Kelompok A [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LABIOMED PUSKESAD PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2021



DISUSUN OLEH Apoteker Angkatan XL Debora Simanjuntak, S.Farm



(20344017) LaiLatulrrohma, S.Farm (20344012) Rina Josia Kristiani



Aruan, S.Farm



(20344027) Laras Haryan Listiawati, S.Farm (20344035)



Muhammad Irfan Ramadhan, S.Farm



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI



(20340088)



INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2021



2



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Industri



farmasi



menurut



Peraturan



Menteri



Kesehatan



RI



No.



1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai industripenghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan kesehatan. Agar obat yang dihasilkan berkualitas, mempunyai efikasi yang baik, bermutu, dan aman serta konsisten maka dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yangbertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya, serta menjamin obat dibuat secara konsisten. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2018). Mutu obat sangat dipengaruhi oleh bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terkait. Berkaitan dengan pengendalian mutu produk obat di industri farmasi, apoteker sebagai profesi tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab yang besar dan memegang peranan penting di Industri Farmasi. Seorang Apoteker yang kompeten harus mampu membuat obat yang aman, berkhasiat dan berkualitas. Oleh karena itu seorang Apoteker diharuskan terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai, memiliki pemahaman yang komprehensif terkait dengan produksi sediaan farmasi terutama obat dan keterampilan manajerial yang terlatih dalam menangani permasalahan-permasalahan yang muncul di dalam industri farmasi, sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, calon Apoteker harus mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman praktis yang cukup yang salah satunya dapat diperoleh melalui kegiatan praktek kerja profesi di industri farmasi. Labiomed



Puskesad



memberikan



kesempatan



kepada



calon



apoteker



untuk



melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi tersebut, yang diselenggarakan pada bulan Januari sampai Februari 2021. Diharapkan mahasiswa Apoteker dapat mengambil manfaat dan ilmu sebanyak mungkin agar nantinya dapat diterapkan secara nyata untuk kepentingan masyarakat umumnya dan khususnya di dunia kesehatan. 1.2 Tujuan 3



1. Mengetahui, memahami dan membandingkan prinsip penerapan CPOB di industri farmasi Labiomed Puskesad 2. Mengetahui dan memahami peran, tugas dan tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi 3. Mengetahui dan memahami permasalahan nyata di industri farmasi 1.3 Manfaat 1. Menambah wawasan, dan pengetahuan mengenai industri farmasi 2. Mendapatkan keterampilan dan pengalaman praktik kerja di industri farmasi 3. Diharapkan apoteker mampu menyelesaikan masalah yang ada di industri farmasi



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA UMUM



2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi industri farmasi adalah pembuatan obat/bahan obat, pendidikan, pelatihan dan penelitian, dan pengembangan. (1) Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.(2) 2.1.2 Persyaratan Izin Usaha Industri Farmasi Industri farmasi untuk melakukan proses industrinya harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan, antara lain : (1) a. Badan usaha berupa perseroan terbatas (PT) b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak d. Memiliki secara tepat paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanghung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasiaan. Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Izin Usaha Industri Farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. I tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup, yaitu memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan yang dimaksud dengan Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki 5



izin untuk melakukan kegiatan produksi atau pemanfaatan sumber daya produksi, penyaluran obat, bahan obat, dan fitofarmaka, melaksanakan pendidikan dan pelatihan, dan/atau penelitian dan pengembangan.(3) Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.(3) Industri Farmasi dan Industri Farmasi Bahan Obat diselenggarakan oleh Pelaku Usaha non-perseorangan berupa perseroan terbatas. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud adalah bagi pemohon Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Persyaratan untuk memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi dan Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat yaitu Sertifikat Produksi Industri Farmasi atau Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat.(3) Persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Industri Farmasi dan Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan Obat terdiri atas: a. Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana Produksi Industri Farmasi Bahan Obat. b. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker berkewarganegaraan Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. Untuk izin usaha industri farmasi, izin usaha industri farmasi bahan obat, Sertifikat Distribusi Farmasi diterbitkan oleh Menteri. Prosedur Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional: a. Pelaku usaha wajib mengajukan permohonan izin usaha dan izin komersial atau operasional melalui OSS. b. Lembaga OSS menerbitkan NIB (nomor induk berusaha) setelah pelaku usaha melakukan pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP, sebagaimana dimaksud didapat dalam hal pelaku usaha yang melakukan pendaftaran belum memiliki NPWP. c. NIB merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan izin usaha dan izin komersial atau operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan izin usaha dan izin komersial atau operasional. d. Pelaku usaha yang telah mendapatkan NIB dapat diterbitkan izin usaha oleh Lembaga OSS. e. Penerbitan izin usaha berdasarkan komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dan komitmen izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri. f. Pelaku usaha yang telah mendapatkan izin usaha dapat melakukan kegiatan: 1) Pengadaan tanah 2) Perubahan luas lahan 6



3) Pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya 4) Pengadaan peralatan atau sarana 5) Pengadaan sumber daya manusia 6) Penyelesaian sertifikasi atau kelaikan 7) Pelaksanaan uji coba produksi (commisioning) 8) Pelaksanaan produksi. g. Pelaku usaha yang telah mendapatkan izin usaha namun belum menyelesaikan: 1) Amdal dan/atau 2) Rencana teknis bangunan gedung belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan gedung.



www.oss.go.id



Aktivasi account OSS dan mendaftarkan usahanya Pelaku usaha mendapatkan NIB Pelaku usaha membutuhkan Prasarana



Ya



Tidak



Pelaku usaha memiliki/me nguasai Prasarana



Izin Usaha dengan Komitmen



Sudah Izin usaha dengan komitmen



Belum Izin Usaha dengan Komitmen berupa Izin Lokasi. Izin Lokasi Perairan, izin Lingkungan dan IMB



7



Gambar 1. Bagan Alur Perizinan OSS (3) 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (2).Prinsip dasar CPOB antar lain : a. Semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten. b. Tahap kritis dalam proses pembuatan dan perubahan signifikan dalam proses divalidasi. c. Tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan, mencangkup personel terkualifikasi dan terlatih, bangunan-fasilitas dengan luas yang memadai, peralatan dan sarana penunjang yang sesuai, bahan, wadah dan label yang benar, prosedur dan instruksi yang disetuji sesuai sistem mutu industri farmasi, tempat penyimpanan dan transportasi memadai. d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada fasilitas yang tersedia. e. Prosedur dan instruksi dilaksanakan dengan benar dan operator diberi pelatihan untuk menerapkannya. f. Pencatatan dilakukan selama pembuatan baik secara manual dan atau dengan alat pencatat yang menunjukan bahwa semua langkah pembuatan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan bahwa jumlah serta mutu produk sesuai yang diharapkan. g. Setiap penyimpangan signifikan dicatat dengan lengkap, diinvestigasi dengan tujuan untuk menentukan akar masalah dan pelasaan tindakan korektif dan tindakan pencegahan yang tepat. h. Catatan pembuatan termasuk distribusi obat yang memungkinkan ketelusuran riwayat bets, disimpan dalam bentuk yang komprehensif dan mudah diakses. i. Cara distrubusi obat yang baik memperkecil resiko yang berdampak pada mutu obat. j. Sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia. k. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab catat mutu di investigasi serta tindakan tepat diambil terkait cacat produk dan penecegahan kerulangan keluhan. 2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi 8



Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan izin edar atau persetujuan uji klinik, jika diperlukan dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi pengguna karena keamanan, mutu dan efektivitas yang tidak memadai. Untuk mencapai sasaran mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar, serta cara pembuatan obat yang baik termasuk pengawasan mutu dan manajemen risiko mutu.Semua bagian sistem mutu industri farmasi hendaklah didukung dengan ketersediaan personel yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Kepala bagian pemastian mutu memiliki tanggung jawab secara hukum(2). Pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang mencangkup pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencangkup organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau didistribusikan sampai mutunya dinilai memuaskan(2). Prinsip dasar pengawasan mutu, antara lain: a. Fasilitas memadai, personel terlatih dan tersedia prosedur yang disetujui untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dan bila perlu untuk pemantauan kodnisi lingkungan sesuai dengantujuan CPOB. b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personel yang ditetapkan dan menggunakan metode yang disetujui. c. Metode pengujian telah tervalidasi d. Pencatatan dilakukan secara manual dan atau alat pencatat selama pembuatan yang menunjukan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian benar-benar dilaksakaan. Tiap penyimpangan dicatat lengkap dan di investigasi e. Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan persyaratan izin edar atau persetujuan uji klinik, memeiliki derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan pelabelan dengan benar f. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang secara formal dinilai terhadap spesifikasi g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup. Sampel pembanding dan sampel pertinggal, untuk pengujian ulang dikemudian hari bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir. Pengkajianmutu produk secara dilakukanterhadap semua obat produkekspor,dengantujuanuntukmembuktikankonsistensiproses, 9



terdaftar, termasuk kesesuaian



dengan



spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secaraberkalabiasanyadilakukantiaptahundandidokumentasikan,



serta



denganmempertimbangkanhasilkajianulang sebelumnya(2). 2.2.2 Personalia Industri farmasi hendaklah memiliki personel dalam jumlah yang memadai yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya sertamemperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi hygiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Tiap personel tidak boleh dibebani tanggung jawab yang berlebihan sehingga menimbulkan risiko terhadap kualitas. Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk namun tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah tidak ada kesenjangan ataupun tumpang tindih tanggung jawab dari uraian tugas. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab tertinggi untuk memastkan efektivitas penerapan sistem mutu industri farmasi untuk mencapai sasaran mutu, dan peran, tanggung jawab dan wewenang tersebut ditetapkan, dikomunikasikan serta diterapkan diseluruh organisasi. Manajemen puncak hendaklah menetapkan kebijakan mutu yang menguarikan keseluruhan maksud dan tujuan terkait mutu dan hendaklah memastikan keseuaian dan efektivitas sistem mutu industri farmasi dan pemenuhan CPOB melalui keikutsertaan dalam tinjauan manajemen. (2) Manajemen puncak hendaklah menunjuk personel kunci termasuk kepala produksi, kepala pengawasan mutu, dan kepala pemastian mutu. Posisi kunci kunci tersebut dijabat oleh apoteker purnawaktu. Kepala produksi, kepala pengawasan mutu, dan kepala pemastian mutu harus independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau financial. Kepala produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu memiliki tanggung jawab bersama atau menerapkan bersama semua aspek yang berkaitan dengan mutu termasuk khususnya desain pelaksanaan, pemantauan dan pemeliharaan sistem mutu industri farmasi yang efektif. (2) Industri farmasi hendaklah mengadakan pelatihan bagi seluruh personel yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personel teknik, pemeliharaan dan pembersihan), dan bagi personel lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personel baru hendaklah memperoleh pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan. Pelatihan 10



