HE Ketik Kelompok 12 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERCOBAAN 2 HEAT EXCHANGER



2.1 PENDAHULUAN 2.1.1



Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah:



1. Menentukan kecepatan transfer panas pada berbagai tipe heat exchanger. 2. Menentukan koefisien transfer panas overall pada berbagai tipe heat exchanger. 3. Menentukan keefektifan dari berbagai tipe heat exchanger.



2.1.2



Latar Belakang Perpindahan panas terjadi melalui pertukaran energi panas antara panas



dan dingin. Heat exchanger adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan panas. Di dalam heat exchanger terdapat pipa-pipa kecil (tubes) sebagai medium untuk mengalirkan fluida yang ingin dipanaskan atau didinginkan. Penukar panas atau heat exchanger biasanya bekerja dengan menggunakan medium panas berupa uap (superheated steam) dan air sebagai pendingin (cooling water) (Kern, 1950). Penggunaaan shell and tube heat exchanger digunakan untuk kondisi operasi yang bertekanan tinggi. Terdapat dua jenis aliran pada heat echanger ini yaitu co-current dan counter current. Jacket vessel heat exchanger umumnya digunakan untuk menjaga suhu atau mendinginkan suhu dalam vessel. Operasi yang dapat digunakan pada jenis heat exchanger ini yaitu secara batch dan continuous (Kuppan, 2000). Industri petrokimia, pengilangan minyak, industri minuman dan makanan menggunakan heat exchanger sebagai pendukung utilitas pabrik. Fungsinya sebagai pengganti alat perpindahan panas yang terjadi atau memenuhi suatu kebutuhan steam. Oleh karena itu, percobaan ini penting untuk dilakukan guna mempelajari desain dan operasi dari suatu jenis heat exchanger (Ludwig, 1994).



II-1



II-2



2.2



DASAR TEORI



Alat penukar panas atau heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lainnya. Perpindahan tersebut tanpa diikuti oleh perpindahan massa sehingga heat exchanger hanya berfungsi sebagai pemanas atau pendingin. Biasanya medium pemanas yang digunakan adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terhadap dinding yang memisahkannya atau keduanya bercampur secara langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas digunakan dalam industri seperti kilang minyak, petrokimia, gas alam, refrigerasi dan pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil dimana cairan pendingin memisahkan panas mesin ke udara sekitar (Kern, 1950). Heat exchanger merupakan suatu alat yang dibuat untuk memberikan transfer panas yang lebih efisien dari suatu medium ke medium lainnya. Medium tersebut baik yang saling terpisah oleh dinding padat (medium tidak bercampur) atau dalam keadaan kontak secara langsung. Aliran pada heat exchanger dapat digolongkan menjadi beberapa pola. Pada parallel flow heat exchanger kedua fluida memasuki exchanger pada ujung yang sama dan berjalan secara paralel ke ujung lainnya. Sedangkan pada aliran counter current fluida memasuki exchanger melalui sisi yang berlawanan pada cross flow heat exchanger, fluida berjalan secara tegak lurus terhadap fluida yang lain (Kuppan, 2000). Standar material penyusun heat exchanger mengacu pada TEMA yang telah digunakan secara umum pada dunia industri. TEMA merupakan suatu standar perencanaan dan persetujuan yang melindungi material secara rinci, metode konstruksi, desain teknik dan dimensi untuk exchanger. Design dan percobaan untuk peralatan heat exchanger berdasarkan prinsip yang umum. Design akhir selalu menjanjikan, berdasarkan hukum teknik untuk menberi



II-3



performance total terbaik. Turbular Exchanger Manufactures Association (TEMA) dikelompokkan berdasarkan pemakaian dari heat exchanger menjadi 3 kelompok yaitu (Mc Cabe, 1999): a. Alat Penukar Kalor Kelas “R”, yang dipergunakan pada industri minyak dan peralatan yang berhubungan proses tersebut. b. Alat Penukar Kalor Kelas “C”, yang dipergunakan pada keperluan komersial atau general purpose dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil. c. Alat Penukar Kalor Kelas “B” yang banyak dipergunakan pada proses kimia. Alat penukar kalor kelas “R”, kelas “C”, dan kelas “B” ini, semuanya adalah alat penukar kalor yang tidak dibakar (unfired Shell and tube), tidak sama dengan ketel uap. Adapun komponen penyusun dari heat exchanger antara lain sebagai berikut (Kuppan, 2000): 1. Shell Konstruksi shell sangat ditentukan oleh kapasitas dan keadaan tubes yang akan ditempatkan didalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat baja yang dirol. Shell merupakan badan dari alat penukar kalor, dimana terdapat tube bundle. Untuk temperatur kerja yang tinggi kadang – kadang shell dibagi dua sambungan dengan sambungan ekspansi. 2. Tube Tube merupakan bidang pemisah antara dua fluida yang mengalir, dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Pada umumnya flow fluida yang mengalir di dalam tube lebih kecil dibandingkan dengan flow fluida yang mengalir di dalam shell. Ketebalan dan material tube harus dipilih berdasarkan tekanan operasi dan jenis fluidanya. Agar tidak mudah bocor dan korosi akibat aliran fluida yang mengalir di dalam tube. Susunan tube segitiga sangat popular dan sangat baik dipakai melayani fluida kotor/berlumpur atau yang bersih. Pembersihan tube dilakukan dengan cara kimia (chemical cleansing). Koefisien perpindahan panasnya lebih baik dibandingkan susunan pipa bujur (in – line square pitch). Susunan tube segitiga banyak dipergunakan dan menghasilkan perpindahan panas



