ketagihan (adiksi) dan ketergantungan (dependensi). NAPZA juga sering disebut sebagai zat psikoaktif yaitu zat yang bekerja pada otak dan dapat menimbulkan perubahan perilaku, perasaan dan pikiran penggunanya (Eko, 2014). Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan seseorang akibat penggunaan zat atau obat yang berlebihan (intoksikasi/overdosis) sehingga dapat mengancam kehidupan penggunanya apabila tidak dilakukan penanganan dengan segera. NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu: a. Narkotika Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun non sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau 6



mengurangi rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungnan akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal yaitu ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lainlain. Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah: 1) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka. 2) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang



rasa



sakit/analgesik.



Contohnya



yaitu



seperti



amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis



dapat



menimbulkan



dampak



sebagai berikut: 



Depresan Membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.







Stimulan Membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar.







Halusinogen Dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan serta pikiran.



3) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain. b. Psikotropika Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat 7



psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika adalah: stimulan yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang saraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat



terganggu.



Sedative



dan



hipnotika



seperti



barbiturat



dan



benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama c. Zat Adikitif Lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahanbahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikotropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan. Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10%. Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasi



8



2.3 Manifestasi Klinis Keracunan dan Overdosis 2.3.1 Insektisida Fosfat Organik Tanda dan gejala dari keracunan dan overdosis insektisida fosfat organik yaitu lelah, sakit kepala, pusing, kehilangan selera makan, mual, kejang perut, diare, penglihatan kabur, keluar air mata, keringat, air liur berlebihan, tremor, pupil mengecil, denyut jantung lambat, kejang otot, tidak sanggup berjalan, rasa tidak nyaman dan sesak, buang air besar dan kecil tidak terkontrol, inkontinensia, tidak sadar dan kejang-kejang (Raini, 2007). 2.3.2 Karbonmonoksida Gejala - gejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak sesuai dengan kadar HbCO dalam darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus dicurigai kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada kulit biasanya didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula (Soekamto, & David, 2005) 2.3.3 Intoksikasi dan Overdosis NAPZA a. Intoksokasi Opioida Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda



dan



gejala



penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari 12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida (needle track sign), bicara cadel, dan gangguan atensi atau daya ingat. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian opioid. b. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin) Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat darurat atau intervensi farmakologi. Intoksikasi benzodiazepin yang fatal sering terjadi pada anak-anak atau individu dengan gangguan pernapasan atau 9



bersama obat depresi susunan syaraf pusat lainnya seperti opioida. Gejala intoksikasi benzodiazepin yang progresif adalah hiporefleksia, nistagmus dan kurang siap siaga, ataksia, berdiri tidak stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan pemburukan ataksia, letih, lemah, konfusi, somnolen, koma, pupilmiosis, hipotermi, depresi sampai dengan henti pernapasan. Bila diketahui segera dan mendapat terapi kardiorespirasi maka dampak intoksikasi jarang bersifat fatal. Namun pada perawatan yang tidak memadai maka fungsi respirasi dapat memburuk karena aspirasi isi lambung yang merupakan faktor resiko yang sangat serius. c. Intoksikasi Anfetamin Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung, kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma. d. Intoksikasi alkohol Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala (satu atau lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak dapat memusatkan perhatian, daya ingat menurun dan stupor atau koma. 2.4 Penatalaksanaan Keracunan dan Overdosis 2.4.1



Insektisida Fosfat Organik



Setiap orang yang pekerjaanya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani, buruh penyemprot dan lain – lain harus memahami gejala dan tanda dari keracunan pestisida dengan baik. Tindakan pencegahan lebih baik dilakukan untuk menghindari keracunan. Hal – hal yang harus diperhatikan bagi orang yang bekerja berhubungan dengan penggunaan pestisida yaitu: 1. Kenali tanda dan gejala keracunan pestisida dari pestisida yang sering digunakan



10



2. Jika diduga keracunan, korban harus segara dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat 3. Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi tersebut kepada pihak rumah sakit atau dokter yang merawat 4. Bawa label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan pertama untuk penanganan korban 5. Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban tiba di rumah sakit atau dokter terdekat Pertolongan pertama yang dilakukan 1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci atau mandikan korban 2. Jika terjadi kesulitan pernapasan maka korban diberikan pernapasan buatan. Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, terdapat waktu untuk menolong korban 3. Korban segera di bawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan estisida 4. Korban seharusnya diberikan pengetahuan/penyuluhan tentang pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama (Raini, 2007) Fase pertolongan dalam penatalaksanaan keracunan Insektisida Fosfat Organik yaitu: 1. Resusitasi Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit, nafas buatan, oksigen, hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, bila perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag valve mask.



