Kelompok Vi A - He [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Laporan Praktikum untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fenomena Dasar Mesin yang Dibimbing oleh Avita Ayu Permanasari S.T., M.T



Disusun Oleh Kelompok VI A



Gilang Putra Pratama Arifiansyah Jovan Hilmansyah R. Rahmad Ikrom Ramadhan Sheva Arsy Wahyudi



190514650047 190514650068 190514650050 190514650002



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN OKTOBER 2021



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi memiliki pengaruh besar dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Perkembangan ekonomi global berlangsung secara cepat, serta terjadinya kekurangan sumber energi telah menjadi masalah yang sangat serius saat ini. Berdasarkan ketersediaan energi, melalui sudut pandang minimnya ketersediaan sumber energi fosil, perlu dilakukan pengembangan dalam penelitian sumber energi yang baru. Banyak sumber energi baru dan terbarukan yang bisa dijadikan sebagai sumber energi salah satunya energi kalor. Energi kalor bisa dijadikan sebagai sumber utama, dengan ditemukannya teknologi untuk pemanfaatan energi kalor yang efisien sehingga dapat dicapai luaran berupa penggunaan sistem pemulihan kalor yang mampu membantu maksimalisasi konsumsi energi (Li dkk., 2020). Energi kalor menjadi salah satu bentuk dari energi termal yang unik karena dapat berpindah dari atau menuju suatu sistem tertutup. Perpindahan energi termal dari atau menuju sistem tertutup disebut dengan Perpindahan Kalor (Çengel dkk., 2019). Perpindahan kalor dapat terjadi akibat dari perbedaan temperatur. Perbedaan ini yang menjadi penggerak sehingga kalor dapat mengalir. Kesetimbangan temperatur menandakan tidak terjadinya perpindahan kalor. Proses perpindahan kalor tergambarkan melalui Hukum Kedua Termodinamika yang berkaitan dengan pembatasan aliran kalor, kalor hanya dapat mengalir secara spontan dari tempat bersuhu tinggi ke tempat bersuhu rendah dan tidak berlaku sebaliknya tanpa dikenakan usaha (Forsberg, 2021). Proses perpindahan kalor sangat berkaitan dengan dunia industri. Proses ini telah menjadi salah satu proses kunci dalam kerja suatu mesin. Perlu diketahui bahwa fungsi dari perpindahan kalor tidak hanya terbatas pada proses pendinginan saja, melainkan juga berfungsi untuk proses pemanasan. Proses pendinginan diperlukan untuk mencegah terjadinya peningkatan panas yang berlebihan. Proses perpindahan kalor menggunakan alat penukar kalor (Heat Exchanger). Heat Exchanger sebagai alat penukar kalor sangat diperlukan, agar kalor dapat dipindahkan dari mesin menuju ke sistem sirkulasi pendingin dalam kerja Heat Exchanger tersebut (Sutowo, 2017). LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Heat Exchanger banyak digunakan karena konfigurasinya sangat beragam sehingga dapat menyesuaikan kebutuhan (Sutowo, 2017). Heat Exchanger tidak hanya dimanfaatkan dalam dunia industri saja, banyak sektor domestik juga bergantung pada Heat Exchanger. Berbagai jenis Heat Exchanger telah dikembangkan untuk penggunaan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pabrik bahan kimia, Air Conditioner, sistem tenaga transportasi serta refrigerator (Zohuri, 2019). Aplikasi Heat Exchanger pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap dapat dilihat pada kondensor uap, generator uap, pemanas air, dll. Kemampuan yang dimiliki Heat Exchanger dalam menukar kalor antara dua fluida dimana salah satu fluida mengalami peningkatan jumlah kalor dan fluida lain mengalami penurunan jumlah kalor telah membawa manfaat dan kegunaan yang luar biasa dalam berbagai bidang (Forsberg, 2021). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kegiatan Praktikum Fenomena Dasar Mesin Water to Water Heat Exchanger Bench merupakan suatu aktivitas yang diperlukan oleh setiap mahasiswa Teknik Mesin. Praktikum ini memiliki tujuan untuk menambah pengetahuan mengenai ilmu heat exchanger pada setiap individu serta meningkatkan pemahaman yang kritis dalam dunia keteknikan. Tujuan lain dari praktikum ini adalah untuk mengetahui fenomena dalam perpindahan kalor serta memenuhi Mata Kuliah Praktikum Fenomena Dasar Mesin.



1.2 Tujuan a. Memahami prinsip kerja dari Heat Exchanger sederhana. b. Mengetahui perbandingan nilai Bilangan Reynolds antara fluida panas dan fluida dingin untuk mengidentifikasi jenis aliran fluida pada debit tertentu. c. Mengetahui pengaruh perbedaan nilai temperatur antara hasil praktikum dan hasil komputasional.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1



Dasar Teori Perpindahan Kalor (Heat Transfer) adalah perpindahan energi panas atau



termal yang diakibatkan oleh suhu spasial (Lavine, 2017), oleh karena itu kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah untuk mencapai kesetimbangan. 2.1.1



Mekanisme Perpindahan Kalor Proses dari perpindahan kalor ini dapat dilihat melalui Hukum Kedua



Termodinamika yang menyatakan bahwa energi kalor memiliki kualitas serta kuantitas dan realita prosesnya terjadi pada penurunan kualitas dari energi itu sendiri. (Çengel dkk., 2019). Ilustrasi perpindahan kalor berdasarkan Hukum Kedua Termodinamika dapat dilihat melalui Gambar 2.1 sebagai berikut.



Gambar 2.1 Ilustrasi Perpindahan Kalor Sumber: Çengel dkk., (2019)



Perpindahan kalor memiliki beberapa jenis proses perpindahan panas berdasarkan medianya. Bentuk perpindahan panas tersebut dapat diklasifikasikan menjadi konduksi, konveksi, dan radiasi. Menurut Lavine, (2017) ketika gradien suhu ada dalam media stasioner, yang mungkin berupa padat atau fluida, hal ini dapat menggunakan istilah konduksi untuk merujuk pada perpindahan panas yang akan terjadi melintasi medium. Sebaliknya, istilah konveksi mengacu pada perpindahan panas yang akan terjadi antara permukaan dan fluida yang bergerak ketika berada pada temperatur yang berbeda. Proses perpindahan panas ketiga disebut radiasi termal. Semua permukaan bersuhu terbatas memancarkan energi LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Tanpa adanya media perantara, ada panas bersih transfer oleh radiasi antara dua permukaan pada suhu yang berbeda. Sebagai insinyur, penting bagi kita untuk memahami mekanisme fisik yang mendasari proses perpindahan panas dan dapat menggunakan persamaan laju yang mengukur jumlah energi yang ditransfer per satuan waktu. 2.1.2



Konduksi



Gambar 2.2 Konduksi Sumber: Lavine (2017)



Konduksi dapat dilihat sebagai transfer energi dari yang lebih besar ke yang lebih kecil dari suatu zat karena interaksi antar partikel (Lavine, 2017). Perpindahan panas secara konduksi contohnya yaitu gas karena dapat menempati ruang antara dua permukaan yang dipertahankan pada suhu yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 suhu di setiap titik dengan energi molekul gas. Energi ini terkait dengan gerak translasi secara acak, serta gerakan rotasi dan vibrasi internal molekul. Temperatur yang lebih tinggi dikaitkan dengan energi molekul yang lebih tinggi, saat molekul bertabrakan transfer energi terus terjadi dari molekul yang memiliki energi lebih besar ke molekul yang energinya lebih kecil harus terjadi. Energi transfer dengan konduksi kemudian harus terjadi dalam arah penurunan suhu yang dikarenakan gradien suhu hal ini akan benar bahkan tanpa adanya tabrakan, seperti yang terlihat dari Gambar 2.3 bidang di Xo terus-menerus dilintasi oleh molekul dari atas dan bawah karena gerakan translasi secara acak. Namun, molekul dari atas dikaitkan dengan suhu yang lebih tinggi daripada yang dari bawah, dalam hal ini harus ada transfer energi. Tabrakan antar molekul meningkatkan transfer energi ini.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 2.3 Perpindahan Panas Konduksi dengan Difusi Energi Akibat Aktivitas Molekul Sumber: Lavine (2017)



Situasinya hampir sama dalam cairan, meskipun molekulnya lebih dekat dan interaksi molekul lebih kuat dan lebih sering sedangkan pada benda padat, konduksi dapat dikaitkan dengan aktivitas atom dalam bentuk getaran kisi. Pandangan modern menganggap transfer energi berasal dari gelombang kisi yang diinduksi oleh gerakan atom. Perpindahan panas konduksi contohnya adalah ketika ujung sendok yang tiba-tiba dicelupkan ke dalam secangkir kopi panas yang akhirnya menghangat karena adanya konduksi energi melalui sendok.



