Ketersediaan Pangan Kelompok 5 Makalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KETERSEDIAAN PANGAN



D I S U S U N Oleh : Nama Kelompok 5 : 1. Vina Elysia Siregar (1802021064) 2. David H T Sitompul (1802021004) 3. Royani Lumban Gaol (1802021022) 4. Wira Utama Rizky (1802021056) 5. Martua Raja Harahap (1802021013) 6. Wirdaty Tazkiyah (1802021024)



INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN T.P 2020/2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sebagian besar masyarakatnya bertopang pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Namun, petani di Indonesia justru menjadi kelompok yang miskin dan terpinggirkan. Mereka sering dirugikan oleh masalah kebijakan pangan yang dibuat oleh pemerintah dan masalah sosial lain yang mereka hadapi sebagai petani. Kebutuhan pangan nasional memang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor, namun karena jumlah penduduk Indonesia terus bertambah dan tersebar di banyak pulau, maka ketergantungan akan pangan impor menyebabkan rentannya ketahanan pangan, sehingga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk sosial, ekonomi, dan bahkan politik. Indonesia juga memperlakukan penyediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri sebagai prioritas yang utama. Dalam UUD 1945 pasal 34 disebutkan, bahwa Negara bertanggung jawab didalam memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan. Demikian pula didalam UU Pangan nomor 7 tahun 1996 pasal 1 ayat 17 dikatakan bahwa ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhnya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik dalam jumlah, mutu, aman serta merata dan terjangkau. Dengan demikian pengertian ketahanan pangan dapat dikatakan sebagai terpenuhinya kebutuhan gizi makanan setiap individu dalam jumlah dan mutu agar dapat hidup sehat dan beraktivitas guna memenuhi aspirasinya yang paling humanistic sepanjang masa hidupnya. Cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia tertuang dengan jelas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu antara lain mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat mencangkup berbagai indikator, baik bersifat material maupun spiritual. Kebutuhan material yang paling mendasar dan penting dari manusia adalah kebutuhan akan pangan disamping sandang dan pangan yang dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan primer. Terpenuhinya sebagai kebutuhan tersebut akan mengantar pada kondisi terwujudnya kesejahteraan rakyat. Namun demikian, cita-cita mulia yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa tersebut hingga sekarang belum terpenuhi secara menyeluruh. Pemenuhan hak pangan dan kelangsungan hidup rakyat bergantung kepada sistem perberasan yang menjadi penentu sistem pangan nasional, sehingga dapat dikatakan sistem perbesaran juga merupakan salah satu penentu stabilitas. Pangan merupakan hal yang paling mendasar dalam pemenuhan kebutuhan dan kemampuan suatu negara dan bangsa bertahan dalam eksitensinya, yaitu dalam perwujudan ketahanan nasional. Pangan itu berbicara terpenuhi atau tidaknya kebutuhan yang paling mendasar bagi rakyat dalam suatu negara dan berimplikasi secara luas ke wilayah ekonomi, sosial, dan politik nantinya akan berdampak stabilitas negara. Pangan adalah esensial bagi kehidupan yang merupakan hak asasi bagi setiap individu warga negara, menjadi tanggung jawab kita semua, masyarakat, negara untuk memenuhi. Ketersediaan pangan merupakan persyaratan penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun dinilai belum mencukupi dalam konteks ketahanan pangan, karena masih banyak variabel yang berpengaruh untuk mencapai ketahanan pangan tingkat daerah dan rumah tangga. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh



pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Bila terjadi kelebihan, pangan tersebut dapat diperdagangkan antar wilayah. Memenuhi kebutuhan dalam negeri dalam jumlah besar sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pengolahan pangan. Ada dua cara untuk mencapi ketahanan pangan yaitu: (1) swasembada pangan (2) kecukupan pangan. - Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan yang berasal dari pasokan domestik. - kecukupan pangan selain berasal dari pasokan domestik juga berasal dari perdagangan pangan. Ketahanan pangan dikatakan baik bila setiap orang dapat memperoleh makanan yang cukup sesuai dengan norma gizi untuk kehidupan yang sehat. Oleh sebab itu ada tiga indikator kuncinya, yaitu: (1) ketersediaan pangan (2) jangkauan kualitas pangan (3) kehandalan dari ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan adalah pangan mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga sehingga dapat dilihat pula kecukupan konsumsi normatif pada masing-masing individu