II-4



yang baik per satu satuan penurunan tekanan (per unit pressure drop), disamping itu letaknya lebih kompak. 3. Baffle Baffles atau sekat – sekat yang dipasang pada alat penukar kalor mempunyai beberapa fungsi, yaitu struktur untuk menahan tube bundle, damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran pada tube dan sebagai alat untuk mengontrol dan mengarahkan aliran fluida yang mengalir di luar tube (shell side). 4. Kondensor Kondensor merupakan jenis mesin penukar kalor (heat exchanger) yang berfungsi untuk mengkondensasikan fluida kerja dan mengembalikan exhaust steam dari turbin ke fase cairnya agar dapat dipompakan ke boiler untuk digunakan kembali. Selain itu, kondensor juga berfungsi untuk menciptakan back pressure yang rendah pada exhaust turbine sehingga efisiensi siklus dan kerja turbin akan meningkat. Berikut ini adalah jenis-jenis heat exchanger berdasarkan bentuknya yaitu (Kern, 1950): 1. Double Pipe Heat exchanger Salah satu jenis penukar panas adalah susunan pipa ganda. Dalam jenis penukar panas dapat digunakan berlawanan arah aliran atau arah aliran, baik dengan cairan panas atau dingin cairan yang terkandung dalam ruang annular dan cairan lainnya dalam pipa. Alat penukar panas pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam standar yang dikedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan kotak penyekat. Fluida yang satu mengalir di dalam pipa, sedangkan fluida kedua mengalir di dalam ruang anulus antara pipa luar dengan pipa dalam. Alat penukar panas jenis ini dapat digunakan pada laju alir fluida yang kecil dan tekanan operasi yang tinggi.



II-5



A Cold fluit in



A’



B Hot fluit out



Cold fluit out



B’



Gambar 2.1 Aliran Double Pipe Heat exchanger



2. Shell and Tube Heat exchanger Jenis ini terdiri dari suatu tabung dengan diameter cukup besar yang di dalamnya berisi seberkas pipa dengan diameter relatif kecil. Alat penukar panas ini terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara paralel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Untuk meningkatkan efisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas cangkang dan buluh dipasang sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi 8 aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.



TC,in(cold) TH,in(hot) TH,in(hot) TC,out(hot)



Gambar 2.3 Shell and Tube Heat exchanger



3. Plate Type Heat exchanger Alat penukar panas pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat-pelat tegak lurus, bergelombang, atau profil lain. Pemisah antara pelat tegak lurus dipasang



II-6



penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet). Pelat-pelat dan sekat disatukan oleh suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat 10 (kebanyakan segiempat) terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang ini, fluida dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat. Hot water Cold water



Gambar 2.4 Plate Type Heat exchanger dengan Aliran Co-Current



4. Jacketed vessel With Coil And Stirrer Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrument untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau coil dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel. (Kern, 1950).