Gambar 2.4 Perpindahan panas satu dimensi secara konduksi (difusi energi) Sumber: Lavine (2017)



Proses Perpindahan panas dapat dihitung melalui persamaan laju yang sesuai, persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah energi yang ditransfer per satuan waktu. Proses perpindahan panas secara konduksi persamaan laju dikenal sebagai Hukum Fourier untuk dinding bidang satu dimensi ditunjukkan pada Gambar 2.3 yang memiliki distribusi suhu T(x), persamaan laju dinyatakan LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



sebagai berikut: dT



qnx = −k A dx



(2.1)



Fluks panas qnx (W/m2 ) adalah laju perpindahan panas dalam arah x per satuan luas yang searah dengan perpindahan, dan sebanding dengan gradien suhu, dT/dx, ke arah ini (Lavine, 2017). Parameter k adalah properti transportasi yang dikenal sebagai konduktivitas termal (W/m K) dan merupakan karakteristik material dinding. Tanda minus merupakan akibat dari fakta bahwa panas ditransfer ke arah penurunan suhu di bawah steady state conditions kondisi keadaan yang ditunjukkan pada Gambar 2.3, di mana distribusi suhu linier, suhu gradien suhu dapat dinyatakan sebagai berikut: dT dx



=



T2 −T1



(2.2)



L



dan fluks panasnya adalah 𝑞𝑥𝑛 =



T2 −T1



(2.3)



L



atau qnx = k



T2 −T1 L



=k



∆T L



(2.4)



Keterangan : k



= Konduktivitas termal bahan (W/m2 K),



A



= Luas penampang permukaan yang dialiri panas (m2 ), dan



dT/dx = Gradien suhu pada penampang tersebut, yaitu laju perubahan suhu (K) terhadap jarak dalam arah aliran panas x (m). 2.1.3



Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat dengan cairan



atau gas yang berdampingan pada saat bergerak, dan melibatkan efek gabungan dari konduksi dan gerakan fluida (Lavine, 2017).



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 2.5 Konveksi Sumber: Lavine (2017)



Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan menurut sifat alirannya seperti ketika aliran disebabkan oleh sarana eksternal, seperti oleh kipas angin, pompa, atau angin atmosfer. Konveksi bebas atau alami, aliran diinduksi oleh gaya apung, yang disebabkan oleh perbedaan densitas yang disebabkan oleh variasi suhu dalam fluida.



Gambar 2.6 Proses perpindahan panas secara konveksi. (a) Konveksi paksa. (b) Alami konveksi. (c) Mendidih. (d) Kondensasi Sumber: Lavine (2017)



Terlepas dari sifat proses perpindahan panas konveksi, laju yang sesuai persamaan berbentuk sebagai berikut: qn = h (Ts − T∞ )



(2.5)



di mana q, fluks panas konveksi (W/m2 ), sebanding dengan perbedaan antara LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



permukaan dan suhu fluida, Ts dan T∞ masing-masing. Pernyataan ini dikenal sebagai Hukum pendinginan Newton, dan parameter h (W/m2 K) disebut koefisien perpindahan panas konveksi. Koefisien ini tergantung pada kondisi di lapisan batas, yaitu: dipengaruhi oleh geometri permukaan, sifat gerakan fluida, dan bermacammacam fluida termodinamika. Ketika Persamaan 2.5 digunakan, fluks kalor konveksi dianggap positif jika kalor ditransfer dari permukaan (Ts > T∞ ) dan negatif jika panas ditransfer ke permukaan (Ts < T∞ ). Namun, tidak ada yang menghalangi untuk mengungkapkan hukum pendinginan Newton seperti dalam hal perpindahan panas positif jika ke permukaan. qn = h (T∞ − Ts )



(2.6)



Keterangan :



qn



= Perpindahan panas konveksi (W⁄m2 )



h



= Koefisien perpindahan panas konveksi (W⁄m2 . K)



Ts



= Temperatur Permukaan (K)



T∞



= Temperatur fluida (K)



2.1.4



Radiasi



Gambar 2.7 Proses radiasi: (a) pada permukaan dan (b) antara permukaan dan besar lingkungan Sumber: Lavine (2017)



Radiasi termal adalah energi yang dipancarkan oleh materi yang suhunya tidak nol. Meskipun akan fokus pada radiasi dari permukaan padat, emisi juga dapat terjadi dari cairan dan gas (Munson, dkk., 2013). Terlepas dari bentuk materi, emisi



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



dapat dikaitkan dengan perubahan konfigurasi elektron atom atau molekul penyusunnya. Energi radiasi medan diangkut oleh gelombang elektromagnetik (atau sebagai alternatif, foton). Sedangkan pemindahan energi secara konduksi atau konveksi membutuhkan media material kecuali radiasi. Faktanya, transfer radiasi terjadi paling efisien dalam ruang hampa (Lavine, 2017). Laju perpindahan panas radiasi dapat dihitung dengan persamaan berikut. qr = σ A T 4



(2.7)



Keterangan : qr



= Laju perpindahan panas dengan cara konveksi (W),



A



= Luas perpindahan panas (m2 ),



T



= Suhu permukaan (K atau R), dan



𝜎



= Konstanta Stefan Boltzman (5,669.10−8 W/ m2 K 4 atau 0,1714. 10−8 Btu/jam. ft2 . R4 )



2.2



Pengertian Dasar Heat Exchanger Proses pertukaran panas antara dua cairan yang berada pada suhu yang



berbeda dan dipisahkan oleh dinding padat terjadi di banyak aplikasi teknik. Perangkat yang digunakan untuk menerapkan pertukaran ini disebut penukar panas, dan aplikasi khusus dapat ditemukan dalam pemanas ruangan dan pendingin udara, produksi listrik, pemulihan panas limbah, dan pemrosesan kimia. Ilustrasi dari skema pertukaran kalor terdapat pada Gambar 2.8 berikut.



Gambar 2.8 Skema Shell and Tube Heat Exchanger Sumber: Lavine (2017)



Konfigurasi umum lainnya adalah penukar panas shell and tube. Bentuk LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



spesifik berbeda menurut jumlah lintasan shell and tube, dan bentuk paling sederhana, yang melibatkan lintasan shell and tube tunggal, ditunjukkan pada Gambar 2.8. Proses aliran tersebut mengakibatkan sejumlah kalor (Q) akan berpindah melalui dinding tabung dalam keadaan steady state. Kalor yang dilepas dari fluida bertemperatur tinggi memiliki jumlah yang sama dengan kalor yang diterima oleh fluida bertemperatur rendah, hal tersebut berlangsung sampai pada titik kesetimbangan nilai kalor yang sama. Kesetimbangan nilai kalor dapat dihitung menggunakan persamaan berikut. Q w ≅ qw WCp(T1 − T2) ≅ wCp(t2 − t1)



(2.8)



Keterangan: Qw



= Kalor yang dilepas (kkal/jam),



qw



= Kalor yang diterima (kkal/jam),



T



= Temperatur fluida bertemperatur tinggi (°C),



,t



= Temperatur fluida bertemperatur rendah (°C).



W



= mass flow rate fluida bertemperatur tinggi (kg/jam),



w



= mass flow rate fluida bertemperatur rendah (kg/jam), dan



Cp



= kalor spesifik (kkal/kg°C). Mass flow rate fluida (W) memiliki hubungan dengan debit aliran (Q) jika



berat jenis fluida (ρ) yang mengalir diperhitungkan. Hubungan tersebut dapat dituliskan ke dalam persamaan berikut. W=Qxρ



(2.9)



Keterangan: W



= Mass flow rate (kg/jam)



Q



= Debit aliran (m3 /jam), dan



𝜌



= Berat jenis fluida (kg/m3 ) Temperatur antara kedua fluida jika ditentukan nilai rata-ratanya sebagai



∆tm maka akan didapatkan nilai jumlah kalor yang ditukar sebesar q. Nilai kalor yang ditukar (q) dapat diperoleh menggunakan persamaan berikut. q = A x U x ∆tm



(2.10)



dimana q=



Qw +qw 2



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



(2.11)



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Keterangan: q



= Jumlah kalor yang ditukar (kkal/jam),



A



= Luas area permukaan perpindahan kalor (m3 ),



U



=Koefisien transmisi kalor/heat transmission coefficient (kkal⁄m2 h℃),dan



∆tm



= Rata-rata (logaritmik) perbedaan temperatur (°C).



2.2.1



Aliran Fluida pada Sistem Water to Water Heat Exchange Penukar panas dapat diklasifikan berdasarkan pengaturan aliran dan jenis



konstruksi. Penukar panas yang paling sederhana adalah yang fluida panas dan dinginnya bergerak di tempat yang sama atau berlawanan arah dalam konstruksi tabung konsentris (atau pipa ganda). Berikut penjelasan tentang kedua jenis aliran tersebut (Lavine, 2017). a.



Parallel Flow (aliran searah) t2



T1



T2



t1



Gambar 2.9 Konsentrik tube heat exchanger Parallel flow Sumber: Lavine (2017)



Distribusi suhu fluida rata-rata panas dan dingin yang terkait dengan panas aliran parallel penukar ditunjukkan pada Gambar 2.9. Perbedaan suhu ∆T awalnya besar tetapi meluruh dengan bertambahnya x, mendekati nol secara asimtotik. Penting untuk dicatat bahwa, untuk penukar seperti itu suhu keluar fluida dingin tidak pernah melebihi suhu panas cairan.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 2.10 Distribusi suhu untuk parallel flow heat exchanger. Sumber: Lavine (2017)



Berdasarkan Gambar 2.10 parallel flow persamaan ∆𝑇𝑚 dapat ditentukan dengan menerapkan keseimbangan energi untuk elemen diferensial dalam cairan panas dan dingin. Setiap elemen memiliki panjang dx dan luas permukaan perpindahan panas dA, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Neraca energi dan analisis selanjutnya adalah subjek dengan asumsi berikut. 1. Penukar panas diisolasi dari lingkungannya, dalam hal ini satu-satunya panas 2. pertukaran adalah antara cairan panas dan dingin. 3. Konduksi aksial sepanjang tabung diabaikan. 4. Perubahan energi potensial dan kinetik dapat diabaikan. 5. Kalor jenis fluida adalah konstan 6. Koefisien perpindahan panas keseluruhan adalah konstan.



∆Tm =



(T1 -t 1 )-(T2 -t 2 ) ln



(T1 -t 1) (T2 -t 2)



Keterangan: ∆Tm



= Rata-rata logaritmik perbedaan suhu (°C)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



(2.12)



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



T1



= Suhu inlet fluida panas (°C)



T2



= Suhu outlet fluida panas (°C)



t1



= Suhu inlet fluida dingin (°C)



t2



= Suhu outlet fluida dingin (°C)



b.