spesifik hendaklah diberikan kepada personel yang bekerja di area dimana kontaminasi berbahaya, misalnya area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi.Pengunjung atau personel yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk ke area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan, hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu.(2) Selain personalia industry farmasi juga memiliki program hygiene yang disiapkan dan disesuaikan dengan berbagai kebutuhan di pabrik. Program tersebut mencangkup prosedur yang berkaitan dengan praktik kesehatan dan hygiene serta pakaian personel. Semua personel hendaklah melakukan pemeriksaan kesehatan pada proses perekrutan dan pabrik industri farmasi memastikan bahwa tidak ada personel yang berpenyakit menular yang dapat memepengaruhi mutu. Setiap orang yang memasuki area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Dilarang melakukan kegiatan yang tidak higienis didalam area pembuatan atau di area lain yang dapat mempengaruhi mutu produk. Personel hendaklah diinstruksikan supaya cuci tangan terlebih dahulu sebelum bekerja(2). 2.2.3



Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan



letak yang memadai, sertadirawat kondisinya untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupauntukmemperkecil risiko terjadi ketidak jelasan, dan kesalahan lain, sertamemudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yangefektifuntukmenghindarkan kontaminasi silang, penumpukan debuatau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Bangunan sampai fasilitas dipelihara dengan cermat, dibersihkan dan bila perlu didesinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan desinfeksi hendaklah dikelola. Pasokan listrik, pencahayaan, suhu, kelembapan, dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak berdampak buruk selama proses pembuatan, penyimpanan, atau terhadap keakuratan fungsi dari peralatan. Area



produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak



bolehdigunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut(2). Pada area produksi luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara benar sehingga dapat memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah kontaminasi silang dan memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan proses produksi ataupengawasan(2). Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan fasilitas pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah kontaminasi dan kontaminasi silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali kelembaban udara sesuai kebutuhan produk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan dan 11



dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik. Area produksi hendaklah dipantau secara teratur baik selama ada maupun tidak ada kegiatan produksi untuk memastikan pemenuhan terhadap spesifikasi yang dirancangsebelumnya. Kelas kebersihan ruang atau area untuk pembuatan obat didasarkan pada jumlah maksimum partikulat udara dan jumlah maksimum mikroba udara yang diperoleh untuk tiap kelas kebersihan.(2) Kelas kebersihan tersebut hendaklah disesuaikan dengan tingkat risiko terhadap produk yang dibuat sesuai tabel di bawah ini: Tabel 1. Jumlah Maksimum Partikulat Udara Tiap Kelas Kebersihan Partikel



Nanoperasional



Operasional



Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan



Kelas



> 0,5µm



> 5µm



> 0,5µm



> 5µm



A



3.520



20



3.520



20



B



3.520



29



352.000



2.900



C



352.000



2.900



3.520.000



29.000



D



3.520.000



29.000



Tidak



Tidak



ditetapkan



ditetapkan



E



3.520.000



29.000



Tidak



Tidak



ditetapkan



ditetapkan



Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril. Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat pencahayaan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan. Apabila kondisi penyimpanan khusus (misalnya suhu dan kelembaban) dibutuhkan, kondisi tersebut disiapkan, dikendalikan, dipantau dan dicatat di manadiperlukan(2). Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu sebelum 12



dipindahkan ke tempat penyimpanan. Apabila status karantina dipastikan dengan cara penyimpanan di area terpisah, maka area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas dan akses ke area tersebut terbatas bagi personil yang berwenang. Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk pengambilan sampel bahan awal. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di area penyimpanan, maka pengambilan sampel hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang. Prosedur pembersihan yang memadai bagi ruang pengambilan sampel hendaklah tersedia. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yangdikembalikan(2). Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain.Laboratorium pengawasanmutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang hendaklahmemadaiuntukmencegah



ketercampurbauran



dan



dilakukan.Luas ruang



pencemaran



silang.



Desain



laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan konstruksi yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap. Pasokan udara ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotope(2).



2.2.4 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontamiasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan halhal yang umumnya berdampak buruk. Tiapperalatan utama hendaklah diberi tanda nomor identitas yang jelas yang akandicantumkan dalam perintah produksi dan catatan bets. Penggunaan suatuperalatan utama, serta perawatannya, harus dicatat dalam buku log alat yangmenunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor bets produk(2). Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area yang dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan benar. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk(2). 2.2.5. Produksi 13



Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten. Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan di mana perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan(2). Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada bagian pengawasan mutu. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi. Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti penerimaan bahan awal. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara rapi dan teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok. Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau berurutan dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi kecampurbauran ataupun kontaminasi silang. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap kontaminasi mikroba atau kontaminasi lain pada tiap tahap pengolahan. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat berbahaya, mencakup bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahap proses produksI(2). Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan format yang telah ditetapkan. Label berwarna sering kali sangat membantu untuk menandakan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain). Pemeriksaan hendaklah dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain untuk transfer bahan dan produk dari satu ke tempat lain telah terhubung dengan benar. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur hendaklah sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah atas persetujuan tertulis dari kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu. Akses ke bangunan-fasilitas produksi hendaklah dibatasihanya untuk personel yang berwenang(2). 14



2.2.6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Yang Baik Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkahlangkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke distributor(2). Semua personel yang terlibat dalam penyimpanan dan pengiriman obat hendaklah memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan tanggung jawab mereka untuk memastikan bahwa obat disimpan dan dikirimkan dengan tepat. Prosedur disiplin hendaklah diterapkan untuk mencegah dan menangani situasi dimana personel yang terlibat dalam penyimpanan dan pengiriman obat diduga atau terbukti terlibat didalam penyalahgunaan dan/atau pencurian(2). Penerimaan, hendaklah dilakukan pemeriksaan jumlah produk pada saat penerimaan untuk memastikan jumlah yang diterima sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam catatan penyerahan dari produksi. Obat yang membutuhkan penyimpanan khusus (misal : narkotik, psikotropik, prekursor dan produk dengan suhu penyimpanan tertentu) hendaklah segera diidentifikasi dan segera ditempatkan sesuai prosedur tertulis.(2) Hendaklah tersedia prosedur dan catatan tertulis yang mendokumentasikan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengiriman obat, termasuk semua tanda terima dan hal terkait yang dapat diterapkan. Nama penerima produk tersebut hendaklah tercantum dalam semua terkait.Hendaklah tersedia mekanisme untuk melakukan transfer informasi, baik informasi mengenai mutu atau regulasi antara industry farmasi dan pelanggan maunpun transfer informasi kepan Badan POM sesuai oersyaratan. Catatan yang terkait dengan penyimpanan dan distribusi obat hendaklah disimpan dan dengan mudah tersedia jika diminta oleh BPOM sesuai dengan CPOB. Apabila catatan dibuat secara elektronis, hendaklah tersedia backup untuk mencegah kehilangan data.(2)



2.2.7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari cara pembuatan obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak 15



diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. (2) Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidak tergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai bagian pengawasan mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. (2) Bagian pengawasan mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah : a. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk, dll. 2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif dan dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri.Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. (2)



Laporan hendaklah mencakup semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan bila memungkinkan saran untuk tindakan perbaikan. Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Hendaklah ada program penindak lanjutan yang efektif. 16



Manajemen perusahaan hendaklah mengevaluasi baik laporan inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila diperlukan. (2) Penyelanggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dnegan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakn oleh spesialis dari luar atau independen suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.(2) Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk member persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentuka. Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan dikaji ulang. Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukan kedalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi ssecara berkala. (2) 2.2.9. Keluhan Dan Penarikan Produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. (2) Produk obat yang sudah beredar dapat dikembalikan ke industri farmasi berdasarkan adanya laporan keluhan dari pelanggan atau konsumen. Keluhan yang dimaksud meliputi kerusakan dan melebihi tanggal kadaluwarsa obat, atau alasanlain misalnya kondisi wadah atau kemasanyang dapat menimbulkan keraguan akan identitas obat, mutu, jumlah atau berat dan keamanan obat yang bersangkutan.Diperlukan personil yang bertanggung jawab untuk menangani



keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang



memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bukan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu), maka ia hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap yang diduga cacat.(2) Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait. Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah keluhan disebabkan oleh pemalsuan. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah 17



dicatat yang mencakup rincian mengenai asalusul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam.(2) Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk .(2) Penarikan kembali obat merupakan suatu proses penarikan kembali produk dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Tindakan ini dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai keluhan setelah pemakaian produk sehingga berisiko terhadap kesehatan.Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini bukan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu), maka ia hendaklah memahami segala operasi penarikan kembali. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat.(2) Pelaksanaan Penarikan Kembali : a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen. c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas. d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantaidistribusi. e. Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan penarikan kembali produk hendaklah didokumentasikan dengan baik. Otoritas pengawas obat negara ke mana produk didistribusikan hendaklah diinformasikan segera apabila akan dilakukan penarikan kembali karena cacat atau dugaan cacat. Catatan distribusi hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personil yang bertanggung jawab terhadap penarikan kembali. Catatan distribusi hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai distributor dan pelanggan yang dipasok secara langsung (dengan alamat, nomor telepon, dan/atau nomor fax pada saat jam kerja dan di 18