Hot inlet



Hot outlet



Hot outlet Cold inlet



Hot inlet Cold outlet



Gambar 2.5 Skema dari Jacketed vessel with Coil and Stirrer



II-7



Fluida memiliki properti fisik yang sangat bergantung dengan temperatur, salah satunya ialah densitas. Dengan kata lain, densitas merupakan fungsi dari temperatur karena berubah disetiap kenaikan maupun penururnan temperatur. Hubungan tersebut berdasarkan viskositas suatu fluida yang sangat terkait dengan densitas fluida dengan nilainya akan turun ketika temperatur tinggi dan sebaliknya. Viskositas fluida berbanding lurus dengan densitas cairan sehingga bahwa untuk fluida brupa cairan, densitas akan menurun ketika temperatur dinaikkan. Untuk fluida gas, densitas akan naik ketika temperatur diturunkan (Ewell dan Eyring, 1937). Teknik yang dapat digunakan untuk memanaskan fluida secara merata adalah dengan menggunakan suatu heat exchanger dengan pengaduk (stirrer) seperti coil dan jacket vessel. Pengadukan dilakukan untuk meningkatkan transfer panas fluida dalam vessel. Hubungan antara kecepatan transfer panas dengan pengadukan pada fluida didasarkan oleh parameter seperti geometri baffle, properti fluida, intensitas pengadukan dan bilangan tak berdimensi seperti bilangan Reynolds, bilangan Nusselt dan bilangan Prandit (Dostal, 2010). Adapun appendix A.211 yang menunjukkan heat exchange properties of liquid water rdasarkan SI units dan English units adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Heat-Transfer Properties of Liquid Water, SI Units (Geankoplis, 1993).



II-8



Tabel



2.2



Heat-Transfer



(Geankoplis, 1993).



Properties



of



Liquid



Water,



English



Units



II-9



2.3



METODOLOGI PERCOBAAN



2.2.1



Alat dan Deskripsi Alat



2.2.1.1 Alat Utama Alat utama yang digunakan pada percobaan ini adalah TH 240 Multi Heat exchanger with Flow Sensore. Deskripsi Alat: Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.



Rotameter, inlet air panas Flow control valve, air panas Flow control valve, air dingin Rotameter (flowmeter) air panas Rotameter (flowmeter) Inlet air dingin ke system Outlet air dingin ke pembuangan Inlet concentric tube, air panas CH1 Inlet concentric tube, air dingin CC1 Plate inlet, air panas PH1 Plate inlet, air dingin PC1 Plate outlet, air panas PH2 Plate outlet, air dingin PC2 Inlet air panas ke system Concentric tube heat exchanger Kontrol kecepatan Tombol heater ON-OFF



18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.



Tombol pompa ON-OFF Tombol utama Kontrol temperature Tampilan flowrate, fluida panas Tampilan flowrate, fluida dingin Tampilan temperature, fluida panas Tampilan temperature, fluida dingin Tombol pilihan, temperature, fluida panas Tombol pilihan, temperature, fluida dingin Shell and tube outlet, fluida panas, SH2 Shell and tube outlet, fluida dingin, SC2 Shell and tube heat exchanger Plate heat exchanger Shell and tube inlet, fluida dingin SC1 Shell and tube inlet, fluida panas SH1 Concentric tube outlet, fluida dingin CC2 Concentric tube outlet, fluida panas CH2



Gambar 2.3 Rangkaian Alat TH 240 Multi Heat exchanger 2.2.1.2 Alat Pendukung Alat pendukung yang digunakan pada percobaan ini adalah termometer, gelas ukur 250 mL, gelas beker 250 mL dan stopwatch.



II-10



2.2.2



Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air.



2.2.3



Prosedur Percobaan



2.2.3.1 Setting-Up alat Inlet air dingin (pada bagian belakang alat) dihubungkan dengan sumber air. Outlet air dingin dihubungkan dengan pembuangan yang ada di laboratorium. Tangki diisi air dengan membuka kran, rotameter digunakan untuk menghentikan air ketika tangki telah penuh. Tangki air panas diisi secara manual melewati batas safety. Tombol ON pada heater ditekan. Temperatur diatur dengan memutar ke temperatur yang diinginkan. Temperatur fluida panas dan fluida dingin ditunggu hingga keadaan steady. 2.2.3.2



Shell and Tube Heat exchanger



2.3.3.2.1 Co Current Inlet air dingin (1) dihubungkan ke SC1 (2). SC2 (3) dihubungkan ke outlet air dingin (4). Inlet air panas (5) dihubungkan ke SH1 (6). SH2 (7) dihubungkan ke rotameter inlet (8). Kran sumber air dibuka. Pompa air panas dibuka. Air dingin dan air panas yang keluar ditampung dalam gelas beker selama 3 detik. Temperatur dari fluida panas pada tube TH1 dan TH2 diukur. Pencatatan temperatur dilakukan tiap selang 3 menit sebanyak 4 kali. Berikut merupakan rangkaian alat shell and tube heat exchanger aliran co-current dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.



