KIAN 1-5 Syd Bismillah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI FISIK BRAND DAROFF TERHADAP VERTIGO DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



DISUSUN OLEH : Syadillah Mursyid, S.Kep 1911102412063



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR 2020



PENGARUH PEMBERIAN TERAPI FISIK BRAND DAROFF TERHADAP VERTIGO DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT



KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners Keperawatan



DISUSUN OLEH : Syadillah Mursyid, S.Kep 1911102412063



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR 2020



SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN



Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama



: Syadillah Mursyid



NIM



: 1911102412063



Program Studi



: Profesi Ners



Judul KIA-N



: PENGARUH PEMBERIAN TERAPI FISIK BRAND DAROFF TERHADAP VERTIGO DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT



Menyatakan bahwa karya ilmiah akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.



Samarinda,...............................



Materai Rp. 6000



Syadillah Mursyid NIM. 1911102412063



ii



LEMBAR PERSETUJUAN



PENGARUH PEMBERIAN TERAPI FISIK BRAND DAROFF TERHADAP VERTIGO DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



DISUSUN OLEH : Syadillah Mursyid, S.Kep 1911102412063



Disetujui untuk diujikan Pada tanggal,



Agustus 2020



Pembimbing



Ns. Alfi Ari Fahrurizal., M.Kep NIDN : Mengetahui, Koordinator MK. Elektif



Ns. Siti Khoiroh Muflhatin., M.Kep NIDN : 1115017703



iii



LEMBAR PENGESAHAN PENGARUH PEMBERIAN TERAPI FISIK BRAND DAROFF TERHADAP VERTIGO DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



DISUSUN OLEH : Syadillah Mursyid, S.Kep 1911102412063



Disetujui untuk diujikan Pada tanggal,



Agustus 2020



Penguji 1



Penguji 2



Penguji 3



Ns.



Ns.



Ns.



Mengetahui, Koordinator MK. Elektif



Ns. Siti Khoiroh Muflhatin., M.Kep NIDN : 1115017703



iv



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan kepada penulis dan atas berkat rahmat, karunia serta ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir-Ners ini. Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Karya Ilmiah Akhir-Ners ini berjudul “Pengaruh Pemberian Terapi Fisik Brand Daroff Terhadap Vertigo Di Ruang Unit Gawat Darurat” disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Profesi Ners Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur tahun 2020. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dukungan, bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas serta yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Bambang Setiaji selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. 2. Bapak Ghozali MH, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Farmasi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.



v



3. Ibu Ns. Dwi Rahmah Fitriani, M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. 4. Ibu Ns. Siti Khoiroh Muflihatin, M.Kep selaku Koordinator Mata Kuliah Elektif yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan Karya Ilmiah Akhir-Ners ini. 5. Bapak Ns. Alfi Ari Fahrurizal.,M.Kep selaku Dosen Pembimbing sekaligus menjadi Penguji III yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, masukan dan motivasi kepada penulis hingga Karya Ilmiah Akhir-Ners ini dapat selesai. 6. . . . . . . . . . . . . . selaku Penguji I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan arahan serta saran dalam proses perbaikan Karya Ilmiah Akhir-Ners ini. 7. . . . . . . . . . . . . . selaku Penguji II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan arahan serta saran dalam proses perbaikan Karya Ilmiah Akhir-Ners ini. 8. Bapak dan Ibu Dosen dan seluruh Staf Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. 9. Kedua orang tua, kakak-kakak, adik-adik, dan seluruh keluarga saya yang terkasih yang selalu memberikan semangat, motivasi, dukungan serta do’a kepada saya dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners ini. 10. Teman-teman Program Studi Profesi Ners Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Angkatan 2020, anda semua adalah teman terhebat dan luar biasa yang pernah saya kenal.



vi



Semoga segala kebaikan yang telah diberikan, mendapatkan balasan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Aamiin. Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir-Ners ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sehingga Karya Ilmiah Akhir-Ners ini dapat bermanfaat untuk semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Akhirnya, penulis berharap semoga Karya Ilmiah Akhir-Ners ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan juga bagi kita semua. Aamiin ya rabbal’alamin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Samarinda, 01 Agustus 2020.



Penulis,



vii



DAFTAR ISI



Halaman Sampul Halaman Judul Halaman Pernyataan Keaslian Penelitian



ii



Halaman Persetujuan



iii



Halaman Pengesahan



iv



Kata Pengantar



v



Daftar Isi



viii



Daftar Tabel



x



Daftar Bagan



xi



Daftar Lampiran



xii



Intisari



xiii



Abstrack



xiv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang



1



B. Perumusan Masalah



6



C. Tujuan Penelitian



6



D. Manfaat Penelitian



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Vertigo



7



1. Pengertian Vertigo dan BPPV



7



2. Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh



8



3. Klasifikasi



8



4. Etiologi dan Fsktor Resiko



9



5. Patofisiologi ................................................................................10 6. Gejala Klinis ................................................................................12 7. Diagnosa ......................................................................................13 8. Tatalaksana ..................................................................................19 9. Komplikasi ..................................................................................23



viii



10. Prognosis .....................................................................................23 B. Konsep Brand Daroff Exercise