Tujuan ketahanan pangan adalah Memperkuat sistem distribusi pangan, Meningkatkan konsumsi pangan masyarakat untuk memenuhi kecukupan gizi yang bersumber dari pangan lokal, Meningkatkan penanganan keamanan dan mutu pangan segar. Upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia: Pertanian: menggunakan pupuk, pestisida, penanaman bibit unggul danmekanisai pertanian. Perikanan: melarang penangkapan ikan ilegal, menghindari perusakan terumbu karang, menangkap dengan tidak berlebihan, dan modernisasi perahu penangkapan.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ketersediaan/ ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, dan aman yang di dasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Internasional Confrance in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat. Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingarter, 2000).



Beberapa definisi ketahanan pangan yang sering diacu adalah sebagi berikut: a. Undang-Undang pangan No.7 Tahun 1996: Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. b. USAID (1992): Kondisi ketika semua pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebtuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. c. FAO (1997) situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi dan memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. d. FIVIMS 2005: Kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan begizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (Food Preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. e. Mercy Corps (2007): keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial dan ekonomi terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat. Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi yaitu: 1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu. 2. Pangan tersedia dan dapat diakses setiap waktu. 3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu baik fisik ekonomi dan sosial.



4. Berorientasi pada pemenuhan gizi. 5. Ditunjukan untuk hidup sehat dan produktif. Di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya (2) Aman (3) merata, (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut: 1. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.



2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama. 3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air. 4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.



B. Kondisi Pertanian di Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah. Sumber daya alam ini berasal dari sektor pertanian, perikanan, peternakan sampai dengan pertambangan seperti minyak bumi, gas alam dan logam. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Indonesia seharusnya bisa menjadi negara maju dari semua sektor tersebut, terutama dari sektor pertaniannya Saat ini dengan sumber daya alam yang melimpah ternyata tidak menjamin Indonesia menjadi negara yang maju. Banyak masyarakat terutama petani yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Jika dilihat lebih jauh ternyata banyak hal yang menghambatnya, seperti kurangnya pemanfaatan sumber daya alam yang ada dan rendahnya tingkat ilmu pengetahuan masyarakat tentang potensi alam yang ada. Peran pemerintah pun juga kurang mendukung untuk memajukan sektor ini. Pemerintah kurang membantu petani secara langsung yan menyebabkan petani sulit untuk berkembang. Indonesia yang berada kawasan yang strategis dan beriklim tropis dengan penyinaran matahari sepanjang tahun ini bisa menjadi keunggulan tersendiri dalam hal pertaniannya. Akan tetapi banyak hal yang bisa dibilang tidak logis, seperti indonesia sampai sekarang masih saja bergantung pada impor beras untuk memenuhi permintaan beras dalam negerinya sendiri. padahal sekitar tahun 1980 Indonesia pernah menjadi swasembada beras dan bisa mengekspor hasil