II-11



1



8b



4



5



9b



9a



6



7



3 2



8a



8



Gambar 2.4 Rangkaian Alat Shell and Tube Heat exchanger Aliran Co Current 2.3.3.2.2 Counter Current Pompa dimatikan dan inlet air dingin dihubungkan ke SC2. Inlet air panas dihubungkan ke SH1 dan outlet air panas dihubungkan ke SH2. Langkah selanjutnya diulangi sama seperti pada aliran co-current. Berikiut merupakan rangkaian alat shell and tube heat exchanger aliran counter current dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut. 1



8b



4



5



9b



9a



6



3



7



2 8a



8



Gambar 2.5 Rangkaian Alat Shell and Tube Heat exchanger Aliran Counter Current



II-12



2.3.3.3 Jacketed Vessel 2.3.3.3.1 Batch Operation Air diisikan ke dalam tangki. Selang inlet dan outlet dihubungkan ke heating jacket. Pompa air panas dinyalakan. Temperatur pada TH1, TH2, TC1 dan TC2 diukur setelah steady state. Air dingin diisi ke dalam vessel hingga overflow. Pengaduk dihubungkan dan diatur pada kecepatan 0 rpm. Temperatur diukur sebanyak 4 kali setiap 3 menit. Lakukan prosedur yang sama pada kecepatan pengaduk 400 rpm. Berikut merupakan rangkaian alat jacket vessel batch operation dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut.



Multy head exchanger



Gambar 2.6 Jacketed Vessel Batch Operation 2.3.3.3.2 Continuous Operation Air diisi ke dalam tangki. Alat dihubungkan dengan arus listrik. Kecepatan pengaduk diatur pada 0 rpm. Pipa inlet dan outlet air dingin dihubungkan ke vessel. Pipa inlet dan outlet air panas dihubungkan ke jacket, Pompa air dinyalakan sampai kondisi steady state. Temperatur TH1, TH2, TC1 dan TC2 dicatat tiap selang waktu 3 menit sebanyak 4 kali pengambilan data. Lakukan prosedur yang sama untuk kecepatan pengaduk 400 rpm. Berikut merupakan rangkaian jacket vesselcontinuos operation dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.



II-13



Multy head exchanger



Gambar 2.7 Jacketed Vessel Continuous Operation



II-14



2.4



PEMBAHASAN



2.4.1



Pembahasan Percobaan heat exchanger bertujuan untuk menentukan kecepatan



perpindahan panas pada berbagai jenis heat exchanger, koefisien transfer panas overall dan menentukan keefektifan dari berbagai jenis heat exchanger. Pada percobaan ini menggunakan jenis heat exchanger yaitu shell and tube heat exchanger dengan aliran co-current dan counter current. Selain itu, juga menggunakan jacket vessel heat exchanger dengan stirrer yang dilakukan secara batch dan continuous.



2.4.1.1 Shell and Tube Heat exchanger Percobaan ini menggunakan dua tipe aliran yaitu co-current dan counter current. Fluida panas mengalir dalam shell dan air dingin mengalir dalam tube. Aliran co-current merupakan aliran yang searah pada kedua aliran dalam shell and tube. Sedangkan counter current adalah aliran berlawanan untuk kedua aliran yang mengalir dalam shell and tube. Pada aliran co-current dan counter current, temperatur fluida panas menurun dan temperatur fluida dingin meningkat karena transfer panas yang terjadi dari fluida panas ke fluida dingin. 2.4.1.1.1 Kecepatan Transfer Panas (Q) Tipe aliran pada percobaan ini menggunakan aliran co-current dan counter current. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh grafik hubungan antara waktu dengan kecepatan transfer panas dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut.



II-15



8000 7000



Q (Btu/jam)



6000 5000



Qh Co Current



4000



Qh Counter Current



3000



Qc Co Current



2000



Qc Counter Current



1000 0 0



2



4



6



Data keGambar 2.8 Hubungan antara Waktu dengan Kecepatan Transfer Panas



Berdasarkan Gambar 2.8 menunjukkan bahwa nilai Qh dan Qc mengalami fluktuasi pada aliran co-current dan counter current. Terdapat perbedaan kecepatan proses perpindahan antara fluida panas (Qh) dan fluida dingin (Qc). Kecepatan transfer panas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan suhu (∆T),



flowrate, densitas dan kapasitas panas (Cp). Menurut



Holman (1995) bahwa semakin besar nilai flowrate, densitas, ∆T dan Cp maka semakin besar pula kecepatan transfer panas. Nilai Qh dan Qc yang diperoleh tidak konstan. Nilai Qh terbesar aliran counter current adalah 3502,7 Btu/jam dan nilai Qc terbesar aliran counter current adalah 3236,8 Btu/jam. Sedangkan nilai Qh terbesar aliran co current adalah 7294,4 Btu/jam dan nilai Qc terbesar aliran co current adalah 6159,5 Btu/jam. Perbedaan nilai Qh dan Qc disebabkan oleh perubahan suhu (∆T) dan jenis aliran fluida yang digunakan, pada data diatas dapat dilihat aliran counter current lebih kecil dibandingkan co-current. Hal ini telah sesuai teori menurut Geankoplis (1986) bahwa aliran pada co current’s pipe di tube maupun di shell fluida mengalir dalam satu lintasan tanpa cabang sehingga fluida mengalir tidak mengalami hambatan dan nilai flowrate lebih besar dibandingkan aliran counter current pada annulus dan inner tube masing-masing yang mempunyai cabang sehingga flowrate fluida memiliki hambatan berupa banyaknya lintasan yang harus dilewati.



