Kepala Sekolah Dan Optimalisasi Kompetensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kepala Sekolah dan Optimalisasi Kompetensi Guru Posted on 14 Mei 2010 by M Mursyid PW Mencermati isu seputar pendidikan akhir-akhir ini tak urung membuat saya (guru biasa) merasa harus lebih banyak lagi membaca guna memperoleh banyak referensi ketika harus berargumentasi. Dari hasil baca-baca tersebut lalu mengkomparasikannya dengan realita yang ada maka saya terbitkan entri ini dengan berkeyakinan bahwa kita, pemangku kepentingan di bidang pendidikan, sudah tidak lagi anti saran dan alergi terhadap kritik. Tulisan ini sama sekali bukan dalam rangka menohok seseorang, melainkan tidak lebih dari sekedar untuk mengingatkan diri sendiri dan kita semua bahwa suatu sekolah agar dapat menjalankan fungsi pelayanan pendidikan yang baik terhadap masyarakat sangat dipengaruhi di antaranya oleh kadar kompetensi kepala sekolah yang memimpinnya. Salah satu factor yang paling menentukan adalah sejauh mana seorang kepala sekolah mampu berkontribusi dalam rangka mengoptimalkan kompetensi guru yang dipimpinnya. Jika guru memiliki kompetensi yang optimal sudah barang tentu akan dapat menjalankan tugas dan fungsi pokoknya secara optimal pula. Untuk dapat berperan dalam mengoptimalkan kompetensi guru kepala sekolah harus menguasai dulu kompetensi kepala sekolah juga kompetensi guru mengingat kepala sekolah juga seorang guru. Peran ganda kepala sekolah (sebagai pimpinan dan guru) memang bukan hal yang boleh dikatakan sepele karena ini justru bisa menjadi buah simalakama. Kepala sekolah dituntut harus mampu menjadi guru yang lebih dari guru biasa. Kepala sekolah harus mampu menjadi model bagi guru lain dalam hal apa saja, apalagi dalam hal menyampaikan materi pelajaran di ruang kelas. Jika kini pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM sedang jadi trend, kepala sekolah harus yang pertama dapat menjadi contoh. Jika kepala sekolah harus menagih administrasi mengajar guru, tunjukkan bahwa administrasi mengajarnya sendiri juga telah selesai dikerjakan. Kepala sekolah dalam konteks kekinian zaman tidak cukup hanya dengan tiba di sekolah paling awal dan pulang paling akhir. Wah, jadi kepala sekolah kok ternyata ribet amat, ya? O ya jelas, donk. Ini baru sebagian kecil, pekerjaan administrasi sekolah yang lain masih seabreg yang harus di selesaikan. Resiko! Pendek kata untuk dapat benar-benar berperan dalam mengoptimalisasi kompetensi guru seorang kepala sekolah seyogyanya juga seorang guru yang benar-benar berkompeten baik dalam kapasitasnya sebagai pimpinan maupun sebagai guru sehingga dapat dijadikan model. Maka tidak sepatutnya seorang kepala sekolah marah-marah dan berperangai sewot berlebihan dengan melontarkan kata-kata menyakitkan pada guru ketika hasil UN jeblok, karena sesungguhnya kegagalan UN juga merupakan kegagalan seorang kepala sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Juga, sebagai guru biasa, kita jangan membenamkan diri pada kondisi yang biasa-biasa saja. Maksudnya, kita harus lebih banyak lagi bercermin pada kode etik guru dan berpedoman pada tugas pokok dan fungsi kita sebagai guru dengan penuh semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan profesi sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 35 ayat 1, sekalipun kita sedang dalam kondisi dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang menurut kita kurang dapat dijadikan teladan.



Memang yang saya urai di atas terkesan sangat ideal, dan saya sungguh menyadari bahwa yang ideal itu tidak mungkin 100% dapat dicapai, ya harapannya; setidaknya jangan terlampau jauh dari kategori itu-lah! http://mmursyidpw.wordpress.com/download/



Tolak Integrated Citarum Water Resource Management Investment Program



Submitted by misan on Tue, 20/01/2009 - 13:04



Petisi Pesan untuk Dewan Direktur Bank Pembangunan Asia (ADB): Agar tidak menyetujui ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resource Management Investment Program) sampai terjadi perbaikan-perbaikan yang terukur. Dokumen-dokumen pelindung dan persiapan proyek tidak sesuai dengan kebijakan-kebijakan ADB sendiri. Resiko sosial jauh lebih besar daripada potensi keuntungan dari rencana hutang ini. ADB dan Sungai Citarum Sungai Citarum adalah salah satu daerah aliran sungai (DAS) penting di Indonesiam yang berlokasi di Jawa Barat. DAS ini seluas lebih dari 13,000 Km persegi, yang merupakan ruang hidup bagi 10 juta penduduk. DAS Citarum adalah merupakan pemasok 80 persen kebutuhan air bersih bagi penduduk Jakarta, sumber air irigasi bagi 240,000 hektar sawah dan pertanian, serta sumber energi listrik sebesar 1,400 MW. Dengan maksud untuk mengatasi tantangan rumit dalam pengelolaan sumber air Citarum, ADB menawarkan paket bantuannya yang dinamai Integrated Citarum Water Resource Management Investment Project/ Proyek Investasi Pengelolaan Lingkungan dan sumber-sumber Air yang Terintegrasi (ICWRMIP). Program ini bermaksud untuk menawarkan pengintegrasian sumber-sumber air dengan pengelolaan lingkungan di DAS



Citarum yang akan menuju pada konservasi air dan alokasinya. ICWRMIP memiliki berbagai proyek yang meliputi pengelolaan daerah aliran sungai, pertanian pasokan air dan pasokan energi. Dengan pendanaan lebih dari US$ 600 juta, ICWRMIP adalah proyek pertama ADB yang menggunakan metode Multi-tranche Financing Facility (MFF), yang akan berjalan selama 15 tahun. ADB telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Indonesia untuk Bantuan Teknis persiapan ICWRMIP. 4 Desember 2008, Dewan direktur ADB dijadwalkan untuk menyetujui proyek – proyek berikut yang menjadi bagian pendanaan ICWRMIP, yaitu: •



Bantuan Teknis – memperkuat pengelolaan sumber-sumber air di 6 DAS



(Ciliwung, Cisadane, Progo-opak Oyo, Ciujung, Bengawan Solo, Citarum) •



MFF – konsep fasilitas: : Multitranche Financing Facility - Integrated



Citarum Water Resources Management Investment Program •



Hutang - Integrated Citarum Water Resources Management Investment



Program - Project 1 Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARUM) adalah jaringan masyarakat sipil di Jakarta dan Jawa Barat yang melakukan pemantauan persiapan proyek ICWRMIP sejak Pebruari 2008. ARUM telah membangun kontak dengan pengelola proyek di ADB dan Bappenas sebagai usaha untuk mendapatkan informasi atas rencana ICWRMIP ini. ARUM telah melakukan penilaian kolektif atas ICWRMIP berdasarkan misi pencari-fakta, pertemuan dengan tim pengelola proyek ADB, meninjau dokumen-dokumen proyek, studi materi lain yang relevan termasuk kebijakan-kebijakan ADB. Juga melakukan pengujian integrated water resource management (IWRM), strategi jender, dan anti korupsi dari ICWRMIP dan resiko-resikonya. Tujuan dari penilaian (assessment) ini adalah untuk mengidentifikasikan potensi dampak dari ICWRMIP, terutama fase I, terhadap penghidupan mereka yang langsung maupun tidak langsung terkena dampak. Rencana Penggusuran (Resettlement Plan) dalam fase I hutang: penuh resiko



Hutang Fase pertama mencakup rehabilitasai Kanal Tarum Barat sepanjang 68,3 km yang mengalihkan sebagian badan Sungai Citarum yang digunakan untuk air irigasi, industri dan rumah tangga di Jawa Barat dan metropolitan Jakarta. Total hutang untuk sub-proyek ini adalah US$50 juta yang merupakan bagian dari total pendanaan MFF US$500 Juta. Rehabilitasi Kanal Tarum Barat ini akan menggusur 872 rumah tangga dan memberi dampak tidak langsung bagi penduduk di tiga Kabupaten lainnya: Bekasi, Karawang dan Kota Bekasi. Namun, Rencana Penggusuran ini (yang sampai sekarang masih dalam tahap rancangan) memiliki banyak kejanggalan yang serius dan resiko sosial yang tinggi. Rencana Penggusuran tidak memenuhi kebijakan penggusuran ADB dan persyaratan-persyaratan implementasinya. Temuan-temuan kunci dari penilaian ini adalah sebagai berikut: Mengenai rancangan Rencana Pemukiman (Resetlement Plan) •



Ketidakcocokan dalam jumlah manusia yang terkena dampak proyek.







Ketidakjelasan dalam mekanisme untuk melihat kelangkaan lahan dan



isu-isu kepemilikan • Tidak ada kompensasi yang layak, dan ukuran-ukuran bantuan rehabilitasi dan pemulihan penghidupan (LRP). • Tidak ada jaminan restorasi penghidupan kepada masyarakat yang terkena dampak, mengingat adanya kesenjangan dalam ukuran-ukuran bantuan tersebut. Strategi persiapan sosial tidak jelas dan tidak dapat diterima. •



Proses pemukiman tidak jelas dan tidak partisipatoris.







Program pemulihan penghidupan (LRP) tidak memberikan mekanisme



yang memadai dan jaminan memenuhi tujuan proyek ini. • Ada jurang yang lebar antara tujuan proyek (yaitu untuk mengisi setiap kekosongan di mana peraturan daerah ataupun Undang-undang tidak dapat memberikan jaminan bagi rumah-tangga yang terkena dampak dapat merehabilitasi dirinya agar setidaknya sama dengan kondisi sebelum proyek) dan desain dari Program Pemulihan Penghidupan (LRP) tidaklah



menjamin masyarakat yang terkena dampak lebih buruk kehidupannya dari kehidupan mereka sebelum dimukimkan kembali, mengingat tempat relokasi masih belum diketahui dan program-program pelatihan hanya didasarkan pada asumsi-asumsi. •



Secara keseluruhan, LRP sangat sempit, superfisial, tidak komprehensif,



dan kabur. LRP tidak memiliki tujuan dan rencana spesifik untuk meningkatkan atau setidaknya memperbaiki kapasitas produktif mereka, termasuk untuk petani yang akan terkena dampak yang tidak memiliki hak atas penggunaan lahan. Mengenai praktik transparansi dan konsultasi • Tidak memadainya keterbukaan informasi bagi publik dan konsultasi, terutama bagi keluarga yang terkena dampak dan pemerintah-pemerintah daerah. Mengenai strategi IWRM, jender dan anti-korupsi •



Rencana pemukiman tidak memiliki strategi jender yang jelas vis-avis



kebijakan Jender ADB. Dokumen itu gagal untuk melihat mekanisme yang mewajibkan setiap pimpinan proyek dan penasehat proyek untuk melihat komponen penting dari isu jender dan pembangunan. Jika proyek ini terus berlangsung tanpa penilaian yang dalam atas kebutuhan yang berbeda dan dampak dari proyek terhadap perempuan, kebijakan jender ADB dan IPSA (Penilaian awal sosial dan kemiskinan), ini berarti ketimbang mempromosikan keberlanjutan, proyek ini malah akan memiskinkan perempuan yang hidup di sepanjang kanal tersebut. •



Kerangka Anti-korupsi dan bagaimana ia akan diterapkan tidak jelas.



Tawarannya tidak mencakup mekanisme yang jelas untuk mencegah dan memerangi praktik-praktik korupsi di tingkat lokal maupun nasional. • Tidak ada bukti empiris yang memaparkan keberhasilan apapun dari proyek-proyek IWRM di Indonesia maupun di Asia Tenggara. Dengan kondisi ini, tampaknya strategi yang diterapkan dalam proyek ini sungguh tidak mempertimbangkan persoalan biaya transaksi dari pengalokasian yang tidak inklusif kepada para pihak yang berbeda di hulu dan hilir (mengingat adanya pembagian kekuasaan dan kompetisi pengklaiman terhadap sumber



air dan alokasinya) didalam manajemen proyek dan pembuatan keputusan. Di Indonesia, telah ada beberapa kontroversi yang terkait dengan pembuatan Dewan Daerah Aliran Sungai yang mandatnya lintas batas kabupaten dan propinsi, karena beberapa pemerintahan local menolak otoritasnya dalam manajemen sungai (contohnya untuk mengenakan dan mengumpulkan biaya dari pengguna air) didelegasikan ke Dewan Daerah Aliran Sungai karena akan mempengaruhi pendapatan daerah mereka. ICWRMIP tidak memiliki strategi yang jelas tentang bagaimana menyelesaikan persoalan atau konflik vertikal maupun horisontal terkait dengan manajemen sungai Citarum. •



Rehabilitasi Tarum Kanal Barat gagal memahami persoalan yang



kompleks dari berkurangnya akses petani-petani terhadap air di Citarum untuk keperluan irigasi di lahan pertanian mereka hanya karena meningkatnya alokasi air kepada konsumsi air minum maupun untuk keperluan industri. Kesimpulan Rancangan Rencana Penggusuran dari fase pertama proyek ini memiliki banyak kesalahan. Rancangan tersebut tidak memiliki mekanisme yang tepat dan jelas yang pasti bagi pihak yang melakukan komplain melalui Kebijakan Pengaman- Penggusuran ADB (Involuntary Resettlement Policy ADB) di tahap formulasi maupun implementasi proyek. Ketidakadanya strategi yang eksplisit, dapat diverifikasi, dapat dimonitor, maupun strategi jender, anti korupsi, maupun IWRM menyebabkan potensi resiko yang serius terhadap percikan-percikan konflik horisontal dan vertikal di area proyek. Rancangan Rencana Penggusuran dan aktifitas persiapan perlindungan (safeguard) di project 1 memiliki indikasi kuat akan jaminan bahwa orang terkena dampak tidak akan dijamin keberlangsungan hidupnya. Resiko akan proses pemiskinan lebih jauh juga menjadi meningkat dengan dilaksanakannya proyek ini. Ditambah lagi, hal yang paling kritis dan penting bagi keberlanjutan penyediaan air dan alokasi air yang adalah ‘rehabilitasi’ hulu Citarum dan perencanaan yang terintegrasi serta pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh pemangku



kepentingan serta komunitas yang ada di hulu dan hilir, bukan rehabilitasi Tarum Kanal Barat. Tuntutan Kami Karena ICWRMIP tidak cukup mendapat dukungan dari masyarakat dan pemangku kepentingan, dan mengingat resiko politik serta pemiskinan yang tinggi, Dewan Direktur ADB harus sungguh-sungguh mempertimbangkan untuk menarik investasinya di MFF-ICWRMIP kecuali dilakukan penilaian-ulang yang signifikan, bermakna, kuat dan meluas terhadap seluruh rencana program. Jika Dewan tetap melakukan persetujuannya tanpa melakukan penilaian-ulang, ini membuktikan bahwa Dewan menyetujui program yang jelas melanggar kebijakan perlindungan ADB dan kebijakan lainnya serta prosedur-prosedur operasional lainnya. Kami menuntut agar Dewan Direktur ADB harus segera menunda persetujuan MFF-ICWRMIP dan Fase 1 proyek pada 4 Desember, 2008 sampai terjadinya perbaikan-perbaikan yang signifikan dari proyek yang tunduk pada kebijakan ADB sendiri, dan praktik-praktik terbaik berdasarkan standar internasional. Dokumen-dokumen penting yang dihasilkan proyek ini harus terbuka untuk publik, dan menjadi subyek untuk dikonsultasikan ke para pemangku kepentingan, dan kepada masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak. Tugas utama sekarang bukanlah tentang penyuntikan dana tetapi meneguhkan agar terjadinya tata pemerintahan sumber-sumber daya sungai citarum yang layak. Kami meyakini bahwa rencana program ini akan berujung pada buruknya hutang (bad debt), yang membebankan rakyat Indonesia dengan pinjaman yang tidak menjamin akses berkesinambungan terhadap sungai Citarum. ICWRMIP adalah inisiatif yang didisain oleh para teknokrat yang dapat menghambat inisiatif pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengelola sumber daya publik mereka. Jakarta, 2 Desember Penandatangan Petisi:



Signatories (Name/Organization - Country) 1.



Diana Gultom, debtWATCH Indonesia– Indonesia



2. Arimbi Heroepoetri, Environmental Law Alliance Worldwide (ELAW Indonesia) – Indonesia 3.



Hamong Santono, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) –



Indonesia 4.



Dadang Sudardja, Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARUM) – Indonesia



5.



Novita Merdriana Tantri, Perkumpulan Boemi-Indonesia



6.



Jefry Rohman, Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK), Bandung-



Indonesia 7.



Koalisi Ornop Jawa Barat, Indonesia



8.



Ogie, WALHI Jawa Barat, Indonesia



9.



Siti Fatimah, Bandung Institute of Governance Studies (BIGS)-



Indonesia 10.



Huyogo Gabriel Yohanes Simbolon, Ikatan Mahasiswa Ilmu



Komunikasi Indonesia, West Java, Indonesia 11. Amrullah, elKAIL, Bekasi-Indonesia 12.



Berry Nahdian Forqan, WALHI Eksekutif Nasional/ Friends of the



Earth Indonesia, Indonesia 13.



Syamsul Ardiansyah, INDIES, Jakarta-Indonesia



14. Andiko, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum berbasis Masyarakat dan Ekologis (HUMA), Jakarta, Indonesia 15.