berasnya. Ini menjadi pertanyaan sekaligus cambukan yang cukup keras untuk keadaan pertanian Indonesia saat ini. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang banyak. Kepadatan penduduk saat ini sudah semakin tinggi dan sulit untuk dikendalikan. Hal ini memicu juga kebutuhan pangan yang semakin tinggi. Namun berlawanan dengan hal tersebut, menurut data kementan terdapat sekitar 500.000 kepala keluarga yang pindah profesi dari petani menjadi non petani disetiap tahunnya. Hal ini dapat menjadi batu sandungan indonesia untuk memajukan sektor pertaniannya. Akan semakin sedikit petani yang akan menghasilkan bahan pangan untuk masyarakat padahal permintaannya akan terus semakin tinggi. Menurut data BPS 2017, bahan pangan untuk masyarakat diperoleh sekitar 70% masyarakat Indonesia saat ini masih berprofesi menjadi petani. Namun tidak semua mendapatkan kesejahteraan yang layak dan memiliki tingkat produksi yang tinggi. Menurut menteri pertanian Andi Amran Sulaiman terdapat berbagai masalah yang menimpah petani kita saat ini. Yang pertama adalah masalah irigasi yang berdasarkan survei terdapat 52% irigasi yang rusak di wilayah pertanian Indonesia. Yang kedua adalah masalah pupuk yang masih saja sering terlambat pendistribusiannya ke petani. Yang ketiga adalah masalah kurangnya pengadaan alat mesin pertanian yang secara tidak langsung menghambat laju produksi hasil. Yang keempat adalah kurangnya tenaga penyuluh lapangan sehingga para petani banyak yang belum mendapat informasi yang tepat tentang pertaniannya.Banyak langkah pemerintah yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sektor pertaniaan saat ini. Pemerintah menargetkan pada tahun 2018 tidak akan mengimpor beras lagi. Walaupun dalam dua tahun terakhir ini Indonesia dilanda La Nina dan El Nino yang terparah sepanjang sejarah, namun pemerintah masih yakin untuk terus tetap memajukan sektor pertaniaanya. Untuk merealisasikan hal tersebut pemerintah akan menjalankan beberapa program seperti pengadaan asuransi pertanian dan jaminan kerja para petani. Selain itu pemerintah juga akan melakukan pembagian bantuan teknologi berupa alat hasil pertanian seperti traktor, mesin tanam dan mesin panen otomatis. Teknologi tersebut diharapkan juga mampu menarik masyarakat muda untuk ikut terjun dalam mengembangkan sektor pertanian. Penggunaan lahan tidur juga menjadi salah satu rencana yang akan dilakukan karena masih banyaknya lahan yang berpotensi tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Kondisi pertanian di Indonesia, kini terasa cukup memprihatinkan. Dimana Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris (negara yang maju pertaniannya), sekarang malah mengimpor makanan pokoknya dari negara lain. Padahal sebenarnya rakyat dan bumi kita yang tercinta ini masih dapat memenuhi kebutuhan beras untuk makan kita sehari-hari. Selain itu cuaca juga menentukan seberapa banyak hasil panen dalam bertani. Cuaca yang tidak menentu, seperti pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, dengan benih beserta pupuk yang digunakan sehingga tanaman yang ditanam mengalami pertumbuhan pertumbuhan yang tidak wajar dan mengakibatkan gagal panen. Peristiwa ini sering terjadi di hampir setiap daerah di Indonesia dan membuat petani yang miskin semakin miskin karena kegagalan panen tersebut. Diharapkan pemerintah juga memperhatikan nasib para petani yang sama memperhatikannya dengan kondisi pertaniannya. Seperti bagaimana cara bertanam yang bersahabat dengan alam dan menggunakan teknologi sehingga bertani memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan kerugiannya, namun teknologinya pun yang tidak membahayakan alam.



C. Faktor yang Menyebabkan Indonesia Mengimpor Beras dari Luar Negeri Indonesia memiliki potensi yang luar biasa di bidang pertanian. Kelapa sawit,karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu



keunikan. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan sehingga harus mengimpor bahan pangan dari luar negeri. Kebijakan impor beras dilakukan untuk menambah stok beras yang akhir-akhir ini mengalami penurunan. Kebijakan impor beras pemerintah sendiri menarik untuk dicermati, sebab berkolerasi dengan ketahanan pangan Indonesia. Bagaimana tidak, negara dengan penduduk lebih dari 250 juta jiwa memerlukan beras sebagai bahan makanan pokok mereka. Indonesia yang selalu disebut negara agraris, subur dan sebagainya ternyata tidak mampu memberi makan penduduknya sehingga untuk urusan nasi saja harus impor. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia selalu mengimpor beras mulai dari tahun 2000 hingga 2015 atau selama 15 tahun. Sementara untuk mengimpor beras pada tahun 2018 Indonesia kembali mengimpor beras selama 15 tahun tersebut, Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 15,39 juta ton beras dengan volume impor beras sebanyak pada tahun 2011 dengan volume sebesar 2,75 ton, sedangkan volume terkecil pada tahun 2005 sebesar 189.616 ton, Dengan jumlah total impor beras tersebut dan ditambah 500.000 ton pada tahun ini, maka hingga saat ini Indonesia telah mengimpor beras sebesar 15, 89 juta ton. Sementara, di sisi dana yang dikeluarkan pada impor beras sebesar 15,39 juta ton mencapai 5,83 miliar dollar AS atau Rp 78,70 triliun (kurs Rp 13.500). dana yang paling banyak dikeluarkan pada impor tahun 2011 dengan 1,51 miliar dolar AS atau Rp 20,38 triliun, sedangkan dana yang paling sedikit dikeluarkan tahun 2005 dengan nilai 51,49 juta dollar AS atau Rp 695,1 miliar.



Impor bahan ini disebabkan berbagai hal diantaranya sbb: 1. Jumlah penduduk yang sangat besar Salah satu penyebab utama Indonesia mengimpor bahan pangan adalah jumlah penduduknya yang sangat besar. Data statistik menunjukan pada tahun 2012 penduduk indonesia sejumlah 230-237 juta jiwa. Hal ini membuat kebutuhan pangan di Indonesia menjadi semakin besar. Akibatnya produksi pangan di dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan seluruh masyarakatnya sehingga indonesia harus mengimpor bahan pangan dari luar negeri. Jumlah penduduk Indonesia yang banyak (lebih dari 230 juta) dan terus bertambah memerlukan produk pangan dalam jumlah yang terus meningkat (peningkatan kebutuhan pangan nasional 1-2% per tahun) sehingga keberadaan lahan sawah dalam jumlah yang cukup dan layak untuk mendukung ketersediaan dan ketahanan pangan mutlak diperlukan. 2. Ketergantungan mengkonsumsi beras Seluruh masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok. Dengan besarnya jumlah penduduk di Indonesia maka kebutuhan beras pun menjadi sangat besar. Penduduk Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rata-rata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini mengakibatkan kebutuhan beras di Indonesia menjadi tidak terpenuhi. Walaupun produksi beras Indonesia tinggi tetapi belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras dari negara penghasil pangan lain seperti Thailand.