II-16



2.4.1.1.2 Nilai Qh dan Um Percobaan ini menggunakan dua tipe aliran yaitu co-current dan counter current. Hubungan antara Qh terhadap Um dalam aliran co current dan counter current dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut.



Um (Btu/lbm.ft2.oF)



250 200 150 Co Current



100



Counter Current



50 0 0



2000



4000 Qh (Btu/jam)



6000



8000



Gambar 2.9 Hubungan antara Qh dengan Um Shell and Tube pada Aliran Co Current dan Counter Current Um atau overall based on mean surface pada suatu heat exchanger merupakan ukuran kelayakan suatu perancangan alat yang dipengaruhi oleh luas permukaan pipa, perubahan suhu LMTD dan kecepatan transfer panas. Dari gambar dapat dilihat semakin besar Qh maka semakin besar Um, baik pada aliran co current maupun counter current. Hal ini menunjukkan Qh berbanding lurus terhadap nilai Um. Aliran counter current memiliki Um terbesar 90,0422 Btu/jam ft3 oF dan terkecil 73,2071 Btu/jam ft3 oF. Untuk aliran co current Um terbesar 190,5644 ft3 o



F dan terkecil 93,7975 ft3 oF. Hal ini tidak sesuai teori dimana aliran co current



memiliki nilai Um yang lebih besar. Pada percobaan ini perbedaan suhu pada aliran counter current lebih besar. Hal ini sesuai dengan teori menurut Kern (1950) bahwa LMTD memiliki perbedaan suhu dimana semakin besar perbedaan suhu maka harga LMTD juga semakin besar.



II-17



2.4.1.1.3 Hubungan Efektifitas (ϵ) dengan Um Berdasarkan dua tipe jenis aliran yang digunakan yaitu aliran co-current dan counter current, diperoleh hubungan antara keefektifan terhadap Um yang dapat dilihat pada Gambar 2.10 sebagai berikut.



Um (Btu/bm.ft2.oF)



250 200 150 Co Current



100



Counter Current



50 0 0.00



0.20



0.40 0.60 Keefektifan



0.80



1.00



Gambar 2.10 Hubungan Keefektifan (ϵ) terhadap Um pada Shell and Tube Aliran Co Current dan Counter Current Semakin besar Um maka semakin besar pula efektivitras (ϵ) karena nilai Um berbanding lurus terhadap ϵ pada aliran co current dan counter current. Nilai ϵ terbesar pada aliran co current adalah 0,32 dan aliran counter current sebesar 0,24. Aliran co current memiliki keefektifan yang lebih besar karena panas overall lebih besar. Hal ini sesuai teori menurut Ludwig (2000) bahwa nilai keefektifan pada aliran co current harus lebih besar dibandingkan counter current karena memiliki aliran searah.



2.4.1.2 Jacket Vessel with Stirrer Percobaan ini dilakukan dengan jenis operasi yaitu operasi batch dan operasi continuous, dimana masing-masing operasi disertai pengadukan dan tanpa pengadukan dengan kecepatan 400 rpm. Dimana pada aliran batch tidak ada fluida dingin yang masuk vessel selama operasi berlangsung dan pada aliran continuous fluida dingin masuk ke vessel.



II-18



2.4.1.2.1 Batch Operation 2.4.1.2.1.1 Kecepatan Transfer Panas (Q) Percobaan ini dilakukan dengan dua variasi stirrer yang diatur dengan kecepatan 0 rpm dan 400 rpm. Berikut merupakam hubungan data pada jacket vessel batch operation dengan transfer panas yang dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut. 3000



Q (Btu/jam)



2500 2000



Qc 0 rpm



1500



Qc 400 rpm



1000



Qh 0 rpm



Qh 400 rpm



500 0



0



1



2



3



4



5



Data ke Gambar 2.11 Hubungan antara Pengambilan Data terhadap Transfer Panas Jacket Vessel 0 rpm dan 400 rpm Berdasarkan hasil perhitungan nilai Qh tertinggi pada 0 rpm sebesar 1652,1547 Btu/jam dan pada 400 rpm sebesar 2637,9564 Btu/jam. Nilai Qc yang didapat pada kecepatan 0 rpm dan 400 rpm bernilai 0 Btu/jam karena tidak ada arus fluida dingin masuk. Berdasarkan data yang didapat nilai Qh pada kecepatan 400 rpm lebih besar dari pada 0 rpm. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut Sitompul (1993) bahwa dengan adanya stirrer menyebabkan pemanasan berlangsung sempurna dan merata karena partikel di dalam air saling bertumbukan.