Farah Sofa, Ketua Badan Pengurus INFID, Indonesia



16.



Fabby Tumiwa, Institute for Essential Service Reform (IESR) -



Indonesia 17.



Chris Wangkay, Gerakan Aliansi Rakyat untuk Penghapusan Utang



(GARPU) – Indonesia 18.



Jimmy Pandjaitan, Konservasi Alam dan Lingkungan Hidup (KALI),



Sumatra Utara – Indonesia 19. Adzkar Ahsinin, Yayasan Pemantau Hak Anak(YPHA) – Indonesia 20.



Chabibullah, Serikat Tani Merdeka (SETAM), Yogyakarta-Indonesia



21.



Imam Cahyono, Perkumpulan Prakarsa, Indonesia



22. Abetnego Tarigan, Sawit Watch-Indonesia



23.



Beka Ulung Hapsara, Perguruan Rakyat Merdeka (PRM)-Indonesia



24.



Dede K, Kabut Riau-Indonesia



25.



Estu Fanani, LBH Apik Jakarta-Indonesia



26.



M. Teguh Surya, WALHI Eksekutif Nasional-Indonesia



27. Wawan Suwandi, KOAGE-Indonesia 28.



Mohammad Djauhari, KpSHK, Bogor-Indonesia



29.



Shaban Setiawan, WALHI-Kalimantan Barat-Indonesia



30. Ari Sunarijati, Bupera, FSPSI Reformasi-Indonesia 31. Tubagus Haryo Karbyanto, FAKTA-Indonesia 32. Ahmad Zazali, Scale Up-Indonesia 33.



Sulaiman Zuhdi Manik, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA),



Aceh-Indonesia 34.



Muhamad Usman, Yayasan Sanak-Jambi-Indonesia



35.



Ika Kartika Dewi, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Jakarta-



Indonesia 36. Athoillah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Surabaya-Indonesia 37.



Feri Irawan, Dewan Nasional WALHI-Indonesia



38. Yohanna T. Wardhani, LBH Apik Jakarta, Jakarta-Indonesia 39.



Siti Maemunah, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)-Indonesia



40.



Sarah Lery Mboeik, PIAR-Indonesia



41.



Dewi Rana Rasyidi, Lingkar Belajar untuk Perempuan, Palu-



Indonesia 42.



Masruchah, Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)-



Indonesia 43.



Kencana, KePPak Perempuan-Indonesia



44.



Dahniar, Perkumpulan Bantaya, Palu-Indonesia



45. Ahmad Syarifudin, Environmental Task Force-Indonesia 46.



Irfan, Yayasan Kapeta-Indonesia



47.



Roman Ndau Lendong, Inspra, Flores, NTT-Indonesia



48.



Caroline Pintauli, Bina Insani, Sumatera Utara-Indonesia



49.



Ema, Institute of Community Justice, Makasar-Indonesia



50.



Supartono, KIKIS-Indonesia



51.



Mohamad Hamdin, Yayasan Tanah Merdeka, Palu-Indonesia



52.



Marthen Salu, Lembaga Advokasi Hukum dan HAM, Atambua-



Indonesia 53.



Nur Hidayati, CSF-Indonesia



54.



Hanni Adiati, CSF- Indonesia



55.



Max Binur, Belantara Papua, Sorong-Indonesia



56. Azas Tigor Nainggolan, FAKTA-Indonesia 57.



Mamiek, Lembayung Institute, Jakarta-Indonesia



58. Tri Chandra Aprianto, Fakultas Sastra, Universitas Jember-Indonesia 59.



Egi Neobeni, Yayasan Kiper-HAM, Flores-Indonesia



60.



Nedhy Priscilla, YKMF, Flores, Indonesia



61. Yayasan Kebudayaan Masyarakat Adat (Yakema) Maumere-Indonesia 62.



Chalid Muhammad, Institut Hijau Indonesia-Indonesia



63. Alfina Mustafainah, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulawesi Selatan-Indonesia 64.



Midaria Novawanty, KIARA-Indonesia



65.



Dwi Astuti, Bina Desa, Indonesia



66.



Risma Umar, Solidaritas Perempuan-Indonesia



67. Titi Suntoro, NADI-Indonesia 68.



Indri, Semarak Cerlang Nusa (SCN)-Indonesia



69.



Saifuddin Gani, SH, SBSS&Partners Lawfirm, Banda Aceh-Indonesia



70.



Koesnadi Wirasapoetra, Sarekat Hijau-Indonesia



71.



Khalisah Khalid, Sarekat Hijau Indonesia



72.



Rian, Setara, Jambi, Indonesia



73.



Nila Ardhianie, AMRTA Institute, Indonesia



74.



Bowo Usodo, Jaringan Radio Komunitas-Indonesia



75. Adi Rusprianto, Serikat Buruh Indonesia 76.



John Pluto Sinulingga, Bina Desa Sadajiwa, Meulaboh, Aceh Barat-



Indonesia 77.



Budiman Maliki, LPMS, Poso-Indonesia



78.



Gustav Dupe, Perhimpunan Pelayanan Penjara



79. Yayasan Pendidikan dan Swadaya Indonesia 80.



Forum Komunikasi Kristiani, Jakarta, Indonesia



81. AD Eridani, Yayasan Rahima, Indonesia 82.



Eri Andriani, Forum Refleksi Emansipasi Jember, Indonesia



83.



Didi Novrian, SAINS (Sajogyo Institute), Bogor, Jawa Barat,



Indonesia 84.



Budi Laksana, Kelompok Nelayan Cirebon, Jawa Barat, Indonesia



85.



Gunawan, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice-



Indonesia 86.



Ella Uran, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES), Labuan



Bajo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur- Indonesia 87.



Ferdy M. Manu, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES),



Nusa Tenggara Timur- Indonesia 88.



Dian Pratiwi P, Kediri Bersama Rakyat (KIBAR), Jawa Timur,



Indonesia 89.



Baya, SETARA, Jambi- Indonesia



90. Wahyu, Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesia 91. Wildasari, Koalisi Anti Utang (KAU), Indonesia 92.



John Erryson, Forum Tanah Air, Indonesia



93.



Sutrisno, Serikat Buruh Indonesia- Indonesia



94.



Erpan Faryadi, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Indonesia



95. Widji Sri Rahayu, Solidaritas Perempuan Jabodetabek- Indonesia 96.



Ridwan Darmawan, Indonesian Human Rights Committee for Social



Justice-Indonesia 97.



Idham Arsyad, Konsorsium Pembaruan Agraria, Indonesia



98.



Rahma, LBH Semarang, Indonesia



99. Yeni Roslaini Izi, Women’s Crisis Centre, Palembang, South Sumatera, Indonesia 100.



Musri Nauli, Yayasan Keadilan Rakyat, Jambi, Indonesia



101.



Lusia Palulungan, LBH APIK Makassar, South Sulawesi- Indonesia



102.



Rena Herdiyani, Kalyanamitra, Jakarta-Indonesia



103. Adnan Balfaz, Komisi Orang Miskin Indonesia untuk Keadilan (KOMIK)- Indonesia 104. Azmar Exwar, Jurnal Celebes, Makassar-Indonesia 105.



Herdianto, Bohotokong Generasi Muda-X-Onderneming, Central



Sulawesi, Indonesia 106.



Sugeng, Himpunan Petani Organik Banyumas (HIPORMAS),



Central Java, Indonesia 107.



Rukiyah, SPN-SU (Serikat Perempuan Nelayan Sumatera Utara),



North Sumatera- Indonesia 108. Ali Azhar Akbar, ELAW Indonesia- Indonesia 109.



Firman, Jaringan Kerja Bumi, Makassar- Indonesia



110.



Gustaf George, Pro Era Media Suara Komunitas Agraris



(PERETAS), Central Sulawesi, Indonesia 111.



Ismar Indarsyah, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi



(LMND), Indonesia 112.



Dani Setiawan, Koalisi Anti Utang, Indonesia



113. Tasnim Yusuf, YSIK-Indonesia 114.



Datuk Usman Gumanti, Aliansi Komunitas Adat, Jambi- Indonesia



115.



Hariansyah Usman, Jikalahari, Riau- Indonesia



116.



Zohra Andi Baso, Forum Pemerhati Masalah Perempuan, South



Sulawesi- Indonesia 117. Yayasan Lembaga Konsumen, Sulsel-Indonesia 118. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)- Indonesia 119. Abdul Gofur, GAPPRI, Indonesia 120.



Sudarno, Perserikat Rakyat, Jakarta-Indonesia



121.



Serikat Nelayan Merdeka (SNM), Sumatera Utara- Indonesia



122.



Serikat Buruh Kebun (SERBUK), Serdang Bedagai, Sumut-



Indonesia 123.



Isal Wardhana, WALHI Kalimantan Timur- Indonesia



124.



Beauty Erawati, LBH APIK NTB- Indonesia



125.



INNA, Jaringan Indonesia Timur, Indonesia



126.



Ismar Indarsyah, LMND, Indonesia



127. Ari, FISIP USU, Sumatera Utara, Indonesia 128.



Sri Murtopo, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Indonesia



129.



Iswan Kaputra, BITRA Indonesia- Indonesia



130.



Himpunan Mahasiswa Islam KOM FISIP Universitas Sumatera



Utara- Indonesia 131.



Syafrudin Ali, Front Perjuangan Rakyat Miskin, Indonesia



132. Agus Arifin, Solidaritas Buruh Sumatera Utara, Indonesia 133.



Shabri Abdul Rahman, Komite Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia



Universitas Sumatera Utara, Indonesia 134. Anto, Serikat Buruh Carrefour Medan (SBCM-SBSU), Sumatera



Utara, Indonesia 135. Abdul Sani, SBCM-SBSU, Indonesia 136.



Bambang, SBCM-SBSU, Indonesia



137.



Boy Dirgantara, SBCM-SBSU, Indonesia



138.



M. Fadli Siregar, Ketua SBCM-SBSU, Indonesia



139.



Ganda, Ketua SBCM-SBSU, Indonesia



140. Winston Rondo, Perkumpulan Relawan CIS Timor, Indonesia 141.



Rahwanto, Himpunan Mahasiswa Islam UMSU, Sumatera Utara,



Indonesia 142.



Maharani Caroline, LBH Menado, North Sulawesi, Indonesia



143.



Desmiwati, Manager Region Jawa Kalimantan WALHI Eksekutif



Nasional, Indonesia 144.



Desiana, PP PMKRI, Indonesia



145.



Baginda, Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-



SUMUT), Indonesia 146.



Johny Setiawan Mundung, WALHI Riau, Indonesia



147.



JAPESDA (Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam),



Indonesia 148.



HIMBUNGA (Kelompok Kerja untuk Perdamaian), Indonesia



149.



Ulfah Mutiah Hizma, Yayasan Rahima, Indonesia



150.



Ririn Sefsani, Commitment Democratic Governance and Social



Justice, Solo, Indonesia 151.



Dwi Ayu Kartikasari, Komunitas Anti Globalisasi Ekonomi,



Indonesia 152.



SARI, Solo, Indonesia



153.



Khadafi, Bina Desa, Meulaboh, Aceh, Indonesia



154.



Edy Maryono, Asoh Meulaboh, Aceh, Indonesia



155.



Oma Arianto, FK GEMAB, Indonesia



156.



Green Forum of Nanggroe Aceh, Aceh, Indonesia



157. Yayasan Bungoeng Jeumpa, Aceh, Indonesia 158.



Ida Fitriawati, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West



Java, Indonesia 159.



Sri Arpiati, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java,



Indonesia



160. Ayi Zakaria, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java, Indonesia 161. Yayan, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java, Indonesia 162.



Patimah, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java,



Indonesia 163.



Meth Kusumahadi, MERTI Yogya, Jogjakarta, Indonesia



164. Abdul Jalil, Grassroots Society Forum, Meulaboh, Aceh, Indonesia 165.



Surahmat, Lembaga Bantuan Hukum Serikat Petani Pasundan, West



Java, Indonesia International 166.



Chad Dobson, Bank Information Center (BIC), USA



167.



NGO Forum on ADB, Manila



168.



Milo Tanchuling, Freedom from Debt Coalition, Philippines



169.



Prabin Man Singh, Collective Initiative for Research and Action



(CIRA), Nepal 170.



Zakir Kibria, BanglaPraxis (Bangladesh)



171.



Janaka, Green Movement of Srilanka, Srilanka



172.



Charles Santiago, Monitoring Sustainability of Globalization-MSN,



Malaysia 173. Vimalbhai, Matu Peoples’ Organization, India 174. Wilfred Dcosta, Indian Social Action Forum - INSAF, India 175.



Souparna Lahiri, National Forum of Forest People & Forest Workers,



India 176. Water & Energy Users' Federation-Nepal (WAFED), Nepal 177.



Himalayan & Peninsular Hydro-Ecological Network - HYPHEN



178.



Nepal Policy Institute – NPI, Nepal



179.



Ekoloji Kolektifi Türkiye



180.



Gaye Yilmaz, Platform "No to commercialization of water", Turkey



181. Acacia Rose, Alpine Riverkeepers Australia, Australia 182.



Sarah Siddiqi, citizens' alliance in reforms for equitable and efficient



development, Pakistan 183.



11.11.11, Belgium



Akademisi 184.



Benny D Setianto, Post Graduate Program on Environment and



Urban Studies Soegijapranata Catholic University-Indonesia 185. Tri Chandra Aprianto, Fakultas Sastra, Universitas Jember-Indonesia 186. Wijanto Hadipuro, Post Graduate Program on Environment and Urban Studies Soegijapranata Catholic University- Indonesia 187.



Hotmauli Sidabalok, Post Graduate Program on Environment and



Urban Studies Soegijapranata Chatolic University-Indonesia Individu 188. Yulia Siswaningsih, Jakarta, Indonesia 189. Adhi Prasetyo, Jakarta, Indonesia 190. Anik Wusari, Jakarta, Indonesia 191. Tandiono Bawor Purbaya, Jakarta, Indonesia 192.



Siti Aminah, Jakarta, Indonesia



193.



Syafruddin K., Donggala



194.



Boedhi Widjarjo, Jakarta Indonesia



195.



I Wayan Suwardana



196.



Dete Aliyah, Jakarta, Indonesia



197.



Hedar Laudjeng, Palu, Indonesia



198.



BJD. Gayatri, Jakarta, Indonesia



199.



Bambang Budiono, Jawa Barat, Indonesia



200.



Ratna Yunita, Jakarta, Indonesia



201.



Latief Madafaku, Dompu, Indonesia



202.



Husnaeni Nugroho, Indonesia



203.



Jevelina Punuh, Indonesia



204.



Rini Yuni Astuti, Yogyakarta Indonesia



205.



Ida Candradiana, Kediri Indonesia



206.



Erina Mursanti, Bekasi Indonesia



207.



Bibit Waluyo, Lampung Indonesia



208.



Muhammad Reza, Jakarta Indonesia



209. Tini Sastra, Yogyakarta Indonesia



Pengertian Optimalisasi Dalam matematika dan ilmu komputer, optimasi atau optimalisasi mengacu pada pemilihan elemen terbaik dari beberapa set alternatif yang tersedia. Dalam kasus yang paling sederhana, ini berarti memecahkan masalah-masalah dimana orang berusaha untuk meminimalkan atau memaksimalkan fungsi dengan sistematis memilih nilainilai variabel integer atau real dari dalam set yang diperbolehkan. http://oktavita.com/pengertian-optimalisasi.htm



Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru



Posted Sab, 04/10/2008 - 13:52 by akhmadsudrajat



KOMPETENSI GURU DAN PERAN KEPALA SEKOLAH Oleh : Akhmad Sudrajat*)) Abstrak : Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan, kompetensi guru merupakan salah satu faktor yang amat penting. Kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan melalui optimalisasi peran kepala stsekolah, sebagai : educator, manajer, administrator, supervisor, leader, pencipta iklim kerja dan wirausahawan. Kata kunci : kompetensi guru, peran kepala sekolah A. Pendahuluan Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai



perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru. Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru. Tulisan ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dilihat dari peran kepala sekolah. Dengan harapan kiranya tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pendidikan. B. Hakekat Kompetensi Guru Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992)



menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.” Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.. Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu : 1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. 2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas. 3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani



Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum



dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu : 1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan. 3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. 4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsepkonsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.



Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu: 1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa. 2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi



pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path). 3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran. 4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran. 5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.



Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat.



Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung. C. Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, –sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa “ kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.



Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan; Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru. 1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik) Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien. 2. Kepala sekolah sebagai manajer Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, –seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya–, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain. 3. Kepala sekolah sebagai administrator Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi



para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru. 4. Kepala sekolah sebagai supervisor Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan–, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahanperubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik 5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin) Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuhsuburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono



(2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifatsifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003). 6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosiopsiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003) 7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.



Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. D. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.. 2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. 3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. 4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai wirausahawan. 5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Sumber Bacaan : Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar. (abstrak) Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct 2002). Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK,SD, SMP, SMA, SMK & SLB, Jakarta : BP. Cipta Karya



———–. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. http://www.depdiknas.go.id/ inlink. (accessed 9 Feb 2003). Louise Moqvist. 2003. The Competency Dimension of Leadership: Findings from a Study of Self-Image among Top Managers in the Changing Swedish Public Administration. Centre for Studies of Humans, Technology and Organisation, Linköping University. Mary E.Dilworth & David G. Imig. Professional Teacher Development and the Reform Agenda. ERIC Digest. 1995. . (Accessed 31 Oct 2002 ). National Board for Professional Teaching Standards. 2002 . Five Core Propositions. NBPTS HomePage.. (Accessed, 31 Oct 2002). Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia. Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.