luar jam kerja, nomor bets dan jumlah yang dikirim), termasuk distributor di luar negeri untuk produk yang diekspor dan sampel medis. f. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu. 2.2.10. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dandokumentasi yang baik merupakan bagian yang penting dari pemastian mutu.Dokumentasi yang jelas untuk memastikan bahwa



tiappersonel



menerima



uraian



tugas



yang



relevan



secara



jelas



dan



rinci



sehinggamemperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbulkarena hanya mangandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksiInduk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatanharus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumenadalah sangat penting. (2) Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pem-buatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.(2) 2.2.11. Kegiatan Alih Daya Aktivitas yang tercakup dalam pedoman CPOB yang dialih dayakan hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan kesalah pahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pengawasan mutu). (2) Kegiatan Alih daya : a. Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi semua kegiatan yang dialih dayakan, produk atau pekerjaan dan semua pengaturan teknisterkait. 19



b. Semua pengaturan untuk kegiatan alihdaya termasuk usulan perubahan teknis atau perubahan lain hendaklah sesuai dengan peraturan regulasi dan izin edar untuk produkterkait. c. Jika pemegang izin edar dan izin industri farmasi tidak sama, pengaturan yang tepat hendaklah dibuat dengan mempertimbangkan semua prinsip yang dijelaskan dalam bab ini dan mengikuti peraturan yangberlaku. d. Pembuatan obat alih daya di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang berlaku yang diterbitkan oleh BadanPOM. 2.2.12. Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan danproses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. (2) Semua



kegiatan



kualifikasi



dan



validasi



hendaklah



direncanakan



dengan



mempertimbangkan siklus hidup fasilitas, peralatan, sarana penunjang, proses dan produk. Kegiatan kualifikasi dan validasi hendaklah hanya dilakukan oleh personel yang telah mendapatkan pelatihan dan mengikuti prosedur yang telah disetujui. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas, serta hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut : a. Kebijakan validasi; b. Struktur organisasi kegiatanvalidasi; c. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; d. Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; e. Pengendalian perubahan; dan f. Acuan dokumen yang digunakan. g. Strategi kualifikasi dan validasi, termasuk rekualifikasi, bila diperlukan. Untuk proyek skala besar dan kompleks, perencanaan yang lebih detail dan rencana validasi yang terpisah dapat membantu kejelasan. Pemeriksaan yang memadai hendaklah disatukan kedalam hasil kualifikasi dan validasi untuk memastikan integritas semua data yang diperoleh.(2) Kualifikasi diartikan sebagai kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria 20



yang diinginkan dan konsisten serta menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Sebelum memulai kegiatan validasi proses, kualifikasi yang tepat terhadap peralatan kritis dan sistem penunjang hendaklah diselesaikan.



Tahapan kualifikasi untuk peralatan,



fasilitas, sarana penunjang, dan sistem dimulai dari: Spesifikasi Kebutuhan Pengguna (SKP), Kualifikasi Desain (KD), Factory Acceptance Testing (FAT) / Site Acceptance Testing (SAT), Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO), Kualifikasi Kinerja (KK). Kualifikasi ulang dilakukan sebagai evaluasi terhadap peralatan, fasilitas, sarana penunjang dan sistem secara berkala untuk memastikan bahwa status kualifikasi tetap terkendali dan dilakukan pada periode waktutertentu. Validasi diartikan sebagai suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Keseluruhan kebijakan perusahaan, arah dan pendekatan validasi, termasuk validasi proses produksi, prosedur pembersihan, metode analisis, prosedur pengujian pengawasan-selama-proses, sistem komputerisasi dan personel yang bertanggung jawab terhadap desain, pengkajian ulang, pengesahan dan dokumentasi tiap tahap validasi, hendaklah didokumentasikan.



Validasi



proses yang dilakukan mencakup validasi awal dari proses baru, validasi bila terjadi perubaan proses, transfer lokasi pembuatan dan verifikasi proses on-going. Terdapat tiga pendekatan pelaksanaan validasi proses yang mencakup pendekatan tradisional, pendekatan kontinu, dan pendekatan hibrida. Validasi konkuren dapat digunakan apabila dalam kondisi diluar kebiasaan ketika



ada



rasio



manfaat-resiko



yang



besar



bagi



pasien



dimungkinkan



untuk



tidakmenyelesaikan program validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan tetapi keputusan untuk melakukan validasi ini harus dijustifikasi dan disetujui oleh Badan POM dan didokumentasikan secara jelas dalam RIV yang disetujui oleh kepala pemastian mutu. Validasiproses dengan pendekatan tradisional digunakan untuk sejumlah batch produksi dalam kondisi rutin untuk memastikan reprodusibilitas. Verifikasi proses dengan pendekatan kontinu dilakukan berdasarkan pendekatan Quality by design (QbD) selama proses pengembangan



telahditerapkansecarailmiah,strategipengendalianyangmemberikan



tingkat



kepastian mutu produk yang tinggi. Pendekatan hibrida dilakukan dengan hibrida dari pendekatan tradisional dan verifikasi proses kontinu. Pendekatan ini dapat digunakan apabila diperoleh pengetahuan dan pemahaman yang tinggi mengenai produk danproses yang diperoleh dari pengalaman pembuatan dan data riwayatbatch.



2.3 Good Laboratory Practice(GLP) Good laboratory practice adalah suatu cara pengorganisasian laboratorium dalam proses pelaksanaan pengujian, fasislitas, teaga kerja, dan kondisi yang dapat menjamin agar pengujian 21



dapat dilaksanakan, dimonitor, dicatat dan dilaporkan sesuai standar nasional dan/internasioal serta memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan. Penerapan GLP dapat menghindari kekeliruan atau kesalahan yang mungkin timbul. GLP akan menjamin data yang dihasilkan lebih tepat, akurat serta dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. Dengan demikian GLP merupakan



suatu alat manajemen laboratorium yang memberlakukan bagaimana



mengorganisasikan suatu laboratorium (4). 2.3.1 Tujuan GLP Penerapan GLP bertujuan untuk meyakinkan bahwa data hasil uji yang dihasilkan telahmempertimbangkan: 1) Perencanan dan pelaksanaan yangbenar 2) Praktek pengambilan sampel yangbaik Praktek melakukan analisa yangbaik 3) Praktek mendokumentasikan hasil pengujian/data yangbaik 4) Praktek menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yangbaik 5) Sebagai alat manajemen GLP bukan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah, namun hanya merupakan pelengkap dalam praktek berlaboratorium untuk mencapai mutu data hasil uji yang konsisten.(5) 2.3.2



Ruang lingkup GLP Pedoman ini memuat persyaratan umum yang ditujukan untuk dua penggunaan utama



dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instalasi pengawasan mutu Labiomed Puskesad, yaitu: 1) Tata cara berlaboratorium yang baik untuk laboratorium kimiafisika 2) Tata cara berlaboratorium yang baik untuk laboratorium biologi yang mencakup pengujian mikrobiologi dan pengujianpirogen.



2.3.3



MateriGLP Sesuai dengan tujuannya, mencakup seluruh asek pengawasan dan pengendalian mutu.



Materi yang disusun terdiri dari aspek: 1) Organisasilaboratorium 2) Personel 3) Keselamatan(safety) 4) Sistemmutu 5) Kondisi akomodasi danlingkungan 6) Metode pengujian dan kalibrasi serta validasimetode 7) Peralatan, instrumen, pereaksi dan perangkat laboratoriumlainnya 22



8) Kontrak 9) Pengambilan contoh(sampling) 10) Penanganan barang yangdiuji 11) Jaminan mutu hasilpengujian 12) Pelaporanhasil 13) Dokumentasi danrekaman 14) Inspeksi danassesmen Diperolehnya data hasil pengujian atau kalibrasi yang absah, bermutu (akurat dan teliti) merupakan tujuan utama ditetapkannya standar ISO/IEC 17025. Selain data yang bermutu, hal yang sama pentingnya adalah bagaimana cara laboratorium memelihara konsistensi keabsahan mutu data yang dihasilkan dari waktu ke waktu, sehingga harus ada sistem penjaminan keabsahan mutu. Penjaminan mutu (QA) adalah kegiatan terencana yang didesain untuk memastikan pengendalian mutu dilaksanakan secara baik, sedangkan pengendalian mutu (QC) adalah kegiatan terencana yang didesain untuk memastikan produk yang bermutu terpenuhi. Agar sistem penjaminan mutu bisa dilakukan secara kontinyu, laboratorium harus menetapkan prosedur penjaminan keabsahan hasil pengukuran melalui proses pengendalian mutu yang harus diikuti oleh seluruh personel di bagian yang terlibat dalam kegiatan penjaminan mutu(4). Laboratorium termasuk lembaga penilai kesesuaian yang memberikan pelayanan jasa pengujian atau kalibrasi, outputnya adalah data hasil uji atau hasil kalibrasi. Pelaporan hasil pengujian atau kalibrasi menjadi penting untuk diperhatikan, karena terkadang terjadi kesalahan dalam pemindahaan data asli ke sertifikasi hasil pengujian atau kalibrasi. Pelaporan hasil harus dikaji ulang dan disahkan sebelum diterbitkan(4). Laboratorium



harus



memiliki



proses



terdokumentasi



untuk



menerima,



mengevaluasi dan membuat keputusan tentang pengaduan. Uraian proses penanganan pengaduan harus tersedia bagi pihak yang berkepentingan berdasarkan permintaan. Setelah menerima keluhan, laboratorium mengkonfirmasi apakah keluhan tersebut berkaitan



dengan



kegiatan



laboratoriumharusmengatasinya.



laboratorium



Laboratorium



dan,



jika



bertanggung



jawab



keputusan di semua tingkat proses penanganan pengaduan (4).