11



2. Eliminasi. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai di usus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia. 3. Anti dotum Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi pada tempat penumpukan. a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis). c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam. d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal 2.4.2



Karbonmonoksida



1. Perawatan sebelum tiba di rumah sakit Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas (Soekamto, & David, 2005)



12



Kecurigaan terhadap peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban kebakaran dan inhalasi asap. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa lama pasien mengalami paparan gas CO. Keracunan CO tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari kecacatan (Soekamto, & David, 2005) 2. Perawatan di Unit Gawat Darurat Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien yang mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%. Lamanya durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan pemberian oksigen 100% yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40% atau adanya gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik (Soekamto, & David, 2005) Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen (Soekamto, & David, 2005) 3. Terapi Oksigen Hiperbarik Terapi oksigen hiperbarik (HBO) dapat mengurangi dan menunda defek neurologis, edema serebri, perubahan patologis sistem saraf pusat. Secara teori HBO bermanfaat untuk terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi dapat mengurangi dengan cepat kadar HbCO dalam darah, meningkatkan transportasi oksigen intraseluler, mengurangi 13



aktifitas-daya adhesi neutrofil dan dapat mengurangi peroksidase lipid (Soekamto, & David, 2005). Terapi oksigen hiperbarik juga mencegah neutrofil menempel ke endotelium, mengurangi kerusakan



yang



disebabkan radikal bebas oksigen, mengurangi deficit neurologis dan juga mengurangi



mortalitas



jika



dibandingkan



dengan



terapi



oksigen



normobarik (Pandhika, 2015). 2.4.3



NAPZA



1. Intoksikasi opioida: 1) Bebaskan jalan napas 2) Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan 3) Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid jika diperlukan 4) Pemberian antidotum Nalokson -



Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV



-



Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV



-



Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg Narcan hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan membaik



-



Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran



-



Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam mencegah terjadinya penurunan kesadaran kembali



-



Observasi secara invensif tanda-tanda vital,pernapasan, dan besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam



5) Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG 6) Puasakan klien untuk menghindari aspirasi 7) Lakukan pemeriksaan rontgen thoraks serta laboraturium, yaitu darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis 2. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin) Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat darurat atau intervensi farmakologi. Penatalaksanaan adalah dengan memberikan



14



tindakan kolaboratif berupa pemberian terapi kombinasi yang ditujukan untuk: 1) Mengurangi efek obat di dalam tubuh Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan memberikan Flumazenil 0,2 mg secara IV, kemudian setelah 30 detik diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal. Obat tersebut lalu dapat diberikan lagi sebanyak 0,5 mg setelah 60 detik sampai total kumulatif 3 mg. Tindakan pendukung adalah dengan mempertahankan



jalan napas, dan



memperbaiki gangguan asam basa. 2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut Mengurangi absorbsi dengan merangsang muntah jika baru terjadi pemakaian. Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam maka berikan antidot berupa karbon aktif yang berfungsi untuk menetralkan efek obat. 3) Mencegah komplikasi jangka panjang Observasi tanda-tanda vital dan depresi pernapasan, aspirasi dan edema paru. Bila sudah terjadi aspirasi maka dapat



diberikan



antibiotik. Bila klien ada usaha untuk bunuh diri maka klien tersebut harus ditempatkan di tempat khusus dengan pengawasan ketat setelah keadaan darurat diatasi. 3. Intoksikasi Anfetamin Penatalaksanaan intoksikasi anfetamin adalah dengan memberikan terapi simtomatik dan pemberian terapi pendukung lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi. 4. Intoksikasi alkohol Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah dengan menidurkan klien terlentang dan posisi ”face down” untuk mencegah aspirasi, melakukan observasi tanda vital dengan ketat tiap 15 menit, memberikan tindakan kolaboratif dengan pemberian Thiamine 100 mg secara IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopaty kemudian memberikan 50 ml Dextrose 5% secara IV serta dengan memberikan 0,4 –



15



2 mg Naloksone bila klien memiliki riwayat atau kemungkinan pemakaian opioida. Dalam penatalaksanaan intoksikasi alkohol, perawat harus selalu waspada atas perilaku klien, diantaranya adalah antipasi jika klien agresif. Untuk itu diperlukan sikap toleran dari perawat sehingga tidak membuat klien merasa ketakutan dan terancam. Untuk itu harus diciptakan suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan klien untuk makan. Untuk mengatasi klien yang agresif, dapat diberikan sedatif dengan dosis rendah dan jika perlu dapat diberikan Halloperidol injeksi secara IM. 5. Intoksikasi Kokain Penatalaksanaan awal intoksikasi kokain adalah pemberian bantuan hidup dasar dan kemudian dilakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapi-terapi simtomatik, misalnya pemberian Benzodiazepin bila timbul gejala agitasi, pemberian obat-obat anti psikotik jika timbul gejala psikotik, dan pemberian terapi-terapi lainnya sesuai dengan gejala yang ditemukan Mengingat



kasus



intoksikasi



dapat



mengancam



nyawa,



maka



upaya



penatalaksanaan kasus intoksikasi ditujukan pada hal sebagai berikut: 1. Penatalaksanaan Kegawatan Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa,



maka



walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus diperlakukan seperti pada keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti tanda jalan napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat dimulai. Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan. a. A = Airway Support Faktor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi tidak sadar, lidah klien akan kehilangan kekuatan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini 16



mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka. Teknik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari), yaitu memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang klien. Kemudian tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan kedua jari tersebut dengan gerakan saling mendorong sehingga rahang atas dan rahang bawah terbuka. Periksa adanya benda yang menyumbat atau berpotensi menyumbat. Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari telunjuk yang terbungkus kassa (jika ada). Terdapat dua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu head tilt / chin lift dan jaw trust. -



Head tilt atau chin lift Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang.