3. Perubahan Iklim Faktor lain yang mendorong adanya impor bahan pangan adalah iklim, khususnya cuaca yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian pangan, seperti yang terjadi saat ini. Pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih beserta pupuk yang digunakan, dan sistem pertanaman yang digunakan. Sehingga penyediaan benih dan pupuk semula terjadwal, permintaannya menjadi tidak menentu yang dapat menyebabkan kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk. Akhirnya hasil produksi pangan pada waktu itu menurun. 4. Luas lahan pertanian yang semakin sempit Penyebab impor bahan pangan selanjutnya adalah luas lahan pertanian yang semakin sempit. Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1995 sampai tahun 2011 terjadi konversi lahan sawah di pulau jawa seluas 15 juta Ha dan 5,7 juta Ha di luar pulau jawa. Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas 0,52 juta Ha di jawa dan sekitar 2,7 juta Ha diluar pulau jawa, namun kenyataannya percetakan lahan sawah tanpa di ikuti dengan pengontrolan konversi, tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan indonesia terhadap beras impor. 5. Mahalnya biaya transportasi Ketergantungan impor bahan baku pangan juga disebabkan mahalnya biaya transportasi di Indonesia yang mencapai 34 sen dolar AS per kilometer. Bandingkan dengan negara lain seperti Thailand, China, dan Vietnam yang ratarata sebesar 22 sen dolar AS per kilometer. Sepanjang kepastian pasokan tidak kontinyu dan biaya transportasi tetap tinggi, maka industri produk pangan akan selalu memiliki ketergantungan impor bahan baku. 6. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat Faktor-faktor di atas yang mendorong dilakukannya impor masih diperparah lahan pertanian yang beralih fungsi dengan berbagai kebijakan- kebijakan pemerintah yang semakin menambah ketergantungan kita akan produksi pangan luar negeri. Seperti kebijakan dan praktek privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi. Contohnya ijin membangun jalan tol, hotel, mall dll. D. Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan di Indonesia 1. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan Ketahanan Pangan Di Indonesia persoalan pangan telah menjadi isu utama sejak jaman kerajaan, dimana raja-raja jawa telah menumpuk cadangan bahan pangan. Demikian pula pemerintah kolonial Belanda membentuk badan khusus untuk menangani pengadaan pangan. Pada perkembangan awal, ketahanan pangan diartikan menjamin seluruh orang pada setiap waktu terhadap akses pangan dan akses secara ekonomi untuk mendapatkan kebutuhan pangan yang mereka perlukan. Kemudian perubahan yang membedakan ketersediaan dengan akses, pada akhirnya konsep berkembang dengan memperhatikan faktor lain, seperti nilai gizi, aspek sosial dan latar belakang budaya (ESCAP, 2009:20).Ketahanan pangan para ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok, yaitu ketersediaan pangan dan aksebilitas masyarakat terhadap bahan pangan tersebut, jika salah satu



dari unsur diatas tidak terpenuhi, maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional. Tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh (Arifin, 2004:31). Ada tiga faktor yang dapat meningkatkan ketahanan pangan: 1. Ketersediaan pangan sebanyak yang diperlukan oleh masyarakat yang mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan baik yang berasal dari produksi, cadangan maupun impor dan ekspor.



2. Distribusi yang mencankup aksebilitas pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan strategis. 3. Konsumsi yang mencangkup jumlah mutu gizi/nutrisi keamanan dan keanekaragaman konsumsi pangan. Ketersediaan pangan pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 yang dituangkan dalam peraturan pemerintah nomor 68 tahun 2002 mengenai ketahanan pangan, secara garis besar mengatur faktor-faktor untuk meningkatkan ketahanan pangan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ketersediaan pangan. 2. Cadangan pangan nasional. 3. Penganekaragaman pangan. 4. Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan. 5. Peran pemerintah daerah dan masyarakat. 6. Pengembangan sumberdaya manusia dan kerjasama internasional. Badan ketahanan menyusun kebijakan umum mengenai ketahanan pangan yang arahnya adalah mewujudkan kemandirian pangan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman bermutu, bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah dan nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inivatif dan peluang pasar serta memperkuat ekonomi kerakyatan dan mengentaskan dari kemiskinan.(Purwaningsih 2008). Dengan demikian faktor-faktor untuk upaya meningkatkan ketahanan pangan dapat disimpulkan: 1. Strategi Pada dasarnya perkuatan ketahanan pangan nasional tentu perlu ditempuh melalui strategi utama yang sudah menjadi cara baku. Secara baku, dituangkan berbagai strategi dari setiap aspek setiap ketahanan pangan Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2011 yang merumuskan beberapa strategi untuk diimplementasikan. Adapun rumusan tersebut adalah sebagai berikut:



a. Pemantapan dan peningkatan produksi pangan domestik melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pada lahan yang sesuai dan masih potensial. b. Pelestarian lahan pangan melalui audit lahan sawah, penerbitan peraturan daerah, pencegahan konversi lahan pangan, dan pencadangan lahan untuk pangan/beras yang mesti disertai kompensasi yang memadai bagi produsen. c. Fasilitasi dan jaminan kelancaran pasokan sarana produksi, terutama benih/bibit dan pupuk. d. Peningkatan dan perbaikan infrastruktur produksi dan transportasi didaerah sentra produksi melalui alokasi anggaran pemerintah pusat.