APLIKASI TEORI KEBUTUHAN MASLOW DI SEKOLAH



Posted Sel, 20/04/2010 - 08:40 by akhmadsudrajat



Oleh:AKHMAD SUDRAJAT Pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian



perkembangan



diri



siswa,



sekolah



seyogyanya



dapat



menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya. Berikut ini ringkasan tentang beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow. 1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis: 



Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis.







Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat







Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.







Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif.



2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman: 



Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.







Adanya ekspektasi yang konsisten







Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.







Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.



3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan: a. Hubungan Guru dengan Siswa: 



Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.







Guru dapat menerapkan pembelajaran individua dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)







Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.







Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.







Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.



b. Hubungan Siswa dengan Siswa: 



Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya di antara siswa







Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.







Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran.







Sekolah mengembangkan tutor sebaya







Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.



4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri: a. Mengembangkan Harga Diri Siswa 



Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya (scaffolding)







Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa







Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa







Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi







Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan







Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.







Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.



b. Penghargaan dari pihak lain 



Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.







Mengembangkan program “star of the week”







Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.







Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.







Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.



c. Pengetahuan dan Pemahaman 



Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.







Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry







Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam







Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir filosofis dan berdiskusi.



d. Estetik 



Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik







Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.







Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan







Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah







Ruangan yang bersih dan wangi







Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah



5. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri 



Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang terbaiknya







Memberikan kekebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya







Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.







Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif siswa.







Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan “self expressive” dan kreatif



KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH A. Kompetensi Kepribadian 1. Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin : 



Selalu konsisten dalam berfikir, bersikap, berucap, dan berbuat dalam setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi







Memiliki komitmen/loyalitas/ dedikasi/etos kerja yang tinggi dalam setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi.







Tegas dalam dalam mengambil sikap dan tindakan sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.







Disiplin dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi.



2.Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah: 



Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsinya.







Mampu secara mandiri mengembangkan diri sebagai upaya pemenuhan rasa keingintahuannya terhadap kebijakan, teori, praktik baru sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.



3. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi: 



Kecenderungan untuk selalu menginformasikan secara tranparan dan proporsional kepada orang lain atas segala rencana, proses pelaksanaan, dan keefektifan, kelebihan dan kekurangan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi







Terbuka atas saran dan kritik yang disampikan oleh atasan, teman sejawat, bawahan, dan pihak lain atas pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.



4.Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah: 



Memiliki stabilitas emosi dalam setiap menghadapi masalah sehubungan dengan suatu tugas pokok dan fungsi







Teliti, cermat, hati-hati, dan tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi







Tidak mudah putus asa dalam menghadapai segala bentuk kegagalan sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.



5.Memiiki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan: 



Memiliki minat jabatan untuk menjadi kepala sekolah yang efektif







Memiliki jiwa kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah



B. Kompetensi Manajerial 1.Mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan: 



Menguasai teori perencanaan dan seluruh kebijakan pendidikan nasional sebagai landasan dalam perencanaan sekolah, baik perencanaan strategis, perencanaan orpariosanal, perencanaan tahunan, maupun rencana angaran pendapatan dan belanja sekolah,







Mampu menyusun rencana strategis (renstra) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan kebijakan pendidikan nasional, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan strategis yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencara strategis baik







Mampu menyusun rencana operasional (Renop) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan renop yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana operasional yang baik.







Mampu menyusun rencana tahunan pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana operasional yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan tahunan yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana tahunan yang baik.







Mampu menyusun rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS) berlandaskan kepada keseluruhan rencana tahunan yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan RAPBS yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan RAPBS yang baik.







Mampu menyusun perencanaan program kegiatan berlandaskan kepada keseluruhan rencana tahunan dan RAPBS yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan program kegiatan yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan perencanaan program yang baik.







Mampu menyusun proposal kegiatan melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan program kegiatan yang memegang teguh prinsip-prinsip-prinsip penyusunan proposal yang baik.



2.Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan: 



Menguasai teori dan seluruh kebijakan pendidikan nasional dalam pengorganisasian kelembagaan sekolah sebagai landasan dalam mengorganisasikan kelembagaan maupun program insidental sekolah.







Mampu mengembangkan struktur organisasi formal kelembagaan sekolah yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan melalui pendekatan, strategi, dan proses pengorganisasian yang baik.







Mampu mengembangkan deskripsi tugas pokok dan fungsi setiap unit kerja melalui pendekatan, strategi, dan proses pengorganisasian yang baik.







Menempatkan personalia yang sesuai dengan kebutuhan







Mampu mengembangan standar operasional prosedur pelaksanaan tugas pokok dan fungsi setiap unit kerja melalui pendekatan, strategi, dan proses pengorganisasian yang baik







Mampu melakukan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan prinsip-prinsip tepat kualifikasi, tepat jumlah, dan tepat persebaran.







Mampu mengembangkan aneka ragam organisasi informal sekolah yang efektif dalam mendukung implementasi pengorganisasian formal sekolah dan sekaligus pemenuhan kebutuhan, minat, dan bakat perseorangan pendidikan dan tenaga kependidikan



3.Mampu memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal: 



Mampu mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, sasaran, dan program strategis sekolah kepada keseluruhan guru dan staf.







Mampu mengkoordinasikan guru dan staf dalam merelalisasikan keseluruhan rencana untuk mengapai visi, mengemban misi, mengapai tujuan dan sasaran sekolah







Mampu berkomunikasi, memberikan pengarahan penugasan, dan memotivasi guru dan staf agar melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan







Mampu membangun kerjasama tim (team work) antar-guru, antar- staf, dan antara guru dengan staf dalam memajukan sekolah







Mampu melengkapi guru dan staf dengan keterampilan-keterampilan profesional agar mereka mampu melihat sendiri apa yang perlu dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing







Mampu melengkapi staf dengan ketrampilan-ketrampilan agar mereka mampu melihat sendiri apa yang perlu dan diperbaharui untuk kemajuan sekolahnya







Mampu memimpin rapat dengan guru-guru, staf, orangtua siswa dan komite sekolah







Mampu melakukan pengambilan keputusan dengan menggunakan strategi yang tepat







Mampu menerapkan manajemen konflik



4.Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal: 



Mampu merencanakan kebutuhan guru dan staf berdasarkan rencana pengembangan sekolah







Mampu melaksanakan rekrutmen dan seleksi guru dan staf sesuai tingkat kewenangan yang dimiliki oleh sekolah







Mampu mengelola kegiatan pembinaan dan pengembangan profesional guru dan staf







Mampu melaksanakan mutasi dan kewenangan yang dimiliki sekolah







Mampu mengelola pemberian kesejahteraan kepada guru dan staf sesuai kewenangan dan kemampuan sekolah



5.Mampu



mengelola



sarana



dan



promosi



prasarana



guru



sekolah



dan



staf



dalam



sesuai



rangka



pendayagunaan secara optimal: 



Mampu merencanakan kebutuhan fasilitas (bangunan, peralatan, perabot, lahan, infrastruktur) sekolah sesuai dengan rencana pengembangan sekolah







Mampu mengelola pengadaan fasilitas sesuai dengan peraturan yang berlaku.







Mampu mengelola pemeliharaan fasilitas baik perawatan maupun perawatan terhadap kerusakan fasilitas sekolah







Mampu mengelola kegiatan inventaris sarana dan prasarana sekolah sesuai sistem pembukuan yang berlaku.







Mampu mengelola kegiatan penghapusan barang inventaris sekolah



preventif



6.Mampu mengelola hubungan sekolah – masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah: 



Mampu merencanakan kerjasama dengan lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat







Mampu melakukan pendekatan-pendekatan dalam rangka mendapatkan dukukungan dari lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat







Mampu memelihara hubungan kerjasama dengan lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat



7. Mampu mengelola kesiswaan, terutama dalam rangka penerimaan siswa baru, penempatan siswa, dan pengembangan kapasitas siswa: 



Mampu mengelola penerimaan siswa baru terutama dalam hal perencanaan dan pelaksanaan penerimaan siswa baru sesuai dengan kebutuhan sekolah







Mampu mengelola penempatan dan pengelompokan siswa dalam kelas sesuai dengan maksud dan tujuan pengelompokan tersebut.







Mampu mengelola layanan bimbingan dan konseling dalam membantu penguatan kapasitas belajar siswa







Mampu menyiapkan layanan yang dapat mengembangkan potensi siswa sesuai dengan kebutuhan, minat, bakat, kreativitas dan kemampuan







Mampu menetapkan dan melaksanakan tata tertib sekolah dalam memelihara kedisiplinan siswa







Mampu mengembangkan sistem monitoring terhadap kemajuan belajar siswa







Mampu mengembangkan sistem kepada siswa yang berprestasi



penghargaan



dan



pelaksanaannya



8.Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional: 



Menguasai seluk beluk tujuan nasional, tujuan pembangunan nasional, dan tujuan pendidikan nasional, regional, dan lokal secara tepat dan kompherensif sehingga memiliki sikap positif akan pentingnya tujuantujuan tersebut sebagai arah penyelenggaraan pendidikan dan terampil menjabarkannya menjadi kompetensi lulusan dan kompetensi dasar.







Memiliki wawasan yang tepat dan komprehensif tentang kedirian peserta didik sebagai manusia yang berkarakter, berharkat, dan bermartabat, dan mampu mengembangan layanan pendidikan sesuai dengan karakter, harkat, dan martabat manusia.







Memiliki pemahaman yang komprehensif dan tepat, dan sikap yang benar tentang esensi dan tugas profesional guru sebagai pendidik







Menguasai seluk beluk kurikulum dan proses pengembangan kurikulum nasional sehingga memiliki sikap positif terhadap kebaradaan kurikulum nasional yang selalu mengalami pembaharuan, serta terampil dalam menjabarkannya menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan







Mampu mengembangkan rencana dan program pembelajaran sesuai dengan kompetensi lulusan yang diharapkan







Menguasai metode pembelajaran efektif yang dapat mengembangkan kecerdasan intelektual, spritual, dan emosional sesuai dengan materi pembelajaran







Mampu mengelola kegiatan pengembangan sumber dan alat pembelajaran di sekolah dalam mendukung pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan







Menguasai teknik-teknik penilaian hasil belajar dan menerapkannya dalam pembelajaran







Mampu menyusun program pendidikan per tahun dan per semester







Mampu mengelola penyusunan jadwa pelajaran per semester







Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi program pembelajaran dan melaporkan hasil-hasilnya kepada stakeholders sekolah.



9. Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien: 



Mampu merencanakan kebutuhan keuangan sekolah sesuai dengan rencana pengembangan sekolah, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.







Mampu mengupayakan sumber-sumber keuangan terutama bersumber dari luar sekolah dan dari unit usaha sekolah.







Mampu mengkoordinasikan pembelanjaan keuangan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan berdasarkan asas prioritas dan efisiensi







Mampu mengkoordinasikan kegiatan pelaporan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku



keuangan



yang



sesuai



10.Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung kegiatankegiatan sekolah: 



Mampu mengelola administrasi surat masuk dan surat keluar sesuai dengan pedoman persuratan yang berlaku







Mampu mengelola administrasi sekolah yang meliputi administrasi akademik, kesiswaan, sarana/prasarana, keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat







Mampu mengelola administrasi kearsipan sekolah baik arsip dinamis maupun arsip lainnya







Mampu mengelola administrasi akreditasi sekolah sesuai dengan prinsipprinsip tersedianya dokumen dan bukti-bukti fisik



11.Mengelola



unit



layanan



khusus



sekolah



dalam



mendukung



kegiatan



pembelajaran dan kegiatan kesiswaan di sekolah: 



Mampu mengelola laboratorium sekolah agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan pembelajaran siswa







Mampu mengelola bengkel kerja agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan pembelajaran keterampilan siswa







Mampu mengelola usaha kesehatan sekolah dan layanan sejenis untuk membantu siswa dalam pelayanan kesehatan yang diperlukan







Mampu mengelola kantin sekolah berdasarkan prinsip kesehatan, gizi, dan keterjangkauan







Mampu mengelola koperasi sekolah baik sebagai unit usaha maupun sebagai sumber belajar siswa







Mampu mengelola perpustakaan sekolah dalam menyiapkan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa



12.Mampu



menerapkan



prinsip-prinsip



kewirausahaan



dalam



menciptakan



inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah: 



Mampu bertindak kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaan melalui cara berpikir dan cara bertindak







Mampu memberdayakan potensi sekolah secara optimal ke dalam berbagai kegiatan-kegiatan produktif yang menguntungkan sekolah







Mampu menumbuhkan jiwa kewirausahaan produktif) di kalangan warga sekolah



(kreatif,



inovatif,



dan



13.Mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif bagi pembelajaran siswa: 



Mampu menata lingkungan fisik sekolah sehingga menciptakan suasana nyaman, bersih dan indah







Mampu membentuk suasana dan iklim kerja yang sehat melalui penciptaan hubungan kerja yang harmonis di kalangan warga sekolah







Mampu menumbuhkan budaya kerja yang efisien, kreatif, inovatif, dan berorientasi pelayanan prima



14.Mampu mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan: 



Mampu mengembangkan prosedur dan mekanisme layanan sistem informasi







Mampu menyusun format data base sekolah sesuai kebutuhan







Mampu mengkoordinasikan penyusunan data base sekolah baik sesuai kebutuhan pendataan sekolah







Mampu menerjemahkan pengembangan sekolah



15.Terampil



dalam



data



memanfaatkan



base



untuk



kemajuan



merencanakan



teknologi



program



informasi



bagi



peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah: 



Mampu memanfaatkan manajemen sekolah







Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komukasi dalam pembelajaran, baik sebagai sumber belajar maupun sebagai alat pembelajaran



16.Terampil



mengelola



teknologi



kegiatan



informasi



produksi/jasa



dan



dalam



komunikasi



mendukung



dalam



sumber



pembiayaan sekolah dan sebagai sumber belajar sisiwa: 



Mampu merencanakan kegiatan produksi/jasa sesuai dengan potensi sekolah







Mampu membina kegiatan produksi/jasa sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan yang profesional dan akuntabel







Mampu melaksanakan pengawasan kegiatan produksi/jasa dan menyusun laporan







Mampu mengembangkan kegiatan produksi/jasa dan pemasarannya



17. Mampu melaksana-kan pengawasan terhadap pelaksana-an kegiatan sekolah sesuai standar pengawasan yang berlaku: 



Memahami peraturan-peraturan standar pengawasan sekolah



pemerintah



yang



berkaitan



dengan







Melakukan pengawasan preventif dan korektif terhadap pelaksanaan kegiatan sekolah



C. Kompetensi Supervisi 1. Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknik-teknik yang tepat: 



Mampu merencanakan supervisi sesuai kebutuhan guru







Mampu melakukan supervisi bagi guru dengan menggunakan teknikteknik supervisi yang tepat







Mampu menindaklanjuti hasil supervisi kepada guru melalui antara lain pengembangan profesional guru, penelitian tindakan kelas, dsb.



2.Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat: 



Mampu menyusun standar kinerja program pendidikan yang dapat diukur dan dinilai.