-



Jaw trust Teknik ini dapat digunakan selain teknik d iatas. Walaupun teknik ini menguras tenaga, namun merupakan yang paling sesuai untuk klien dengan cedera tulang belakang



b. B = Breathing Support Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara otomatis.Untuk menilai secara normal dapat dilihat dari pengembangan dada dan berapa kali seseorangbernafas dalam satu menit. Frekuensi/ jumlah pernafasan normal adalah 12-20x / menit pada klien deawasa. Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat tandatanda sesak nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu menit, adanya napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas), adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara napas, tidak dirasakan hembusan napas dan klien dalam keadaan tidak sadar dan tidak bernapas.



17



Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah dengan cara



melihat,



mendengar dan merasakan (Look, Listen and Feel). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada sesuai dengan pernapasan. Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung klien. Rasakan, dengan pipi penolong ada tidaknya hembusan napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung korban.Lakukan look, listen and fell dengan waktu tidak lebih dari 10 detik. Jika terlihat pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa hembusan napas klien, maka berarti klien tidak mengalami henti napas. Masalah yang ada hanyalah penurunan kesadaran.dalam kondisi ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah mempertahankan jalan napas tetap terbuka agan oksigenisasi klien tetap terjaga dan memberikan posisi mantap. Jika korban tidak bernapas, berikan 2 kali bantuan pernapasan dengan volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1 detik. Demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat karena akan menyebabkan kembung (distensi abdomen) dan dapat menimbulan komplikasi pada paru-paru. c. C = Circulation Support Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support). Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah maka akan menimbulkan penyulit-penyulit seperti patah tulang iga, atau tulang dada, perdarahan rongga dada dan injuri organ abdomen. Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa klien dalam keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak teraba.



18



2. Penilaian Klinik Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas, dan syok. 3. Anamnesis Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada tingkat kedaruratan klien yang paling penting dalam anamnesis adalah mendapatkan informasi yang penting seperti: a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk obat yang sering dipakai, baik kepada klien (jika memungkinkan), anggota keluarga, teman, atau petugas kesehatan yang biasa mendampingi (jika ada) tentang obat yang biasa digunakan. b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik. c. Pemeriksaan fisik Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat intosikasi, yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jatung, ukuran pupil, keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang diperlukan berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik harus dilakukan berulang.



19



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh



obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Beberapa jenis obat dan zat yang dapat menyebabkan keracunan dan overdosis adalah Insektisida Fosfat Organik, karbonmonoksida dan NAPZA.Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat. Penatalksanaan pada jenis keracunan tersebut berbeda bergantung pada zat yang meracuninya. Namun tidak terlepas dari prinsip Airway, Breathing dan Circulation. 3.2



Saran Kegawatan pada pasien dengan keracunan dan overdosis sangat penting



untuk segera ditangani. Bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu sebagai petugas kesehatan hendaknya perlu memahami penatalaksanaan kegawatdaruratan pada pasien dengan keracunan dan overdosis secara cepat, cermat dan tepat sehingga dapat menyelamatkan nyawa pasien.



20



DAFTAR PUSTAKA Dharmayuda P.A. (2017). Tatalaksana Anastesi dan Reanimasi pada Intoksikasi Opioid. Bagian Anatesiologi dan Reanimasi: Universitas Udayana Pandhika, R. (2015). Rhabdomyolisis dan Gagal Ginjal Akut pada Intoksikasi Karbon Monoksida. Jurnal Agromedicine, 2(3), 351-356. Parmasari, M., Sugiyanto, S., & Andayani, T. M. (2014). Evaluasi penyebab dan penatalaksanaan terapi pada kasus keracunan serta analisis biaya. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi (Journal of Management and Pharmacy Practice), 4(4), 207-212. Raini M. (2007). Toksologi Pestisida dan Penanganan Keracunan Pestisida. Media Litbang Kesehatan. 18 (3) Soekamto, T. H., & David, P. (2005). Intoksikasi Karbon Monoksida. Jurnal. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. World Health Organization (2017). Management of Substance abuse Acute Intoxication Zhang D, Zhang J, Zuo Z, Liao L. A (2013) retrospective analysis of data from toxic substance-related cases in Northeast China (Heilongjiang) between 2000 and 2010. Forensic Sci Int. 231(1–3).



21