e. Pengembangan produksi bahan pangan organik dan bahan pangan berbasis sumberdaya lokal. f. Pengembangan cadangan pangan daerah melalui pengembangan kerjasama antar pemerintah kabupaten/kota dan peningkatan/revitalisasi fungsi dan peran lumbung desa dan cadangan pangan masyarakat. g. Pemantapan kesepakatan alokasi anggaran pertanian provinsi dan kabupaten/kota sentra produksi. h. Peningkatan ketersediaan dan kefungsian infrastruktur pasar dan pengolahan hasil. i. Peningkatan fasilitas pengeringan dan pengolahan hasil pangan pada daerah pasang surut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi untuk upaya meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Perluasan lahan pertanian Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan oleh negara indonesia karena mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis. Keadaan inilah yang menampakkan bahwa sektor pertanian sebagai salah satu sektor ketahanan pangan nasional. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamakan. Namun setiap tahun untuk luas lahan pertanian selalu mengalami alih fungsi lahan, dari lahan sawah ke non sawah. Ketahanan pangan merupakan salah satu dari 11 prioritas dengan substansi inti program aksinya yang meliputi pengembangan kawasan dan tata ruang pertanian, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, adaptasi terhadap perubahan iklim, peningkatan penelitian dan pengembangan, serta peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan. Berdasarkan hal tersebut, pendayagunaan tanah terlantar dapat diarahkan untuk mendukung program aksi ketahanan pangan melalui pengembangan lahan untuk pertanian pangan dan ikut serta dalam mendorong peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan masyarakat. Jika semakin luas lahan yang digunakan tidak menghasilkan produksi padi yang meningkat. Maka diperlukan pupuk untuk produktivitasnya.



2. Menganekaragamkan pangan



Penganekaragaman Pangan adalah upaya untuk mencapai ketahanan pangan dengan cara menyediakan berbagai alternatif pangan seperti beras, ubiubian, jagung, gandum, sagu dan sebagainya. Di Indonesia terdapat makanan yang menjadi pangan pokok, tetapi masyarakat indonesia sebagian besar masih menganggap bahwa beras adalah makanan utama yang tidak bisa digantikan oleh makanan lain. Hal ini dapat menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras.Kita tahu bahwa di Indonesia terdapat berbagai makanan selain ubi-ubian, jagung, gandum, sagu dan lain sebagainya. Tujuan dari menganekaragamkan pangan ini adalah: a. Memantapkan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA). b. Mendorong peningkatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis pangan lokal dan LCM (Lomba Cipta Menu). c. Memfasilitasi laboratorium keamanan pangan segar dan peningkatan mutu dan keamanan pangan. 3. Ketersediaan pangan Strategi yang dapat ditetapkan untuk ketersediaan pangan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan ketersediaan pangan yang berasal dari produksi dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. b. Mengkoordinasikan dan mengembangkan cadangan pangan dan pemantapan kelembagaan pangan. c. Meningkatkan peran serta stake holder dan masyarakat dalam upaya mencegah dan penanggulangi kerawanan pangan. 4. Distribusi pangan Strategi untuk distribusi pangan adalah sebagai berikut: a. Mendorong dan memberikan kontribusi terhadap terwujudnya distribusi pangan yang efektif dan efisien. b. Menumbuh kembangkan koordinasi dan sinergi kebijakan distribusi pangan. c. Mendorong peran serta kelembagaan pangan dan masyarakat dalam meningkatkan kelancaran distribusi harga dan meningkatkan akses pangan. d. Penanganan daerah rawan pangan melalui SIDI (Sistem Informasi Dini) dan penyusunan peta rawan pangan melalui Sistem Keamanan Pangan dan Gizi (SKPG). 5. Penyuluhan Pengembangan penyuluhdan kelembagaan penyuluh yang handal dan profesional di Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Pemberdayaan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) ditingkat kecamatan sebagai home base dan basis penyebaran informasi ketahanan pangan dan agribisnis, pengembangan sarana dan prasarana serta penguatan koordinasi program dan program penyuluhan ditingkat provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Peningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar pemerintah dalam penyelenggaraan penyuluhan.