Mampu melakukan monitoring dan evaluasi kinerja program pendidikan dengan menggunakan teknik yang sesuai







Mampu menyusun laporan sesuai dengan standar pelaporan monitoring dan evaluasi



D. Kompetensi Sosial 1.Terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah: 



Mampu bekerja sama dengan atasan bagi pengembangan dan kemajuan sekolah







Mampu bekerja sama dengan guru, staf/karyawan, komite sekolah, dan orang tua siswa bagi pengembangan dan kemajuan sekolah







Mampu bekerja sama dengan sekolah lain dan instansi pemerintah terkait dalam rangka pengembangan sekolah







Mampu bekerja sama dengan dewan pendidikan kota/kabupaten dan stakeholders sekolah lainnya bagi pengembangan sekolah



2. Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan: 



Mampu berperan aktif dalam kegiatan informal di luar sekolah







Mampu berperan aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan







Mampu berperan aktif dalam kegiatan keagamaan, kesenian, olahraga atau kegiatan masyarakat lainnya







Mampu melibatkan diri dalam pelaksanaan program pemerintah



3. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain: 



Mampu menggali persoalan dari lingkungan sekolah (berperan sebagai problem finder)







Mampu dan kreatif menawarkan solusi (sebagai problem solver)







Mampu melibatkan tokoh agama, masyarakat, & pemerintah dalam memecahkan masalah kelembagaan







Mampu bersikap obyektif/tidak memihak dalam mengatasi konflik internal sekolah







Mampu bersikap simpatik/tenggang rasa terhadap orang lain







Mampu bersikap empatik/sambung rasa terhadap orang lain,



Sumber : http://www.tendik.org/



Guru dalam Pendidikan Islam Kategori : Pendidikan | Oleh: Imam Suprayoga | Tgl posting: 21/07/2009 | Jumlah komentar: 0 Sementara orang menganggap bahwa pendidikan Islam adalah sebatas proses belajar mengajar terkait dengan ilmu tertentu. Seringkali pendidikan Islam dirumuskan dalam pengertian yang sangat sempit. Pendidikan hanya dimaknai sebatas kegiatan mendapatkan pengetahuan tentang cara-cara ibadah dalam pengertian sederhana. Oleh karena itu, ayat-ayat al Qur’an maupun hadits nabi yang terkait dengan pendidikan dianggap berjumlah sedikit saja. Seolah-olah al Qur’an tidak banyak memperhatikan pendidikan. Saya sangat berbeda dengan pemikiran itu. Saya berpandangan bahwa sesungguhnya al Qur’an dan hadits nabi secara keseluruhan adalah pendidikan. Tidak ada sepotong ayat al Qur’an pun yang tidak memiliki kaitan atau nuansa pendidikan. Oleh karena itu memilah-milah adanya ayat pendidikan dan ayat-ayat al Qur’an yang bukan pendidikan adalah kurang tepat. Dan sungguh, adalah keliru yang mendasar. Al Qur’an diturunkan ke muka bumi agar dibaca dan dipahami oleh manusia, agar manusia menempuh jalan yang benar, tidak sesat dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat. Al Qur’an ditegaskan sebagai al-huda, at-tibyan, al-furqon, al-rahmah, al-syifa’, dan lain-lain, yang semua itu arahnya adalah untuk menjadikan manusia berkualitas, ialah memiliki akal yang cerdas, hati yang lembut, akhlak mulia, dan memiliki ketrampilan sebagai bekal hidupnya. Sehingga al Qur’an itu sendiri secara keseluruhan adalah berisi tentang pendidikan. Kitab suci yang diturunkan oleh Allah berupa al Qur’an agar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Al Qur’an menjadi sebuah jalan hidup yang benar dan lurus, dan menyelamatkan. Jika al Qur’an dijadikan pegangan maka kebahagiaan itu akan diraih, mulai hari ini di dunia hingga nanti di akherat. Sebagai contoh implementasi al Qur’an adalah kehidupan Rusulullah, yang disebut sebagai hadits Nabi. Oleh karena itu, ditegaskan bahwa sepanjang manusia berpegang pada al Qur’an dan hadits Nabi maka akan selamat hidupnya, dan sebaliknya tidak tersesat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan Islam dipahami sebagai upaya membentuk manusia unggul melalui al Qur’an dan hadits Nabi. Pemahaman seperti ini, membawa kita pada pengertian yang luas. Pendidikan Islam tidak sebatas berupa kegiatan belajar mengajar di kelas, atau kuliah di kampus. Kalau pun tokh itu semua disebut pendidikan, sesungguhnya adalah bagian kecil dari lingkup pendidikan itu sendiri. Dalam pendidikan Islam, guru seharusnya benar-benar menjadi uswah, bukan hanya sebatas sebagai penyampai informasi atau pengetahuan. Pendidikan menurut Islam bukan hanya sebatas kegiatan menstransfer informasi atau ilmu pengetahuan, melainkan lebih dari itu ialah meliputi kegiatan menstransfer kepribadian. Terkait dengan ini, guru sesungguhnya bukan sembarang



pekerjaan. Melainkan, adalah pekerjaan yang palakunya memerlukan persyaratan, baik terkait dengan akhlak, pengetahuan dan ketrampilan. Guru yang tugasnya menstrasfer kepribadian -----akhlak, spiritual, ilmu dan ketrampilan, tidak akan bisa dibentuk secara mendadak, dengan bekal seadanya. Guru atau ulama’ adalah pewaris Nabi. Maka guru adalah manusia yang terpilih, yang memiliki kelebihan dari yang lain. Tugas sebagai guru tidak sederhana. Posisi mulia ini semestinya memang dipersiapkan secara matang. Guru semestinya dipilih dari sekian banyak orang yang mencalonkan diri, dan diambil yang memenuhi syarat. Inilah guru yang mulia, sebagai pewartis Nabi itu. Tugas guru bukan sebatas penyampai mata pelajaran ke sana kemari,------dari satu kampus ke kampus berikutnya. Semestinya kita harus jujur, jika bangsa Indonesia yang saat ini belum bangkit, dan bahkan justru bebannya bertambah adalah sebagai akibat dari mempercayakan guru kepada orang-orang yang bukan semstinya. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas guru. Sebagai contoh sederhana, kita harus pahami bahwa jika kita tidak pintar silat, bukan kemudian hanya menyalahkan para muridnya sulit diajari silat, lapangan latihan yang kurang lengkap, tetapi hal itu disebabkan, selama itu ia salah tatkala memilih guru silat. Guru yang lembek akan menghasilkan lulusan yang lembek pula. Oleh karena itu memperbaiki bangsa ini tidak akan mungkin bisa ditempuh hanya dengan waktu lima tahunan sebagaimana yang dituntut banyak orang. Memperbaiki bangsa harus ditempuh melalui pendidikan. Sedangkan meningkatkan pendidikan harus dimulai dari upaya-upaya meningkatkan kualitas guru. Para guru atau pendidik bukan sebatas sebagai pekerja, melainkan sebagaimana seorang Nabi adalah sebagai penyampai wahyu dan sekaligus tauladan kehidupan dalam lingkup yang luas dan menyeluruh. Inilah tugas guru yang amat strategis dan mulia. Wallahu a’lam.



Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=229



GURU BERMUTU PENDIDIKAN JUGA BERMUTU Sebuah Harapan Sekaligus Tantangan bagi Lembaga Pendidikan Islam Oleh: Arni Hayati, S.Pd. Abstak Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan Islam sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Guru merupakan faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di lembaga pendidikan Islam, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru lembaga pendidikan Islam di wilayah Jakarta disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Ini juga berimplikasi pada mutu pendidikan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan tersebut. Tulisan ini berupaya untuk menganalisis



bagaimana pengaruh profesionalisme seorang guru di lembaga pendidikan Islam di Wilayah Jakarta



Pendahuluan Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah pada era reformasi ini sangat serius menangani bidang pendidikan, karena dengan menerapkan sistem pendidikan yang baik serta ditunjang pula oleh guru yang bermutu dan profesional diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dilandasi oleh semangat keberagamaan Penyelenggaraan pendidikan pada hakekatnya memiliki tujuan utama untuk menghasilkan dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Di samping itu pula menghasilkan lulusan dan anak didik yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Untuk dapat melakukan hal itu, sekolah-sekolah tidak akan bisa menghindari diri dari berbagai tantangan masa depan yang sulit sekali untuk diramalkan, serta selalu mengalami perubahan. Oleh karena itu, dunia pendidikan di Indonesia juga akan menghadapi ketidakpastian akibat dari adanya perubahan-perubahan, baik yang bersifat internal maupun eksternal, lembagalembaga pendidikan Islam ikut merasakan dampaknya. Perubahan-perubahan yang terjadi yang mempunyai dampak negatif di masa depan tidak akan memiliki pola yang jelas. Dengan



diterapkannya



reformasi



pendidikan



pada



lembaga-lembaga



sekolah



merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang, dan ini menjadi pertimbangan bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk meresponsnya. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang bisa memberikan jaminan bagi perwujudan



hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup rakyat Indonesia di masa depan. Menjadi Guru yang Bermutu Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan.[1] Dalam proses pendidikan di sebuah sekolah, misalnya sekolah Islam, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, mandiri, dan berakhlak mulia. Syaiful Bahri Djamarah dalam Psikologi Belajar berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.[2] Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan Islam sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Zainal Aqib, guru merupakan faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di lembaga pendidikan Islam, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar.[3] Lebih lanjut dia menyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu suatu proses pendidikan di lembaga pendidikan Islam.[4] Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan. Kompetensi profesional guru dalam hal ini guru lembaga pendidikan Islam, termasuk Madrasah Ibtidaiyah negeri maupun swasta di wilayah Jakarta masih relatif rendah. Berdasarkan hasil Tes Kompetensi Guru yang dilakukan Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama yang bekerja sama dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata nilai



kompetensi guru di wilayah Jakarta hanya mencapai 42,25 %. Angka ini masih relatif jauh di bawah standar nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75 %. Sikap, Mutu, dan Profesionalisme Guru Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri, yakni bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban. Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensi profesional seorang guru, yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pemimpin guru di lembaga pendidikan, termasuk sekolah-sekolah Islam. Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenai pekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada guru tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di lembaga pendidikan Islam dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu, amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif dan profesionalisme guru terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini lembaga pendidikan Islam amatlah sentral. Sikap guru terhadap pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk persepsi dan kepuasaannya terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yang ditampilkan. Guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu akan menampilkan persepsi dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaan-nya maupun motivasi kerja yang tinggi, yang



pada akhirnya akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesionalisme yang tinggi.[5] Sikap positif maupun negatif seorang guru terhadap pekerjaan tergantung dari guru bersangkutan maupun kondisi lingkungan. Menurut Walgito, sikap yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal, yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, normanorma, dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam masyarakat.[6] Lembaga pendidikan sebagai organisasi, di dalamnya terhimpun unsur-unsur yang masing-masing baik secara perseorangan maupun kelompok melakukan hubungan keja sama untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur yang dimaksud, tidak lain adalah sumber daya manusia yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf, peserta didik atau siswa, dan orang tua siswa. Tanpa mengenyampingkan peran dari unsur-unsur lain dari lembaga pendidikan Islam, kepala sekolah dan guru merupakan personil intern yang sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sebuah lembaga pendidikan Islam. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah dan profesionalisme gurunya.[7] Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.[8] Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolah, guru harus bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Guru diharapkan menjadi inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas keberhasilan pendidikan Islam merupakan hal yang signifikan bagi keberhasilan lembaga pendidikan Islam. Wahjosumidjo mengemukakan bahwa: kebehasilan seorang dalam mendidik merupakan prestasi atau sumbangan yang amat berharga, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan sekolah. Mutu pendidikan pada sebuah



lembaga pendidikan islam ditentukan oleh faktor profesionalitas, sifat dan keterampilan, perilakuguru dalam mengajar serta mendidik anak muridnya. Menurut Wahjosumidjo, agar fungsi guru sekolah berhasil dalam memberdayakan segala sumber daya lembaga pendidikan Islam untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang guru yang memiliki kemampuan profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.[9] Kemampuan profesional seorang guru sebagai penyelenggara pendidikan yaitu bertanggung jawab dalam menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang kondusif, sehingga dapat melaksanakan suasan pembelajaran dengan baik dan peserta didik dapat belajar dengan tenang.[10] Di samping itu, guru dituntut untuk dapat bekerja sama dengan guru-guru lainnya serta atasannya, dalam hal ini kepala sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam melakukan tindakan, dapat menyebabkan guru sering melalaikan tugas sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral.[11] Hal ini dapat menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada akhirnya berimlikasi terhadap mutu pendidikan dan prestasi siswa di sekolah. Guru sebagai ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan Islam secara keseluruhan, dan kepala sekolah sebagai pemimpin formal pendidikan di sekolahnya harus bersinergi dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya. Dalam suatu lingkungan pendidikan di sekolah Islam misalnya, guru bertanggung jawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan para murid agar terus meningkatkan kemampuan intelektualnya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja dalam berbagai bidang kegiatan pendidikan, serta dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnya.



Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan profesionalisme guru terhadap pekerjaannya merupakan faktor yang cukup menentukan tingkat kompetensi dan mutu guru. Sehingga dapat diasumsikan bahwa masih rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru lembaga pendidikan Islam di wilayah Jakarta disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Ini juga berimplikasi pada mutu pendidikan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan tersebut. Dengan demikian mutu guru sebagai ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan akan sangat menentukan mutu pendidikan yang dilaksanakan di sekolahnya.



DAFTAR PUSTAKA



Aqib, Zainal. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia. 2002.



Anwar, Qomari dan Syaiful Sagala. Profesi Jabatan: Kependidikan dan Guru Sebagai Upaya Menjamin Kualitas Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA Press. 2004.



Djamarah, Syaiful Bahri.



Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.



Nata, Abuddin. Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo. 2001.



Pranarka, A.M.W. “Tinjauan Kritikal Terhadap Upaya Membangun Sistem Pendidikan Nasional Kita,” dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: PT. Grasindo. 1991.



Tilaar, H.A.R. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. 2004.



Walgito, Bimo. Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2001.



Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2002.



Arni Hayati, S.Pd. adalah alumni Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP Arrahmaniyah Depok. [1]A.M.W. Pranarka, “Tinjauan Kritikal Terhadap Upaya Membangun Sistem Pendidikan Nasional Kita,” dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI (Jakarta: PT. Grasindo, 1991), h. 64. [2]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 74.



[3]Zainal Aqib, Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran (Surabaya: Cendekia, 2002), h. 22.



[4]Ibid., h. 32. [5]H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 4.



[6]Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Suatu Pengantar (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2001), h. 115-116.



[7]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), h. 349.



[8]H.A.R. Tilaar, op.cit., h. 5.



[9]Ibid., h. 431.



[10]Qomari Anwar dan Syaiful Sagala, Profesi Jabatan: Kependidikan dan Guru Sebagai Upaya Menjamin Kualitas Pembelajaran (Jakarta: UHAMKA Press, 2004), h. 119.



[11]Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 69.



http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=61



METODE PENDIDIKAN ISLAM



Oleh: Bunyamin



Abstrak



Dalam kehidupan modern sekarang ini telah terjadi distorsi nilai rohaniyah, seolaholah nilai kemanusiaan telah mati, alat-alat diubah menjadi tujuan, produksi dan konsumsi barang-barang menjadi tujuan hidup, sekarang ini banyak manusia menjadi sangat sulit untuk tergetar hatinya ketika disebut nama Allah SWT, tidak lagi merasa takut apabila disebutkan tentang azab neraka, ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak dapat membawa barokah dalam kehidupan manusia, padahal sesungguhnya sebuah pendidikan harus dapat menghidupkan kehidupan spiritual manusia, menumbuhkan suara kemanusiaan dan ketuhanan dalam suara batinnya, di samping mengembangkan manajerial untuk memenuhi kebutuhan obyektifnya. Konsepsi keimanan dan ketaqwaan belum dijabarkan kedalam pengertian operasional kependidikan sehingga belum dapat diinternalisasikan melalui berbagai potensi kejiwaan yaitu potensi psikologis yang bercorak berkeselarasan antara akal kecerdasan dengan perasaan yang melahirkan prilaku yang akhlakulkarimah dalam hidup berbangsa dan bernegara.



Pendahuluan



Manusia dalam kenyataan hidupnya menunjukan bahwa ia membutuhkan suatu proses belajar yang memungkinkan dirinya untuk menyatakan eksistensinya secara utuh dan seimbang. Manusia tidak dirancang oleh Allah SWT. untuk dapat hidup secara langsung tanpa proses belajar terlebih dahulu untuk memahami jati dirinya dan menjadi dirinya. Dalam proses belajar itu seseorang saling tergantung dengan orang lain. Proses belajar itu dimulai dengan orang terdekatnya. Proses belajar itulah yang kemudian menjadi basis pendidikan. Aktivitas pendidikan terkait dengan perubahan yang secara moral bersifat lebih baik, ciri perubahan atau kemajuan secara fundamental adalah terjadinya perkembangan internal diri manusia yaitu keimanan dan ketaqwaan, bukan hanya perubahan eksternal yang cenderung bersifat material yang dapat menghancurkan keimanan dan ketaqwaan manusia. Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, produk pendidikan sering hanya diukur dari perubahan eksternal yaitu kemajuan fisik dan material yang dapat meningkatkan pemuasan kebutuhan manusia. Masalahanya adalah bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan sering bersifat tidak terbatas, bersifat subyektif yang sering justru dapat menghancurkan harkat kemanusiaan yang paling dalam yaitu kehidupan rohaninya. Produk pendidikan berubah menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil untuk melakukan pekerjaannya, tetapi tidak memiliki kepedulian dan perasaan terhadap sesama manusia. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan menjadi instrumen kekuasaan dan kesombongan untuk memperdayai orang lain, kecerdikannya digunakan untuk menipu dan menindas orang lain, produk pendidikan berubah menghasilkan manusia yang serakah dan egois. Ketidakberhasilan tertanamnya nilai-nilai rohaniyah (keimanan dan ketaqwaan) terhadap peserta didik (murid) dewasa ini sangat terkait dengan dua faktor penting dalam proses pembelajaran di samping banyak faktor-faktor yang lain, kedua faktor tersebut adalah strategi pembelajaran serta orang yang menyampaikan pesan-pesan ilahiyah (guru). Dalam sistem pendidikan Islam seharusnya menggunakan metode pendekatan yang menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriyah dan batiniyah), di samping itu keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat ditunjang oleh kepribadian setiap penyampai pesan (guru). Dari banyak faktor yang menyebabkan gagalnya pendidikan, metode pembelajaran dan mentalitas pendidik memerlukan perhatian khusus. Sebagus apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh dua faktor tersebut, yaitu metode yang tepat dan mentalitas pendidik yang baik, sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara memuaskan atau tidak, bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh karena itu pemeliharaan metode pendidikan Islam harus dilakukan secara cermat disesuaikan dengan berbagai faktor terkait sehingga hasil pendidikan memuaskan.[1] Nabi Muhammad SAW. sebagai manusia terakhir yang dipilih Allah SWT. untuk menyampaikan risalahNya, sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan Islam yang benar terhadap para sahabatnya, strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat, dalam menyampaikan ajaran Islam beliau sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, Rasulullah SAW. merupakan sosok



guru yang ideal dan sempurna, sehingga nilai-nilai Islam dapat dengan baik ditransfer kepada murid. Nabi Muhammad SAW. Sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah SWT. dan syari’atNya sehingga terpelihara fitrah manusia melalui pembinaan diri setahap demi setahap, penyatuan kecenderungan hati dan pengarahan potensi menuju derajat yang lebih tinggi, lewat cara seperti itulah beliau membawa masyarakat kepada kebangkitan dan ketinggian derajat.