23



demikian, atas



semua



BAB III TINJAUAN KHUSUS



3.1. Sejarah Labiomed Lembaga Biomedis (Labiomed) Puskesad mengalami perkembangan perubahan setiap tahunnya. Sejarah terbentuknya Lembaga Biomedis (Labiomed) Puskesad terjadi dalam beberapa periode, yaitu 1. Periode 1950 Labiomed diawali dengan nama Pusat Laboratorium Pemindahan Darah yang selanjutnya menjadi Dinas Transfusi Darah Angkatan Darat (DTDAD) berdasarkan surat pemerintah Kepala Jawatan Kesehatan Tentara Angkata Darat Nomor : 249/AK/VII/50 tanggal 24 Juli 1950. Kegiatan pada periode ini adalah pengambilan dan penyimpanan darah, pemindahan transfusi darah, pembuatan larutan sitrat 3,8% sebagai antikoagulan dan pemeriksaan golongan darah. Produk unggulan pada periode ini adalah pembuatan plasma kering. 2. Periode 1958 Dinas Transfusi Darah Angkatan Darat (DTDAD) membuat larutan infus kemasan botol gelas, yaitu : NaCl 0,9%, Darrow GLukosa, Glukosa 5% dan 10%, dan Ringer Laktat. 3. Periode 1960 Tahun 1960 Dinas Transfusi Darah Angkatan Darat (DTDAD) berkembang menjadi Lembaga Darah Angkatan Darat (LADAHAD) dengan kegiatan litbang bidang produksi biomedis dan Pendidikan. 4. Periode 1964 Pada tahun 1964 Dibuka Sekolah Pengamat Kesehatan Jurusan Laboratorium yaitu Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK). 5. Periode 1973 Pada tahun 1973 kegiatan Litbang produksi biomedis seperti Vaksin dan Sera maju dengan pesat sehingga Lembaga Darah Angkatan Darat (LADAHAD) berubah menjadi Lembaga Biomedis (LABIOMED). 6. Periode 1980 Tahun 1980 terjadi kebakaran di LABIOMED Brawijaya XII dengan kerugian hilangnya kemampuan produksi Sera, Vaksin, Plasma kering, dokumen-dokumen, persediaan kuman dan peralatan Litbang serta sebagian alat produksi rusak, yang tersisa adalah kegiatan Bank Darah, produksi cairan dan pendidikan SMAK.



7. Periode 1984 24



Pada tahun 1984 kegiatan tranfusi darah, peralatan dan personel dipindahkan ke RSPAD Gatot Soebroto. 8. Periode 1990 Pada tahun 1990 Labiomed Puskesad fokus pada produksi pembuatan cairan infus botol gelas yang sekarang dikembangkan menjadi kemasan botol plastik. Kemampuan produksi cairan infus terus meningkat dengan bertambahnya pengadaan seperangkat mesin produk baru. Pada 26 juni 1991 Labiomed Puskesad pindah ke lokasi baru yaitu Jl. Jankesad No. 1, Munjul, Cibubur, Jakarta Timur sampai dengan saat ini. 3.2. Visi dan Misi Labiomed Puskesad Visi Menjadi Lembaga Produksi yang unggul dalam kualitas dan terdepan dalam inovasi serta menjadi kebanggaan prajurit. Misi 1. Penyelenggara produksi larutan infus, injeksi non antibiotika dan produk biomedisyang bermutu dan aman. 2. Penyelenggara litbang yang inovatif. 3. Meningkatkan kapabilitas lembaga, sarana dan prasarana, dan kualitas sumber daya manusia.



3.3. Fungsi Labiomed Puskesad Fungsi Organik a. Fungsi Organik Militer: Segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dibidang pengamanan, personel, logistik dan urusan dalam (TUUD) dalam rangka mendukung Labiomed. b. Fungsi Organik Pembinaan: Segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dibidang perencanaan anggaran, pengawasan dan pengendalian kegiatan dalam rangka mendukung tugas Labiomed Puksesad. Fungsi Teknis a. Fungsi Produksi : merencanakan, menyusun, merumuskan serta melaksanakan kegiatan dibidang produksi larutan steril infus dan injeksi serta produkbiomedis. b. Fungsi Pengawasan Mutu : merupakan suatu bagian yang esensial dari CPOB untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu berdasarkan 25



pemeriksaan fisik, kimiawi, mikrobiologi, pirogenitas terhadap bahan baku, pembantu, sarana pendukung, produk antara, ruahan dan jadi yang dilaksanakan sebelum, selama dan sesudah proses produksi. c. Fungsi Penelitian dan Pengembangan: melaksanakan kegiatan dibidang penelitian dan pengembangan metode-metode produksi, pengawasan mutu, fomulasi, uji coba produk, alat utama / bantu dan pengembangan kemampuan personel. d. Fungsi Pemeliharaan: melaksanakan kegiatan dibidang pemeliharaan, perawatan, perbaikan, pengembangan peralatan produksi pengawasan mutu dan utilitas. e. Fungsi Penyimpanan: melaksanakan kegiatan dibidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan penolong, peralatan untuk proses produksi dan produk jadi serta menyalurkan produk jadi ke Gudang Pusat I Ditkesad



3.4. Struktur Organisasi Struktur organisasi bertujuan untuk lebih mengoptimalkan kinerja personal dalam rangka menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan adanya struktur, tugas pokok dan fungsi lembaga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dilingkungan Labiomed Puskesad.



Gambar 1. Struktur Organisasi Labiomed Keterangan : 1. KALABIOMED



: Kepala Labiomed



2. WAKALABIOMED



: Wakil Kepala Labiomed



3. PA AHLI



: Perwira Ahli



4. KABAGMINLOG



: Kepala Bagian Administrasi dan Logistik



5. KASI TUUD



: Kepala Seksi Tata Usaha Urusan Dalam



6. KAINSTAL PRODUKSI



: Kepala Instalasi Produksi



7. KAINSTAL WASTU



: Kepala Instalasi Pengawasan Mutu 26



8. KAINSTAL PASTITU



: Kepala Instalasi Pemastian Mutu



9. KAINSTAL LITBANG



: Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan



10. KAINSTAL SIMPAN



: Kepala Instalasi Penyimpanan



11. KAINSTAL HARNIK



: Kepala Instalasi Pemeliharaan Dan Teknik



27



BAB IV PEMBAHASAN



4.1. PPIC (Production Planning and Inventory Controlling) PPIC merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap perencanaanproduksi dan persediaan barang. PPIC menjembatani kebutuhan produk yangdiperlukan oleh bagian marketing dengan pabrik agar permintaan pasarterpenuhi. Fungsi PPIC adalah melakukan pengawasan terhadap pergerakanbarang mulai dari pembelian bahan, permintaan bahan baku, sikluspembuatan secara keseluruhan, sampai pengiriman barang jadi, sertaperencanaan produksi yang dilakukan secara rutin dan sistematis denganmenggunakan fasilitas pabrik secara ekonomis. Fungsi PPIC (Production Planning and Inventory Controlling) di Labiomed dilaksanakan oleh bagian administrasi logistik atau minlog dan instalasi simpan 4.1.1. Administrasi Logistik (Minlog) Bagian Minlog (Administrasi logistik) proses kegiatan menekankan pada segala proses pengelolaan barang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan sampai penghapusan barang. Kegiatan perencanaan untuk kebutuhan produksi dilakukan berdasarkan jenis dan jumlah produk yang dibutuhkan untuk 1 tahun kedepan. Kebutuhan logistik dilakukan untuk mendukung kegiatan produksi, pengawasan mutu, pemeliharaan alat dan operasional kantor. Perencanaan dibuat dalam periode tahunan triwulan dan bulanan berdasarkan pengajuan berupa permintaan permintaan dari tiap instalasi anggaran yang tersedia skala prioritas dan ketersediaan barang setelah dibuat perencanaan kebutuhan logistik, bagian Minlog melakukan pembelian sesuai Peraturan Presiden No 70 Tahun 2018 tentang pengadaan barang atau jasa. a. Pengertian administrasi Administrasi logistik adalah suatu cabang atau turunan dari ilmuadministrasi yang menekankan pada sejak proses pengelolaan barangmulai dari pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan, sampai padapenghapusan barang-barang yang dapat berupa barang habis pakaiataupun tahan lama agar nantinya dapat tercapai tujuan secara lebihefektif dan efisien. Dari pendapat para ahli, administrasi dibagi menjadi: 1) Administrasi sebagai ilmu, pengetahuan teori untuk memecahkan suatu masalah. 2) Administrasi sebagai seni, bentuk proses pencatatan yang dilakukansekelompok orang untuk tujuan tertentu. Ada beberapa istilah dalam logistik: 1) Pembekalan 2) Peralatan 3) Perlengkapan 28



4) Materiil 5) Material 6) Barang Istilah dalam administrasi logistik: 1) Administrasi perbekalan 2) Administrasi materiil 3) Manajemen materiil 4) Manajemen logistik Beberapa alasan mengapa muncul istilah-istilah yang hampir samadalam administrasi logistik antara lain: 1) Ilmu akan selalu mengalami perkembangan yang mengikutiperkembangan zaman. 2) Kebutuhan menusia yang semakin kompleks. 3) Agar terlihat jelas ruang lingkup penggunaan ilmu tersebut. b. Fungsi administrasi logistik Fungsi dari administrasi logistic antara lain: 1) Perencaan kebutuhan 2) Pengadaan logistik 3) Penyimpanan 4) Distribusi 5) Penggunaan 6) Penghapusan c. Tujuan pengelolaan logistik bagi suatu organisasi: 1) Mampu menyediakan logistik sesuai kebutuhan. 2) Mampu menyediakan informasi yang berkaitan dengan keberadaan logistik. 3) Mampu menyediakan logistik siap pakai. 4) Mampu menjaga dan mempertahankan kondisi teknis daya guna dandaya hasil logistik. 5) Mampu melakukan pengakhiran fungsi logistik dengan pertimbangandan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. 6) Mampu mencegah dan mengambil tindakan antisipatif terhadapberbagai penyimpangan. 7) Menyediakan pedoman kerja bagi setiap unit kerja. 8) Mampu membangun budaya penggunaan logistik secara bertanggungjawab. d. Tugas dan tanggung jawab Kabagminlog/BMN: 1) Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi segala usaha pekerjaan dan kegiatan di lingkungan bagminlog. 29