BAB III KESIMPULAN



A. Kesimpulan



1. Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, dan aman yang di dasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Internasional Confrance in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu keperluan hidup sehat. 2. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah. Sumber daya alam ini berasal dari sektor pertanian, perikanan, peternakan sampai dengan pertambangan seperti minyak bumi, gas alam dan logam. Menurut data BPS 2017 bahan pangan untuk masyarakat diperoleh sekitar 70% masyarakat Indonesia saat ini masih berprofesi menjadi petani. Dari data yang diperoleh bahwa banyaknya penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya menyebabkan permintaan terhadap kebutuhan pokoknya semakin meningkat sehingga pemerintah Indonesia sering melakukan impor beras karena beras merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi bagi masyarakat. Impor beras terus dilakukan oleh pemerintah karena kurangnya pangan dari masyarakat sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat masih sangat minim. Impor beras juga merupakan salah satu kerjasama pemerintah Indonesia dengan negara lain agar terciptanya hubungan perdagangan internasional. Kondisi pertanian di Indonesia, kini terasa cukup memprihatinkan. Dimana Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris (negara yang maju pertaniannya), sekarang malah mengimpor makanan pokoknya dari negara lain. Padahal sebenarnya rakyat dan bumi kita yang tercinta ini masih dapat memenuhi kebutuhan beras untuk makan kita sehari-hari. Selain itu cuaca juga menentukan seberapa banyak hasil panen dalam bertani. Cuaca yang tidak menentu, seperti pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, dengan benih beserta pupuk yang digunakan sehingga tanaman yang ditanam mengalami pertumbuhan pertumbuhan yang tidak wajar dan mengakibatkan gagal panen. Peristiwa ini sering terjadi di hampir setiap daerah di Indonesia dan membuat petani yang miskin semakin miskin karena kegagalan panen tersebut. Diharapkan pemerintah juga memperhatikan nasib para petani yang sama memperhatikannya dengan kondisi pertaniannya. Seperti bagaimana cara bertanam yang bersahabat dengan alam dan menggunakan teknologi sehingga bertani memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan kerugiannya, namun teknologinya pun yang tidak membahayakan alam.



3. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia selalu mengimpor beras mulai dari tahun 2000 hingga 2015 atau selama 15 tahun. Sementara untuk mengimpor beras pada tahun 2018 Indonesia kembali mengimpor beras selama 15 tahun tersebut, Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 15,39 juta ton beras dengan volume impor beras sebanyak pada tahun 2011 dengan volume sebesar 2,75 ton, sedangkan volume terkecil pada tahun 2005 sebesar 189.616 ton. Sehingga, dengan jumlah total impor beras tersebut dan ditambah 500.000 ton pada tahun ini, maka hingga saat ini Indonesia telah mengimpor beras sebesar 15, 89 juta ton. Sementara, disisi dana yang dikeluarkan pada impor beras sebesar 15,39 juta ton mencapai 5,83 miliar dollar AS atau Rp 78,70 triliun (kurs Rp 13.500). dana yang paling banyak dikeluarkan pada impor tahun 2011 dengan 1,51 milliar dolar AS atau Rp 20,38 triliun, sedangkan dana yang paling sedikit dikeluarkan tahun 2005 dengan nilai 51,49 juta dollar AS atau Rp 695,1 miliar.