Pembahasan A. Pengertian Metode Pendidikan Islam Salah satu komponen penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuan adalah ketepatan menentukan metode, sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan metode yang tepat. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan, tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efesien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”, kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[2] Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami, selain itu metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.[3] Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan mono pragmatis. Polipragmatis bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai alat, sebaliknya monopragmatis bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaan mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya mengingat sasaran metode adalah manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya. Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh seorang guru, baru berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai nilai yang intrinsik dan eksrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam.[4] Dari rumusan-rumusan di atas dapat di maknai bahwa metode pendidikan Islam adalah berbagai macam cara yang digunakan oleh pendidik agar tujuan pendidikan dapat tercapai, karena metode pendidikan hanyalah merupakan salah satu aspek dari pembelajaran, maka dalam menentukan metode apa yang akan digunakan, harus selalu



mempertimbangkan aspek aspek lain dari pembelajaran, seperti karakter peserta didik, tempat, suasana dan waktu .



B. Prinsip Metode Pendidikan Islam Agar proses pembelajaran tidak menyimpang dari tujuan pendidikan Islam, seorang pendidik dalam meggunakan metodenya harus berpegang kepada prinsip-prinsip yang mampu mengarahkan dan kepada tujuan tersebut. Dengan berpegang kepada prinsipprinsip tersebut, seorang pendidik diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dan cocok sesuai dengan kebutuhannya. Dengan berlandaskan kepada ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis, M. Arifin menetapkan sembilan (9) prinsip yang harus dipedomani dalam menggunakan metode pendidikan Islam, kesembilan prinsip tersebut adalah:[5] prinsip memberikan suasana kegembiraan, prinsip memberikan layanan dengan lemah lembut, prinsip kebermaknaan, prinsip prasyarat, prinsip komunikasi terbuka, prinsip pemberian pengetahuan baru, prinsip memberikan model prilaku yang baik, prinsip pengamalan secara aktif, prinsip kasih sayang



C. Metode Pendidikan Islam Sebelum Nabi Muhammad SAW. memulai tugasnya sebagai Rasul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah SWT. telah mendidik dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan budayanya, dengan potensi fitrahnya yang luar biasa.[6] Dalam diri Nabi Muhammad SAW., seolah-olah Allah SWT. telah menyusun suatu metodologi pendidikan Islam yang sempurna, suatu bentuk yang hidup dan abadi selama sejarah kehidupan manusia masih berlangsung. Berbagai kepribadian terpuji terkumpul di dalam satu pribadi, yang masing-masing melengkapi bagian-bagian lain, seakan-akan pribadi itu sesuatu yang mempunyai banyak sisi yang berbeda, kemudian dipertautkan menjadi suatu benda yang lebih luas, tersusun rapi menjadi suatu lingkaran yang sangat sempurna dengan unsur-unsur pribadi yang disusun dengan baik dan teratur. Sebagai manusia pilihan yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. untuk menyampaikan risalah Islam, tentu saja dalam melaksanakan tugas tersebut selalu berada di bawah pengawasan dan bimbinganNya, akan tetapi sebagai manusia biasa yang diberikan akal, hati dan indra lainnya, Rasulullah SAW. adalah manusia yang sangat cerdas, kreatif, inovatif dalam menyampaikan risalah Islam yang sekaligus sebagai materi dari pendidikan yang menjadi tugas utama Nabi. Sebagai pribadi, Rasulullah SAW. memiliki kepribadian dan nilai-nilai kepemimpinan serta pola manajemen yang baik, sehingga strategi pembelajaran Rasulullah SAW. dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa Rasulullah SAW. adalah seorang Rasulullah yang tentunya berbeda dengan manusia biasa yang segala sikap dan tingkah laku serta perbuatannya sangat dipengaruhi bahkan selalu dalam bimbingan wahyu. Tetapi sebagai manusia, Rasulullah memang telah memiliki kepribadian yang terpuji sehingga beliau memperoleh predikat “al-amin” artinya yang jujur, begitupun dengan kemampuan beliau sebagai seorang pemimpin dan kombinasi dari kemampuan dan sikapnya yang mulia serta didukung oleh bimbingan Allah SWT. yang terus menerus, pembelajarannya dapat berhasil dengan baik.



Berdasarkan Hadis-Hadis yang ada, dalam kontek pembelajaran, Nabi Muhammad SAW. sangat kaya dengan strategi dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikannya, sehingga tujuan pendidikan yang dikehendaki dapat tercapai dengan baik. Beberapa strategi pembelajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. antara lain :



1.



Mendidik dengan Contoh Teladan Nabi Muhammad SAW. Merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya, dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah SWT., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam shalat dan do’a, bagaimana sujud dengan penuh perasaan, bagaimana tunduk, bagaimana nangis kepada Allah SWT. di tengah malam, bagaimana makan, bagaimana tertawa, bagaimana berjalan- semuanya itu dilakukan oleh Rasulullah SAW.[7] Seluruh perilaku Rasulullah SAW. tersebut kemudian menjadi acuan bagi para sahabat sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung. Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah salah satu strategi pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya, hal ini sudah dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai hasilnya, apapun yang diajarkan dapat diterima dengan segera dari dalam keluarga dan oleh masyarakat pengikutnya, karena ucapannya menembus ke hati mereka. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupannya merupakan cerminan kandungan al-Qur’an secara utuh, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Ahzab: 21. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.



Beberapa prilaku Nabi Muhammad SAW. yang menjadi “uswah hasanah” antara lain : a. Tentang Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW. Dalam kedudukannya seperti itu, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah menganggap dirinya lebih besar dan lebih hebat dibandingkan dengan orang lain, ia tidak gila penghormatan dari orang lain, ia hidup dan berpakaian seperti orang paling miskin, ia duduk dan makan bersama-sama dengan masyarakat (termasuk budak dan hamba sahaya), tidurnya beralaskan tikar yang terbuat dari pelepah daun kurma, sehingga ketika ia bangun dari tidurnya masih nampak goresangoresan tikar di pipinya. Kerendahan hati adalah salah satu sifat teragung Nabi Muhammad SAW. Dia mencapai derajat tertinggi setiap harinya, dia terus bertambah rendah hati dan tunduk kepada Allah SWT. Satu ketika Nabi Muhammad menggambarkan tentang bagaimana seharusnya seorang beriman hidup di dunia, dalam kata-katanya yang sangat pendek namun penuh makna, seperti Hadis riwayat Ahmad, Muslim dan Turmuzi dari Abu Hurairah berikut ini : “Dunia itu penjara bagi orang yang beriman dan syurga bagi orang kafir”



Nabi Muhammad SAW. tidak pernah tergoda untuk hidup bersenang-senang di dunia ini, ia telah mewakafkan seluruh kehidupannya untuk mengajak orang lain kembali kepada jalan yang benar, keyakinan bahwa dunia bersifat sementara untuk menuju kehidupan yang abadi di akhirat ia wujudkan dalam gaya hidup kesehariannya, sehingga Rasulullah SAW. benar-benar telah memberikan ketauladanan dalam kesederhanaan hidup di dunia ini.



b.



Tentang Kedermawanan Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW. selama hayatnya dikenal sebagai manusia yang sangat dermawan, ia suka memberikan apa saja yang dimilikinya, dia ikut dalam berdagang sampai ia menjadi Nabi dan mendapatkan banyak harta kekayaan, setelah itu dia dan isterinya membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT, sehingga ketika Hadijah istrinya meninggal dunia, tidak ada uang untuk membeli kain kafan. Rasulullah harus meminjam uang untuk biaya pemakaman istrinya.[8] Rasulullah SAW. diutus untuk membimbing manusia menuju kebenaran, karenanya ia menghabiskan hidup dan hartanya untuk tujuan tersebut. Jika ia mau, Rasulullah SAW. dapat menjadi orang terkaya di Mekkah, tetapi dia tidak pernah berpikir untuk diri sendiri, yang selalu ia pikirkan adalah umatnya. Rampasan perang yang diperolehnya tidak pernah dikuasai untuk kepentingannya, bahkan yang menjadi haknyapun diberikan kepada orang lain. Rasulullah SAW. selalu memberi kepada setiap orang yang meminta kepadanya, ia tidak pernah mengatakan tidak kepada siapa saja yang membutuhkan pemberiannya, bahkan ketika ada yang meminta sesuatu dan Rasulullah SAW. dalam keadaan tidak memiliki apa-apa, Rasulullah SAW. memberikan janji untuk memberi permintaan tersebut jika dirinya sudah memiliki Rasulullah SAW. juga selalu memberikan keyakinan kepada para sahabat, bahwa sifat dermawan tidak akan menyebabkan diri menjadi miskin, karena sesungguhhnya kekayaan yang paling berharga adalah kekayaan yang dinafkahkan di jalan Allah SWT. seperti Nabi pernah bersabda kepada Bilal, karena Bilal menyimpan persediaan makanan, dengan dasar takut tidak ada makanan dikemudian hari.



“Bersedekahlah hai Bilal, jangan engkau takut dari (Allah) yang mempunyai Arsy menjadi berkekurangan (miskin)”



Dalam hal kedermawanan, Rasulullah SAW. benar-benar telah memberikan suri tauladan yang dapat dipedomani, sehingga ketika beliau menganjurkan orang lain agar mau bersodaqah dan memiliki sifat pemberi, sesungguhnya beliau telah mencontohkan dalam kehidupannya sehari-hari.



c.



Tentang tertawa Nabi Muhammad SAW.



Nabi Muhammad SAW. tidak saja menjadi contoh dalam persoalanpersoalan yang besar, tetapi dalam hal-hal yang dianggap tidak begitu penting oleh sebagian besar manusia, Rasulullah SAW. tetap saja merupakan sosok yang patut diteladani. Dalam berbagai riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW. adalah sosok manusia yang tidak pernah tertawa terbahak-bahak seperti layaknya kebanyakan orang, apabila menemui sesuatu yang lucu atau dalam keadaan gembira suka tertawa terbahak-bahak dalam waktu yang cukup lama, sampaisampai sakit perutnya karena tertawa tersebut. Rasulullah SAW. tidak pernah tertawa kecuali terseyum, senyum Rasulullah SAW. sangat mempesona, penuh dengan makna dan menjadikan dirinya semakin berkharisma, jika ia terlanjur tertawa maka Rasulullah segera menutupkan tangan ke mulutnya.Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir ibn Samurah ra. ia berkata : “Adalah Rasulullah SAW. Itu lama diamnya, sedikit tertawanya”



d.



Senda Gurau Nabi Muhammad SAW. Sebagai manusia biasa yang bergaul dengan masyarakat luas, Rasulullah SAW. tidak bisa melepaskan diri untuk tidak menyesuaikan suasana kehidupan bermasyarakat. Nabi Muhammad SAW. bukanlah seorang pemimpin yang kaku dan serba formal dalam bergaul, justru sebaliknya ia dapat hidup dengan sangat luwes dengan berbagai kalangan. Salah satu warna kehidupan bermasyarakat adalah suasana rileks dengan bersenda gurau, dalam hal demikian Nabi Muhammad SAW. ternyata pandai bersenda gurau, bahkan gurauan Nabi Muhammad SAW. adalah gurauan yang penuh dengan makna pendidikan. Diriwayatkan oleh Al-Turmuzi dari Hasan al-Bisri, ia berkata :” pada suatu hari ada seorang perempuan tua datang menghadap kepada Nabi lalu berkata;” Ya Rasulallah, mohonkanlah kepada Allah, supaya Dia memasukan aku ke dalam sorga.”, mendengar permohonan itu, beliau bersabda ” hai ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak akan dimasuki oleh seorang perempuan tua”. Perempuan itu lalu berpaling dan menangis, oleh karenannya Nabi mengerti bahwa perempuan tadi salah mengerti terhadap perkataan beliau, maka beliau memerintahkan kepada para sahabat (yang kebetulan ada waktu itu): “ Beritahukanlah olehmu pada perempuan itu, sesungguhnya ia tidak akan masuk surga, karena ia seorang perempuan tua, karena Allah berfirman: bahwa sanya Kami menjadikan mereka (para perempuan) itu dengan kejadian yang baru ; maka Kami menjadikan mereka itu gadis-gadis remaja putri, berkasih-kasihan dengan suami serta bersamaan usia”



Rasulullah adalah seorang yang bersifat ramah, sewaktu-waktu ia bersenda gurau dengan orang disekelilingnya, akan tetapi senda gurau Rasulullah adalah, tidak hanya sekedar melucu yang menyebabkan pendengarnya tertawa terbahak bahak, melainkan dalam senda gurau itu terdapat pesan-pesan kebenaran sebagai mana sabdanya “ bahwasanya aku, sekalipun suka bersenda gurau dengan kamu, tetapi aku tidak akan berkata melainkan yang benar” (HR. Turmuzi dari Abi Hurairah ra.) Biasanya para raja dan para pemimpin besar yang sangat dihormati dan disegani orang banyak, tidaklah meraka suka tertawa dan bergura dengan rakyat



atau orang yang di bawah pimpinannya, karena untuk menjaga kehormatan dan kehebatannya, tetapi Nabi Muhammad SAW. sebagai pemimpin umat yang hakiki, tidaklah demikian, beliau tidak khawatir akan hilangnya kehormatan dan kehebatan dirinya lantaran tertawa dan senda gurau itu. Bahkan senda gurau yang bersih, yang benar, yang pantas dan yang sopan itu menambahkan keeratan perhubungan beliau dengan para sahabatnya.[9]



e.



Pergaulan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW. adalah manusia ideal yang patut dijadikan teladan dalam segala hal. Sebagai seorang pemimpin ia tidak pernah menyombongkan diri walaupun kepada orang yang lebih rendah darinya. Dalam pergaulan, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah membedakan orang lain dari kedudukannya, ia memberikan penghormatan kepada semua orang, ia menghargai pendapat semua orang, ia bebicara lemah lembut kepada semua orang, baginya kemuliaan orang itu hanya akan dibedakan dihadapan Allah SWT. Dalam pergaulan dengan orang lain, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah mengucapkan perkataan-perkataan yang kurang sedap didengar dan mungkin menyinggung perasaan orang lain. Seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas ibn Malik ra., ia berkata: “ Aku melayani Rasulullah SAW., dalam waktu sepuluh tahun, demi Allah sekali kali beliau belum pernah berkata kepadaku :”uff” dan tidak pula beliau pernah berkata kepadaku yang ku kerjakan; “mengapa kamu mengerjakan demikian dan mengapa kamu tidak mengerjakan demikian?”



Hadis di atas sebagai bukti bahwa Rasulullah SAW. tidak pernah menyakiti orang lain dengan perkataannya, sekalipun kepada orang yang lebih rendah daripadanya, Anas ibn Malik merasa sangat tersanjung, karena Rasulullah SAW. tidak pernah mencela pekerjaannya.



2.



Mendidik dengan Targhib dan Tarhib Kata targhib berasal dari kata kerja ragghaba yang berarti; menyenangi, menyukai dan mencintai, kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib yang mengandung makna “:suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan. Semua itu dimunculkan dalam bentuk janji-janji berupa keindahan dan kebahagiaan yang dapat merangsang/mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya. Secara psikologi, cara itu akan menimbulkan daya tarik yang kuat untuk menggapainya. Sedangkan istilah tarhib berasal dari kata rahhaba yang berarti; menakut nakuti atau mengancam. Lalu kata itu diubah menjadi kata benda tarhib yang berarti; ancaman hukuman. Untuk kedua istilah itu, Al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan yang membuat senang terhadap suatu yang maslahat, terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti serta suka kepada kebersihan dari segala kotoran, yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal saleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang



mengandung bahaya dan perbuatan buruk. Sementara tarhib ialah suatu ancaman atau siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah SWT., atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT. Nabi Muhammad SAW. dalam rangka menyampaikan pendidikan kepada masyarakat terkadang dengan ungkapan yang bersifat pemberian rangsangan (targhib) atau dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat ancaman (tarhib), kedua sifat ungkapan ini dilakukan oleh Rasulullah SAW. semata-mata sebagai sebuah strategi, agar pesan-pesan pendidikan dapat sampai kepada obyek pendidikan. Beberapa bentuk dari targhib dan tarhib yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. antara lain adalah : a. Bentuk-bentuk Targhib (rangsangan) 1) Rangsangan untuk mau menolong antar sesama Hadis riwayat Muslim dari Abu Qatadah ; “ Barang siapa yang ingin diselamatkan Allah dari kesulitan kesulitan hari kiamat, maka hendaklah dia meringankan beban orang yang susah, atau mengapus utangnya”.



2) Rangsangan agar mau selalu beribadah Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Tsauban dan Abu Darda. “ hendaklah kamu banyak sujud kepada Allah, sebab tidaklah kamu sujud satu kali sujud kepada Allah, kecuali Allah mengangkatmu satu derajat dan menghapusnya dari kamu satu kesalahan”



3) Rangsangan untuk bersikap sabar Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi dari Abu Hurairah “ Sederhanalah dan berlaku luruslah, maka di dalam setiap musibah yang menimpa seseorang muslim adalah kafarah (penebus dosa) sampai kepada sebuah petaka yang menimpanya atau sebuah duri yang menusuknya”



4) Rangsangan untuk beramal kebaikan Hadis riwayat Bukhari dari Ma’qal ibn Yassar ra. “ Barang siapa menyingkirkan duri dari jalan dituliskan kebaikan baginya dan barang siapa diterima daripadanya suatu kebaikan niscaya dia masuk surga”



5) Rangsangan untuk selalu bekerja keras Hadis riwayat Imam Ahmad dan Thabrany dari Abu Darda ra.