Counter Flow (Aliran Berlawanan Arah) t2



T1



T2 T1



Gambar 2.11 Konsentrik tube heat exchanger counter flow. Sumber: Lavine (2017)



Distribusi suhu fluida panas dan dingin yang terkait dengan aliran balik panas penukar ditunjukkan pada Gambar 2.11. Berbeda dengan penukar aliran paralel, konfigurasi ini menyediakan perpindahan panas antara bagian yang lebih panas dari dua cairan di satu ujung, serta antara bagian yang lebih dingin di bagian lain.



Gambar 2.12 Distribusi suhu untuk counter flow heat exchanger. Sumber: Lavine (2017)



Bentuk ∆Tm dapat ditentukan dengan menerapkan keseimbangan energi untuk elemen diferensial dalam cairan panas dan dingin. Setiap elemen memiliki panjang dx dan luas permukaan perpindahan panas dA, seperti yang ditunjukkan LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH pada Gambar 2.11. Neraca energi dan analisis selanjutnya adalah subjek pada asumsi berikut. 1. Penukar panas diisolasi dari lingkungannya, dalam hal ini satu-satunya panas 2. pertukaran adalah antara cairan panas dan dingin. 3. Konduksi aksial sepanjang tabung diabaikan. 4. Perubahan energi potensial dan kinetik dapat diabaikan. 5. Kalor jenis fluida adalah konstan. 6. Koefisien perpindahan panas keseluruhan adalah konstan.



∆Tm =



(T1 −t2) −(T2 −t1) T



ln (T1−t2 )



(2.13)



2−t1



Keterangan: ∆Tm



= Rata-rata logaritmik perbedaan suhu (°C)



T1



= Suhu inlet fluida panas (°C)



T2



= Suhu outlet fluida panas (°C)



t1



= Suhu inlet fluida dingin (°C)



t2



= Suhu outlet fluida dingin (°C)



2.3



Efisiensi Heat Exchanger (ηh) Nilai efisiensi heat exchanger dapat diperoleh dengan cara membandingkan



nilai kuantitas aktual kalor yang ditukar dengan kuantitas ideal kalor yang ditukar. Pernyataan tersebut dapat dituliskan ke dalam Persamaan berikut. ηh =



kuantitas aktual kalor yang ditukar × 100% kuantitas ideal kaloryang ditukar WCp(T1-T2)



ηh= WCp(T1-t1) ×100% 2.4



(2.14)



Bilangan Reynolds Bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan bentuk aliran fluida.



Reynold telah melakukan pengamatan pada berbagai macam fluida dan menghubungkan jenis aliran dengan diameter saluran, kecepatan aliran, dan viskositas (Munson, 2013). Bilangan tersebut dapat diperoleh melalui persamaan berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Re =



VD υ



(2.15)



Keterangan: Re V



= Bilangan Reynolds = Kecepatan Aliran (m⁄s )



D



= Panjang Karakteristik (m)



ʋ



= Viskositas (m ⁄s)



2



Bilangan Reynolds menunjukkan bentuk aliran fluida yang mengalir pada suatu sistem. Aliran fluida yang memiliki angka Reynolds kurang dari 2300 adalah aliran laminar, sedangkan aliran fluida yang memiliki angka Reynolds lebih dari 4000 adalah aliran turbulen,



Gambar 2.13 Jenis Alian Berdasarkan Bilangan Reynolds Sumber: Mahatma, 2018



2.5



Luas Penampang Sistem Heat Exchanger Berdasarkan Persamaan 2.10, untuk mencari nilai bilangan Reynolds



diperlukan data berupa luas penampang sistem penukar kalor (Heat Exchanger). Luas penampang sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.14 berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



di do



Di



Gambar 2.14 Penampang Heat Exchanger Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



Berdasarkan Gambar 2.14 diameter D merupakan penampang jacket, sedangkan diameter d merupakan penampang dari tube pada sistem heat exchanger yang digunakan di laboratorium FDM UM. Penampang tersebut memiliki ukuran sebagai berikut. Di = 54,6 x 10-3 m, do = 25,4 x 10-3 m, di = 22,4 x 10-3 m. Berikut persamaan bilangan Renolds yang diperoleh berdasarkan masing-masing penampang pipa heat exchanger. a. Penampang Tube (Hot Water) Nilai d pada penanpang tube adalah sebagai berikut. d = di = 22,4 x 10-3 m, Luas permukaan pada penampang tube didapatkan dengan perhitungan berikut. 𝜋



𝐴 = 4 𝑑 2 = 3.9388 × 10(−4) Nilai A tersebut jika dimasukan ke dalam Persamaan 2.15 menjadi seperti berikut. 𝑅𝑒 =



(𝑉.𝐷) 𝑣



(2.16)



Nilai W pada pengukuran memiliki satuan liter/menit sehingga jika dikonversikan ke dalam m3/s akan didapatkan nilai berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



1 𝑙⁄𝑗𝑎𝑚 =



10−3 𝑚3 1 3 ⁄𝑠 = . 10−6 𝑚 ⁄𝑠 3600 3,6



sehingga, 𝑊



𝑅𝑒𝑤 = 𝑑 𝑣𝐴



(2.17)



b. Penampang Jacket (Cold Water) Luas permukaan pada penampang jacket didapatkan dengan perhitungan berikut. 𝜋



𝐴 = 4 (𝐷𝑖 2 − 𝐷𝑜 2 ) = 1,834 × 10−3 𝑚



(2.18)



Nilai d pada penampang jacket adalah sebagai berikut. d = Di − do = 29,2 × 10−3 m sehingga, 𝑅𝑒𝑤 =



𝑊𝑑 𝑣



(2.19)



Nilai viskositas kinematik (v) merupakan suatu ratio antara viskositas absolut untuk kepadatan (densitas) dengan jumlah tidak ada kekuatan yang terlibat. Berikut Tabel 2.1 menunjukan physical properties dari fluida berupa air. Tabel 2.1 Physical Properties of Water



Sumber: Munson, dkk. (2013)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Tabel 2.2 Physical Properties of Saturated Water



Sumber: Yunus A. Cengel (2016)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB III METODE PENELITIAN 3.1



Alur Penelitian Mulai



Persapan Alat dan Bahan



Metode



Visual



Numerikal



Komputasional



Data Eksperimental



Data Numerikal



Data Komputasional



Pengumpulan Data



Perbandingan Data



Perhitungan dan Analisis Data



Kesimpulan dan Saran



Penyusunan Laporan



Selesai



Gambar 3.1 Flowchart Praktikum Water to Water Heat Exchanger Bench Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Flowchart pada Gambar 3.1 menjelaskan tentang alur Praktikum Fenomena LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Dasar Mesin dari awal hingga akhir proses. Praktikum diawali dengan menyiapkan alat dan bahan, seperti menyalakan heat exchanger, debit air, mengatur suhu. Praktikum dilanjutkan dengan tiga (3) metode pengujian yaitu; metode visual, metode numerikal, metode komputasional. Dihasilkan data hasil pengujian visual, numerikal, dan komputasional. Data tersebut dikumpulkan dan dilakukan analisis disetiap metodenya. Kesimpulan dan saran dapat dihasilkan setelah melalui proses analisi data, serta menjadi tahap terakhir dari Praktikum Fenomena Dasar Mesin (water to water heat exchanger bench). Praktikum bisa diselesaikan. 3.2



Alat Water to Water Heat Exchanger Bench Water to Water Heat Exchanger Bench merupakan suatu alat yang berfungsi



untuk menukar suhu antara dua fluida dengan cara melewati dua bidang batas yaitu berupa pipa yang digunakan dalam analisis heat exchanger dan koefisien perpindahan panas berdasarkan kualitas aliran fluida. Alat ini mengalirkan fluida berdasarkan kontrol switch di setiap pompa. Gambar heat exchanger bench ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut.



Gambar 3.2 Water to Water Heat Exchanger Bench Sumber : Laboratorium FDM UM (2021)



Berdasarkan Gambar 3.2, water to water heat exchanger Bench memiliki beberapa komponen diantaranya sebagai berikut: a. Cold Water Pump Cold water pump merupakan alat yang berfungsi untuk memompa atau memindahkan fluida cair dari cold water tank menuju heat exchanger pipe. Cold water pump dapat bekerja karena diberi aliran arus listrik dari switch. Laju aliran



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH yang bervariasi digunakan untuk memasok penukaran panas dan fluida pendingin. Gambar cold water pump ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut.



Gambar 3.3 Cold Water Pump Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



b. Hot Water Pump Hot water pump merupakan alat yang berfungsi untuk memompa atau memindahkan fluida cair dari hot water tank menuju heat exchanger pipe. Hot water pump dapat bekerja karena diberi aliran arus listrik dari switch. Laju aliran yang bervariasi digunakan untuk memasok penukaran panas dan fluida panas. Gambar hot water pump ditunjukkan pada Gambar 3.4 berikut.



Gambar 3.4 Hot Water Pump Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



c. Cold Water Tank Cold water tank merupakan bagian dari alat pengujian heat exchanger bench yang mempunyai fungsi untuk menampung fluida dingin yang akan disalurkan oleh cold water pump. Cold water tank menampung fluida dingin secara berlebih pada saat pengaturan debit. Gambar cold water tank ditunjukkan pada Gambar 3.5 berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 3.5 Cold Water Tank Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



d. Hot Water Tank Hot water tank merupakan bagian yang berfungsi untuk menampung fluida panas pada mesin Heat exchanger bench. Air yang di tampung akan dipompa oleh hot water pump. Gambar dari hot water tank ditunjukkan oleh Gambar 3.6 berikut.