2) Menyusun rencana kebutuhan dan anggaran bahan baku, bahanpenolong, dan bahan kemas untuk produksi Labiomed. 3) Melaksanakan kegiatan administrasi, pengendalian distribusi daninventarisasi bahan baku, bahan penolong, dan bahan kemas untukkebutuhan produksi. 4) Menyusun laporan dan melaksanakan administrasi produk jadi sejakdari instalasi produksi sampai ke gudang pusat I. 5) Merencanakan kebutuhan dan melaksanakan administrasi pengadaanbahan/materiil untuk kegiatan opersional Labiomed.



e. Struktur organisasi Minlog Labiomed Puskesad



Gambar 2. Struktur Organisasi Minlog Keterangan: 1) Kabagminlog/BMN : Kepala Bagian Administrasi Logistik/Barang Milik Negara 2) Batiurmin : Bintara Tinggi Urusan Administrasi 3) Kasirengarada : Kepala Seksi Perencanaan Anggara dan Pengadaan 4) Kasidalmat : Kepala Seksi Pengedalian Materiil 5) Kaurenproggar : Kepala Urusan Perencanaan Program dan Anggaran 6) Paur Ada : Perwira Urusan Pengadaan 7) Penata Rengar : Penata Perencaan dan Anggaran 8) Tur Ada : Pengatur Pengadaan 9) Kaurinvent : Kepala Urusan Inventaris 10) Paur Disi : Perwira Urusan Distribusi dan Simpan 11) Tur Invent : Pengatur Inventaris 12) Tur Disi : Pengatur Distribusi dan Simpan 30



4.1.2 Instalasi Simpan Instalasi simpan terdiri atas penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran barang.Instalasi simpan juga melaksanakan fungsi pengamanan dan pemeliharaan material serta membuat kelengkapan administrasi penyimpanan. Penerimaan barang-barang yang berasal dari pengadaan pusat (distributor) terlebih dahulu akan masuk ke Gudang Pusat (GUPUS AD I). Tim Komisi Puskesad atau Tim P2HP Puskesad memeriksa barang yang telah tiba. Bila sudah lengkap dan benar, Tim Komisi Puskesad atau Tim P2HP Puskesad akanmengeluarkan surat PPM (Perintah Pengeluaran Material) dan di tanda tangani oleh KaPuskesad. Pihak Labiomed Puskesad yaitu KaLabiomed Puskesad akan mengeluarkan surat PPnM (Perintah Penerimaan Material). Tim komisi Intern Labiomed Puskesad bertugas memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisik. Setelah barang sudah sepenuhnya diterima, dibuat BA (Berita Acara) dan barang sudah menjadi milik Instalasi Simpan dengan system FIFO (First In First Out) baik bahan baku maupun produk jadi yang nantinya akan disalurkan atau didistribusikan. Produk jadi yang berasal dari bagian produksi akan terlebih dahulu masuk ke gudang karantina sambil menunggu keputusan lulus uji dan keluarnya Sertifikat Analisa (SA) serta surat kelulusan dari Instalasi Pengawasan Mutu. Setelah SA keluar, bagian produksi akan membuat Nota Penyerahan Hasil Produksi (NPHP). Produk jadi tersebut akan dicatat di kartu stok penerimaan dan akan dibuat laporan ke Kepala Labiomed Puskesad dengan tembusan ke Bagian Administrasi dan Logistik (Minlog) dan kemudian dilaporkan ke Puskesad. Produk jadi akan diserahkan ke Gupus AD I, kemudian Instalasi Simpan akan membuat Surat Tanda Penyerahan Barang. Produk jadi yang akan diserahkan sebelumnya dicek terlebih dahulu oleh Tim Komisi Intern Labiomed Puskesad yaitu perwakilan dari TUUD, Instalasi Pengawasan Mutu dan Instalasi Produksi, lalu Selanjutnya di terima oleh Instalasi Simpan. Setiap Intalasi yang akan meminta barang dari Instal Simpan harus membuat Nota Permintaan Barang, kemudian setelah disetujui Instal Simpan akan membuat Nota Penyerahan Barang persetujuan KaLabiomed Puskesad. Pengeluaran barang dilakukan secara harian dan dicatat pada buku permintaan harian, kartu stok dan kartu gantung. Setiap awal bulan, pihak yang meminta barang akan mengeluarkan Nota Permintaan Barang, sedangkan pihak Instalasi Simpan akan mengeluarkan Nota Penyerahan Barang diawal bulan. 4.2. Instalasi Pengawasan Mutu (Instal Wastu) Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat. Instalasi pengawasan mutu di Labiomed terdiri dari: 1) Bagian kimia fisika dengan laboratorium kimia fisika. 2) Bagian biologi yang terdiri dari laboratorium mikrobiologii dan pyrogen. Pelaksanaan kegiatan tersebut ditunjang oleh fasilitas dan perlengkapan laboratorium mikrobiologi, pirogen dan kimia fisika. 31



Tabel 2. Peralatan di laboratorium Labiomed Kimia Fisika 1. pH meter



Laboratorium Mikrobiologi 1. Particle counter



Pirogen 1. Thermokopel



2. CnD/TDS



2. Sampler air surface



2. Oven



3. Polarimeter



3. Koloni counter



3. Water bath



4. Spektrofotometer



4. LAF



4. Kandang kelinci



5. Oven



5. Inkubator



6. Melting point



6. Oven



7. Analitic balance



7. Autoklaf



8. HPLC



8. Pipet mikro



9. Furnace



9. Lemari pendingin



10. Lemari asam 4.2.1. Laboratorium Kimia-Fisika Bagian kimia fisika dalam instal wastu laboratorium kimia fisika yang bertugas melakukan pemeriksaan dan pengawasan mutu terhadap bahan baku bahan pengemas, produk ruahan, dan obat jadi. a. Pemeriksaan Air Salah satu bahan baku yang digunakan dalam proses produksi Labiomed adalah air, diantaranya air mentah (raw water) yang diperoleh dari sumur (deep well), aquademin hingga air untuk injeksi (water for injection). Pemeriksaan air di lakukan di setiap titik (air sumur, air dari sand filter, air dari water softener, air dari carbon filter, air dari demineralizer dan WFI).Parameter yang diuji meliputi suhu, pH menggunakan pH meter, kesadahan, Conductivity (CND), Total Dissolved Solid (TDS). Sedangkan untuk pemeriksaan WFI dilakukan setiap hari, pagi sebelum proses produksi, karena WFI merupakan bahan baku utama pada pembuatan larutan injeksi volume besar. Pemeriksaannya yaitu: Suhu, pH, TDS, kesadahan, Fe, Nitrit, Ca+, Cl-, NH4+. b. Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku meliputi organoleptis, pH, titik lebur dan kadar sesuaispesifikasi yang terdapat dalam Farmakope Indonesia.



c. In Process Control (IPC) In Process Control (IPC) dilakukan pada pemeriksaan produk antara yaitu setelah proses pencampuran, sebelum dimasukkan ke dalam kemasan primer. Parameter yang diuji adalah pH dan kadar sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam Farmakope Indonesia. d. Produk jadi



32



Pengujian produk jadi dilakukan terhadap produk yang telah di sterilisasi menggunakan autoklaf. Parameter yang diuji pada produk jadi adalah pH dan kadar sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam Farmakope Indonesia. Samplinng produk jadi dilakukan setelah selesai sterilisasi. Untuk tiap bets (2000 L) terdapat 4 lots, karena kapasitas untuk sterilisasi (hot water sterilizer) di Labiomed hanya 900 botol. Untuk sampling tiap lot diambil 9 botol, 3 botol untuk uji pirogen, 3 botol untuk uji sterilitas dan 3 botol untuk sampel pertinggal. Untuk pengujian di laboratorium kimia fisika digunakan sampel sisa dari uji pirogen, atau laboratorium mikrobiologi. Sampel pertinggal digunakan apabila ada masalah dalam rentang waktu sampai kadaluwarsa dari produk tersebut. 4.2.2. Laboratorium Mikrobiologi Pada laboratorium mikrobiologi kegiatan yang dilakukan adalah uji sterilitas sediaan,uji sterilitas ruangan di bagian produksi dan bagian mikrobiologi serta pemeriksaan airsumur dan pemeriksaan sterilitas WFI.Uji sterilitas ruang produksi dilakukan seminggu sekali pada hari senin sebelum kegiatan produksi dimulai. Parameter yang diperiksa meliputi ukuran partikel (particle counter) dan jumlah mikroba (Air sampler). a. Uji Sterilitas Sediaan Uji sterilitas sediaan dapat dilakukan dengan dua metode: 1) Metode Inokulasi Di laboratorium mikrobiologi labiomed puskesad, uji sterilitas dengan metode Inokulasi menggunakan media Tioglikolat, Nutrien Agar dan Sabouraud Agar. Tiap lot diambil 3 sampel dan pengerjaan dilakukan di LAF selama 5-10 menit lalu di inkubasi pada suhu 3035oC dan 20-25oC. Diamati selama 7 hariuntuk melihat adanya pertumbuhan bakteri menggunakan media Nutrien Agar dan Tyoglicolate dan diinkubasi pada suhu 30-35 oC. Media Sabauroud Agar diinkubasi pada suhu 20-25 oC untuk melihat adanya pertumbuhan jamur. 2) Metode Penyaringan Membran (Filtrasi) Teknik penyaringan membran digunakan apabila sifat contoh sesuai, yaituuntuk sediaan yang mengandung air dan dapatdisaring, sediaan yang mengandung alkohol atauminyak, dan sediaan yang dapat dicampur denganatau yang larut dalam pelarut air atau minyak, denganketentuan bahwa pelarut tidak mempunyai efekantimikroba pada kondisi pengujian(6). Untuk sterilisasi metode filtrasi di Labiomed menggunakan alat steritest compact“symbio” dengan 3 sampel tiap lot dengan media Tyoglicolate dan media Tryptic Soy Broth (TSB). Pengerjaan dilakukan di LAF selama 5-10 menit lalu diinkubasi selama 14 hari, media Tyoglicolate pada suhu 30-35oC untuk pertumbuhan bakteri dan menggunakan 33



media Trypcasec Soy Broth (TSB) dengan suhu 20-25 oC untuk pertumbuhan jamur. Jika sampel positif atau tidak steril maka dilakukan pengujian ulang sebanyak 3 kali, jika setelah 3x pengujian ulang hasil pengujian tetap positif atau tidak steril maka produk dari lot tersebut direject. b. Uji Ruangan di Bagian Produksi