24



1. Pengertian Terapi Brand Daroff



24



2. Langkah Terapi Brand Daroff Exercise



25



3. Efek Latihan Brand Daroff



26



BAB III METODE A. Desain Penelitian



27



B. Pencarian Literatur



27



C. Kriteria Inklusi dan Eklusi



29



D. Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas



29



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Analisis



31



B. Pembahasan



43



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan



55



B. Saran



55



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



ix



DAFTAR TABEL



Tabel 4.1 Hasil Analisis



32



x



DAFTAR BAGAN



Bagan 3.1 Flow Gram



30



xi



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1 Biodata Peneliti



62



Lampiran 2 Standar Operasional Prosedur Terapi Brand Daroff



63



Lampiran 3 Lembar Konsultasi



65



xii



Penagaruh Pemberian Terapi Fisik Brand Daroff Terehadap Vertigo Di Ruang Unit Gawat Darurat Syadillah Mursyid1, Alfi Ari Fahrurizal2 Fakultas Ilmu Kesehatan dan Farmasi, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur E-Mail : [email protected]



INTISARI



Vertigo mempunyai tingkat ketiga sebagai keluhan terbanyak setelah nyeri kepala (migrain) dan low back pain. Vertigo merupakan suatu gangguan orientasi atau Keseimbangan tubuh terhadap suatu ruangan yang membuat penderita merasa bergerak ataupun berputar. Salah satu bentuk terapi fisik non farmakologi yang dapat mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut adalah dengan menggunakan metode Brandt Daroff yang merupakan bentuk terapi fisik atau senam fisik vestibuler untuk mengatasi gangguan vestibular seperti vertigo. Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo diruang unit gawat darurat. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur review dengan databased melalui google scholer, research gate dan NCBI dengan intervensi yang digunakan adalah Brand Daroff terhadap Vertigo. Berdasarkan hasil analisis litertur review terhadap 10 jurnal terkait didapatkan hasil penelitian bahwa Brand Daroff terbukti berpengaruh dan merupakan salah satu



terapi yang paling efektif serta sangat mudah untuk dilakukan dirumah karena latihan Brandt Daroff memiliki keuntungan atau kelebihan dari terapi fisik lainnya yaitu dapat mempercepat sembuhnya vertigo dan untuk mencegah terjadinya kekambuhan tanpa harus mengkonsumsi obat. Kata Kunci : Brand Daroff, Vertigo



1



Mahasiswa Profesi Ners Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. Dosen Profesi Ners Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.



2



xiii



The Effect of Giving Brand Daroff Physical Therapy on Vertigo in The Emergency Unit Syadillah Mursyid1, Alfi Ari Fahrurrizal2 Faculty of Health Sciences and Pharmacy, Muhammadiyah University of East Borneo E-Mail : [email protected] ABSTRACT Vertigo have a third as after complaints most pain head (migraine) and low back pain. Vertigo is an orientation disorder or body balance to a room that makes the patient feel moving or spinning. One from of non pharmacology physical therapy that can reduce or eliminate these symptoms is to use the Brand Daroff method wich is a form of physical therapy or vestibular physical exercise to overcome vestibular disorders such as vertigo. The Scientific Work of Late-Nurse (KIA-N) aims to determine the effect of giving Brand Daroff physical therapy on vertigo in the emergency unit. This research uses literature review study method with databased through google scholar, research gate and NCBI with the intervention used is Brand Daroff to vertigo. Based on the results of a literature review analysis of 10 related journals it was found that the Brand Daroff proved to be influential and was one of the most effective and very easy therapies to do at home because Brand Daroff training had the advantages or advantages of other physical therapies that could accelerate vertigo recovery and to prevent recurrence without having to consume drug. Keyword : Brand Daroff, Vertigo



1



Student Nursing Profession at Muhammadiyah University of East Borneo Lecture Nursing Profession at Muhammadiyah University of East Borneo



2



xiv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Vertigo setelah



mempunyai



nyeri



tingkat



ketiga



sebagai



keluhan



terbanyak



kepala (migrain) dan low back pain. Menurut Abdulbar



Hamid dalam persentasinya di The 3rd Updates in Neuromergencies Maret 2012, vertigo menjadi momok pada 50% orang tua berusia sekitar 70 tahun di Amerika. Asal terjadinya vertigo dilakukan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh. metabolik,



toksik,



Bisa vaskuler,



berupa



trauma,



infeksi,



keganasan,



atau autoimun. Penyebab terbanyak vertigo



adalah masalah pada organ vestibular telinga dalam. Kasus vertigo menurut Prevalensi di Amerika, disfungsi sekitar 35% populasi dengan umur 40 tahun ke atas Subjek yang mengalami



vertigo



vestibular,



(Grill



et



vestibular al.,2013).



75% mendapatkan gangguan



vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral (Chakeret al.,2012). Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke (Sumarilyah, 2010). Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7% yang diperiksakan ke dokter (Sumarilyah, 2010). Pada umumnya vertigo yang terjadi disebabkan oleh stress, mata lelah, dan makanan/minuman



tertentu.