Gambar 3.6 Hot Water Tank Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



e. Switch Switch merupakan alat yang berfungsi untuk memutus dan mengalirkan arus listrik yang menuju ke pompa (cold water pump dan hot water pump). Mengoprasikan switch cukup dengan memindah arah tuas dari switch menggunakan tangan. Terdapat tiga (3) jenis switch yang digunakan dalam percobaan heat exchanger bench yaitu switch pemanas, switch hot water pump, dan switch cold water pump. Gambar switch ditunjukkan oleh Gambar 3.7 berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 3.7 Switch Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



f. Flowmeter Flowmeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur laju aliran fluida. Alat ini berfungsi sebagai indikator dari debit fluida yang bekerja dalam rangkaian. Terdapat dua flowmeter yang digunakan yaitu terdapat pada rangkaian sistem cold water dan hot water. Output yang dihasilkan dari flowmeter berupa angka yang menunjukkan besar kecilnya dari debit yang melaju pada pipa. Gambar flowmeter ditunjukkan oleh Gambar 3.8 berikut.



Gambar 3.8 Flowmeter Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



g. Thermometer Digital Thermometer digital merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur besar kecilnya temperatur pada inlet dan outlet, temperatur diukur dalam ˚C. Nilai temperatur tergantung pada besar dari debit. Gambar thermometer digital ditunjukkan pada Gambar 3.9 berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 3.9 Termometer Digital Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



h. Cold Water Line Cold water line merupakan pipa penghubung antara cold water tank menuju heat exchanger pipe dan memiliki fungsi mengalirkan fluida dingin. Dibutuhkan pipa yang rapat dan sambungan pada pipa tidak boleh bocor. Cold water line berwarna biru, gambar cold water line ditunjukkan oleh Gambar 3.10 berikut.



Gambar 3.10 Cold Water Line Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



i. Hot Water Line Hot water line merupakan pipa menghubung antara hot water tank menuju heat exchanger pipe dan memiliki fungsi mengalirkan fluid panas. Pipa yang digunakan harus rapat dan memiliki sambungan yang tidak boleh bocor. Hot water line berwarna merah, gambar hot water line ditunjukkan oleh Gambar 3.11 berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 3.11 Hot Water Line Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



j. Heat Exchanger Pipe Proses pertemuan antar fluida panas dan dingin terjadi pada heat exchanger pipe. Jenis aliran yang digunakan adalah counter flow dimana jenis aliran fluida mengalir dalam heat exchanger pipe mengalir secara berlawanan dan juga parallel flow dimana jenis aliran fluida dalam heat exchanger pipe mengalir secara searah. Fluida yang masuk dalam heat exchanger pipe memiliki perbedaan suhu yang cukup besar. Gambar heat exchanger pipe ditunjukkan oleh Gambar 3.12 berikut.



Gambar 3.12 Heat Exchanger Pipe Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



Water to water heat exchanger tersebut memiliki dua variasi heat exchanger pipe. Perbedaan kedua variasi tersebut ditunjukan pada Gambar 2.13 dan 2.14 berikut.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 3.13 Heat Exchanger Pipe dengan Bafle Sumber : Laboratorium FDM UM (2021)



Gambar 3.14 Heat Exchanger Pipe tanpa Bafle Sumber: Laboratorium FDM UM (2021)



3.2.1



Spesifikasi Alat



a. Hot Water Source Flow rate meter : 4 liter/menit Termometer inlet & outlite : 0-100˚C Electricallyimmersion heater : 600 Watt b. Cold Water Source Flow rate meter : 8 liter/menit Termometer inlet & outlite : 0-100˚C 3.3



Metode Praktikum



Hot water mengalir melalui tube sedangkan cold water mengalir melalui jacket. Eksperimen arah aliran (parallel dan counter flow) serta jenis jacket (dengan atau tanpa penyekat) dilakukan dengan mengatur buka tutup katup yang mengarah ke



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH jalur cold dan hot water yang akan masuk ke sistem heat exchanger. Berikut Tabel 3.1 nilai debit yang digunakan pada praktikum water to water heat exchanger bench ini. Tabel 3.1 Nilai Debit Aliran Fluida Pengujian



Kode



Debit (liter/menit)



Debit



Hot



Cold



1



E



0,5



1



2



F



1



2



3



G



1,5



3



4



H



2



4



Sumber : Laboratorium FDM UM (2021)



3.3.1



Langkah-langkah Pengujian Langkah pengujian yang perlu dilakukan ada dua yaitu mengatur temperatur



air panas dan mengatur debit aliran. Berikut penjelasan dari proses tersebut. a. Atur Temperatur Air Panas Air diatur berdasarkan temperatur yang diinginkan menggunakan pemanas elektrik yang ada pada hot water tank. Temperatur bisa di lihat pada thermometer digital dan pastikan temperatur air dalam keadaan stabil. b. Atur Debit Aliran Debit aliran dapat diatur melalui sistem buka tutup pada katup dari pompa menuju sistem. Pengaturan dapat dilakukan melalui katup by pass yang dapat mengalirkan fluida untuk kembali pada water tank. 3.3.2



Pengukuran Nilai yang dapat diambil pada saat proses pengukuran yaitu nilai



T1 ,T2,t1 ,t2,W,dan w. seluruh nilai pengukuran tersebut dapat ditulis pada work sheet yang telah disediakan. 3.3.3



Perhitungan



a.



Hitung nilai ∆tm menggunakan persamaan 2.11,



b.



Hitung nilai (T1 +T2)/2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematik v pada table physical properties of water,



c.



Hitung nilai Qw dan qw menggunakan persamaan 2.8 dan Tabel 2.1,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH d.



Hitung nilai (t1 +t2)⁄2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematik v pada table physical of water,



e.



Hitung nilai ReW menggunakan Persamaan 2.14 dan Rew menggunakan Persamaan 2.16



f.



Hitung nilai efisiensi (ηh ) menggunakan persamaan 2.13, serta



g.



Hitung nilai U menggunakan Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11.



3.4



Keselamatan Kerja



a.



Memakai wearpack ketika parktikum berlangsung.



b.



Dilarang membawa makanan dan minuman ke dalam ruangan laboratorium.



c.



Pastikan semua katup yang diperlukan sudah terbuka sebelum menghidupkan pompa.



d.



Pastikan by pass valve terbuka sebelum pompa dioperasikan.



e.



Saat pengujian berlangsung dilarang menyentuh kabel penguji yang bersumber dari listrik untuk menghindari tersengat arus listrik.



f.



Jangan menyentuh pipa aliran fluida saat pengujian berlangsung, dikarenakan untuk menghindari hantaran panas fluida dari pipa panas.



g.



Hati-hati saat membuka katup aliran fluida



h.



Jangan bermain-main dalam ruangan laboratorium



i.



Berkomunikasi yang baik antar anggota kelompok saat praktikum berlangsung



j.



Buanglah sampah pada tempatnya.



k.



Menerapkan protokol kesehatan 5M.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Visual Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat heat exchanger dengan diberikan berbagai variasi nilai debit (Q), guna mengetahui besar temperature fluida pada inlet dan outlet pada masing masing jenis fulida (dingin dan panas). Hasil (W dan w) pada Tabel 4.1 di hitung dengan menggunakan Persamaaan 2.9. Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian Mesurements



Flow



Kind of



Direction



Jacket



Code Debit



High Temp. Fluid (Hot Water) Inlet Outlet (T1 )



(T2 )











l⁄min



COUNTER



Mass Flow Rate



High Temp. Fluid (Cold Water) Inlet Outlet



W kg⁄jam



(t1 )



(t1 )











37,500 39,500



W kg⁄jam



E



57,500 47,500



29,606



NO



F



58,500 48,500



59,181



38



39,500



119,116



BAFFLE



G



59



50



88,730



39



41



178,596



H



59,500



50



118,292



41,500 42,500



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.1.1



Mass Flow Rate



Perhitungan Nilai Debit Perhitungan nilai debit (Q) sesuai dengan Tabel 3.1 :



Kode debit E panas = 0,5 l⁄Min =0,5 x



10-3 1⁄ 60



m3⁄jam =



0,5 x 60 10-3



=0,03 m3⁄jam



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.2 Data Perhitungan Debit Aliran Fluida Hot



Cold



Q (m3 ⁄jam)



q(m3 ⁄jam)



E



0,03



0,06



F



0,06



0,12



G



0,09



0,18



H



0,12



0,24



Kode Debit



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



59,563



237,931



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH 4.1.2



Perhitungan Nilai Massa Jenis Fluida (𝛒)



a. Perhitungan Massa Jenis Fluida Panas (ρH ) Perhitungan menggunakan Tabel 2.1 dan menggunakan Tabel 4.1, sehingga didapatkan besar nilai dari ρH . Berikut Perhitungan ρH kode debit E. ∆T =



T1 + T2 2



=



57,5 + 47,5 2



= 52,5 ℃



Maka selanjutnya melakukan interpolasi dengan menggunakan Table 2.1. y - y1 y 2 - y1



=



x - x1







x2 - x1



ρH -988,1



= 983,2-988,1



52,5 - 50 60 - 50



→ ρH =986,875



kg⁄ m3



b. Perhitungan Massa Jenis Fluida Dingin (ρC) Perhitungan menggunakan Tabel 2.1 dan menggunakan Tabel 4.1, sehingga didapatkan besar nilai dari ρC. Berikut perhitungan ρC kode debit E. ∆T =



t1 + t2



37,5 + 39,5



2



2



= 38,5 ℃



Maka selanjutnya melakukan interpolasi dengan menggunakan Tabel 2.1. y - y1 y 2 - y1



=



x - x1 x2 - x1







ρC - 995,7 995,7 - 992,2



=



38,5 - 30



→ ρC = 992,725



40 - 30



kg ⁄ 3 m



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.3 Data Perhitungan Nilai Massa Jenis Fluida (𝛒) ρH