“ Barang siapa menanam bibit tanaman (sekalipun) yang tidak dimakan oleh manusia dan tidak pula oleh makhluk Allah melainkan Allah menuliskan sedekah untuknya” Dari beberapa ucapan Rasulullah SAW. di atas, sangat terlihat usaha Rasulullah SAW. untuk dapat membangkitkan semangat berbuat kebaikan bagi setiap manusia.



b. Bentuk-bentuk Tarhib (ancaman) 1) Ancaman bagi orang yang sombong “Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan tidak menghormati yang besar”



2) Ancaman bagi orang yang bersumpah palsu Hadis riwayat Imam Ahmad dari Ahnaf ibn Qais ra. “ Sesungguhnya tidalah seorang hamba atau seorang laki-laki memotong (mengambil) harta orang lain dengan sumpahnya, melainkan dia akan menemui Allah nanti pada hari yang dia menemuiNya dalam keadaan terpotong (cacat tubuhnya)”.



3) Ancaman bagi yang memfitnah Hadis riwayat Buhari Muslim dari Hudzaifah ra. “ Tidak akan masuk sorga seorang yang memfitnah (mengadu-adu)”



4) Ancaman bagi yang berlaku zalim Hadis riwayat Abd ibn Humaid dari Sa’id al-Khudri ra. “ Wahai manusia, taqwalah kalian kepada Allah, demi Allah tidaklah seorang mukmin berlaku zalim kepada mukmin yang lain, melainkan Allah akan menyiksanya pada hari kiamat. Ucapan-ucapan Rasulullah SAW. di atas menggambarkan, betapa Rasulullah SAW. berusaha untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan ancaman. Metode dengan ancaman perlu dilakukan, mengingat bahwa manusia memiliki tingkat kesadaran yang berbeda-beda. Ada orang yang sudah tersadarkan dan mau berbuat hanya dengan sebuah nasihat, tetapi ada tipe orang yang tidak bisa tersadarkan dan tidak mau berbuat sesuatu kecuali setelah ia memperoleh rangsangan (motivasi) atau memperoleh ancaman.



3.



Mendidik dengan Perumpamaan (Amtsal) Perumpamaan dilakukan oleh Rasulullah SAW. sebagai salah satu strategi pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada obyek sasaran materi



pendidikan semudah mungkin, sehingga kandungan maksud dari suatu materi pelajaran dapat dicerna dengan baik, strategi ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah SAW. sebagai salah satu strategi pembelajaran selalu syarat dengan makna sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas. Beberapa contoh pendidikan Rasulullah SAW. yang menggunakan perumpamaan sebagai salah satu strateginya, antara lain sebagai berikut : a. Perumpamaan orang bakhil dan dermawan Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra. “Rasulullah SAW. telah memberikan contoh perumpamaan orang yang bakhil dan orang dermawan, bagaikan dua orang yang memakai jubah (baju) besi yang berat bagian tangan ke teteknya dan tulang bahunya, maka yang dermawan tiap ia bersedekah makin melebar bajunya itu sehingga dapat menutupi hingga ujung jari kakinya dan menutupi bekas-bekas kakinya, sedang si bakhil jika ingin sedekah mengkerut dan tiap pergelangan makin seret dan tidak berubah dari tempatnya. Abu Hurairah berkata; Saya telah melihat Nabi SAW. ketika mencontohkan dengan tangannya keadaan bajunya dan andaikan ia ingin meluaskannya tidak dapat” b. Perumpamaan orang yang suka memberi dan suka meminta Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abdullah ibn Umar ra. “ Ketika Nabi berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan mintaminta, maka bersabda; Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, tangan yang di atas itu yang memberi dan yang di bawah yang meminta” c. Perumpamaan Kawan baik dan jelek Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Musa ra. “Perumpamaan duduk dengan orang baik-baik dibandingkan dengan duduk beserta orang-orang, bagaikan pemilik kasturi dengan dapur tukang besi; Engkau tidak akan lepas dari pemilik kasturi , adakalanya engkau membeli kasturi itu atau sekurang-kurangnya mencium baunya. Sedangkan dapur tukang besi membakar tubuhmu atau sekurang-kurangnya engkau mencium bau busuk” Ketika Rasulullah SAW. memperagakan dengan baju yang dikenakannya untuk mengumpamakan antara orang dermawan dengan orang yang bakhil akan sangat mudah dipahami oleh orang yang mendengar dan melihat, karena perumpamaannya sangat konkrit (sudah dikenal), pesan ini tentu saja diarahkan agar manusia menjadi orang dermawan, karena dengan sifat dermawan itulah Allah SWT. akan memberikan balasan, sebaliknya sifat bakhil hanya akan mempercepat kemiskinan. Dalam memberikan pendidikan untuk mengarahkan agar manusia senantiasa berteman dengan orang-orang yang shalih, Rasulullah mengumpamakan bahwa bergaul dengan orang shalih bagaikan orang yang membawa minyak kasturi, artinya selalu wangi (orang yang bergaul dengan orang yang shalih akan terbawa nama baiknya) dan akan timbul sifat saling memberi dan menolong. Sedangkan orang yang jahat diumpamakan dengan pandai besi (jika tidak mempengaruhi kejahatannya paling tidak akan terbawa dengan identitas jeleknya).



Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua orang dapat melakukan analisa seperti yang dilakukan oleh Najib Khalid di atas, karena kemampuan orang dalam menangkap pesan-pesan sangat tergantung kepada kecerdasannya, akan tetapi tanpa melakukan analisa seperti yang dilakukan Najib Khalid sekalipun perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. sangat bisa dipahami oleh umat manusia walaupun hanya garis besarnya saja. Perumpamaan-perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. jika dimaknai dengan kesungguhan akan banyak ditemukan kandung hikmah yang sangat dalam, sehingga kalimat-kalimat singkat dan sederhana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. tersebut mengandung banyak makna tetapi dapat dicerna dengan baik oleh siapapun yang mendengarkannya.



4.



Mendidik dengan Nasihat Nabi Muhammad SAW. sering sekali kedatangan masyarakat dari berbagai kalangan, mereka datang kepada Nabi Muhammad SAW. khusus untuk meminta nasihat tentang berbagai hal, siapa saja yang datang untuk meminta nasihat kepada Rasulullah SAW., beliau selalu memberikan nasihat sesuai dengan permintaan, selanjutnya nasihat tersebut dijadikan pegangan dan landasan dalam kehidupan mereka. Dari banyak peristiwa tentang pemberian nasihat Nabi Muhammad SAW. kepada yang meminta nasihat (seperti tersebar dalam beberapa buku Hadis), penulis kemukakan beberapa contoh pembelajaran Nabi melalui nasihat antara lain sebagai berikut : a. Nasihat tentang menjaga amanat Hadis riwayat Bukhari , Abu Dawud, Al-Tirmizi dari Abu Hurairah “ Tunaikan amanat itu untuk orang yang memberi kepercayaan kepadamu dan jangan engkau khianat terhadap orang yang telah berkhianat kepadamu “ Amanat adalah hak yang wajib dipelihara dan disampaikan kepada yang berhak menerimanya, memelihara amanat buah dari iman, jika iman berkurang, berkurang juga amanat, menunaikan amanat hukumnya wajib. Sebaliknya khianat hukumnya haram sekalipun terhadap yang mengkhianati kita, hal ini menunjukan bahwa kita terlarang bekerjasama dengan cara saling mengkhianati.[10] Betapa Rasulullah SAW. memperhatikan persoalan amanah ini, hingga dalam kesempatan lain beliau bersabda yang menegaskan bahwa orang yang tidak melaksanakan amanah dengan benar termasuk salah satu ciri orang munafiq. b. Nasihat tentang memelihara ucapan Hadis riwayat Ibnu Asakir dari Sha’sha’ah ibn Najiyah ra. “Kendalikanlah lidahmu“ Nasihat ini diberikan kepada Haris, ketika Haris bertanya perihal yang dapat memeliharanya, lalu Nabi menjawab seperti bunyi Hadis di atas.[11] Lidah atau ucapan jika tidak dikendalikan dengan baik bisa menjadi masalah dalam kehidupan seseorang, sehingga hal ini termasuk yang sangat diperhatikan oleh Rasulullah SAW. dalam Hadis yang lain Rasulullah SAW. berpesan, jika kita tidak dapat berkata-kata yang bermanfaat lebih baik diam. Artinya, hendaklah setiap perkataan yang keluar dari mulut seseorang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, sehingga dengan perkataannya itu ia terpelihara, sebaliknya orang akan celaka jika tidak mampu menguasai lidahnya, sepeti kata seorang bijak “lidahmu adalah harimaumu yang sewaktu-waktu siap menerkam dirimu sendiri”



c. Nasihat tentang kesadaran akan dosa Hadis riwayat al-Turmuzi dari Uqbah ibn Amir “Kuasailah lidahmu, lapangkanlah rumahmu, dan menangislah atas kesalahanmu” Nasihat ini diberikan oleh Rasulullah SAW. kepada Uqbah ibn Amir ketika ia bertanya tentang arti keselamatan, lalu Nabi Muhammad SAW. menjawab seperti Hadis di atas. Menguasai lidah berarti mengendalikannya sehingga tidak membawa kepada kecelakaan, menjauhi fitnah dan menangis penuh penyesalan karena dosa yang dilakukan, karena Allah SWT. menyukai orang-orang yang bertaubat.[12] Banyak di antara manusia yang bisa berubah perilakunya dari yang kurang baik kepada prilaku yang lebih baik hanya karena ia mendengarkan nasihat, apalagi nasihat tersebut ia minta niscaya akan benar-benar dipedomani. Jika diamanati nasihat-nasihat Rasulullah SAW. di atas sangat pendek dan ringkas namun menunjukan kelugasan, sehingga penerima nasihat tidak perlu menafsirkan ucapan-ucapan Rasulullah SAW. tersebut. Kalimatnya pendek namun jelas tertuju kepada suatu masalah, seperti masalah pentingnya menjaga amanat, masalah bagaimana berbicara yang baik, masalah budi pekerti, masalah penyadaran akan dosa-dosa, semua disampaikan oleh Rasulullah SAW. dengan tidak bertele-tele.



5.



Mendidik dengan cara memukul Dalam hal tertentu, khususnya untuk membiasakan mengerjakan shalat bagi setiap muslim sejak dini, Rasulullah SAW. menganjurkan kepada setiap orang tua untuk menyuruh (dengan kata-kata) kepada setiap anaknya, ketika mereka berusia tujuh tahun agar mau melaksanakan ibadah shalat, selanjutnya Rasulullah SAW. menganjurkan jika anak pada usia sepuluh tahun belum mau melaksanakan shalat maka pukullah ia. Perintah memukul ini mengandung makna yang sangat dalam, mengingat Rasulullah SAW. sendiri dalam kontek pendidikan, tidak pernah memukul (dengan tangan) selama hidupnya. Perintah ini hanyalah menunjukan ketegasan Rasulullah SAW. untuk menanamkan kebiasaan positif yang harus dimulai sejak anak-anak. Hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Amir ibn Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata ; “Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat di kala mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena mereka tidak mengerjakannya di kala mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya” Memukul dalam hal ini tidak dilandasi oleh emosional dan kemarahan, tetapi sebaliknya memukul dalam konteks Hadis di atas harus dilandasi dengan kasih sayang, keikhlasan dan dengan tujuan semata-mata karena Allah SWT. Dalam peristiwa yang lain (bukan dalam hal shalat) Rasulullah SAW. bersabda; bahwa sebaiknya pukulan itu dilakukan tidak berkali-kali, bahkan cukup satu kali saja. Hadis riwayat Bukhari dari Anas ibn Malik ra. “ … Sesungguhnya kesabaran itu ketika pukulan pertama”



Rasulullah SAW. sangat berhati-hati dalam setiap perkataannya, sehingga setiap orang yang mendengarkan sabdanya tidak salah dalam menafsirkan, dalam persoalan



“memukul” Rasulullah SAW. membedakan antara pukulan dengan maksud pendidikan shalat (seperti Hadis di atas) dengan pukulan pada hukuman yang memang seharusnya dilakukan, seperti bunyi Hadis berikut ini. Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Burdah ra., bahwa Nabi bersabda “Tidak boleh dipukul dari sepuluh kali kecuali dalam had yang telah ditentukan hukum had oleh Allah SWT.” Rasulullah SAW. tidak bermaksud “memukul” untuk menyakiti, karenanya beliau tidak memperkenankan memukul di bagian-bagian vital seperti muka, kepala dan dada. Sikap Rasulullah SAW. ini terbukti ketika dalam sebuah peristiwa perang terjadi perkelahian yang saling memukul muka (pipi), Rasulullah SAW. sangat khawatir dengan pemandangan itu kemudian bersabda : “Apakah kau biarkan tangannya dimulutmu dan kau pecahkan dia seperti memecahkan kepala binatang” (H.R. al-Thahawi dan ‘Atha dari Shafwan ibn Ya’la ibn Umayah) Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa perintah “memukul” hanya dalam masalah shalat, hal ini menggambarkan bahwa shalat adalah salah satu ibadah yang paling pokok dan tidak boleh diabaikan seperti juga sabda beliau bahwa “Shalat itu merupakan tiang agama, barang siapa yang telah medirikan shalat maka ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan shalat maka ia telah menghancurkan agama”, di sisi lain hal ini juga menggambarkan ketegasan Rasulullah SAW. dalam menerapkan kebiasaan beribadah sejak dini. Dari beberapa ucapan Rasulullah SAW. berkenaan dengan “memukul”, dapat juga dimaknai bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW. tidak menghendaki pemukulan itu terjadi pada diri anak, ucapan ini hanyalah merupakan ancaman, karena dalam konteks pendidikan ada tipe anak yang memerlukan ancaman agar dapat melaksanakan perintah tentang kebenaran. Rasulullah SAW. adalah sosok manusia yang tegas dalam kata-kata dan lembut dalam perbuatan, walaupun ia menyuruh memukul, di sisi lain tidak ditemukan bukti-bukti bahwa Rasulullah SAW. pernah melakukan pemukulan terhadap peserta didiknya. Bukti-bukti yang ada justru menerangkan betapa Rasulullah SAW. memiliki perilaku yang lemah lembut dan dengan cara-cara yang baik dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Jangankan pemukulan yang melukai, menyinggung perasaan dengan kata-kata saja beliau tidak pernah melakukannya.



Penutup Islam memandang bahwa segala fenomena alam ini adalah hasil ciptaan Allah dan sekaligus tunduk kepada hukum hukumNya, oleh karena itu manusia harus dididik agar mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam hukum Allah tersebut. Manusia harus mampu mengorientasikan hidupnya kepada kekuatan atau kekuasaan yang berada di balik ciptaan alam raya serta mengaktualisasikan hukum – hukum Allah melalui tingkah laku dalam kegiatan hidupnya. Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam mengandung prinsip-prinsip moralitas yang memandang manusia sebagai pribadi yang mampu melaksanakan nilai-nilai moral agama dalam hidupnya. Oleh karena dengan tanpa nilai-nilai tersebut kehidupannya akan menyimpang dari fitrah Allah yang mengandung nilai Islam yaitu doktrin Islam itu sendiri yang harus dijadikan dasar dari proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat. Jadi dengan demikian pola dasar yang membentuk dan mewarnai sistem pendidikan Islam adalah pemikiran konseptual yang berorientasi kepada nilai-nilai keimanan, nilai-nilai kemanusiaan,



serta nilai-nilai moral (akhlak) yang secara terpadu membentuk dan mewarnai tujuan pendidikan Islam, sedangkan usaha pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan pola dasar tersebut berlangsung dalam satu strategi pendidikan Islam.