1



Selain



itu,



vertigo



bisa



2



bersifat



fungsional



dan



tidak



ada hubungannya dengan perubahan-



perubahan organ di dalam otak. Otak sendiri sebenarnya tidak peka terhadap nyeri. Artinya, pada umumnya vertigo tidak disebabkan oleh kerusakan yang terjadi di dalam otak. Namun, suatu ketegangan atau tekanan pada selaput otak atau pembuluh darah besar di dalam kepala dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat pada kepala Iskandar Junaidi (2013). Vertigo diartikan



berasal



berputar,



dari dan igo



bahasa



latin,



yaitu “vertere”



yang berarti kondisi. Vertigo



yang



dapat



merupakan



subtipe dari “dizziness” yang dapat didefinisikan sebagai ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Kasus vertigo yang paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) termasuk ke dalam gangguan keseimbangan dengan gejala pusing, rasa seperti melayang, dunia seperti berjungkir balik , pening, sempoyongan (Edward & Roza, 2014). Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami dan menyusahkan sebagian besar manusia. Pada umumnya vertigo terjadi disebabkan oleh stress, mata lelah dan makanan dan minuman tertentu. Selain itu vertigo bisa bersifat fungsional dan tidak ada hubunganya



dengan



perubahan-perubahan organ dalam otak. Otak sendiri sebenarnya tidak peka terhadap nyeri. Artinya pada umumnya vertigo tidak disebabkan oleh kerusakan yang terjadi didalam otak. Namun satu ketegangan



atau tekanan



3



pada



selaput otak atau pembuluh darah besar didalam kepala dapat



menimbulkan rasa sakit yang hebat pada kepala (Iskandar Junaidi 2013). Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang digambarkan sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau pusing (dizziness). Prevalensi vertigo di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di Prancis menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48% (Grill et al.,2013 cit., Bissdorf, 2013). Vertigo merupakan suatu gangguan orientasi atau Keseimbangan tubuh terhadap suatu ruangan yang membuat penderita merasa bergerak ataupun berputar. Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya vertigo perifer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2014) di India, yaitu dari 54 penderita vertigo perifer didapatkan 20 orang dengan umur lebih dari 60 tahun.



Hasil



analisis



deskriptif



dapat



disimpulkan



bahwa



semakin



bertambahnya usia seseorang maka semakin berisiko terjadinya vertigo perifer. Vertigo juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan pada telinga bagian dalam atau bagian vestibular dan kemungkinan disebabkan oleh gangguan pada otak. Vestibular merupakan suatu sistem dari telinga bagian dalam yang berfungsi sebagai alat keseimbangan menurut Neurologychannel (dalam buku menyayangi otak, 2011), sistem vestibular tersebut bertanggung jawab untuk menghubungkan rangsangan terhadap indera dengan pergerakan tubuh dan menjaga agar suatu objek tetap berada dalam fokus ketika tubuh bergerak. Selain disebabkan oleh gangguan pada sistem vestibular dan gangguan pada otak, vertigo juga bisa disebabkan oleh faktor idiopatik,



4



trauma, fisiologis, konsumsi obat dan penyakit atau sindrom lain seperti Meniere (Dewant,et al.2010). Menurut Wratsongko (2010), Vertigo biasa terjadi disertai



dengan mual dan muntah bahkan ada juga bisa disertai



dengan diare. Akibat selanjutnya vertigo dapat menyebabkan dehidrasi dan jatuh. Banyak tindakan atau terapi yang sering digunakan oleh seseorang yang mengalami vertigo. Salah satunya yaitu terapi farmakologi atau obat. Seperti halnya upaya yang sudah dilakukan di praktik mandiri dokter yang akan diteliti yaitu memberikan obat untuk meringankan vertigo. Seseorang yang mengalami vertigo biasa mengkonsumsi obat untuk mengurangi atau menghilangkan gejala vertigo. Namun obat yang di konsumsi tentu saja memiliki efek samping. Banyak terapi-terapi lain selain farmakologi. Salah satu bentuk terapi fisik non farmakologi yang dapat mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut adalah dengan menggunakan metode Brandt Daroff yang merupakan bentuk terapi fisik atau senam fisik vestibuler untuk mengatasi gangguan vestibular seperti vertigo. Terapi fisik ini dilakukan untuk mengadaptasikan diri terhadap gangguan keseimbangan. Latihan Brandt Daroff memiliki keuntungan atau kelebihan dari terapi fisik lainnya atau dari terapi farmakologi yaitu dapat mempercepat sembuhnya vertigo



dan



untuk mencegah terjadinya



kekambuhan tanpa



harus



mengkonsumsi obat. Selain itu, latihan Brandt Daroff dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan pasien tidak perlu berkeliling mencari dokter yang bisa menyembuhkan vertigonya. Namun, selain kelebihan-kelebihan diatas, metode ini juga memiliki kelemahan yaitu metode ini tidak boleh langsung



5



dilakukan setelah pasien diberikan terapi ep l ey man u ver ma u p u n s emo n t ma n u ver (Lumbantobing, 2001 dalam Bahrudin, 2013). Dalam penelitian yang sudah dilakukan oleh Sumarliyah dkk (2011), senam vertigo dengan menggunakan metode Brandt Daroff dapat memaksimalkan kinerja tiga sistem yang berfungsi sebagai alat keseimbangan. Menurut Joesoef (2006) dalam jurnal penelitian Sumarliyah, dkk (2011) “Input visual memberikan objek berupa orientasi ruang”. Pada anatomi sistem keseimbangan, saluran atau kanal semisirkularis dan vestibula yang berfungsi sebagai alat keseimbangan dan coklea yang berfungsi sebagai pendengaran terletak di telinga bagian dalam. Sistem-sistem ini bekerja dengan cara menghubungkan saraf vestibulococlear dengan pusat vestibular yang terletak di otak dan sistem keseimbangan. Selain sistem vestibular, terdapat juga sistem propiosepsi yang terdiri dari sensor-sensor gerakan, posisi dan tekanan yang berada pada otot, kulit dan sendi yang berfungsi memberikan stimulus berupa sentuhan dan objek ruang yang sangat penting untuk menjaga posisi tetap seimbang. Dalam penelitian yang sudah dilakukan oleh Sumarliyah dkk (2011), senam



vertigo



dengan



menggunakan



metode



Brandt



Daroff



dapat



memaksimalkan kinerja tiga sistem yang berfungsi sebagai alat keseimbangan. Menurut informasi dari Cambridge University Hospital (2014), brandt daroff memiliki kelebihan yaitu mengurangi respon stimuli yang berupa perasaan tidak nyaman dan sensasi berputar pada otak, dan juga membantu mereposisi Kristal yang berada pada kanalis semisirkularis.