II-19



2.4.1.2.1.2 Koefisien Transfer Panas (hj) Percobaan ini menggunakan dua kecepatan pengadukan yaitu 0 rpm dan 400 rpm. Adapun hubungan antara koefisien transfer panas terhadap waktu dapat dilihat Gambar 2.12 berikut.



250



hj (Btu/jamft2 oF)



200 150 0 rpm



100



400 rpm 50 0 0



1



2



3



4



5



Data ke Gambar 2.12 Hubungan antara waktu terhadap hj pada Jacket Vessel Batch Operation Berdasarkan Gambar 2.12 dapat diketahui bahwa nilai koefisien transfer panas dipengaruhi oleh kecepatan pengaduk dan waktu. Semakin cepat pengaduk, maka semakin besar nilai koefisien transfer panasnya. Begitu pula dengan semakin lamanya waktu, maka makin besar nilai koefisien transfer panasnya. Pada 0 rpm nilai koefisein transfer panasnya adalah 0 Btu/jam ft3 0F. Hal ini disebabkan karena tidak adanya proses pengadukan yang terjadi pada jacket vessel tanpa stirrer, sehingga nilai hj tidak dapat dihitung. Sedangkan pada kecepatan 400 rpm nilai hj tertinggi sebesar 207,9411 Btu/jam ft2 oF.



II-20



2.4.1.2.1.3 Hubungan antara Kecepatan Transfer Panas (Qh) dengan Koefisien Transfer Panas (hj) Percobaan ini menggunakan dua kecepatan yaitu 0 rpm dan 400 rpm. Hubungan antara kecepatan transfer panas dengan koefisien transfer panas dapat dilihat pada Gambar 2.13 berikut.



hj (Btu/jamft2 oF)



250 200 150 0 rpm



100



400 rpm 50 0 0



500



1000 1500 2000 Qh (Btu/ Jam)



2500



3000



Gambar 2.13 Hubungan antara Qh dengan hj pada Jacket Vessel Batch Operation



Berdasarkan Gambar 2.13 dapat disimpulkan bahwa proses pengadukan berpengaruh terhadap koefisien perpindahan panas. Tanpa adanya pengadukan koefisien transfer panas dianggap tidak ada karena stirrer tidak digunakan sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan bilangan Reynolds untuk menentukan nilai hj. Pengadukan berpengaruh terhadap tercampurnya fluida panas cepat terjadi. Nilai hj tertinggi yang didapat pada 400 rpm sebesar 207,9411 dengan nilai Qh 2339,6776 Btu/jam. Sedangkan nilai hj dan Qh tertinggi pada 0 rpm adalah 0 Btu/jam ft2 oF dan 1652,1547 Btu/jam.



II-21



2.4.1.2.1.4 Hubungan antara Efektivitas (ϵ) dengan Koefisien Transfer Panas (hj) Efektivitas pada percobaan ini dilihat pada dua kecepatan yang berbeda yaitu 0 rpm dan 400 rpm. Adapun hubungan antara efektivitas (ϵ) dengan hj pada jacket vessel batch operation dapat dilihat pada Gambar 2.14



hj (Btu/jam.ft2. oF)



250 200 150 0 rpm



100



400 rpm 50 0 0.00



0.50



1.00



1.50



Efektivitas Gambar 2.14 Hubungan antara Efektivitas (ϵ) terhadap hj pada jacket vessel batch operation



Berdasarkan Gambar 2.14 menunjukan bahwa semakin besar nilai hj maka semakin besar nilai hj maka semakin besar nilai efektivitas (ϵ). Hasil perhitungan yang didapat keefektifan pada 0 rpm tertinggi 1,00 dan pada kecepatan 400 rpm nilai tertinggi sebesar 0,7500. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan tidak sesuai teori. Hal ini menurut Sitompul (1993) bahwa adanya pengadukan menyebabkan molekul dalam air saling bertumbukan dan menghasilkan energi panas sehingga efektifitas panas semakin meningkat. Pengadukan sangat berpengaruh terhadap nilai yang didapat, dengan adanya pengadukan hasil yang diperoleh lebih besar. Hal ini disebabkan oleh kecepatan pengadukan yang membuat suhu cairan cepat merata dan cepat terjadinya reaksi sempurna. Adapun hasil perhitungan efektifitas pada kecepatan pengaduk 0 rpm berkisar antara 0,2667-1,000 dan untuk kecepatan pengaduk 400 rpm berkisar 0,1600-0,7500.