DAFTAR PUSTAKA



Ad-Damsyiqi, Al-Hanafi, Ibnu Hamzah Al-Husaini, Asbab al-Wurud, Jakarta: Kalam Mulia, 2003 Anwar, Qomari Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: Uhamka Press, 2003 Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994 Gulen, M. Fethullah, Versi Teladan: Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. (Terj.), Jakarta: PT. Rosda Karya, 2002. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996 Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001 Zuhairimi, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997



 Penulis adalah dosen FAI Uhamka [1] Qomari Anwar, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: UHAMKA Press, 2003, h. 42 [2] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, h. 61 [3]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 91



[4] Arifin, op. cit. h. 197 [5] Ibid. h. 199 [6] Zuhairimi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: BUmi Aksara, 1997, h. 18 [7] M. Fathullah Gulen, Versi Teladan: Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW., Jakarta: Rosda Karya, 2002, h. 197 [8] Gulen, Ibid. 311 [9] Munawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., Jakarta: Bulan Bintang, 1994, h. 49 [10] Ibn Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-Damsyiqi, Asbab al-Wurud, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h. 69 [11] Al-Damsyiqi, Ibid., h. 379 [12] Al-Damsyiqi, Ibid., h. 378



http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=56



Mengajar Dengan Hati Kategori : Pendidikan | Oleh: Komaruddin Hidayat | Tgl posting: 27/07/2010 | Jumlah komentar: 0



SAYA berharap kolom ini bisa menjadi tip bagi guru atau praktisi pendidikan, tapi sesungguhnya juga bagi kita semua, bahwa komunikasi akan efektif kalau dilakukan dengan sepenuh hati. Artinya, hatinya penuh dengan ketulusan dan kesungguhan. Pekerjaan apa pun yang tidak menyertakan hati akan terasa hambar. Hati ini di sini memiliki konotasi positif, hati yang bening sesuai dengan kodratnya. Bagi seorang guru, ketika datang ke sekolah setidaknya mesti memiliki tiga bekal primer. Pertama, mesti siap dengan materi yang akan diajarkan. Tanpa kesiapan dan penguasaan materi, apa yang hendak disampaikan kepada siswa? Ini juga berlaku bagi seorang dosen. Terlebih ketika menghadapi siswa atau mahasiswa yang kritis, guru atau dosen yang miskin penguasaan materi pasti akan ketahuan dan menurunkan wibawanya di depan kelas. Guru atau dosen yang baik tak kalah rajin belajarnya ketimbang siswa atau mahasiswanya. Hanya saja cara belajarnya berbeda. Namun, prinsipnya, guru atau dosen yang berhenti belajar berarti dia juga harus berhenti mengajar. Hubungan guru-murid jauh berbeda dari hubungan antara montir dan kendaraan rusak yang hendak diperbaiki. Sehebat-hebat dan semahal-mahal harga mobil mutakhir, tak akan mampu mengalahkan kepintaran montirnya sekalipun gajinya rendah karena mobil adalah benda mati, tidak tumbuh dan tidak berkembang. Namun, yang dihadapi seorang guru adalah anakanak dengan potensi besar dan bakat berbeda-beda. Anak-anak datang dengan mimpi, cita-cita besar, dan membawa harapan orang tuanya untuk membangun masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu seorang guru, termasuk orang tua,mesti menjadi pendengar dan pemerhati yang baik bagi anak-anak. Mesti selalu menambah wawasan tentang perkembangan psikologi anak dan berbagai temuan metode yang baru dan cocok untuk diterapkan pada anak-anak. Bekal kedua bagi seorang guru ketika masuk kelas adalah keterampilan menerapkan metode pembelajaran yang tepat, efektif, dan menyenangkan. Saya sendiri punya pengalaman, pernah memperoleh seorang dosen yang ilmunya dalam dan luas dalam mata kuliah yang dipegang, tetapi mengajarnya kurang efektif. Tidak menarik dan tidak efisien. Miskin dalam aspek metodenya.Jadi guru yang baik bukan saja yang menguasai materi ajar, tapi tak kalah penting adalah metode pengajarannya tepat sehingga anakanak akan senang menerimanya. Dalam sebuah penelitian psikologi pembelajaran disebutkan, jika suasana belajar menyenangkan, daya serap anak akan meningkat, bahkan berlipat. Coba saja perhatikan, belajar bahasa sambil menyanyi hasilnya akan lebih baik ketimbang model hafalan yang menjemukan. Ini berlaku terutama bagi anak-anak.Anak-anak biasanya lebih cepat pintar diajar guru privat profesional ketimbang diajar orang tua sendiri yang mudah marah-marah tidak sabaran. Dalam suasana bosan dan tegang, otak akan menciut,daya serapnya sedikit. Berdasarkan prinsip di atas, maka terkenal konsep joyful learning. Sebuah pembelajaran yang menyenangkan, tetapi bukan berarti santai, tidak serius.Yang ditekankan adalah metodenya menyenangkan agar materi yang telah disiapkan terserap secara optimal. Sejalan dengan konsep ini, ruang kelas pun hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga terasa indah dan nyaman.



Ruang kelas yang semrawut dan warna cat temboknya kusam akan memengaruhi pikiran dan hati siswa juga ikut semrawut. Bekal ketiga, di samping penguasaan materi dan metode, adalah kesiapan mental berupa cinta kepada anak-anak. Seorang guru yang baik ketika masuk ruang kelas mesti dengan hati. Dengan energi dan vibrasi cinta kepada anak-anak. Mengajar tanpa hati akan terasa hambar. Anak-anak pun tidak akan mendengarkan dengan hati. Kita semua pasti punya pengalaman, guru-guru yang mengajar dengan hati pasti kesannya akan lebih mendalam sekalipun telah berlalu puluhan tahun. Oleh karena itu, pandaipandailah mengatur dan menjaga hati. Ketika dari rumah atau di jalanan muncul rasa kesal, misalnya, maka ketika kaki menginjak halaman sekolah mesti mampu menata hati agar rasa kesal itu tidak terbawa masuk ruangan kelas. Mengajar dengan hati kesal pengaruhnya akan dirasakan langsung oleh anak-anak. Akan dirasakan oleh teman-teman sejawat. Pengaruhnya akan terlihat pada air mukanya, pada tutur katanya, dan pada perilakunya yang ujungnya proses dan suasana pembelajaran tidak efektif. Oleh karena itu, penting sekali seorang guru memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan psikologi komunikasi. Bahwa dalam komunikasi yang berlangsung tidak sekadar tukar-menukar kata dan ide, tetapi faktor emosi juga akan sangat memengaruhi.(*) http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=288



Esensi Pendidikan Kategori : Pendidikan | Oleh: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo | Tgl posting: 22/05/2009 | Jumlah komentar: 0 Perbincangan tentang pendidikan, akhir-akhir ini hanya mengarah di seputar besarnya APBN untuk pendidikan, buku teks, sarana pendidikan yang kurang memadai, Ujian Nasional, gaji guru. Masih terkait di seputar itu, akhir-akhir ini dibicarakan tentang serifikasi guru dan dosen, dan telah disetujuinya oleh DPR UU-BLU dan selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden sebagai UndangUndang RI nomor 9 pada tanggal 16 Januari 2009 yang lalu. Hal yang sesungguhnya lebih esensial terkait dengan persoalan pendidikan, tetapi justru kurang banyak mendapatkan perhatian, adalah tentang hasil atau produk pendidikan dalam pengertian yang lebih dalam. Orang biasanya belum peduli terhadap makna pendidikan yang sesungguhnya itu. Jika pendidikan itu dimaksudkan adalah sebagai upaya melakukan perubahan pada diri seseorang, maka ternyata belum banyak pihak yang mempertanyakan sesungguhnya apa yang sudah berubah pada diri seorang anak tatkala telah menyelesaikan program pendidikan pada jenjang tertentu. Sudah menjadi kebiasaan, bahwa setelah dinyatakan lulus, para siswa melakukan pesta, dengan cara yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai pendidikan, misalnya dengan melakukan kebut-kebutan di jalan raya, melakukan corat-coret di baju seragam dan lain-lain yang kurang pantas. Keadaan seperti itu, lembaga pendidikan tidak berkuasa mencegahnya. Hal yang bisa dilakukan hanyalah mengurangi terjadinya gejala yang tidak pantas itu. Misalnya, mengirim laporan hasil ujian ke rumah masing-masing siswa. Atau menyerahkannya langsung kepada orang tua. Selain itu meminta bantuan pihak kepolisian untuk mengamankan berbagai kegiatan para siswa yang baru dinyatakan lulus itu yang sekiranya dianggap merugikan. Hingga perlu melibatkan pihak keamanan segala, karena tidak jarang ekspresi kegembiraan para siswa yang baru dinyatakan lulus, membahayakan orang lain. Hal seperti itu sesungguhnya sangat kontradiktif dari makna pendidikan yang susungguhnya. Pendidikan dimaksudkan untuk mengantarkan para siswa memiliki akhlak yang luhur, cerdas, trampil, percaya pada diri sendiri, maka dengan ekspresi kegembiraan yang melebihi batas itu justru menunjukkan bahwa esensi pendidikan menjadi hilang, tidak membekas. Pendidikan seolah-olah



hanya mengantarkan para anak didik mendapatkan selembar ijazah. Padahal ijazah tersebut semestinya dijadikan petunjuk atau simbol bahwa tujuan pendidikan telah selesai. Persoalan lainnya, dapat dilihat dan dirasakan bahwa tatkala para siswa dihadapkan pada kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat, ternyata masih gagap . Mereka setelah lulus, tidak sedikit yang belum mampu beradaptasi dan menjawab persoalan kehidupannya sendiri di tengah masyarakat. Sekalipun sudah lulus perguruan tinggi, sementara mereka masih harus menganggur, kesulitan mencari pekerjaan. Sebagai alternatif yang bisa dipilih, mereka bekerja apa saja yang bisa dilakukan, walaupun sesungguhnya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang diperolehnya. Atau, jika ada jalan mereka ikut pergi ke luar negeri mencari pekerjaan di sana. Dari selintas gambaran itu, seolah-olah masih ada jarak yang sedemikian jauh antara apa yang diprogram di sekolah dengan tuntutan di tengah masyarakat. Di sekolah diajarkan tentang biologi, fisika, kimia, bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan ilmu sosial, tetapi ternyata seolah-olah mata pelajaran tersebut belum ada rerevansinya dengan kehidupan nyata di masyarakat. Para siswa telah dinyatakan lulus ujian, baik ujian sekolah atau ujian nasional. Tetapi, apa yang didapat itu ternyata belum bisa dijadikan bekal hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan kemudian menjadi sebatas agenda atau jadwal kehidupan yang harus dilalui oleh setiap anak bangsa, tetapi masih minus makna atau esensi yang sebenarnya. Pendidikan terasa belum berhasil mengantarkan siswa agar mampu hidup di tengah masyarakat. Akhirnya, pendidikan baru sebatas sebagai pemenuhan kewajiban, dan sebaliknya belum benar-benar berhasil mengantarkan siswa menjalani hidupnya secara mandiri dan bertanggung jawab. Persoalan-persoalan tersebut, rasanya belum mendapatkan perhatian secara cukup oleh mereka yang berwenang dan apalagi masyarakat luas. Pendidikan yang seharusnya mengantarkan peserta didik menjadi warga negara yang baik, berakhlak mulia, berwawasan luas dan memiliki ketrampilan dan seterusnya, ternyata rumusan indah itu belum semua berhasil dicapai. Sayangnya, kegagalan dari aspek yang justru bersifat esensial atau inti pendidikan tersebut belum banyak dirasakan oleh kalangan luas. Pada umumnya orang masih sedemikian percaya dengan ijazah, sekalipun selembar kertas yang dianggap penting itu sesunguhnya belum tentu bermakna apa-apa. Tulisan singkat dan sederhana ini bukan dimaksudkan mengajak agar tidak mempercayai lembaga pendidikan yang sudah ada, melainkan ingin mengintakan kembali pada pembaca tentang pesan pendidikan yang sesungguhnya. Tatkala berbicara pendidikan, semestinya dipahahami secara kritis dan mendalam makna pendidikan yang paling dalam itu, sehingga selanjutnya menjadi kekuatan pendorong terhadap peningkatan kualitas pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan sesungguhnya bukan hanya sebatas kegiatan mempelajari mata pelajaran -----biologi, kimia, fisika, bahasa dan lain-lain, lebih dari itu dimaksudkan adalah untuk memperkaya, menumbuhkan dan bahkan mengubah jiwa, pikiran dan ketrampilan si terdidik. Pendidikan bukan hanya sebatas rangkaian program yang harus dilewati oleh semua warga negara. Tetapi pendidikan memiliki tujuan terkait dengan kehidupan anak manusia pada masa depannya. Setelah melewati dan mengikuti program yang disebut dengan istilah pendidikan itu, maka yang seharusnya dipertanyakan adalah dampak apa, atau apa sesungguhnyha yang telah berubah pada diri si terdidik setelah mengikuti proses pendidikan, serta apa makna apa yang telah diperolehnya dari serangkaian proses itu untuk kehidupan mereka itu. Pertanyaan seperti ini penting untuk dijawab bersama tatkala kita memikirkan tentang esensi pendidikan yang sesungguhnya. Wallahu a'lam. Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang



http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=219



MENGKRITISI RUU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Kategori : Pendidikan | Oleh: Ki Gunawan | Tgl posting: 05/05/2009 | Jumlah komentar: 0



MENGKRITISI RUU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Oleh Ki Gunawan Tanpa banyak terliput oleh media massa dan agak luput dari perhatian kalangan pendidikan, Komisi VI DPR RI saat ini tengah membahas RUU Sistem Pendidikan Nasional. RUU ini naskah awalnya digarap oleh Komite Reformasi Pendidikan Badan Pengembangan dan Penelitian Departemen Pendidikan Nasional (KRP Balitbang Depdiknas). Dengan pemikiran UU Sisdiknas mempunyai arti sangat penting dalam memberi landasan yang kukuh bagi pembangunan pendidikan nasional di samping fungsinya sebagai pemberi kepastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan, senyampang RUU tersebut masih dalam proses pembahasan, penulis mencoba untuk mengangkat beberapa hal penting sebagai masukan bagi DPR. Pendidikan Dasar Sejak dahulu dan kemudian berlanjut sampai sekarang secara sadar kita semua mengalami kekacauan dalam tata nama jenjang pendidikan pada jalur pendidikan sekolah. Sebelum UU No. 2/1989 dan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) Sembilan Tahun diberlakukan, Pemerintah menamai jenjang pendidikan terendah sebagai Sekolah Dasar (SD), kemudian jenjang berikutnya Sekolah Menengah Pertama (SMP), lalu Sekolah Menengah Atas (SMA) dan nama-nama khusus bagi sekolah menengah kejuruan. Dalam perkembangannya, setelah UU No. 2/1989 dan Wajar Dikdas diberlakukan, nama SMP diubah menjadi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), SMA menjadi Sekolah Menengah Umum (SMU), dan sekolah-sekolah kejuruan cukup dengan nama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Walaupun dasar penggantian nama SMP menjadi SLTP adalah karena SMP merupakan bagian dari pendidikan dasar, nama baru ini tetap mencerminkan kekacauan berpikir karena nama SLTP mengesankan adanya jenjang di atasnya yang bernama SLTK (Sekolah Lanjutan Tingkat Kedua) dan seterusnya. Mestinya nama yang tepat adalah Sekolah Dasar Lanjutan (SDL) yang menunjukkan dengan jelas kedudukan jenjang pendidikan tersebut dalam sistem pendidikan nasional kita. Anehnya, dalam naskah RUU yang dibahas pada 5 Desember 2001 Komisi VI menyebut ‘Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau yang sederajat yang terdiri atas enam tingkat’ (pasal 17 ayat 2), kemudian ‘Pendidikan menengah tingkat pertama berbentuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat’ dan ‘Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas tiga tingkat’ (Pasal 19 ayat 2 dan 3). Berikutnya, dalam pasal 20 ayat 3 disebutkan bahwa ‘Pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA)’, dan pada ayat 4 ‘Pendidikan menengah vokasional berbentuk Sekolah Menengah Vokasional (SMV)’. Di samping sistem tata nama yang kacau, terdapat kekacauan dan kemunduran berpikir yang sangat mendasar para wakil rakyat di Komisi VI yaitu dengan mengembalikan jenjang pendidikan sekolah setelah SD ke dalam jenjang pendidikan menengah yang disebut sebagai pendidikan menengah tingkat pertama. Apalagi dalam pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa ‘Pendidikan menengah tingkat pertama bertujuan untuk mengembangkan kepribadian, sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja atau untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut’ (kursif dari penulis). Pasal ini jelas-jelas memberikan legalitas formal dan pengakuan kepada dunia bahwa Indonesia mengizinkan dunia usaha mempekerjakan anak-anak berusia muda sebagai buruh karena usia lulusan jenjang



pendidikan setelah SD tersebut adalah sekitar 15 tahun. Sungguh tidak masuk akal, keberanian politik Pemerintah di masa lalu yang untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia menetapkan jenjang pendidikan dasar berlangsung sembilan tahun dimentahkan oleh para wakil rakyat di era reformasi. Kenyataan cukup banyak anak-anak berusia muda menjadi buruh atau mencari nafkah bagi keluarganya tentunya tidak harus membuat negara mencabut komitmennya dalam mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia melalui pendidikan. Dalam hal penjenjangan dan penetapan tujuan pendidikan, UU No. 2/1989 justru lebih progresif karena dengan jelas menyebutkan jenjang pendidikan dasar berlangsung selama sembilan tahun dan jelas-jelas tidak memasukkan kesiapan memasuki dunia kerja sebagai salah satu tujuan pendidikannya. Naskah terakhir KRP Balitbang Depdiknas pun (27 Juni 2001) memasukkan jenjang pendidikan dasar selama sembilan tahun dengan menyebut pendidikan dasar terdiri atas sekolah dasar dan sekolah dasar lanjutan. Pendidikan Keagamaan Dalam naskah RUU, baik naskah dari KRP Balitbang Depdiknas maupun naskah pembahasan Komisi VI, muncul sesuatu yang baru yaitu masuknya secara eksplisit madrasah dan pesantren. Di samping menempel dalam pasal-pasal tentang jenjang pendidikan yang salah satunya menyebut pendidikan keagamaan, dalam naskah KRP Balitbang Depdiknas ketentuan tentang madrasah dan pesantren tercantum dalam satu pasal khusus yang berisi empat ayat (pasal 17 ayat 1 s.d. 4). Dalam naskah pembahasan Komisi VI ketentuan tersebut muncul dalam salah satu pasal di bawah judul Pendidikan keagamaan yaitu pasal 26 yang secara eksplisit menyebut jenis pendidikan keagamaan Islam. Di samping itu, Komisi VI memasukkan secara eksplisit nama madrasah sesuai dengan jenjangnya dalam pasal-pasal yang menyebutkan nama suatu jenjang pendidikan (pasal 17, 18, 19, dan 20). Menurut hemat penulis, dengan pemikiran bahwa UU ini berlaku untuk semua warga negara tanpa membedakan agama, tentunya akan lebih bijaksana untuk tidak mencantumkan secara eksplisit ketentuan-ketentuan yang sangat spesifik menunjuk agama tertentu. Atau bila hal tersebut memang sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap jenis dan jenjang pendidikan yang berciri khas agama tertentu, akan lebih baik jika jenis dan jenjang sekolah yang sangat khas yang diselenggarakan oleh pemeluk masing-masing agama dapat dicantumkan semua. Pasal 25 naskah pembahasan Komisi VI sebenarnya sudah cukup mengakomodasikan hal tersebut sehingga pencantuman nama jenjang sekolah yang sangat spesifik menunjuk kepada jenis pendidikan yang diselenggarakan oleh pemeluk agama tertentu menjadi tidak perlu. Peguruan Swassta Satu hal yang cukup mengecewakan dalam RUU pembahasan Komisi VI adalah pengakuan terhadap perguruan swasta. Seperti halnya UU No. 2/1989 yang menempatkan eksistensi perguruan swasta dalam pasal buncit, naskah pembahasan Komisi VI pun sama saja (pasal 47 dari 59 pasal dalam UU No. 2/1989 dan pasal 49 dan 59 dari 67 pasal dalam naskah Komisi VI) dan keduanya pun tidak secara eksplisit menyebut ‘perguruan swasta’. Tentang bantuan pembiayaan bagi perguruan swasta pun keduanya menggunakan bahasa yang mengambang. UU No. 2/1989 menyebut ‘Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku’ dan naskah pembahasan Komisi VI menyebut ‘Biaya penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku’ (kursif dari penulis).