6



Berdasarkan dari uraian diatas peneliti tertarik untuk mengangkat judul tentang “pengaruh pemberian terapi fisik Brandt Daroff terhadap ver t igo di Unit Gawat Darurat”.



B. Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh pemberian terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo di Ruang Unit Gawat Darurat ? C. Tujuan Penelitian Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) dalam bentuk literatur review ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo di Ruang Unit Gawat Darurat. D. Manfaat Penelitian Penulisan KIA-N ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dua aspek yaitu manfaat aplikatif (bagi pasien, perawat, tenaga kesehatan) dan manfaat keilmuan (Bagi penulis, peneliti, rumah sakit dan pendidikan).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Vertigo 1.



Definisi Vertigo dan BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak atau halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa berputar – putar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler) namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal (vertikal linier) (Susianti & Seiawati, Melly 2016). Vertigo merupakan salah satu gangguan



yang



paling sering



dialami dan menyusahkan sebagian besar manusia. Pada umumnya vertigo terjadi disebabkan oleh stress, mata lelah dan makanan dan minuman tertentu. Selain itu vertigo bisa bersifat fungsional dan tidak ada hubunganya dengan perubahan-perubahan organ dalam otak. Otak sendiri sebenarnya tidak peka terhadap nyeri. Artinya pada umumnya vertigo tidak disebabkan oleh kerusakan yang terjadi didalam otak. Namun satu ketegangan



atau tekanan pada selaput otak atau



pembuluh darah besar didalam kepala dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat pada kepala (Iskandar Junaidi 2013). Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan



7



8



posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat (Edward dan Roza, 2014). 2.



Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga kanal semisirkular, yakni kanal anterior, kanal posterior, dan kanal horizontal. Setiap kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, suatu masa gelatin yang memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, dan melekat pada sel rambut. Labirin terdiri dari dua struktur otolit, yaitu utrikulus dan sakulus yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira dibidang kanalis semisirkularis horizontal. Makulus sakulus terletak di dinding medial sakulus dan terutama terketak di bidang vertikal. Pada setiap macula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menyebabkan BPPV (Purnamasari, 2013).



3.



Klasifikasi Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu : a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85



9



sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring (Purnamasari, 2013). b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral) Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas) selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi



telentang.



Nistagmus



geotropik



terjadi



karena



adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus dari



apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas



utrikulus



menempel pada



kupula kanalis



horizontal



(kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik) (Edward dan Roza, 2014). 4.



Etiologi dan Faktor Risiko



10



Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya tertanam di sakulus dan utrikulus). Kristal tersebut merangsang selsel rambut di saluran setengah lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang terlepas (kupulolitiasis) didalam telinga bagian dalam menyebabkan BPPV. Batu-batu tersebut merupakan kristal-kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat



pada



kupula. Kupula menutupi makula, yang adalah struktur padat dalam dinding dari dua kantong- kantong (utrikulus dan sakulus) yang membentuk vestibulum. Ketika batu-batu terlepas, mereka akan mengapung dalam kanal semisirkular dari telinga dalam. Faktanya, dari pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopik telinga bagian dalam pasien- pasien yang menderita BPPV memperlihatkan batu-batu tersebut (Anita, 2010). Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum diketahui secara pasti. Debris kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa penyebab seperti trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa didahului trauma atau penyakit lainnya. Mungkin dapat juga disebabkan oleh perubahan protein dan matriks gelatin dari membrane otolith yang berhubungan dengan usia. Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya (Purnamasari, 2013). 5.



Patofisiologi



11



Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Bunjamin et al., 2013): a. Teori Kupulolitiasis Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimana ditemukan



partikel-partikel



basofilik



yang



berisi



kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan



kupula.



Dia



menerangkan bahwa kanalis



semiriskularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama halnya seperti benda berat diletakkan pada puncak tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior



ke



superior, kupula



12



bergerak secara utrikulofugal,



dengan



demikian



timbul



nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.



b. Teori Kanalitiasis Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan kebelakang partikel ini berotasi ke atas di



sepanjang



lengkung



kanalis



semi



sirkularis.



Hal



ini



menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan pusing. Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban



bergulir,



kerikil akan terangkat



seberntar



kemudian



terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut seolah-olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa pusing. Dibanding



dengan



teori



kupulolitiasis,



teori



ini



dapat



menerangkan keterlambatan sementara nistagmus, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi maneuver



13



kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari gejala pusing. 6.



Gejala Klinis Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan, sulit



untuk berkonsentrasi,



dan



mual.



Kegiatan



menyebabkan timbulnya gejala dapat berbeda-beda individu, tetapi gejala dapat



yang pada



dapat tiap



dikurangi dengan perubahan posisi



kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul dikarenakan perubahan posisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau pun saat bangkit dari tempat tidur (Bhattacharyya et al., 2011). Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam durasi yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and intensitas. BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan kehidupan penderita. Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu perkerjaan dan kehidupan sosial penderita. 7.