ρC



Kode Debit



kg ( ⁄ 3) m



kg ( ⁄ 3) m



E



986,875



992,725



F



986,385



992,637



G



985,895



992,200



H



985,772



991,380



Sumber : Dokumentasi Pribadi (2021)



4.1.3



Perhitungan Laju Aliran (W)



a. Laju Aliran Panas (W) Perhitungan besar nilai laju aliran panas menggunakan Persamaan 2.9. Perhitungan laju aliran panas dengan kode E 3 kg kg W = Q x ρ = 0,03 m ⁄jam x 986,875 ⁄ 3 =29,6063 ⁄jam m



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH b. Laju Aliran Dingin (w) Perhitungan besar nilai laju aliran dingin menggunakan Persamaaan 2.9 Perhitungan laju aliran dingin dengan kode E. 3 kg kg W = Q x ρ = 0,06 m ⁄jam x 992,725 ⁄ 3 =59,5653 ⁄jam m



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.4 Data Nilai Laju Aliran Hot (W) dan Cold (w) w



W Kode Debit



kg ( ⁄ 3) m



(



E



29,6063



59,5635



F



59,1813



119,1165



G



88,7301



178,5960



H



118,2927



237,9312



kg⁄ ) m3



Sumber : Dokumentasi Pribadi (2021)



4.2 Perhitungan Teoritis Perhitungan teoritis dilakukan untuk mengetahui besar nilai laju aliran fluida menggunakan parameter alat heat exchanger dengan menggunakan rumus dan teori yang ada. 4.2.1



Perhitungan Nilai ∆Tm Berikut perhitungan untuk menentukan nilai ∆Tm menggunakan Persamaan



2.13 dan menggunakan Tabel 4.1. Perhitungan ∆Tm Kode Debit E ∆Tm =



(T1 - t 2 ) - (T2 - t 1 ) (T - t ) ln 1 2 (T2 - t 1)



=



(57,5 - 39,5) - (47,5 - 37,5) (57,5 - 39,5) ln(47,5 - 37,5)



=



18 - 10 ln 1,8



= 13,61℃



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.5 Data Hasil Perhitungan ∆Tm Kode Debit



∆Tm (℃ )



E



13,61



F



14,33



G



14,21



H



12,26



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH 4.2.2



Perhitungan Nilai Q w dan qw



a. Perhitungan nilai Qw Berikut perhitungan untuk menentukan besar nilai kalor yang di lepaskan (Q w ) menggunakan Persamaan 2.8, Tabel 2.2, dan Tabel 4.1. Perhitungan Q w Kode Debit E Perhitungan mencari nilai 𝐶𝑝 menggunakan interpolasi pada Tabel 2.2. Cp - 4183 J y - y1 x - x1 52,5 - 50(℃) J = → ( ⁄kg K ) = → Cp = 4182 ⁄kg K y2 - y1 x2 - x1 4183 - 4181 55 - 50(℃) Cp = 0,9988535 kkal⁄kg℃ Q w = W x Cp x (T1 - T2 ) Q w = 29,6063



kg ⁄jam x 0,9988535 kkal⁄kg℃ x (57,5 - 47,5)℃



Q w = 29,6063



kg ⁄jam x 0,9988535 kkal⁄kg℃ x 10℃



Q w = 295,724 kkal⁄jam b. Perhitungan Nilai q w Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar nilai kalor yang diterima (q w) menggunakan Persamaan 2.8, Tabel 2.2 dan Tabel 4.1. Perhitungan q w Kode Debit E Perhitungan nilai Cp menggunakan interpolasi pada Tabel 2.2. Cp - 4178 J y - y1 x - x1 38,5 - 35(℃) = → ( ⁄kg K ) = → y2 - y1 x2 - x1 4179 - 4178 40 - 35(℃) J Cp = 4178,7 ⁄kg K Cp = 0,9980653 kkal⁄kg℃ q w = w x Cp x ∆T q w = 59,5635



kg ⁄jam x 0,9980653 kkal⁄kg℃ x (39,5 - 37,5)℃



q w = 59,5635



kg ⁄jam x 0,9980653 kkal⁄kg℃ x 2 ℃



q w = 118,897 kkal⁄jam Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Tabel 4.6 Perhitungan nilai Q w dan q w Kalor diterima (Q w )



Kalor dilepaskan (q w)



Kode Debit



kkal⁄ jam



kkal⁄ jam



E



295,724



118,897



F



591,209



178,331



G



797,808



356,527



H



1.122,734



237,931



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.2.3



Perhitungan Nilai Viskositas Kinematik Fluida (v)



a. Perhitungan Nilai Viskositas Fluida Panas vH Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar nilai viskositas dari fluida panas. Perhitungan viskositas fluida panas menggunakan interpolasi pada Tabel 2.1 dan Tabel 4.1. Berikut perhitungan viskositas fluida panas (vH ) dengan Kode Debit E. ∆T =



T1 + T2 2



=



57,5 + 47,5 2



= 52,5 ℃



Selanjutnya mengguakan interpolasi pada Tabel 2.1. y - y1 x - x1 vH - ( 5,534 x 10-7 ) 52,5 - 50 (℃) 2 = → ( m ⁄s ) = → -7 -7 y2 - y1 x2 - x1 (4,745 x 10 )- (5,534 x 10 ) 60 - 50(℃) 2



vH = 0,533675 x 10-6 m ⁄s b. Perhitungan Viskositas Fluida Dingin vc Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar nilai viskositas dari fluida dingin. Perhitungan viskositas fluida dingin menggunakan interpolasi Tabel 2.1 dan Tabel 4.1. Berikut perhitungan viskositas fluida dingin (vc ) dengan Kode Debit E. ∆T =



t1 + t2



37,5 + 39,5



2



2



= 38,5 ℃



Selanjutnya menggunakan interpolasi pada Tabel 2.2. y - y1 x - x1 vc - ( 8,009 x 10-7 ) 38,5 - 30(℃) 2 = → ( m ⁄s ) = → -7 -7 y2 - y1 x2 - x1 (6,580 x 10 ) - (8,009 x 10 ) 40 - 30(℃) 2



vc = 0,679435 x 10-6 m ⁄s Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Tabel 4.7 Perhitungan Viskositas Fluida (v) Viskositas Fluida Panas



Viskositas Fluida Dingin



(vH)



(vc )



Kode Debit



2



2



x 10-6 ( m ⁄s )



x 10-6 ( m ⁄s )



E



0,533675



0,679435



F



0,525785



0,675862



G



0,517895



0,580000



H



0,515225



0,637080



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.2.4



Perhitugan Bilangan Reynold (Re) Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar bilangan Reynold



pada suatu aliran yang dapat menentukan jenis aliran yang terjadi pada aliran tersebut. a.



Perhitungan Bilangan Reynold Fluida Panas ReW Perhitungan untuk menentukan Bilangan Reynold pada suatu fluida



menggunakan Persamaaan 2.17. Berikut perhitungan Bilangan Reynold fluida panas (ReW ) pada Kode Debit E. d = di = 22,4 x 10-3 m A=



π d2 4



= 3,9388 x 10-4 m2



dxW



ReW = v x A = b.



22,4 x 10-3 m x 29,6063 kg⁄jam x 10-6 0,533675 x 10-6 x 3,9388 x 10-4 x 3,6



= 876,362



Perhitugan Bilangan Reynold Fluida Dingin Rew Perhitungan untuk menentukan bilangan Reynold pada fluida dingin



menggunakan Persamaan 2.19. Berikut perhitungan Bilangan Reynold fluida dingin Rew pada Kode Debit E. d = Di - do = (54,6 - 25,4) x 10-3 m = 29,2 𝑥 10-3 𝑚 A=



π (Di2 - do 2 )



Rew =



4 dxw vxA



=



= 1,834 x 10-3 m2 29,2 x 10-3 m x 59,5635 kg⁄jam x 10-6 0,679435 x 10-6 x 1,834 x 10-3 x 3,6



= 387,748



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Tabel 4.8 Perhitungan Bilangan Reynold Kode Debit



ReW



Jenis Aliran



Rew



Jenis Aliran



E



876,362



Laminar



387,748



Laminar



F



1.778,133



Laminar



779,526



Laminar



G



2.706,474



Transisi



1.200,502



Laminar



H



3.621,997



Transisi



1.651,864



Laminar



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.2.5



Efisiensi (ηh ) Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan efisiensi pada heat



exchanger dengan menggunakan Persamaan 2.14. Berikut perhitungan efisiensi dengan menggunakan Kode Debit E. ηh = ηh =



W x Cp x (T1 - T2 ) W x Cp x (T1 - t 1 )



x 100%



kg 29,6063 ⁄jam x 0,9988535 kkal⁄kg℃ x (57,5 - 47,5) kg 29,6063 ⁄jam x 0,9988535 kkal⁄kg℃x (57,5 - 37,5)



x 100%



ηh = 50 % Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Efisiensi ηh Kode Debit



Efisiensi ηh (%)



E



50%



F



48,78%



G



45%



H



52,78%



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.2.6



Koefisien perpindahan kalor (U) Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan nilai koefisien



perpindahan kalor (U) dengan menggunakan Persamaan 2.10, Persamaan 2.11, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. Berikut perhitungan koefisien perpindahan kalor (U) dengan Kode Debit E. q=



QW + q w 2



=



295,724 kkal⁄jam + 118,897 kkal⁄jam 2



= 207,3105 kkal⁄jam



A = π x do x L = 3,14 x 25,4 x 10-3 x 900 x 10-3 = 71,7804 x 10-3 m2



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



U=



q A x ∆Tm



=



207,3105kkal⁄jam 71,7804 x 10-3 m2 x 13,61 ℃



= 212,206 kkal⁄ jam m2 ℃



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Koefisien Perpindahan Kalor (U) Koefisien Perpindahan Kalor (U) Kode Debit



kkal⁄ jam m2 ℃



E



212,206



F



374,067



G



565,851



H



784,003



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.3 Perhitungan Komputasional Perhitungan komputasional dilakukaan menggunakan software simulasi ANSYS R19.2 yang bertujuan untuk mengetahui pendekatan perhitungan heat exchanger dalam keadaan terbaik. a.