II-22



Berdasarkan range data heat exchanger apabila kisaran 0 sampai 1 ( 0 < ϵ > 1) maka dapat dikatakan efektif. 2.4.1.2.2 Jacket Vessel Continuous Operation Jacket vessel with stirrer beroperasi secara kontinu dimana aliran fuida yang masuk dan keluar di dalam vessel selama proses perpindahan panas berlangsung. Aliran yang masuk secara kontinu menyebabkan overflow sehingga diperlukan waktu yang lama untuk pross pemanasan. 2.4.1.2.2.1 Kecepatan Transfer Panas Percobaan ini menggunakan dua kecepatan yaitu 0 rpm dan 400 rpm. Hubungan antara pengambilan data percobaan jacket vessel continuous operation dengan Q dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut. 6000



Q (Btu/jam)



5000 4000



Qc 0 rpm



3000



Qc 400 rpm



2000



Qh 0 rpm Qh 400 rpm



1000 0 0



1



2



3



4



5



Data Ke Gambar 2.15 Hubungan antara Pengambilan Data terhadap kecepatan Transfer panas (Q) Jacket Vessel Continuous Operation



Berdasarkan Gambar 2.15 dapat dilihat bahwa nilai Qh dan Qc pada 0 rpm lebih besar dari 400 rpm. Hal ini tidak sesuai teori karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti suhu ruang, waktu pengadukan dan tingkat efisiensi kerja alat yang kurang efektif karena umur dari alat tersebut sudah sangat lama. Pengadukan



II-23



berpengaruh pada hasil yang didapat, bahwa menurut Holman (1995) bahwa adanya pengadukan menyebabkan kecepatan transfer panas fluida lebih cepat. 2.4.1.2.2.2 Koefisien Transfer Panas (hj) Percobaan ini menggunakan dua kecepatan yang berbeda yaitu 0 rpm dan 400 rpm. Adapun hubungan antara pengambilan data terhadap hj pada jacket vessel continuos operation dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut.



hj (Btu/hr ft2 oF)



250 200 150 0 rpm



100



400 rpm 50 0 0



1



2 3 Data Ke



4



5



Gambar 2.16 Hubungan antara Pengambilan Data dengan hj pada Jacket Vessel Continuous Operation Berdasarkan Gambar 2.16 dapat dilihat bahwa nilai hj pada kecepatan 400 rpm dapat ditentukan karna dilakukan pengadukan. Sedangkan 0 rpm hj tidak dapat ditentukan karena tidak adanya pengadukan. Nilai hj tertinggi pada 400 rpm didapat sebesar 212,8151 Btu/jam ft2 of, pada 0 rpm nilianya 0 karena tidak ada pengadukan. 2.4.1.2.2.3 Hubungan antara Kecepatan Transfer Panas (Qh) dengan Koefisien Transfer Panas (hj) Percobaan ini menggunakan dua kecepatan yang berbeda yaitu 0 rpm dan 400 rpm. Adapun hubungan antara Qh dengan hj pada jacket vessel continuous operation dapat dilihat pada Gambar 2.17.



II-24



hj (Btu/hr ft2 oF)



250 200 150 0 rpm



100



400 rpm 50 0 0



1000



2000



3000 4000 Qh (Btu/jam)



5000



6000



Gambar 2.17 Hubungan antara Qh dengan hj pada Jacket Vessel Continuous Operation Berdasarkan Gambar 2.17 dapat dilihat bahwa semakain tinggi nilai hj maka semakin tinggi pula nilai Qh. Pada 400 rpm diperoleh hj tertinggi sebesar 212,8151 Btu/jam ft2 oF. 2.4.1.2.2.4 Hubungan Efektifitas (ϵ) dengan Koefisien Transfer Panas (hj) Percobaan ini menggunakan dua kecepatan yang berbeda yaitu 0 rpm dan 400 rpm. Adapun hubungan efektifitas (ϵ) dengan koefisien transfer panas dapat dilihat pada Gambar 2.18.



II-25



hj (Btu/hr ft2 oF)