Uji sterilitas ruang produksi dilakukan seminggu sekali pada hari senin sebelum kegiatan proses produksi dimulai atau dapat juga dilakukan maksimal 1 kali perbulan. Pemeriksaan dilaksanakan dalam keadaan operasional dan non operasional. Ruangan yang diuji meliputi ruang timbang, ruang pencampuraninfus (mixing) meliputi ruang LAF dan ruang bersih, ruang pengisian infus (filling) meliputi ruang LAF dan ruang bersih, ruang cuci botoldan ruang uji mikrobiologi. Pada uji ruangan ini yang dilihat adalah jumlah mikroba yang terdapat dalam ruang dengan menggunakan Air Sampler (SAS: Surface Air System) dan jumlah partikel yang terdapat dalam ruang dengan menggunakan Particle Counter (Lasair III). Pemantauan lingkungan di ruang produksi yang dilaksanakan sebagai berikut: 1. Pemantauan jumlah partikel Dilakukan dengan menggunakan alat particle counter untuk memantau jumlah partikel di dalam ruangan apakah memenuhi syarat yang ditentukan. 2. Pemantauan jumlah mikroba Dilaksanakan dengan cara: a. Mengambil sampel di udara menggunakan alat air sampler pada keadaan non operasional. b. Settle plate / cawan papar (± 4 jam selama operasional) c. Cawan kontak Jumlah koloni yang tumbuh dibandingkan dengan persyaratan dengan persyaratan yang ada. c. Pemeriksaan Air Sumur dan Sterilitas WFI Pemeriksaan air sumur dan sterilitas WFI dilakukan untuk melihat adanya bakteri EColi/Coliform yang terdapat di air. Pemeriksaan menggunakan mediaLactose broth,Brilliant GreenLactose Broth (BGLB) dan Mac Conkey Agar (MCA). Untuk pemeriksaan air dilakukan 3 tahap pengujian yaitu: 1) Uji perkiraan a. Isikan pada 15 tabung media lactose broth - 5 tabung double strength lactose broth sebanyak @ 5 mL sampel - 5 tabung single strength lactose broth sebanyak @ 1 mL sampel - 5 tabung single strength lactose broth sebanyak @ 0,5 mL sampel b. Masukkan 5 ml sampe air ke dalam media NA 34



c. Inkubasi ke dalam inkubator 37°C selama 2 x 24 jam d. Hasil yang positif dilanjutkan ke pemeriksaan uji penetapan 2) Uji penetapan a. Hasil yang positif pada uji perkiraan ditanam ke dalam 2 tabung media BGLB yang masing-masing tabung diinkubasi pada suhu 37°C dan suhu 44°C selama 2 x 24 jam. b. Hasil dilihat, bila terjadi positif pada tabung BGLB yang diinkubasi pada suhu 37°C positif 0 maka hasil tersebut dihitung dengan menggunakan metode MPN (most probable number). Sedangkan tabung BGLB yang diinkubasi pada suhu 44°Cmenunjukkan hasil positif maka dilanjutkan ke uji lengkap. 3) Uji lengkap a. Tanam fase sampel yang berasal dari media BGLB suhu 44°C yang menunjukkan positif ke media endo agar lalu diinkubasi selama 2 x 24 jam suhu 37°C ke dalam inkubator. b. Hasilnya apabila ada pertumbuhan koloni warna merah kilat logam, ini berarti E.coli positif lalu lanjutkan ke tes serologi yang gunanya untuk menentukan jenis E.coli tipe pathogen atau apatogen. 4.2.2. Uji Pirogenitas Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi atas dua yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Uji pirogen dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi reaksi demam terhadap pasien yang diberikan larutan infus volume besar lebih dari 100 ml. Parameter yang diukur adalah kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikanlarutan uji. Produk jadi disuntikkan pada pembuluh vena marginalis pada telinga kelinci, kelinci yang digunakan adalah jenis Albino Red. Penyuntikan dilakukan pada 3 ekor kelinci untuk tiap lot, dan setiap 3 lot digunakan 1 ekor sebagai control (10 ekor), karena dilabiomed hanya memiliki 10 sensor pada Thermokopel. Sebagai kontrolsuhu tubuh kelinci diukur pada saat 1 jam sebelum disuntik dengan interval waktu 30 menit kemudian hasil suhu dirata-ratakan sebagai suhu awal kelinci. Setelah penyuntikan suhu di periksa setiap 30 menit selama 3 jam. Menurut Farmakope Indonesia edisi VI tahun 2014, sediaan memenuhi syarat apabila kenaikan suhu tubuh kelinci kurang dari 0,5oC. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu tubuh mencapai ≥0,50C atau lebih maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Dikatakan memenuhi syarat apabila tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci yang mengalami kenaikan suhu ≥0,5oC. 4.3. Produksi Kegiatan produksi di Labiomed dilaksanakan oleh instalasi produksi. Kegiatan yang dilakukan



di instalasi produksi diantaranya adalah pembuatan Water For Injection (WFI), pembuatan kemasan primer dan pembuatan sediaan infus. 35



Personil yang memasuki ruangan produksi merupakan personil yang terkualifikasi, sebelum masuk dalam ruang produksi, personil mencuci tangan dengan desinfektan (alkohol 70%), kemudian personil mengenakan pakaian kerja khusus yang dilengkapi dengan masker, tutup kepala, dan sepatu. 4.3.1. Pembuatan Water ForInjection Bahan baku air berasal dari air sumur yang diambil dengan kedalaman 120 meter. Air tersebut diperoleh melalui beberapa tahapan pengolahan. Tahapan pengolahan tersebut yaitu air sumur yang diperoleh ditampung didalam bak penampungan, kemudian disaring menggunakan sand filter (filter dari pasir silica atau kuarsa dan gravel sebagai media penyaringannya) dengan tujuan untuk menyaring kotoran–kotoran yang terdapat didalam air. Setelah itu air yang telah disaring, dimasukkan kedalam sistem water softener, water softener berperan dalam menurunkan kadar kesadahan air, didalam tabung water softener terdapat resin kation yang nantinya menarik ion–ion magnesium, kalsium, besi dan melepaskan ion natrium. Selanjutnya air dimasukkan kedalam carbon filter. Carbon filter ini berfungsi untuk menghilang bau, rasa dan warna dari air sehingga diharapkan air yang diperoleh dari hasil penyaringan jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Setelah dilakukan Carbon Filter, maka dilakukan proses demineralisasi. Proses demineralisasi adalah proses penghilangan kadar garam dan mineral dalam air melalui proses pertukaran ion dengan menggunakan media resin atau softener anion dan kation. Setelah selesai proses demineralisasi air tersebut didestilasi menggunakan destilator dengan suhu 100ºC kurang lebih. Hasil dari destilasi tersebut ditampung didalam tangki penampungan, air yang telah dimurnikan ini disebut water for injection (WFI). WFI yang disimpan dalam tangki penampungan ini harus disirkulasi dengan suhu lebih dari 70ºC secara terus menerus dan ketika akan digunakan untuk kegiatan produksi, WFI diperiksa terlebih dahulu oleh instalasi pengawasan mutu dengan parameter pegujian antara lain pengujian pH, kejernihan, pengujian TDS dan uji mikrobiologi. 4.3.2. Pembuatan Kemasan Primer (Botol dan Tutup Botol Infus) Bahan baku untuk pembuatan botol dan tutup



botol infus adalah biji plastikjenis



Polipropilen (PP). Botol plastik jenis polipropilen lebih kuat keras dan tidakelastis dibandingkan dengan jenis polietilen (PE) dimana hasil jadi dari PE lebihelastis dan



36



lembut. Penggunaan PP ataupun PE tidak mempengaruhi sediaan steril(aman) sejauh memenuhi pharmaceutical grade. Proses pembuatan botol dan tutup botol yaitu biji plastik yang berbentuk granul dimasukkan ke dalam alat cetak botol yang menggunakan metode blow moulding dan alat cetak tutup botol dengan metode injection moulding. Sebelumnya harus dipastikan bahwa mesin telah dipanaskan hingga suhu sekitar 180˚C, apabila belum mencapai suhu yang ditentukan maka alat tidak dapat bekerja. Biji plastik dimasukkan ke dalam mesin untuk dipanaskan terlebih dahulu hingga meleleh. Lelehan plastik tersebut didorong memasuki cetakan botol. Di sepanjang jalur menuju cetakan, suhu di dalam mesin tetap panas dengan tingkat panas yang berbeda. Lelehan plastik masuk ke dalam cetakan botol, kemudian ditiup oleh udara kompres bersih hingga mengembang. Bersamaan dengan proses itu, dilakukan pendinginan di dalam cetakan sehingga botol infus terbentuk. Tutup botol yang diproduksi di Labiomed terdiri atas tutup dalam (seal) dan tutup luar (cap). Botol dan tutup botol yang telah selesai diproduksi disimpan di dalam plastik rangkap dua, tujuannya adalah ketika memasuki ruang cuci botol, plastik terluar dilepas untuk menghindari kontaminan (debu). Untuk penanganan botol atau tutup botol yang cacat dapat dibuat ulang dengan cara botol dan tutup botol yang cacat dimasukan dalam mesin pencacah (crusher). 4.3.3. Pembuatan Sediaan a) Pembuatan Sediaan Pembuatan sediaan dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut: b) Penimbangan Bahan Baku. Penimbanganbahan baku dilakukan di ruang kelas C.Bahan baku yang digunakan merupakan bahan baku yang telah lulus proses pemeriksaan pengawasan mutu. Bahan baku ditimbang sesuai dengan kebutuhan untuk satu kali produksi. c) Pengolahan Sediaan Pencampuran bahan baku yang telah ditimbang dengan WFI dilakukan di ruangkelas C. Bahan-bahan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam tangki pencampuran (mixing tank).proses pencampuranmixing ada 2 tangki, ada batang seperti kipas untuk mengadukhingga homogen.Setelah proses mixing, dilakukan pengecekan In Process Control oleh bagian Pengawasan Mutu untuk memeriksa kadar larutan infus. Jika larutan belum memenuhi kadar, dilakukan penambahan waktu pencampuran karena dianggap belum homogen. Setelah dinyatakan memenuhi syarat, larutan dipindahkan ke holding tank kapasitas 2.000 L melewati 3 buah cartridge filter, yang terdiri dari pre filter (1,2 µm), medium filter (0,65 µm), dan final filter (0,22 µm). Kemudian larutan dialirkan menuju surge tank berkapasitas 300 L untuk kemudian dilanjutkan dengan proses pengisian (filling). 37