Perhitungan komputasional Kode Debit E



Hot Water Inlet



Cold Water Inlet



Gambar 4.1 Distribusi Temperatur pada Debit E Sumber : Labratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 4.2 Grafik Hasil Simulasi pada Debit E Sumber : Laboratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



b.



Perhitungan komputasional Kode Debit F



Hot Water Inlet



Cold Water Inlet



Gambar 4.3 Distribusi Temperatur pada Debit F Sumber : Laboratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 4.4 Grafik Hasil Simulasi pada Debit F Sumber : Laboratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



c.



Perhitungan Komputasional Kode Debit G



Hot Water Inlet



Cold Water Inlet



Gambar 4.5 Distribusi Temperatur pada Debit G Sumber : Laboratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 4.6 Grafik Hasil Simulasi pada Debit G Sumber : Laboratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



d.



Perhitungan Komputasional Kode Debit H



Hot Water Inlet



Cold Water Inlet



Gambar 4.7 Distribusi Temperatur pada Debit H Sumber : Laboratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 4.8 Grafik Hasil Simulasi pada Debit H Sumber : Laboratorium Simulasi Teknik Mesin UM (2021)



Tabel 4.11 Data Pengujian Komputasional Mesurements Code Flow



Kind of



Direction



Jacket



COUNTER



Debit



High Temp. Fluid (Hot Water) Inlet Outlet



Mass Flow Rate W



(T1 )



(T2 )



l⁄min











kg⁄jam



E



57,500



43



29,639



NO



F



58,500 48,100



BAFFLE



G H



High Temp. Fluid (Cold Water) Inlet Outlet (t1 )



(t1 )











37,500 47,400



kg⁄jam 59,563



38



44,700



119,116



51,100



88,706



39



44,500



178,596



59,500 54,300



118,166



41,500 46,400



237,931



59



Perhitungan Massa Jenis Fluida Panas (ρH ) Berikut ini adalah perhitungan untuk menentukan massa jenis fluida panas



dengan menggunakan Tabel 2.1 dan menggunakan Tabel 4.11, sehingga didapatkan besar nilai dari ρH . Berikut perhitungan ρH kode debit E.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



W



59,189



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.3.1



Mass Flow Rate



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



∆T =



T1 + T2 57,5 + 43 = = 50,25 ℃ 2 2



Maka selanjutnya melakukan interpolasi dengan menggunakan Tabel 2.1 y - y1 x - x1 ρH - 988,1 50,25 - 50 kg = → = → ρH = 987,9775 ⁄ 3 m y2 - y1 x2 - x1 983,2 - 988,1 60 - 50 4.3.2



Perhitungan Massa Jenis Fluida Dingin (ρC ) Perhitungan menggunakan Tabel 2.1 dan menggunakan Tabel 4.11,



sehingga didapatkan besar nilai dari ρC. Berikut perhitungan ρC kode debit E. ∆T =



t1 + t2



37,5 + 47,4



2



2



= 42,45 ℃



Maka selanjutnya melakukan interpolasi dengan menggunakan Tabel 2.1. y - y1 y 2 - y1



=



x - x1 x2 - x1







ρC - 992,2 988,1 - 992,2



=



42,45 - 40 50 - 40



→ ρC = 991,1955



kg⁄ m3



Semua perhitungan nilai massa jenis fluida menggunakan cara yang sama , Tabel 4.12 Data Perhitungan Komputasional Nilai Massa Jenis Fluida (𝛒) ρH



ρC



Kode Debit



kg ( ⁄ 3) m



kg ( ⁄ 3) m



E



987,977



991,195



F



985,483



991,646



G



985,625



991,482



H



984,719



990,580



Sumber : Dokumentasi Pribadi (2021)



4.3.3



Perhitungan Laju Aliran (W)



a. Laju Aliran Panas (W) Perhitungan besar nilai laju aliran panas menggunakan Persamaan 2.9. Perhitungan laju aliran panas dengan kode E 3 kg kg W = Q x ρ = 0,03 m ⁄jam x 987,9775 ⁄ 3 = 29,6393 ⁄jam m



b. Laju Aliran Dingin (w) Perhitungan besar nilai laju aliran dingin menggunakan persamaaan 2.9 Perhitungan laju aliran dingin dengan kode E. 3 kg kg W = Q x ρ = 0,06 m ⁄jam x 991,1955 ⁄ 3 = 59,4717 ⁄jam m



Semua perhitungan nilai laju aliran menggunakan rumus yang sama,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Tabel 4.13 Data Hasil Komputasional Laju Aliran Panas (W) dan Dingin (w) w



W Kode Debit



kg ( ⁄ 3) m



E



29,639



59,471



F



59,189



118,997



G



88,706



178,466



H



118,166



237,739



kg⁄ ) m3



(



Sumber : Dokumentasi Pribadi (2021)



Perhitungan Nilai ∆Tm



4.3.4



Berikut perhitungan untuk menentukan nilai ∆Tm menggunakan Persamaan 2.13 dan menggunakan Tabel 4.11. Perhitungan ∆Tm Kode Debit E ∆Tm =



(T1 - t 2 ) - (T2 - t 1 ) (T - t ) ln 1 2 (T2 - t 1 )



=



(57,5 - 47,4) - (47,5 - 37,5) (57,5 - 39,5) - 37,5)



ln(47,5



=



18 - 10 ln 1,8



= 13,61℃



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.14 Data Hasil Perhitungan ∆Tm Kode Debit



∆Tm (℃ )



E



7,568



F



11,854



G



2,003



H



1,171



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.3.5



Perhitungan Nilai Viskositas Kinematik Fluida (v)



a. Perhitungan Nilai Viskositas Fluida Panas vH Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar nilai viskositas dari fluida panas. Perhitungan viskositas fluida panas menggunakan interpolasi pada Tabel 2.1 dan Tabel 4.1. Berikut perhitungan viskositas fluida panas (vH ) dengan Kode Debit E. ∆T =



T1 + T2 2



=



57,5 + 43 2



= 50,25 ℃



Selanjutnya mengguakan interpolasi pada Tabel 2.1.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH y - y1 x - x1 vH - ( 5,534 x 10-7 ) 2 = → ( m ⁄s ) = -7 -7 y2 - y1 x2 - x1 (4,745 x 10 ) - (5,534 x 10 ) 50,25 - 50 (℃) 2 → vH = 0,5514275 x 10-6 m ⁄s 60 - 50(℃) b. Perhitungan Viskositas Fluida Dingin vc Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar nilai viskositas dari fluida dingin. Perhitungan viskositas fluida dingin menggunakan interpolasi Tabel 2.1 dan Tabel 4.1. Berikut perhitungan viskositas fluida dingin (vc ) dengan Kode Debit E. ∆T =



t1 + t2



37,5 + 47,4



2



2



= 42,45 ℃



Selanjutnya menggunakan interpolasi pada Tabel 2.2. y - y1 x - x1 vc - ( 6,580 x 10-7 ) 2 = → ( m ⁄s ) = -7 -7 y2 - y1 x2 - x1 (5,534 x 10 ) - (6,580 x 10 ) 42,45 - 40(℃) 2 → vc = 0,632373 x 10-6 m ⁄s 50 - 40(℃) Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.15 Perhitungan Viskositas Fluida (v) Viskositas Fluida Panas



Viskositas Fluida Dingin



(vH)



(vc )



Kode Debit



2



2



x 10-6 ( m ⁄s )



x 10-6 ( m ⁄s )



E



0,551427



0,632373



F



0,527363



0,643879



G



0,513555



0,639695



H



0,502904



0,616683



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.3.6



Perhitungan Nilai Q w dan qw



a. Perhitungan nilai Qw Berikut perhitungan untuk menentukan besar nilai kalor yang di lepaskan (Q w ) menggunakan Persamaan 2.8, Tabel 2.2, dan Tabel 4.11. Perhitungan Q w Kode Debit E Perhitungan mencari nilai 𝐶𝑝 menggunakan interpolasi pada Tabel 2.2.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Cp - 4183 J y - y1 x - x1 50,25 - 50(℃) = → ( ⁄kg K ) = → y2 - y1 x2 - x1 4183 - 4181 55 - 50(℃) J Cp = 4181,1 ⁄kg K Cp = 0,9986386 kkal⁄kg℃ Q w = W x Cp x (T1 - T2 ) Q w = 29,6393



kg ⁄jam x 0,9986386 kkal⁄kg℃ x (57,5 - 43)℃



Q w = 29,6393



kg ⁄jam x 0,9986386 kkal⁄kg℃ x 14,5 ℃



Q w = 429,185 kkal⁄jam b. Perhitungan Nilai q w Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar nilai kalor yang diterima (q w) menggunakan Persamaan 2.8, Tabel 2.2 dan Tabel 4.11. Perhitungan q w Kode Debit E Perhitungan nilai Cp menggunakan interpolasi pada Tabel 2.2. Cp - 4178 J y - y1 x - x1 42,42 - 40(℃) = → ( ⁄kg K ) = → y2 - y1 x2 - x1 4180 - 4179 45 - 40(℃) J Cp = 4179,49 ⁄kg K Cp = 0,9982541 kkal⁄kg℃ q w = w x Cp x ∆T q w = 59,4717



kg ⁄jam x 0,9982541 kkal⁄kg℃ x (47,4 - 37,5)℃



q w = 59,4717



kg ⁄jam x 0,92541 kkal⁄kg℃ x 9,9 ℃



q w = 587,742 kkal⁄jam Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Tabel 4.16 Perhitungan nilai Q w dan q w Kalor diterima (Q w )