250



200 150 0 rpm



100



400 rpm



50 0 0



0.1



0.2 Efektivitas



0.3



0.4



Gambar 2.18 Hubungan antara Efektifitas (ϵ) dengan hj pada Jacket Vessel Continuous Operation Berdasarkan Gambar 2.18 dapat dikatakan bahwa pada kecepatan 400 rpm lebih efektif dari pada 0 rpm karena pengadukan akan mempercepat perpindahan panas pada fluida. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai keefektifan pada 400 rpm tertinggi 0,2346. Sedangkan nilai keefektifan pada 0 rpm tertinggi sebesar 0,1540. Menurut Geankoplis (1986) bahwa dengan adanya pengadukan mempengaruhi koefisien transfer panas dimana semakin cepat pengadukan maka semakin besar pula nilai koefisien transfer panas. Adapun hasil perhitungan efektivitas pada kecepatan pengaduk 0 rpm berkisar antara 0,1092-0,1540 dan untuk kecepatan pengaduk 400 rpm berkisar antara 0,1169-0,2346. Berdasarkan range data heat exchanger apabila kisaran 0 sampai 1 (0 < ϵ > 1) maka dapat dikatakan efektif. Namun pada kedua kecepatan pengaduk tidak efektif karena nilai efektifitas heat exchanger dapat digunakan apabila efektifitasnya diatas 0,5. Menurut Kern (1950) bahwa suatu heat exchanger dikatakan efektif beroperasi apabila nilainya diatas 0,5. Nilai keefektifan panas berbanding lurus dengan efektivitas dan kecepatan transfer panas. Semakin besar pengadukan maka koefisien transfer panas semakin besar. Begitu pula dengan efektifitas dan kecepatan transfer panas. Kecepatan 400 rpm memiliki nilai koefisien transfer panas dan kecepatan transfer panas lebih besar daripada 0 rpm. Hal ini disebabkan adanya pengadukan dapat menyebabkan



II-26



molekul di dalam vessel bertumbukan sehingga menghasilkan energi panas dan energi aktivasi meningkat. Oleh karena itu, koefisien transfer panas dan kecepatan transfer panas pada kecepatan 400 rpm lebih besar daripada pada kecepatan 0 rpm. Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa nilai efektifitas heat exchanger kurang dari 0,5. Hal tersebut disebabkan adanya fouling factor yang menyebabkan heat exchanger tidak efektif dan efisien dalam beroperasi. Fouling factor merupakan faktor adanya pengotor atau endapan yang terdapat pada dinding shell, tube dan vessel di dalam heat exchanger. Endapan tersebut dapat mempersempit cross sectional area sehingga perpindahan panas menjadi terganggu namun energi yang hilang dan waktu yang diperlukan semakin besar dan lama. Adanya fouling tidak dapat dihentikan namun dapat dihilangkan dengan perawatan heat exchanger yang lebih intensif. Sehingga nilai efektivitas dari heat exchanger bertambah tinggi.



II-27



2.5



PENUTUP



2.5.1



Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:



1. Kecepatan transfer panas pada shell and tube heat exchanger aliran co current tertinggi pada Qh adalah 7294,4401 Btu/jam sedangkan Qc tertinggi sebesar 6159,5859 Btu/jam. Pada aliran counter current Qh tertinggi sebesar 3456,9 Btu/jam dan Qc sebesar 3236,8 Btu/jam. Kecepatan transfer panas pada jacket vessel batch operation pada 0 rpm didapat Qh tertinggi sebesar 1652,1547 Btu/jam dan pada 400 rpm didapat Qh tertinggi sebesar 2637,9564 Btu/jam. Sedangkan Qc pada 0 rpm dan 400 rpm sebesar 0 Btu/jam. Kecepatan transfer panas pada jacket vessel continuous operation pada 0 rpm sebesar 5264,1874 Btu/jam dan Qc tertinggi sebesar 3128,2812 Btu/jam. Sesdangkan pada kecepatan 400 rpm nilai Qh tertinggi sebesar 4426,5962 Btu/jam dan Qc tertinggi sebesar 3640,1864 Btu.jam. 2. Koefisien transfer panas overall tertinggi pada shell and tube heat exchanger aliran co current sebesar 190,5644 Btu/jam ft2 oF dan pada aliran counter current sebesar 90,0422 Btu/jam ft2 oF, sedangkan pada jacket veseel batch operation kecepatan 0 rpm dan 400 rpm berturut-turut sebesar 0 Btu/jam ft2 of dan 0,3573 Btu/jam ft2 of. Koefisien pada jacket vessel continuos operation kecepatan 0 rpm dan 400 rpm berturut-turut sebesar 0 Btu/jam ft2 of dan 0,3746 Btu/jam ft2 of. 3.



Keefektifan tertinggi heat exchanger pada shell and tube aliran counter current sebesar 0,2400 sedangkan pada aliran co current sebesar 0,2941. Keefektifan tertinggi pada jacket vessel batch operation kecepatan 0 rpm dan 400 rpm berturut-turut sebesar 0,26 dan 0,75. Sedangkan pada jacket vessel continuous operation kecepatan 0 rpm dan 4400 rpm sebesar 0,23 dan 0,36.



2.5.2



Saran Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah penggunaan variasi



terhadap suhu dan kecepatan pengadukan diperbanyak, misalkan 100 rpm dan 300 rpm.