Diagnosa a. Anamnesa Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas maupun ke belakang, dan membungkuk. Vertigo juga dapat disertai dengan keluhan



14



mual. Pada banyak kasus BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari. Dalam anamnesa selain menanyakan tentang gejala klinis, juga harus ditanyakan mengenai faktor



yang



merupakan



etiologi



atau



yang



faktordapat



mempengaruhi keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma kepala, migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya maupun riwayat gangguan saraf pusat (Bunjamin et al., 2013). b. Pemeriksaan Fisik Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior dapat di diagnosa ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan ketika dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-Hallpike Test. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-Hallpike, dan tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes DixHallpike negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. 1) Dix-Hallpike Test Nistagmus pemeriksaan



tes



yang



ditemukan



saat



dilakukan



Dix-Hallpike biasanya menunjukkan dua



karakteristik penting. Pertama, terdapat periode laten antara akhir dari masa percobaan dan saat terjadi serangan dari



15



nistagmus. Periode laten tersebut terjadi selama 5 sampai 20 detik, tetapi dapat juga terjadi hingga 1 menit dalam kasus yang jarang terjadi. Kedua, hal yang memperberat vertigo dan nistagmusnya sendiri meningkat, dan hilang dalam periode waktu tertentu dalam 60 detik dari waktu serangan nistagmus. Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus memberitahu pasien tentang gerakan-gerakan yang akan dilakukan dan



mengingatkan pasien bahwa pasien akan



merasakan serangan vertigo secara tiba-tiba, yang mungkin saja disertai dengan rasa mual, yang akan hilang dalam 60 detik. Karena pasien akan diposisikan dalam posisi supinasi dengan kepala dibawah badan, pasien harus diberitahu agar saat



berada dalam posisi supinasi, kepala pasien akan



menggantung dengan



bantuan meja percobaan hingga 20



derajat. Pemeriksa sebaiknya meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat menjaga kepala pasien dan memandu pasien mendapatkan pemeriksaan yang aman dan terjamin tanpa pemeriksa



kehilangan



keseimbangan



dirinya



sendiri



(Bhattacharyya et al., 2011). Cara melakukan pemeriksaan Dix- Hallpike: a) Pertama,



jelaskan pada penderita mengenai prosedur



pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.



16



b) Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat pemeriksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30–40 derajat, pasien diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul. c) Kepala diputar melihat ke kanan 45 derajat (kalau kanalis semi



sirkularis



posterior



yang



terlibat).



Ini



akan



menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semi sirkularis posterior. d) Tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien direbahkan secara cepat sampai kepala tergantung pada ujung meja pemeriksaan. e) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi



tersebut dipertahankan selama 40 detik. Penilaian



respon pada monitor dilakukan selama kira- kira 1 menit atau sampai respon menghilang. f) Komponen cepat nistagmus seharusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral. g) Setelah



pemeriksaan



dilanjutkan dengan



ini



dilakukan,



dapat



langsung



Canalith Reposithoning Treatment



(CRT). Bila tidak ditemukan respon abnormal, pasien dapat didudukkan kembali secara perlahan. Nistagmus bisa terlihat



dalam arah



yang berlawanan dan penderita



mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.



17



h) Berikutnya pemeriksaan diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 derajat dan seterusnya. 2) Tes Kalori Tes kalori diajukan oleh Dix dan Hallpike. Pada pemeriksaan ini dipakai air dingin dan air panas. Suhu air dingin adalah 30 C sedangkan suhu air panas adalah 44 C. Volume



air



yang



dimasukkan



kedalam



telinga



salah



satunya terlebih dahulu sebanyak 250 ml air dingin , dalam 40 detik. Kemudian pemeriksa memperhatikan saat nistagmus muncul dan



berapa



lama



kejadian nistagmus



tersebut. Dilakukan hal yang sama pada telinga yang lain. Setelah menggunakan air dingin, kemudian kita melakukan hal yang sama pada kedua telinga menggunakan air panas. Pada tiap-tiap selesai salah satu pemeriksaan, pasien diistirahatkan selama



5



menit



untuk menghilangkan rasa



pusingnya



(Purnamasari, 2013). 3) Tes Supine Roll Tes ini diperuntukkan jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada atau tidaknya BPPV kanal lateral atau bisa kita



sebut



juga



BPPV kanal



horizontal.



Pasien



yang



memiliki riwayat BPPV tetapi bukan termasuk kriteria BPPV kanal posterior harus dicurigai sebagai BPPV kanal lateral. Pemeriksa harus menginformasikan pada pasien bahwa pada



18



pemeriksaan ini, pasien akan mengalami pusing berat selama beberapa saat. Saat melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi atau berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan pemeriksa mengamati mata pasien untuk melihat ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda, kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Kemudiaan dimiringkan kembali 90 derajat ke sisi yang berlawanan dan mata pasien diamati untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus (Purnamasari, 2013). c. Pemeriksaan Tambahan Terdapat tiga jenis pemeriksaan tambahan (Bhattacharyya et al., 2011), yaitu : 1) Radiografi Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa rutin dari BPPV karena BPPV sendiri tidak memiliki karakteristik tertentu dalam gambaran radiologi. Tetapi radiografi ini memiliki peran dalam proses diagnosis jika gejala yang muncul tidak khas, hasil yang diharapkan dari percobaan tidak sesuai, atau jika ada gejala tambahan disamping dari kehadiran gejala-gejala



BPPV,



yang



mungkin merupakan gabungan dari central nervous system ataupun otological disorder. 2) Vestibular Testing



19



Electronystagmography memiliki kegunaan yang terbatas



dalam mendiagnosa BPPV kanalis, karena



komponen torsional dari nistagmus tidak bisa diketahui dengan menggunakan teknik biasa. Di sisi lain, dalam mendiagnosa BPPV kanalis horizontal, nistagmus hadir saat



dilakukan



tes.