d) Pengisian Sediaan ke Dalam Wadah (Filling) 1) Pencucian dan pengisian infus. Sebelum proses pengisian, dilakukan pencucian botol dengan menggunakanaquadem dan WFI,yaitu disemprotkan udara kering yang bersih untuk menghilangkan debu, kemudian dilanjut dengan pencucian menggunakan aquadem, lalu dilanjutkan pembilasan dengan WFI. Pencucian dengan menggunakan aquadem dibagian luar botol sedangkan bagian dalam botol dibilas dengan menggunakan WFI. Pencucian botol plastik dilakukan ruangan kelas C. 2) Proses pengisian dilakukan di ruang kelas A di bawah LAF. Sebelum proses pengisian dilakukan filtrasi dengan menggunakan filtermembran disk berukuran 2,4 µm. Proses pengisian dilakukan dengan menyemprotkan larutan langsung ke botol, sekali semprot 8 botol masing -masing dengan saluran yang berbeda. Kemudian dilakukan sealing dengan ultrasonicdimanaalat penutup botol infus yang terdapat2 garis seal yang akan meleleh terkena getar ultrasonic sehingga mulut tutup botol menempel.Kemudian dilakukan penutupan dengan tutup luar (capping) menggunakan cara tekanan biasa. e) Sterilisasi Akhir. Proses



sterilisasi



akhir



untuk



larutan



infus



dilakukan



pada



dua



buah



autoklafvertikaldengan masing-masing kapasitas ± 900 botol. Proses sterilisasi akhir dilakukan di ruang kelas D. Sterilisasi akhir sediaan larutan infus menggunakan hot water sterilizer dengan suhu 105 ºC selama 1 jam dengan tekanan 1,2 – 1,3 atm. f) Uji Visual Larutan Infus Sediaan



hasil



sterilisasi



dilakukan



Pemeriksaan



visual



yaitu



pemeriksaan



warna.Kejernihan, ketepatan volume, penampilan botol, dan kebocoran. Pemeriksaan visual menggunakan alat bantu kaca pembesar (Lup). Terdapat background putih dan hitam memperjelas uji visual, background hitam untuk melihat lebih jelas pengotor putih, backgroud putih untuk melihat pengotor hitam. Setelah dilakukan pemeriksaan visual, tiap lot diambil sembilan botol dengan rincian tiga botol untuk pemeriksaan pirogen, tiga botol digunakan dalam pemeriksaan kimia fisika dan mikrobiologi, dan tiga botol untuk sampel pertinggal. g) Labelling, Film Shrinking, dan Pengemasan Akhir. Produk yang telah lulus pemeriksaan visual selanjutnya dilakukan prosespelabelan (labeling). Pelabelan botol infus dilakukan dengan mesin labelling. Label sendiri mencakup no batch, expired date, kandungan, nama obat, nama pembuat produk. Setelah diberi label pada botol infus lalu botol infus dimasukan kedalam plastik lalu dipanaskan (film shrinking) gunanya agar



botolinfus tetap bersih dan tidak rusak selama proses distribusi, selanjutnya produk



dimasukkan dalam kardus yang berkapasitas 24 botol per kardus.Setelah pengemasan akhir 38



selesai, produk



jadi tersebut disimpan dalam gudang karantina dan diberi label karantina



berwarna kuning selama



menunggu hasil dari pengawasan mutu. Jika produk jadi telah



memenuhi syarat, Pengawasan Mutu akan mengeluarkan sertifikat analisa dan label kelulusan (label hijau), selanjutnya hasil produksi siap dikirim ke Gupus I (Gudang Pusat I) oleh Instalasi simpan melalui prosedur yang telah ditetapkan. 4.3.4. Sterilisasi Akhir. Proses sterilisasi akhir untuk larutan infus dilakukan pada dua buah otoklaf horizontal dengan masing-masing kapasitas 3500 L atau 1 lot (972 botol). Proses sterilisasi akhir dilakukan di ruang kelas D. Sterilisasi akhir sediaan larutan infus menggunakan hot water sterilizer dengan suhu 105ºC selama satu jam dengan tekanan 1,2 – 1,3 atm. 4.3.5. Uji Visual Larutan Infus Sediaan hasil sterilisasi dilakukan Pemeriksaan visual yaitu pemeriksaan warna. Kejernihan, ketepatan volume, penampilan botol, dan kebocoran. Pemeriksaan visual menggunakan alat bantu kaca pembesar (Lup). Setelah dilakukan pemeriksaan visual, tiap lot diambil sembilan botol dengan rincian tiga botol untuk pemeriksaan pirogen, tiga botol digunakan dalam pemeriksaan kimia fisika dan mikrobiologi, dan tiga botol untuk sampel pertinggal. 4.3.6. Labelling, Film Shrinking, dan Pengemasan Akhir. Produk yang telah lulus pemeriksaan visual selanjutnya dilakukan proses pelabelan (labelling). Pengelabelan botol infus dilakukan dengan mesin labelling. Label sendi ri mencakup no batch, expired date, kandungan, nama obat, nama pembuat produk.



Setelah



diberi label pada botol infus lalu botol infus dimasukan kedalam plastik lalu dipanaskan (film shrinking) gunanya agar botolinfus tetap bersih dan tidak rusak selama proses distribusi,



selanjutnya



produk dimasukkan dalam kardus yang berkapasitas 24 botol per



kardus.Setelah pengemasan akhir selesai, produk jadi tersebut disimpan dalam gudang karantina dan diberi label karantina berwarna kuning selama menunggu hasil dari pengawasan mutu. Jika produk jadi telah memenuhi syarat, Pengawasan Mutu



akan



mengeluarkan sertifikat analisa dan label kelulusan (label hijau), selanjutnya hasil produksi siap dikirim ke Gupus I (Gudang Pusat I) oleh Instalasi simpan melalui prosedur yang telah ditetapkan. PRODUCTION PROCESS OF PLASTIK BOTTLE INFUS SUPPLY STORAGE



ACT IVE INGRID IENT



39



SEALIN G FILLIN



CA PIN



STE RILI ZA TIO N



SUPPLY STORAGE QC 9 CONTROLLED CLEAN AREA QC 3



QC 4 WEIGHING



QC 6 QC 10



WATER TREATMENT SAND FILTER



QC DESTI LATOR



WATER SOFTENER



MIXING



2



QC 1a WELL



QC 5 FILTRATION 1.2 u 0,45 u 0,2 u 1.2 u 0,45 u 0,2 u



QC 1b QC 1c QC 1e FILTER



RALIZER



PACKAGING WASHING & RINSING



PLASTI C RAW MAT ERIA



BLOW MOULDING MACHINE



QC 7



PLASTIC BOTTLE



QC 8



QC 11



SEAL



INJECTION MOULDING MACHINE



WASTE WATER TREATMENT INSTALLATION UPPER CAP



WARE HOUSE



Gambar. Proses Produksi Larutan Infus 4.4.Instalasi Pemeliharaan Fungsi Engineering dilakukan oleh Instalasi Pemeliharaan dengan lingkup kerja: 4.4.1. Pemeliharaan Teknis Mesin Utama dan Penunjang Instalasi pemeliharaan bertugas menangani pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan sarana-sarana produksi, pengawasan mutu dan penunjang yang digunakan untuk kelancaran kegiatan-kegiatan di Labiomed Puskesad khususnya produksi infus seperti listrik steam boiler, udara kompresi sistem tata udara, serta kualifikasi peralatan. 4.4.2. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pengolahan Air Limbah di Labiomed Puskesad terdapat 3 bak penampung awal/ sampit yaitu 1 bak berasal dari lab produksi, 1 bak berasal dari pengolahan air/ WFI dan 1 bak berasal dari lab analis/ sekolah.. Bak sampit tersalurkan ke penampungan besar lalu ke bak netralisasi dengan NaCl, Klorin, NaOH. Setelah netralisasi, pengolahan masuk ke bak sedimentasi dimana tempat terjadi pengendapan lumpur, air mengalir ke dua buah bak transit dengan pemberian Flokulan (Tawas) dan Koagulan (PAC: Poly Aluminium Chlorida) sehingga terjadi penggumpalan endapan, air menuju bak aerasi dan berakhir pada bak penampungan akhir dengan pemberian klorin (untuk membunuh sisa-sisa bakteri yang terbawa air) dimana dalam bak penampungan akhir terdapat bioindikator untuk pengujian keamanan/ indikasi keberhasilan IPAL lalu dialirkan ke sungai. Air yang dibuang ke sungai dalam keadaan aman dan bersih. Lumpur dan endapan dari tiap-tiap bak pengendapan dipisahkan dan dibuang berkala setiap 3 tahun atau setiap ada program pembersihan. Air limbah yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa pencemar organik yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Air limbah yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang apabila dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis dapat mengganggu proses pengolahannya sehingga perlu dilakukan pengolahan awal secara kimia-fisika, selanjutnya air olahannya dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan 40



system lagoon (kolam) adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro -organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam



stabilisasi.