Kalor dilepaskan (q w)



Kode Debit



kkal⁄ jam



kkal⁄ jam



E



429,185



587,742



F



614,907



795,850



G



700,147



979,803



H



732,064



1.162,972



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.3.7



Perhitugan Bilangan Reynold (Re) Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan besar bilangan Reynold



pada suatu aliran yang dapat menentukan jenis aliran yang terjadi pada aliran tersebut. a. Perhitungan Bilangan Reynold Fluida Panas ReW Perhitungan untuk menentukan Bilangan Reynold pada suatu fluida menggunakan Persamaaan 2.17. Berikut perhitungan Bilangan Reynold fluida panas (ReW ) pada Kode Debit E. d = di = 22,4 x 10-3 m A=



π d2 4



= 3,9388 x 10-4 m2



dxW



ReW = v x A =



22,4 x 10-3 m x 29,6393 kg⁄jam x 10-6 0,5514275 x 10-6 x 3,9388 x 10-4 x 3,6



= 849,09



b. Perhitugan Bilangan Reynold Fluida Dingin Rew Perhitungan untuk menentukan bilangan Reynold pada fluida dingin menggunakan Persamaan 2.19. Berikut perhitungan Bilangan Reynold fluida dingin Rew pada Kode Debit E. d = Di - do = (54,6 - 25,4) x 10-3 m = 29,2 𝑥 10-3 m A=



π (Di2 - do 2 )



Rew =



4 dxw vxA



=



= 1,834 x 10-3 m2 29,2 x 10-3 m x 59,4717 kg⁄jam x 10-6 0,632373 x 10-6 x 1,834 x 10-3 x 3,6



= 415,96



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH Tabel 4.17 Perhitungan Bilangan Reynold Kode Debit



ReW



Jenis Aliran



Rew



Jenis Aliran



E



849,09



Laminar



415,96



Laminar



F



1.771,99



Laminar



817,43



Laminar



G



2.728,61



Transisi



1.233,96



Laminar



H



3.711,79



Transisi



1.705,12



Laminar



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.3.8



Efisiensi (ηh ) Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan efisiensi pada heat



exchanger dengan menggunakan Persamaan 2.14. Berikut perhitungan efisiensi dengan menggunakan Kode Debit E. ηh = ηh =



W x Cp x (T1 - T2 ) W x Cp x (T1 - t 1 )



x 100%



kg 29,6293 ⁄jam x 0,9986386 kkal⁄kg℃ x (57,5 - 43) kg 29,6393 ⁄jam x 0,9986386 kkal⁄kg℃x (57,5 - 37,5)



x 100%



ηh = 72,5 % Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Efisiensi ηh Kode Debit



Efisiensi ηh (%)



E



72,50 %



F



50,73 %



G



39,50 %



H



36,11%



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



4.3.9



Koefisien perpindahan kalor (U) Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan nilai koefisien



perpindahan kalor (U) dengan menggunakan Persamaan 2.10, Persamaan 2.11, Tabel 4.14 dan Tabel 4.16. Berikut perhitungan koefisien perpindahan kalor (U) dengan Kode Debit E. q=



QW + q w 2



=



429,185 kkal⁄jam + 587,742 kkal⁄jam 2



= 508,4635 kkal⁄jam



A = π x do x L = 3,14 x 25,4 x 10-3 x 900 x 10-3 = 71,7804 x 10-3 m2



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



U=



q A x ∆Tm



=



508,4635kkal⁄jam 71,7804 x 10-3 m2 x 7,568 ℃



= 933,139 kkal⁄ jam m2 ℃



Perhitungan kode debit F, G, H menggunakan rumus yang sama, Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Koefisien Perpindahan Kalor (U) Koefisien Perpindahan Kalor (U) Kode Debit



kkal⁄ jam m2 ℃



E



933,139



F



826,466



G



5.824,423



H



11.238,234



Sumber : Dokumen Pribadi (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB V PEMBAHASAN 5.1



Perbandingan Hasil Metode Numerikal dan Metode Komputasional



5.1.1 Perbandingan Nilai Rata-Rata (Logaritmik) Perbedaan Temperatur (∆Tm ) Tabel 5.1 Nilai Rata-rata Perbedaan Temperatur (∆Tm ) Metode Numerikal dan Komputasional Kode Debit



Metode Numerikal



Metode Komputasional



∆Tm (℃ )



∆Tm (℃ )



E



13,61



7,56



F



14,33



11,85



G



14,21



2,00



H



12,26



1,17



Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Nilai ∆Tm Hasil Numerikal dan Nilai ∆Tm Hasil Komputasional Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Berdasarkan Gambar 5.1, ditemukan bahwa rata-rata nilai logaritmik perbedaan temperatur pada metode numerikal lebih tinggi dibandingkan metode LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH komputasional. Nilai perbedaan temperatur metode numerikal pada debit E dan H menunjukkan nilai 13,61℃ dan 12,26℃, sedangkan pada metode numerikal menunjukkan nilai 7,56℃ dan 1,17℃. Tipe aliran fluida juga berpengaruh pada perbedaan temperatur. Aliran Counter Flow berarti bahwa fluida datang dari arah yang berlawanan sehingga menyebabkan waktu kontak fluida menjadi semakin singkat, ketiadaan baffle juga turut memperkecil luas kontak fluida yang berada dalam shell dan tube, karena fluida akan mengalir tanpa hambatan sehingga pertukaran kalor menjadi semakin minim.



5.1.2 Perbandingan Nilai Kalor Dilepas (qw) Tabel 5.2 Nilai Kalor Dilepas (qw) Metode Numerikal dan Komputasional Metode Numerikal



Metode Komputasional



Kode Debit



kkal⁄ jam



kkal⁄ jam



E



118,897



587,742



F



178,331



795,850



G



356,527



979,803



H



237,931



1.162,972



Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Nilai qw Hasil Numerikal dan Nilai qw Hasil



Komputasional Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Berdasarkan Gambar 5.2 diperoleh hasil bahwa nilai kalor yang dilepas berdasarkan metode komputasional lebih tinggi dibandingkan metode numerikal. Terlihat pada debit E dan H metode komputasional kalor yang dilepaskan sebesar 587,742 kkal⁄jam dan 1.162,972 kkal⁄jam, dimana pada metode numerikal, kalor yang dilepas hanya sebesar 118,897 kkal⁄jam dan 237,931 kkal⁄jam. Perbedaan ini disebabkan oleh dilepaskannya kalor oleh fluida panas menuju fluida dingin akibat dari perbedaan suhu yang signifikan, yang artinya semakin tinggi peningkatan suhu maka semakin tinggi pula kalor yang dilepas. Teori tersebut sejalan dengan Hukum Termodinamika kedua yang berbunyi “kalor hanya mengalir secara spontan dari tempat bersuhu tinggi ke tempat bersuhu rendah dan tidak berlaku sebaliknya kecuali diberikan usaha” (Çengel, dkk., 2019). Arah aliran yang berlawanan (Counter Flow), mengakibatkan kedua jenis fluida mengalami kontak yang lebih singkat satu sama lain sehingga kalor yang berpindah menjadi semakin rendah.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH 5.1.3 Perbandingan Nilai Kalor Diterima (Qw) Tabel 5.3 Nilai Kalor Diterima (Qw) Metode Numerikal dan Komputasional Metode Numerikal



Metode Komputasional



Kode Debit



kkal⁄ jam



kkal⁄ jam



E



295,724



429,185



F



591,209



614,907



G



797,808



700,147



H



1.122,734



732,064



Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Nilai Qw Hasil Numerikal dan Nilai Qw Hasil Komputasional Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Berdasarkan Gambar 5.3 diketahui bahwa semakin tinggi debit aliran, maka nilai kalor yang diterima juga semakin besar. Dilihat dari grafik tersebut, hasil yang diperoleh berdasarkan metode numerikal meningkat secara signifikan dengan nilai pada debit E dan H sebesar 295,724 kkal⁄jam dan 1.122,734 kkal⁄jam, sedangkan pada metode komputasional peningkatannya cenderung konstan dan stabil dengan



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH nilai pada debit E dan H yaitu 429,185 kkal⁄jam serta 732,064 kkal⁄jam. Perbedaan temperatur menyebabkan adanya perpindahan kalor antara fluida, dimana fluida dingin akan menerima kalor dari fluida panas sesuai pernyataan dari Forsberg (2021) dimana perpindahan kalor terjadi akbibat adanya perbedaan temperatur antara dua benda. Ketiadaan buffle memberi pengaruh besar pada nilai kalor yang diterima karena fluida yang berada di dalam shell dan tube akan mengalir lebih cepat sehingga menurunkan luas kontak.