Tes



vestibular



ini



mampu



memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan dengan BPPV, tetapi tidak spesifik contohnya vestibular hypofunction (35% dari kasus BPPV) yang umumnya ditemukan pada kasus trauma kapitis ataupun infeksi virus. 3) Audiometric Testing Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosa BPPV, tapi dapat memberikan informasi tambahan dimana diagnosa klinis untuk vertigo masih belum jelas. 8.



Tatalaksana a. Non – Farmakologi Penatalaksanaan untuk BPPV didasari dengan kemampuan membuat gerakan sendiri ataupun prosedur-prosedur dalam mereposisikan kanalis, dengan tujuan mengembalikan partikelpartikel yang bergerak kembali ke posisi semula yaitu pada makula



utrikulus. Berikut



akan



dijelaskan



pergerakan-



pergerakan yang dapat dilakukan, dan ditujukan untuk berbagai jenis BPPV. Keberhasilan dari tatalaksana sendiri bergantung pada pemilihan pergerakan yang tepat dalam mengatasi BPPV.



20



Beberapa penderita dapat merasakan gejala-gejala seperti pusing, mual, berkeringat,



dan



muntah



saat



melakukan



pergerakan untuk terapi. Dalam kasus seperti ini, obat-obat penekan vestibulum dapat digunakan sebagai tambahan yang tidak hanya meringankan vertigo yang muncul akibat gerakan yang akan dilakukan tetapi juga mengatur gejala-gejala yang terjadi hingga prosedur dapat dilakukan kembali. Obat-obat golongan terapi tersebut meliputi meclizin, dimenhidrinase, clonazepam dan diazepam. Dosis dapat berbeda tergantung intensitas dari gejala yang timbul (Purnamasari, 2013). Terdapat beberapa manuver untuk reposisi BPPV, yaitu : 1) Manuver Epley Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala menoleh ke sisi yang sakit. Kemudian penderita ditidurkan dengan posisi kepala digantungkan, dan dipertahankan selama 1 sampai 2 menit. Berikutnya, kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan duduk kembali secara perlahan (Libonati, 2012). 2) Manuver Semont



21



Manuver



ini



kupulolotoasis



diindikasikan



untuk



terapi



dari



kanalis posterior. Jika kanal posterior



yang terkena, maka penderita didudukkan dalam posisi tegak,



kemudian kepala



penderita



dimiringkan 45



derajat berlawanan arah dengan bagian yang sakit dan secara cepat bergerak ke posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi ini dipertahankan selama 1 sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring



di



sisi



yang



berlawanan



tanpa



berhenti saat posisi duduk (Bunjamin et al., 2013).



3) Manuver Lempert Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis horizontal. Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai dari posisi supinasi lalu menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi yang sakit, posisi kepala dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Berikutnya, kepala penderita



telah



menghadap



ke



bawah



dan



badan



dibalikkan lagi ke arah ventral dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan tubuh berada pada posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap langkah



22



dilakukan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel- partikel sebagai respon terhadap gravitasi (Bunjamin et al., 2013). 4) Forced Prolonged Position Manuver ini digunakan untuk terapi BPPV kanalis horizontal. Perlakuannya adalah mepertahankan tekanan dari posisi lateral dekubitus pada telinga yang sakit selama 12 jam. 5) Brandt-Daroff Exercises The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan dirumah, sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap simptomatik, bahkan setelah melakukan manuver Epley ataupun Semont. Latihan-latihan ini diindikasian satu minggu sebelum melakukan terapi manuver, agar meningkatkan kemampuan toleransi diri pasien terhadap manuver. Latihan ini juga membantu pasien menerapkan berbagai posisi sehingga dapat lebih terbiasa (Solomon, 2000). b. Farmakologi Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejalagejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), seperti setelah melakukan terapi Particle Repositioning Maneuver (PRM). Pengobatan untuk



vertigo



yang



disebut



juga



pengobatan



23



suppresant



vestibular



benzodiazepine



yang



digunakan



adalah golongan



(diazepam, clonazepam) dan antihistamine



(meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamin memiliki efek yang supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan. c. Operasi Operasi dapat dilakukan pada pasien Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang hebat, bahkan setelah dilakukan manuver yang telah disebutkan di atas sebelumnya. Indikasi untuk melakukan tindakan operasi adalah pada intractable Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), yang



biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular,



tidak seperti biasa.



Benign



Terdapat



dua



Paroxysmal pilihan



Positional



Vertigo (BPPV)



intervensi dengan teknik operasi



yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi. (Leveque et al, 2010).



24



9.



Komplikasi a. Canal Switch Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi kanal vertikal, partikel-partikel yang berpindah tempat dapat bermigrasi hingga sampai ke kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari kasus. Pada kasus ini, nistgamus yang bertorsional menjadi horizontal dan geotropik (Bunjamin et al., 2013). b. Canalith Jam Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan merasakan beberapa gejala,



seperti vertigo



yang



menetap,



mual, muntah dan nistagmus (Bunjamin et al., 2013). 10.