Proses dengan sistem lagoon tersebut



dikategorikan sebagai proses bio logis dengan biakan tersuspensi. 4.5. Kalibrasi, Validasi dan Kualifikasi 4.5.1. Kalibrasi Kalibrasi merupakan kegiatan untuk menentukan



kebenarankonvensional



nilai



pengukuran alat ukur dan bahan ukur dengan caramembandingkan terhadap standar ukur yang dapat diukur ke standarnasional/internasional.Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketelusuran pengukuran, yaitu hasil pengukuran dapat ditelusur sampai ke standar yang lebih tinggi (standar nasional/internasional) melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus. Pentingnya kalibrasi yaitu dengan terkalibrasinya suatu alat dapat menjamin mutu suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang diharapkan. Manfaat kalibrasi yaitu untuk mendukung sistem mutu di suatu industri pada alat (lab/produksi/industri) yang dimiliki dan untuk mengetahui perbedaan penyimpangan dari suatu alat. Interval kalibrasi: 1) Sesuai frekuensi penggunaan alat 2) Dilakukan secara periodik Kalibrasi di Indonesia terdiri dari: 1) Kalibrasi teknik Kalibrasi yang tidak berhubungan langsung dengan dunia perdagangan dan dilakukan oleh laboratorium kalibrasi terakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional). 2) Kalibrasi legal Kalibrasi peralatan ukur untuk keperluan perdagangan dan dilakukan oleh direktorat metrologi derindag (departemen industri perdagangan) Hasil kalibrasi antara lain: 1) Nilai objek ukur 2) Nilai koreksi/penyimpangan 3) Nilai ketidakpastian pengukuran 4) Sifat metrologi seperti factor kalibrasi dan kurva kalibrasi Prinsip dasar kalibrasi: 1) Standar ukur kalibrasi (nasional/internasional) 2) Operator yang bersertifikasi 41



3) Tersedianya bahan dan alat yang akan dikalibrasi 4) Lingkungan yang dikondisikan baik dalam suhu dan kelembapan yang selalu terkontrol. 4.5.2. Validasi Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dandokumentasi proses, prosedur atau metode agar selalu konsisten dengan hasil yangdiharapkan. Validasi meliputi bukti tertulis bahan, proses, prosedur, kegiatan, system perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Contoh dari validasi antara lain:  Validasi prosedur pembuatan tablet paracetamol  Validasi metode analisis untuk metode HPLC a. Validasi proses Validasi proses ada 3, yaitu: 1. Validasi prospektif Validasi prospektif yaitu validasi proses yang dilakukan sebelum produk dipasarkan. Validasiprospektif hendaklah mencakup: a) Uraian singkat suatu proses b) Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus diinvestigasi c) Daftar peralatan atau fasilitas yang digunakan serta status kalibrasinya. d) Spesifikasi produk jadi untuk diluluskan e) Daftar metode analisis f) Usul pengawasan selama proses dan kriteria penerimaan g) Pengujian tambahan bila diperlukan h) Pola pengambilan sampel (sesuai lokasi dan frekuensi) i) Fungsi dan tanggung jawab petugas j) Jadwal yang digunakan/dipakai/diusulkan k) Metode pencatatan & evaluasi hasil Secara umum validasi prospektif untuk data diambil 3 batch berurutan yang memenuhi parameter yang disetujui dapat diterima telah memenuhi persyaratan validasi proses. Jika batch validasi akan dipasarkan kondisi pembuatannya hendaklah memenuhi ketentuan CPOB dan hasil validasi memenuhi spesifikasi dan sesuai ijin edar.



2.Validasi konkuren Validasi konkuren yaitu validasi yang dilakukan selama proses produksi rutin. Yang mana: 42



a) Dalam kondisi khusus dimungkinkan tidak menyelesaikan program validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan. b) Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus dijustifikasi (dipertimbangkan), didokumentasi dan disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). c) Persyaratan dokumentasi validasi konkuren sama dengan validasi prospektif. 3.Validasi retrospektif Hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur pembuatan dan peralatan. Batch yang dipilih untuk validasi retrospektif hendaklah mewakili seluruh batch yang dibuat selama periode pengamatan. Untuk menunjukkan konsistensi proses. Pada umumnya, validasi ini memerlukan data dari 10-30 batch berurutan untuk menilai konsistensi proses, jumlah batch yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi/dipertimbangkan. b. Validasi pembersihan Hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Misalnya penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba. Hendaklah digunakan metode analisis tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residua tau cemaran. Validasi pembersihan dilakukan untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan produk dan yang tidak bersentuhan langsung dengan produk. Interval waktu (jadwal) antara penggunaan alat dan pembersihan atau sebaliknya hendaklah divalidasi dan ditentukan metodenya serta penjadwalannya. Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan 3 kali berurutan dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan telah tervalidasi. Untuk produk yang beracun/berbahaya dalam keadaan tertentu dapat disimulasikan dengan produk lain yang mempunyai sifat fisika kimia yang sama.



c. Validasi Metode Analisis Tujuan untuk menentukan bahwa metode analisis sesuai tujuanpenggunaannya. Jenis metode analisis yang harus di validasi ada 4 pada umumnya: 1) Uji identifikasi 2) Uji kuantitatif kandungan impurity 3) Uji batas impuritas 43



4) Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat/obat/komponenobat tertentu dalam obat. Tujuan prosedur analisis adalah untuk menentukan karakteristikvalidasi yang perlu dievaluasi pada umumnya sebagai berikut: akurasi,presisi, ripitabilitas, intermediate presisi, spesifisitas, batas deteksi, bataskuantitas, linearitas dan rentang. d. Validasi Ulang (re-validasi) Validasi ulang adalah fasilitas, sistem, peralatan, proses,pembersihan dan metode analisis hendaklah dievaluasi secara berkala untukkonfirmasi keabsahannya. Validasi ulang dan diperlukan dalam kondisiberikut: 1) Perubahan sintesis bahan aktif obat 2) Perubahan komposisi produk jadi 3) Perubahan prosedur analisis 4.5.3. Kualifikasi Kualifikasi adalah tindakan pembuktian dan dokumentasi, desain, instalasi, operasional dan kinerja. Kualifikasi merupakan bagian dari validasi. Kualifikasi adalah selalu bagian dari tahap awal validasi, tetapi langkah kualifikasi sendiri bukan bagian dari validasi proses. Kualifikasi merupakan tindakan pembuktian suatu sistem dan peralatan telah terpasang dengan benar, dan dapat bekerja dengan benar, sehingga menghasilkan hasil yang diharapkan. Kualifikasi menurut tahapannya terbagi menjadi 4,yaitu: a. Kualifikasi desain (KD) Kualifikasi desain merupakan unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. b. Kualifikasi instalasi (KI) Kualifikasi instalasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru, atau yang dimodifikasi. c. Kualifikasi operasional (KO) Kualifikasi operasinal hendaklah dilakukan setelah KI selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. d. Kualifikasi kinerja (KK) Kualifikasi kinerja hendaklah dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan dan disetujui.



44



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1. Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa 1. Kegiatan di Labiomed meliputi PPIC (production planning and inventory controlling), quality control (QC), dan produksi. 2. Quality control meliputi pengujian kimia fisika, pengujian pirogenitas, dan pengujian mikrobiologi 3. Seorang apoteker dalam Industri Farmasi harus memiliki wawasan CPOB dan GLP, yaitu sebagai kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. Ilmu dan keterampilan yang dimiliki apoteker harus dibaktikan secara menyeluruh dalam pekerjaan profesinya di suatu industri farmasi 4. Dalam pengelolaan industri farmasi di Labiomed profesi Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan proses kegiatan baik secara manajemen maupun teknis pelaksanaan produksi sehingga menjamin kualitas produk obat yang dihasilkan. 5. Labiomed Puskesad yang telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam rangkaian pembuatan obatnya, yaitu dalam aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu, audit dan persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi, pembuatan sediaan steril, dan manajemen risiko mutu. 5.2. Saran 1. Penerapan prinsip-prinsip CPOB di lembaga Labiomed Puskesad hendaknya senantiasa ditingkatkan sehingga mutu produk yang dihasilkan dapat dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya. 2. Mesin atau peralatan yang digunakan sebaiknya diperbarui untuk mendukung kelancaran proses produksi. 3. Suasana kerja yang nyaman dan kondusif di Labiomed Puskesad perlu dipertahankan guna memperlancar kerjasama antar staff dan anggota lainnya. 4. Hubungan baik antara pihak Labiomed Puskesad dengan Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta hendaklah selalu terjaga dan lebih ditingkatkan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi para calon apoteker khususnya di bidang Farmasi Industri



45



46



DAFTAR PUSTAKA



1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi.Jakarta. 2. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2018, Peraturan KepalaBadan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Penerapan Pendoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik,Jakarta 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26. 2018. Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan.Jakarta. 4. Badan Standarisasi Nasional. (2018). Implementasi SNI ISO/IEC 17025 : 2017. Badan Standarisasi Nasional. 5. Labiomed puskesad. (2019). Pedoman Cara Berlaboratorium yang Baik. Jakarta. Labiomed Puskesad. 6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.



47



LAMPIRAN



1. Alat pH meter



2. Alat CND/TDS



48



3. Air sampler dan particle counter



4. Pengecekan elektrolit menggunakan KIT



49



5. Pengujian pirogen



6. Pelulusan produk jadi



50



51



7. Contoh SPO/Protap



1



Lampiran 8. Sertifikat Analisa QC



2



Lampiran 9. Sertifikat Analisa QA



3



Lampiran 10. Alur Pembuatan Sediaan Infus



Lampiran 11 Contoh Sediaan Infus Labiomed Puskesad



4



Lampiran 12. Alat Water Treatment



Lampiran 13. Sand Filter



Lampiran 14 Alat Boiler



5



Lampiran 15 Alat Air Sampler



Lampiran 16. Alat Laminar Air Flow(LAF)



Lampiran 17. Alat Particle Counter



6



Lampiran 18. Proses Pencucian Botol



Lampiran 19. Proses Mixing



7



Lampiran 20. Proses Filling



Lampiran 21. Proses Sealing dan Capping



8



Lampiran 22Proses Labelling



Lampiran 23. Bak Pengolahan Air Limbah



9



Lampiran 24. Label Yang Digunakan di Labiomed Puskesad



10