5.1.4 Perbandingan Nilai Koefisien Transmisi Kalor (U) Tabel 5.4 Nilai Koefisien Transmisi Kalor (U) Metode Numerikal dan Komputasional Metode Numerikal



Metode Komputasional



Kode Debit



kkal⁄ jam m2 ℃



kkal⁄ jam m2 ℃



E



212,206



933,139



F



374,067



826,466



G



565,851



5.824,423



H



784,003



11.238,234



Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 5.4 Grafik Perbandingan Nilai U Hasil Numerikal dan Nilai U Hasil Komputasional Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Berdasarkan Gambar 5.4, metode komputasional memberikan nilai koefisien transmisi kalor yang lebih tinggi dibandingkan metode numerikal. Metode komputasional pada debit E dan H memberikan nilai 933,139 kkal⁄ dan jam m2 ℃ numerikal



nilai



11.238,234 yang



kkal⁄ sedangkan jam m2 ℃



diperoleh



pada



debit



yang



pada



metode



sama



adalah



212,206 kkal⁄ dan 784,003 kkal⁄ . Persamaan 2.10 dan 2.11 jam m2 ℃ jam m2 ℃ menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai koefisien transmisi kalor adalah selisih kalor yang ditukar antar fluida, baik itu kalor dilepas (qw) dan kalor diterima (Qw). Semakin besar selisih kalor yang ditukar, maka semakin tinggi pula nilai koefisien transmisi kalornya. Perbedaan temperatur (∆Tm) juga turut mempengaruhi nilai koefisien transmisi kalor tersebut. Semakin besar selisih perbedaan temperatur, maka nilai koefisien transmisi kalor akan semakin kecil. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa selisih kalor yang ditukar berbanding lurus dengan nilai koefisien, sedangkan selisih perbedaan temperatur berbanding terbalik denga nilai koefisien transimisi kalor.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH 5.1.5 Perbandingan Nilai Efisiensi (ηh ) Tabel 5.5 Nilai Efisiensi (ηh ) Metode Numerikal dan Metode Komputasional Metode Numerikal



Metode Komputasional



ηh (%)



ηh (%)



E



50%



72,5 %



F



48,7%



50,7 %



G



45%



39,5 %



H



52,7%



36,1%



Kode Debit



Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Gambar 5.5 Grafik Perbandingan Nilai ηh Hasil Numerikal dan Nilai ηh Hasil Komputasional Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Gambar 5.5 menunjukkan perbandingan efisiensi dari heat exchanger melalui metode numerikal dan komputasional pada setiap peningkatan debit aliran. Efisiensi pada metode komputasional menurun secara signifikan seiring peningkatan debit aliran fluida, dimana pada debit E dan H masing-masing



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH menunjukkan persentase efisiensi 72,5% dan 36,1%. Metode numerikal memberikan nilai efisiensi yang cenderung lebih stabil dibandingkan metode komputasional, nilai efisiensi debit E dan H yang diperoleh melalui metode numerikal yaitu 50% dan 52,7%. Sesuai Persamaan 2.14, faktor yang mempengaruhi nilai efisiensi heat exchanger adalah mass flow rate, selisih suhu inlet dan outlet serta jumlah kalor yang ditukar. Argumen tersebut sejalan dengan pernyataan dari Cengel (2017), yang menyatakan bahwa efisiensi dipengaruhi oleh temperatur fluida yang masuk dan keluar dari suatu alat penukar panas.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH 5.2 Perbandingan Hasil Metode Numerikal antara Kelompok III A, III S, VI S 5.2.1



Perbandingan Nilai Efisiensi (ηh )



Tabel 5.6 Nilai Efisiensi (ηh ) Metode Numerikal dan Metode Komputasional Kode Debit



Flow Direction



Kind of Jacket



Efisiensi ηh (%)



(l⁄min) Counter E Parallel



Counter F Parallel



Counter G Parallel



Counter H Parallel Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Keterangan : Kelompok III A : Parallel Baffle Kelompok III S : Counter Baffle Kelompok VI S : Parallel No Baffle Kelompok VI A : Counter No Baffle



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



Baffle



57,71



No Baffle



50



Baffle



59,57



No Baffle



37,78



Baffle



61,11



No Baffle



48,78



Baffle



60



No Baffle



41,86



Baffle



57,58



No Baffle



45



Baffle



62,50



No Baffle



45,83



Baffle



56,67



No Baffle



52,78



Baffle



60,07



No Baffle



50



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH



Gambar 5.6 Grafik perbandingan nilai efisiensi kelompok III A, III S, VI S Sumber: Dokumen Pribadi (2021)



Berdasarkan Gambar 5.6 terlihat bahwa nilai efisiensi tertinggi terdapat pada konfigurasi aliran Parallel baffle dengan persentase 62,50%, diikuti oleh counter baffle dengan persentase 61,11%. Konfigurasi tanpa penyekat menunjukkan bahwa efisiensi tertinggi ada pada konfigurasi counter no baffle dengan nilai 52,78% dan diikuti oleh parallel no baffle dengan nilai 50%. Keberadaan baffle mempengaruhi efisiensi dari heat exchanger, dimana baffle mengakibatkan bidang penyerapan termal bertambah luas dan memperlambat aliran dari fluida sehingga temperatur pada outlet fluida panas menjadi semakin rendah sedangkan temperatur pada outlet fluida dingin menjadi semakin tinggi yang menandakan pertukaran kalor terjadi secara maksimal dengan pelepasan kalor oleh fluida panas dan penerimaan kalor oleh fluida dingin. Keberadaan baffle juga berpengaruh maka bidang penyerapan termal bertambah luas karena adanya fenomena konduksi, sehingga berpengaruh terhadap outlet fluida menjadi semakin rendah, jika outlet fluida rendah, maka nilai kalor yang dilepas akan semakin tinggi. Aliran Parallel Flow berarti bahwa aliran keduda fluida searah,



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH penambahan baffle akan menyebabkan luas kontak fluida menjadi lebih luas sehingga perpindahan kalor antar fluida juga turut meningkat. Secara teoritis, baffle yang dipasang terlalu berdekatan akan meningkatkan perpindahan kalor dan juga menurunkan tekanan secara drastis karena hambatan antar celah baffle semakin besar. Baffle yang dipasang terlalu jauh akan menyebabkan penurunan tekanan yang kecil, namun perpindahan kalor menjadi tidak maksimal. Aliran Counter flow artinya aliran kedua fluida berlawanan sehingga suhu fluida panas akan menurun dan fluida dingin meningkat secara perlahan dikarenakan waktu kontak antar fluida menjadi lebih singkat dan akan berpengaruh terhadap perhitungan nilai efisiensi heat exchanger (Lavine, 2017) . Kesimpulannya adalah aliran fluida dengan arah parallel dan disertai baffle memiliki nilai efisiensi yang paling optimal. Kesimpulan ini sejalan dengan pernyataan Cengel (2017) yang menyatakan bahwa baffle umum digunakan dalam suatu shell demi mempertahankan jarak yang seragam antar tabung sehingga mampu memaksa fluida mengalir secara merata serta memperlambat laju aliran yang akan meningkatkan perpindahan kalor antar fluida.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB VI PENUTUP 6.1



Kesimpulan Berdasarkan praktikum water to water heat exchanger bench yang telah



dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan diantaranya : a.



Proses heat exchanger berawal dari aliran fluida panas yang terdapat dalam pipa aliran yang bekerja dengan cara menukarkan kalor antara fluida panas dan fluida dingin tanpa tercampur.



b.



Besarnya nilai mass flow rate pada hasil perolehan data pada metode numerikal mempengaruhi nilai koefisien perpindahan kalor. Nilai mass flow rate berbanding lurus dengan besaran nilai koefisien perpindahan kaor pada heat exchanger. Semakin besar mass flow rate



fluida dingin maka koefisien



perpindahan kalor total (U) semakin besar. c.



Parameter yang dapat menentukan efisiensi yaitu nilai koefisien perpindahan kalor (U), kalor yang dilepas (Qw) yang akan menyerap panas atau menstransmisikan panas pada heat exchanger, dan pengaruh perbedaan temperatur (∆Tm) semakin besar selisih temperatur yang terbentuk maka perhitungan mass flow rate yang dihasilkan semakin rendah, menimbulkan efisiensi yang ditimbulkan semakin besar.



6.2 Saran a. Sebaiknya saat pengujian agar mendapatkan hasil yang optimal diperlukan perawatan dan perbaikan pada alat heat exchanger agar mendapatkan perhitungan yang akurat. b.



Sebaiknya asisten praktikum atau Pembina praktikum menguasai dan memahami alat praktikum agar tidak terjadi kesalahan menjelaskan sehingga tidak ada penjelasan terbalik ketika praktikum.



c.



Pengujian komputasional seharusnya ada tutorial untuk menggunakan aplikasi ANSYS dari asdos untuk hasil perhitungan yang lebih akurat dan valid ketika melakukan face to face.



d.



Sebelum melakukan praktikum FDM diharapkan untuk memberikan preface pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut agar mahasiswa dapat memahami gambaran umum pada saat praktikum ini dan tidak kebingungan saat melakukan praktikum.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG



WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH DAFTAR PUSTAKA Bahman Zohuri, P. M. (2019). Thermodynamics in Nuclear Power Plant Systems. Cengel, Y. A. (2017). Heat Transference a Practical Approach. MacGraw-Hill, 4(9), 874. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-20279-7_5 Çengel, Y. A., Boles, M. A., & Kanoğlu, M. (2019). Thermodynamics: An Engineering Approach, Ninth Edition. Forsberg, C. H. (2021). Heat Transfer Principles and Application. 305–341. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-802296-2.00008-1 Lavine, A. S. (2017). Fundamentals of Heat and Mass Transfer. Lavine, T. L. B. A. S. (2017). FUNDAMENTALS OF HEAT AND MASS TRANSFER. Li, C., Bai, F., & Gou, F. (2020). Analysis of heat exchange performance of heat exchange tubes of evaporative heat exchanger based on fluent. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 605(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/605/1/012006 Munson, B. R., Okiishi, T. H., Huebsch, W. W., Rothmayer, & P, A. (2013). Fundamentals of Fluid Mechanics Seventh Edition. In Instrumentation, Measurements, and Experiments in Fluids. Sutowo, C. (2017). Analisa Heat Exchanger Jenis Sheel and Tube Dengan Sistem Single Pass. Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta, 1, 19Sutowo, C. (2012). Analisa Heat Exchanger Jenis.



LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN UNIVERSITAS NEGERI MALANG