Prognosis Pasien perlu untuk diedukasi tentang BPPV. Satu dari tiga pasien sembuh dalam jangka waktu 3 minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah 6 bulan dari serangan. Pasien harus diberitahu bahwa BPPV dapat dengan mudah ditangani, tetapi harus diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi bahkan jika terapi manuvernya berhasil, jadi



terapi



lainnya



mungkin



dibutuhkan.



Beberapa



studi



menunjukkan bahwa 15% terjadi kekambuhan pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan terjadi pada 40 bulan setelah terapi (Bunjamin et al., 2013). Kekambuhan dari BPPV adalah masalah yang umum terjadi. Meniere’s disease, CNS disease, migraine headaches,dan post-



25



traumatic BPPV merupakan faktor resiko yang lebih memungkinkan untuk terjadinya kekambuhan.



B. Konsep Terapi Brand Daroff Exercise 1.



Definisi Terapi Brand Daroff Exercise Brandt Daroff merupakan bentuk terapi fisik atau senam fisik vestibuler untuk mengatasi gangguan vestibular seperti vertigo. Terapi fisik ini dilakukan untuk mengadaptasikan diri terhadap gangguan keseimbangan. Latihan Brandt Daroff memiliki keuntungan atau kelebihan dari terapi fisik lainnya atau dari terapi farmakologi yaitu dapat mempercepat sembuhnya vertigo dan untuk mencegah terjadinya kekambuhan tanpa harus mengkonsumsi obat. Selain itu, latihan Brandt Daroff dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan pasien tidak perlu berkeliling mencari dokter yang bisa menyembuhkan vertigonya. Namun, selain kelebihan-kelebihan diatas, metode ini juga memiliki kelemahan yaitu metode ini tidak boleh langsung dilakukan setelah pasien diberikan terapi ep l ey man u ver ma u p u n s emo n t ma n u ver (Lumbantobing, 2001 dalam Bahrudin, 2013). Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver semont atau yang lebih dikenal dengan mauver epley. Latihan ini juga pasien



menerapkan



beberapa



dapat



membantu



posisi sehingga dapat menjadi



26



kebiasaan. Brandt daroff manuver merupakan upaya disensitisasi reseptor semisirkularis. 2.



Langkah Terapi Brand Daroff Exercise Langkah-langkah terapi Brand Daroff Sebagai berikut : a. Pasien



duduk



tegak



ditepi



tempat



tidur



dengan tungkai



tergantung. b. Tutup kedua mata. c. Baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik. d. Duduk tegak kembali selama 30 detik. e. Baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi yang lain, tahan selama 30 detik. f. Duduk tegak kembali Latihan ini dilakukan berulang (3 x sehari) dan masing-masing dikerjakan 10 menit lamanya (Sjahrir H, 2011). Kontraindikasi untuk diberikan manuver diantaranya : obesitas, adanya keterbatasan pada Range Of Motion pada cervical, gangguan Liver dan Stenosis Carotis (Furtado et al., 2011). 3.



Efek Latihan Brand Daroff a. Latihan Brandt daroff merupakan salah satu latihan fisik yang bertujuan untuk melepaskan otokonia yang menempel pada kupula dan habituasi pada sistem vestibuler sentral sehingga timbul kompensasi. Jika otokonia yang terlepas dan keluar dari kanalis



27



semisirkularis, maka risiko munculnya gejala - gejala vertigo akan berkurang (mual, muntah, gangguan keseimbangan, dan jatuh). b. Latihan brandt daroff dalam waktu yang lama dapat memberikan efek pada fungsi vestibular c. Latihan brandt daroff akan meningkatkan efek adaptasi dan habituasi sistem vestibular, dan pengulangan yang lebih sering pada latihan adaptasi



brandt daroff



berpengaruh



dalam



proses



pada tingkat integrasi sensorik sehingga akan



melancarkan aliran darah ke otak yang dapat memperbaiki tiga sistem



sensori



yaitu



sistem



penglihatan



(visual), sistem



keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan sistem sensori umum yang meliputi sensor gerak, tekanan dan posisi (Furtado et al., 2011).



BAB III METODE



A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi kepustakaan atau literatur review. Literatur review merupakan ikhtisar komprehensif tentang penelitian yang telah dilakukan mengenai suatu topik yang spesifik untuk menunjukkan kepada pembaca apa yang sudah diketahui tentang topik tersebut dan apa yang belum diketahui, untuk mencari rasional dari penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide penelitian selanjutnya (Denney & Tewksbury, 2013). Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku, dokumentasi, internet dan pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penulisan (Zed, 2008 dalam Nursalam, 2016). B. Pencarian Literatur Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh bukan dari pengalaman langsung, akan tetapi dari hasil penelitian yang telah dilakukan penelitian terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel atau jurnal yang relevan dengan topic dilakukan dengan menggunakan databased melalui google schoolar, ResearchGate dan NCBI. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh bukan dari pengalaman langsung, akan tetapi dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat



28



29



berupa artikel atau jurnal yang relevan dengan topik dilakukan dengan menggunakan google scholar, research gate, dan pubmed dengan keyword atau kata kunci yang sesuai dengan masalah penelitian. Dalam penelitian yang menggunakan literature review, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sehingga hasil dari studi literature tersebut dapat diakui kredibilitasnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut: 1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah adalah proses dan hasil pengenalan atau inventarisasi masalah. Masalah penelitian (research problem) merupakan sesuatu yang penting di antara proses lain, dikarenakan hal tersebut menentukan kualitas suatu penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji permasalah melalu jurnal-jurnal penelitian internasional dan nasional yang berasal dari laporan hasil-hasil penelitian. 2. Screening Screening adalah penyaringan atau pemilihan data yang gunanya untuk memilih masalah penelitian yang sesuai dengan topik. Dalan penelitian ini ektraksi data menggunakan kata kunci judul jurnal, tahun terbit, tipe jurnal, dan topik permasalahan. 3. Penilaian Kualitas Dalam penelitian kualitas pada metode Literature Review (LR) yang dimaksud adalah penelitian sumber data jurnal yang layak dengan kriteria: terdapat DOI, Peer Review, Journal Impact Factors (JIF), Internasional Standard Serial Number (ISSN). Kriteria tersebut dapat membatalkan data jurnal yang sudah didapat untuk dianalisa lebih lanjut.



30



4. Ekstrasi Data Ekstrasi data dapat dilakukan jika semua data yang diperoleh telah memenuhi syarat telah diklasifikasikan untuk semua data yang ada. Setelah proses screening dilakukan maka hasil dari ekstrasi data ini dapat diketahui pasti dari jumlah awal data yang dimiliki berapa yang masih memenuhi syarat untuk selanjutnya di analisa lebih jauh dan relevan Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword/kata kunci



dan



Boolean operator yang digunakan untuk memperluas atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu “Brand Daroff Exercise ” AND “Vertigo”. C. Kriteria Inklusi dan Eklusi Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan penyaringan dengan berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi yang ditentukan oleh penulis dari setiap jurnal yang akan diambil. Adapun kriteria inklusi dan eklusi pengumpulan jurnal dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Kriteria Populasi Intervention



Inklusi Pasien dengan vertigo



Terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo Outcome Pengaruh terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo Study Design Quasy experimental And Publication study, randomized Type control trial. Tahun Publikasi Setelah tahun 2010



Bukan



Eklusi pasien



dengan



vertigo Bukan terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo Tidak menggambarkan pengaruh terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo Systematic review.



Sebelum tahun 2010



31



Bahasa



Indonesia dan Inggris



Di luar bahasa Indonesia dan Inggris



D. Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas Jurnal ditemukan melalui basis data elektronik sesuai kata kunci (google scholer, research gate, NCBI).



Abstrak ditinjau, duplikat dihapus (n=86)



(n= 153)



Jumlah skrinning (n=32) Jurnal full text dilakukan assesemen (n= 14)



Sampel akhir literatur (n=10)



Gambar 3.1. Flow Gram



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Hasil dan Analisis Penelusuran literatur dengan menggunakan kata kunci Penulisan dan melakukan penelusuran berdasarkan advance search dengan penambahan notasi and/or atau menambakan simbol + pada Google Scholar, Research Gate dan NCBI. Penulisan pada advance search seperti pengaruh Brand Daroff terhadap vertigo dan menemukan sekitar 86 naskah publikasi. Dari keseluruhan jurnal tersebut, dilakukan penyaringan dan didapatkan 14 hasil sesuai dengan kriteria yang ditentukan peneliti. Setelah dilakukan penyaringan berdasarkan judul, abstrak, kriteria inklusi, dan kriteria eksklusi, termasuk tahun publikasi jurnal maka didapatkan 10 hasil penelitian. Setelah diskrining melalui proses tersebut, menghasilkan jurnal yang sama atau dengan kata lain terdapat duplikasi jurnal. Artikel yang diinginkan dipublikasikan pada tahun 2010 hingga 2020. Artikel yang dipublikasikan berasal dari negara Indonesia dan Negara asing. Semua artikel membahas tentang pengaruh Swedish Massage terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Komponen artikel yang dianalisis dapat peneliti jelaskan sebagai berikut :



32



33



Tabel 4.1 Hasil Analisis No Author



Tahun Volume, Judul Angka



1.



Nike Chusnul Dwi Indah Triyanti, Tri Natalisw ati, Supono



2018



2.



Widjajala 2015 ksmi Kusuman ingsih, Andy Ardhana Mamahit, Jenny Bashirud din, Widayat Alviandi, Retno



Volum Pengaruh e 4, No. pemberian 1 terapi fisik Brand Daroff terhadap vertigo di ruang ugd RSUD Dr. R Soedarsono Pasuruan



Volum e 45 No. 1



Pengaruh latihan brand daroff dan modifikasi manuver epley pada vertigo posisi paroksimal jinak



Metode (Desain, Sample, Variable, Instrument, Analisis). D : Quasi eksperimen. S : Non probability sampling V : Terapi fisik brand daroff dan vertigo I : alat ukur vertigo Symptom Scale-Short Form (VSSSF) untuk mengukur skor vertigo A : Uji Wilxocom Sign Rangking Test D : Kuasi Eksperimen S: consecutive sampling V : Brand Daroff, modifikasi epley dan vertigo posisi paroksimal



Hasil Penelitian



Databased



Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pemberian terapi fisik brandt daroff terhadap vertigo (p value = 0,000 < 0,05). Rekomendasi hasil penelitian ini adalah pasien yang mengalami vertigo agar mendapatkan tindakan terapi fisik Brandt Daroff karena dapat mengurangi vertigo Hasil ditemukan berdapat perbedaan bermakna pada nilai SSS pada latihan BD dan latihan MME (p