Impor bahan ini disebabkan berbagai hal di antaranya sbb: 1. Jumlah penduduk yang sangat besar 2. Ketergantungan mengkonsumsi beras 3. Perubahan iklim 4. Luas lahan pertanian yang semakin sempit. 5. Mahalnya biaya transportasi 6. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat. 4. Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan Ada tiga faktor yang dapat meningkatkan ketahanan pangan: 1. Ketersediaan pangan sebanyak yang diperlukan oleh masyarakat yang mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan baik yang berasal dari produksi, cadangan maupun impor dan ekspor. 2. Distribusi yang mencankup aksebilitas pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan strategis. 3. Konsumsi yang mencangkup jumlah mutu gizi/nutrisi keamanan dan keanekaragaman konsumsi pangan (Suparmo dan Usman, 2004:3-4). Dari berbagai tulisan-tulisan yang diperoleh dan juga berdasarkan data- data yang terkait dengan ketahanan pangan nasional dapat disimpulkan bahwa Indonesia memang dikenal sebagai negara agraris yaitu negara yang maju pertaniannya namun masih mengimpor beras karena meningkatnya penduduksehingga produksi beras yang setiap tahunnya meningkatpun tidak mencukupi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Akhirnya, pemerintah melakukan impor beras untuk membantu masyarakat dalam memnuhi kebutuhan pokok mereka terutama bagi rakyat yang miskin.



B. Saran 1. Adapun saran yang bisa diberikan adalah sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia. karena masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara atau strategi yang baik guna menjaga ketahanan pangan mereka. 2. Untuk memaksimalkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini pemerintah harus ikut serta dalam sektor pertanian agar ketahanan pangan dapat tersedia bagi masyarakat sehingga tidak perlu mengimpor beras dari luar negeri. 3. Dari faktor-faktor yang menyebabkan Indonesia mengimpor beras tersebut, sebaiknya lebih memperhatikan lahan pertanian di Indonesia terutama di daerah-daerah yang dominan profesinya sebagai petani. Sehingga untuk meningkatkan ekspor beras maka pemerintah harus memperbaiki dan meningkatkan infrastruktur, meningkatkan produktifitas buruh dan mempermudah prosedur import bahan utama dan bahan pembantu industri.



4. Dalam rangka meningkatkan ketersediaan pangan dan kemandirian pangan di Indonesia, maka pemerintah perlu mengkaji ulang pencapaian dari kebijakan mengenai ketersediaan pangan yang sudah ada serta mengatasi permasalahan yang ada, melalui industri pangan non beras berbasis tepung-tepungan dari umbi-umbian dan jagung. Sehingga perekonomian masyarakat Indonesia menjadi meningkat dan keanekaan produk dari pangan non beras tercapai serta lebih mandiri atau tidak bergantung pada impor dan menjadi negara yang berdaulat. Beberapa hal yang perlu dipertajam adalah kebijakan mengenai penganekaragaman atau diversifikasi pola konsumsi pangan dan peningkatan mutu keamanan pangan.



C. Keterbatasan Berdasarkan uraian di latar belakang dan hasil pembahasan dan selanjutnya dapat disampaikan beberapa keterbatasan makalah berikut ini 1. Kurang memberi deskripsi detail tentang situasi pertanian di seluruh wilayah Indonesia. 2. Tulisan bersifat analitis dan kurang didukung data detail tentang situasi pangan di seluruh wilayah Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2001. Program Kerja Pengembangan Kewaspadaan Pangan. Pusat Kewaspadaan Pangan 20012004. Pusat Kewaspadaan Pangan. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Arumsari, vini. 2008. Peran Wanita Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan. PadaTingkat Rumah Tangga Di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, 13 (1):71-82. Barichello, Rick, 2000. Evaluating Government Policy for Food Security: Indonesia. University of British Columbia. Berlin Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Las, Irsal dan Mulyani, Anny dan Ritung,S.2011.Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Ketahanan Pangan,:73-80. Muhilal, Fasli Jalal dan Hardinsyah, 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Mulyana, Andy. 2012. Penguatan Ketahanan Pangan Untuk Menekan Jumlah Penduduk Miskin dan Rentan Pangan di Tingkat Nasional dan Regional,1(1): 11-18. Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000. Pembangunan Pertanian dan pengembangan Agroindustri. Wibowo, R. (Editor). Pertanian dan pangan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.



Ngajenan, Muhammad, 1990. Kamus Etismologi Bahasa Indonesia. Semarang: Dahara Prize.