Tampaknya, pemahaman akan hak peserta didik sebagai warga negara yang bersekolah di lembaga pendidikan swasta tetap belum berubah dari tahun ke tahun. Harus dipahami bahwa jumlah sekolah dan siswa lembaga pendidikan swasta, terutama di jenjang pendidikan dasar dan menengah cukup besar untuk dapat diabaikan begitu saja. Anggaran Pendidikan Satu hal yang menarik dalam naskah pembahasan Komisi VI adalah dicantumkannya secara eksplisit pengalokasian dana Pemerintah yaitu 20% dari APBN, 20% dari APBD Provinsi, dan 20% dari APBD Kota/Kabupaten, semuanya di luar alokasi dana bagi gaji guru (naskah KRP Balitbang Depdiknas menyebut angka 6% PDB dan masing-masing 20% APBD Provinsi dan Kota/Kabupaten). Suatu kemajuan yang cukup berarti karena apabila RUU ini berhasil diundangkan tanpa revisi dalam hal pendanaan, pembangunan pendidikan akan kian membaik. Di samping hal-hal yang penulis kemukakan di atas, masih banyak hal yang perlu pembahasan dan masukan dari berbagai pihak agar RUU ini dapat memenuhi keinginan kita semua dalam membangun sebuah sistem pendidikan nasional yang kuat. Untuk itu, Komisi VI seyogyanya rajin mencari masukan dari masyarakat dan berbagai kalangan yang memiliki perhatian kepada perkembangan dunia pendidikan melalui semacam public hearing dan sebagainya.(gg) http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=200



kemampuan manajerial kepala sekolah Kategori : Pendidikan | Oleh: admin | Tgl posting: 06/06/2008 | Jumlah komentar: 2



Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan. Wayan Koster mengemukakan bahwa dalam konteks MPMBS, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan: (1) menjabarkan sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar, (2) kepala administrasi, (3) sebagai manajer perencanaan dan pemimpin pengajaran, dan (4) mempunyai tugas untuk mengatur, mengorganisir dan memimpin keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di sekolah. Dikemukakan pula bahwa sebagai kepala administrasi, kepala sekolah bertugas untuk membangun manajemen sekolah serta bertanggungjawab dalam pelaksanaan keputusan manajemen dan kebijakan sekolah. Sementara itu, menurut pendapat Sanusi yang dikutip M. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2002) bahwa : “ Perubahan dalam peranan dan fungsi sekolah dari yang statis di jaman



lampau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era globalisasi, membawa tanggung jawab yang lebih luas kepada sekolah, khususnya kepada administrator sekolah. Pada mereka harus tersedia pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan keterampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat sehingga sekolah melalui program-program pendidikan yang disajikannya dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru “. Diisyaratkan oleh pendapat tersebut, bahwa kepala sekolah sebagai salah satu kategori administrator pendidikan perlu melengkapi wawasan kepemimpinan pendidikannya dengan pengetahuan dan sikap yang antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk perkembangan kebijakan makro pendidikan. Wujud perubahan dan perkembangan yang paling aktual saat ini adalah makin tingginya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, dan gencarnya tuntutan kebijakan pendidikan yang meliputi peningkatan aspekaspek pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi dan relevansi. Pada bagian lain, Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2002) dengan mengutip



dari



Dirawat



mengemukakan tentang



pemikiran



Bogdan bahwa dalam perspektif peningkatan mutu pendidikan terdapat empat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan, yaitu : (1) kemampuan mengorganisasikan dan membantu staf di dalam merumuskan perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk program yang lengkap; (2) kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri dari guru-guru dan anggota staf sekolah lainnya; (3) kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam mengajukan dan melaksanakan program-program supervisi; dan (4) kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru serta segenap staf sekolah lainnya agar mereka dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada setiap



usaha-usaha



sekolah



sekolah itu sebaik-baiknya.



untuk



mencapai



tujuan-tujuan



Wildavsky (Sudarwan Danim, 2002) mengemukakan bahwa salah satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah atau calon kepala sekolah, bahwa “kompetensi minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah; keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan keterampilan teknis



instruksional



dan



non



instruksional.”



Hal



serupa



dikemukakan oleh Kantz dalam Segiovanni (Sudarwan Danim, 1995) bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen sekolah



sebagai



proses



sosial, mengemukan



tiga



jenis



keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu



:



(1)



keterampilan



teknis,



yakni



keterampilan



yang



berhubungan dengan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik tertentu



dalam



menyelesaikan



tugas-tugas



tertentu;



(2)



keterampilan manusiawi yakni keterampilan yang menunjukkan kemampuan seorang manajer di dalam bekerja dengan orang lain secara efektif dan efisien; (3) keterampilan konseptual yakni keterampilan yang berkenaan dengan cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja sekolah secara keseluruhan. Dilain



pihak,



Fred



keterampilan



Luthans (1995)



yang



dibutuhkan



mengemukakan oleh



seorang



lima



jenis



manajer,



yang mencakup : (1) Cultural flexibility; (2) Communication skills (3) Human Resources Development skills ; (4) Creativity ; dan (5) Self Management of learning. Kelima keterampilan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Cultural flexibility merupakan keterampilan yang merujuk kepada kesadaran dan kepekaan budaya, di mana seorang manajer dituntut untuk dapat menghargai nilai keberagaman kultur yang ada di dalam organisasinya. Kepala sekolah selaku manajer di sekolah sangat mungkin akan dihadapkan dengan warga sekolah, dengan latar kultur yang beragam, baik guru, tenaga administrasi maupun siswa. Oleh karenanya, kepala sekolah diuntut untuk dapat menghargai keberagaman kultur ini.



Communication



skill



merupakan



keterampilan



manajer



yang



berkenaan dengan kemampuan untuk berkomunikasi, baik dalam bentuk



lisan,



tulisan



maupun



non



verbal.



Keterampilan



komunikasi amat penting bagi seorang kepala sekolah, karena hampir sebagian besar tugas dan pekerjaan kepala sekolah senantiasa melibatkan dan berhubungan orang lain. Komunikasi yang efektif akan sangat membantu terhadap keberhasilan organisasi secara keseluruhan. Human Resources Development skills manajer



yang



berkenaan



merupakan



dengan



keterampilan



pengembangan



iklim



pembelajaran (learning climate), mendesain program pelatihan, pengembangan



informasi



dan



pengalaman



kerja,



penilaian



kinerja, penyediaan konseling karier, menciptakan perubahan organisasi,



dan



penyesuaian



bahan-bahan



pembelajaran.



Dalam perspektif persekolahan, kepala sekolah dituntut untuk memiliki keterampilan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang tersedia di sekolahnya, sehingga mereka benarbenar dapat diberdayakan dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah Creativity merupakan keterampilan manajer yang tidak hanya berkenaan dengan pengembangan kreativitas dirinya sendiri, akan tetapi juga keterampilan untuk menyediakan iklim yang mendorong semua orang untuk menjadi kreatif. Sehubungan dengan hal ini, seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki keterampilan dalam menciptakan iklim kreativitas di lingkungan sekolah



yang mendorong



seluruh



warga



sekolah



untuk



mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Self- management of learning merupakan keterampilan manajer yang merujuk kepada kebutuhan akan belajar yang berkesinambungan untuk mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan baru. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha memperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.



http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=126



Mutu Lulusan Pendidikan dan Dunia Kerja 28 Apr 2010 



Koran Tempo







Opini



Ninasapti Triaswati, staf pengajar fakultas ekonomi universitas indonesia, anggota dewan riset nasional komisi teknis sosial kemanusiaan ) Membangun manusia Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat merupakan visi besar yang hendak dicapai para pendiri bangsa Indonesia. Salah satu program yang diperlukan adalah pendidikan bermutu yang selaras dengan dunia kerja. Uraian ini akan mencoba menjawab tiga pertanyaan berikut apakah mutu lulusan pendidikan sudah selaras dengan dunia kerja? Apa saja peran pemerintah dan swasta maupun masyarakat luas agar dapat mendorong pendidikan di Indonesia menjadi bermutu dan selaras dengan dunia kerja? Bagaimana agar pemerintah efektif melaksanakan kebijakannya supaya dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga selaras dengan dunia kerja? Beberapa data tentang ketenagakerjaan dapat menggambarkan kesenjangan antara lulusan pendidikan dan dunia kerja. Pertama, data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2009 menggambarkan bahwa tingkat pengangguran terbuka pekerja lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 14 persen. Adapun untuk lulusan diploma dan universitas lebih dari 13 persen. Secara keseluruhan, jumlah penganggur terbuka di Indonesia pada Agustus 2009 masih cukup besar, yaitu sekitar 9 juta orang, sedangkan setengah penganggur sebesar 31,6 juta orang (15,4 juta terpaksa menjadi setengah penganggur dan 16 juta sukarela menjadi setengah penganggur). Kedua, sebagian besar (tiga perempat) dari semua pekerja Indonesia pada Agustus 2009 didominasi oleh



lulusan sekolah dasar (55,21 persen) dan sekolah menengah pertama (19,39 persen). Hal ini berarti "mutu" sebagian besar pekerja Indonesia masih rendah.Berdasarkan data BPS yang dipublikasikan pada Desember 2009 tersebut dapat disimpulkan, walaupun tingkat pengangguran menurun dari 8,4 persen pada Agustus 2008 menjadi 7,9 persen pada Agustus 2009, jumlah penganggur masih cukup besar, yaitu hampir mencapai 9 juta orang pada Agustus 2009. Jumlah tersebut menurun dibanding pada Agustus 2008 sebanyak 9,39 juta orang. Di sisi lain, data setengah pengangguran terpaksa meningkat secara konsisten dari Agustus 2008 sampai Agustus 2009, yaitu dari 14,9 juta menjadi 15,4 juta orang. Hal ini merupakan fenomena menarik dari sisi ekonomi karena jumlah peningkatan setengah pengangguran terpaksa, yaitu sekitar 500 ribu orang pada periode setahun terakhir, hampir sa-ma dengan jumlah penurunan pengangguran terbuka sebesar 390 ribu orang pada periode yang sama. Jadi masih diperlukan berbagai usaha agar mereka dapat sepenuhnya bekerja, tidak lagi berstatus penganggur terbuka maupun setengah penganggur terpaksa. Pemerintah Indonesia dapat mendorong percepatan peningkatan mutu dan keselarasan dengan dunia kerja melalui dua hal berikut. Pertama, menyediakan dana pendidikan yang secara efektif dapat meningkatkan mutu pendidikan. Pada pendidikan sekolah secara formal, tingkat efektivitas dana pendidikan untuk program wajib belajar dapat diukur dengan peningkatan angka partisipasi kasar untuk semua tingkat pendidikan. Pada pendidikan nonformal dan informal, tingkat efektivitas dapat diukur dengan peningkatan, keterampilan para pekerja. Sehingga secara keseluruhan, peningkatan dana pendidikan diharapkan secara efektif dapat menurunkan tingkat pengangguran.Kedua, mengembangkan kurikulum pendidikan agar sesuai dengan kompetensiyang dibutuhkan oleh dunia usaha sehingga selaras dengan dunia kerja. Dengan demikian, diharapkan para lulusan dapat segera memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kompetensinya. Hal ini tidak hanya kurikulum sekolah, namun juga



bagi paket belajar untuk pendidikan kesetaraan tingkat SD, SMP, dan SMA, homeschoolmg, maupun lembaga pelatihan/kursus. Pihak pengusaha dan masyarakat luas juga perlu secara efektif meningkatkan mutu pendidikan melalui pertama, pengembangan lembaga pendidikan swasta, baik berupa sekolah (yaitu pendidikan formal) maupun berupa pendidikan nonformal dan informal. Hal ini antara lain dapat dilakukan swasta dengan mendorong pengusaha untuk menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk pengembangan pendidikan secara keseluruhan, yaitu membangun sekolah maupun pendidikan nonformal dan informal. Kedua, mendorong pengusaha agar membelanjakan dana untuk tujuan riset dan pengembangan sehingga mampu men-dorong pembangunan teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia. Ketiga, mendorong kesadaran masyarakat luas akan pentingnya "belajar sepanjang hidup", yaitu berupa kemampuan berbahasa asing; kemampuan teknologi informasi dan komunikasi (komputer, penggunaan Internet); serta kemampuan pemahaman finansial, yaitu mampu melakukan alokasi belanja untuk kebutuhan jangka pendek dan alokasi investasi keuangan untuk kebutuhan jangka panjang; khususnya di pasar uang dan modal. Pemerintah Indonesia sudah menyediakan anggaran pendidikan yang cukup besar, 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara, yaitu pada tahun anggaran 2010 (RAPBN-P) diusulkan sekitar Rp 221,4 triliun, lebih besar dari APBN-P 2010 yang berjumlah Rp 209 triliun. Jumlah pengeluaran pendidikan ini dapat meningkat lebih besar lagi di masa yang akan datang jika pemerintah Indonesia dapat meningkatkan sisi penerimaan pajak dan bukan pajak.Diperlukan peningkatan akuntabilitas publik dana pendidikan agar anggaran yang besar ini dapat meningkatkan jumlah dan mutu pekerja yang berkualitas. Antara lain dapat dilakukan melalui pertama, proses perencanaan harus efektif terhadap tujuan meningkatkan mutu sekaligus keselarasan dengan kebutuhan di pasar tenaga kerja serta didukung oleh proses monitoring dan evaluasi yang efektif terhadap target kinerja.



Kedua, proses penganggaran dan implementasi juga perlu sangat efektif agar mencapai sasaran peningkatan mutu maupun peningkatan keselarasan untuk masuk dunia kerja sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran. Diperlukan kerja keras kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, untuk menyusun program implementasi yang secara langsung dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas bagi para lulusan sekolah, terutama melalui peningkatan kualitas penyusunan program dan alokasi anggaran, khususnya program kewirausahaan dan beasiswa bagi lulusan terbaik yang berasal dari keluarga tidak mampu.) Artikel ini ditulis kembali berdasarkan makalah pada Seminar Sehari "Pembiayaan Pendidikan Bermutu Hak untuk Semua" dalam rangkaian Pekan Aksi Global Pendidikan untuk Semua, yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta pada 22 April 2010. Entitas terkaitAdapun | Artikel | BPS | Diperlukan | Indonesia | Jumlah | Membangun | Ninasapti | Uraian | Dunia Kerja | Pemerintah Indonesia | Seminar Sehari | Badan Pusat Statistik | Kementerian Pendidikan Nasional | Mutu Lulusan Pendidikan | Pekan Aksi Global Pendidikan | Pembiayaan Pendidikan Bermutu Hak | Ringkasan Artikel Ini Pada pendidikan sekolah secara formal, tingkat efektivitas dana pendidikan untuk program wajib belajar dapat diukur dengan peningkatan angka partisipasi kasar untuk semua tingkat pendidikan. Pihak pengusaha dan masyarakat luas juga perlu secara efektif meningkatkan mutu pendidikan melalui pertama, pengembangan lembaga pendidikan swasta, baik berupa sekolah (yaitu pendidikan formal) maupun berupa pendidikan nonformal dan informal. Jumlah pengeluaran pendidikan ini dapat meningkat lebih besar lagi di masa yang akan datang jika pemerintah Indonesia dapat meningkatkan sisi penerimaan pajak dan bukan pajak.Diperlukan peningkatan akuntabilitas publik dana pendidikan agar anggaran yang besar ini dapat meningkatkan jumlah dan mutu pekerja yang berkualitas. Diperlukan kerja keras



kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, untuk menyusun program implementasi yang secara langsung dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas bagi para lulusan sekolah, terutama melalui peningkatan kualitas penyusunan program dan alokasi anggaran, khususnya program kewirausahaan dan beasiswa bagi lulusan terbaik yang berasal dari keluarga tidak mampu.) Artikel ini ditulis kembali berdasarkan makalah pada Seminar Sehari "Pembiayaan Pendidikan Bermutu Hak untuk Semua" dalam rangkaian Pekan Aksi Global Pendidikan untuk Semua, yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta pada 22 April 2010.



http://bataviase.co.id/node/187844