KIAN Karya Ilmiah Akhir Ners [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ii



ANALISIS PENERAPAN TERAPI MUSIK KLASIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN MASALAH NYERI DI EMERGENCY DEPARTMENT RUMAH SAKIT BIMC KUTA



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



NI KOMANG ARINI, S. Kep NIM. C2220070



PEMINATAN RUANG UNIT GAWAT DARURAT



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES BINA USADA BALI 2021



ANALISIS PENERAPAN TERAPI MUSIK KLASIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN MASALAH NYERI DI EMERGENCY DEPARTMENT RUMAH SAKIT BIMC KUTA



KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Nerspada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali



NI KOMANG ARINI, S. Kep NIM. C2220070



PEMINATAN RUANG UNIT GAWAT DARURAT



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES BINA USADA BALI 2021 ii



HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS



Karya Ilmiah Akhir Ners adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama



: Ni Komang Arini, S.Kep



NIM



: C2220070



Tanda Tangan



:



Tanggal



:



iii



HALAMAN PERSETUJUAN ANALISIS PENERAPAN TERAPI MUSIK KLASIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN MASALAH NYERI DI EMERGENCY DEPARTMENT RUMAH SAKIT BIMC KUTA



Diajukan Oleh : NI KOMANG ARINI, S.Kep NIM. C2220070 Mangupura, Pebruari 2021 Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing:



Mengetahui, Program Studi Profesi Ners Ketua



Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep.,M.Kep NIDN. 0821058603



Dosen Pembimbing



Ns. Komang Yogi Triana, S.Kep.,M.Kep., Sp.Kep A NIDN. 0825118901



iv



HALAMAN PENGESAHAN ANALISIS PENERAPAN TERAPI MUSIK KLASIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN MASALAH NYERI DI EMERGENCY DEPARTMENT RUMAH SAKIT BIMC KUTA TANGGAL Diajukan Oleh : NI KOMANG ARINI, S.Kep NIM. C2220070 Mangupura, Telah Disahkan Oleh Tim Penguji terdiri dari :



Penguji I



Penguji II



Ns. I Dewa Ag Gede Fanji P, S.Kep.,M.Kep Ns. Komang Yogi Triana, S.Kep.,M.Kep., Sp.Kep A NIDN. 0805059301 NIDN. 0825118901



Mengetahui, Program Studi Profesi Ners Ketua



Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep NIDN. 0821058603 v



INSTITUTE OF HEALTH SCIENCE BINA USADA BALI NURSING PROFESSIONAL STUDY PROGRAM Works of final science Ners, Pebruary 2021 Ni Komang Arini, S.Kep Analysis Application of ClassicMusic Therapy to Mr.K with Problem of Acute Pain in Emergency Department Bimc Hospital Kuta xv + 86 + 5 tables + 1 attachment ABSTRACT Fractures can occur due to excessive pressure compared to the ability of the bones to withstand pressure, the pressure that occurs on the bones can be in the form of rotating pressure or bending pressure. This scientific work was conducted to determine the provision of classical music therapy nursing intervention in patients with fractures of 1/3 distal right femoralis. The nursing problem that often arises in patients with fractures of 1/3 distal right femoralis acute pain. Quality and mandatory nursing care is indispensable to address patient pain problems and support medical treatment. The technique used to reduce pain intensity in patients is by providing classical music which can provide a calming effect and collaboration with doctors in providing analgesic pharmacological therapy, so as to control or reduce pain intensity. Implementation is carried out in two hours. The evaluation of the procedure is that the pain gradually decreases from a scale of five (moderate) to two (low) scale of pain. The conclusion of this scientific work is classical music therapy is effective in controlling and reducing patient complaints of acute pain. Suggestion for health services is to consider non-pharmacological pain management of classical music therapy as an independent nursing action in dealing with or controlling pain in patients.



Keywords: Fracture, Acute Pain, Classical Music Therapy



Bibliography: 30 (2010-2020)



vi



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI PROGRAM STUDI PROFESI NERS Karya Ilmiah Akhir Ners, Pebruari 2021 Ni Komang Arini, S.Kep



Analisis Penerapan Terapi Musik Klasik pada Asuhan Keperawatan Tn. K dengan Masalah Nyeri Akut di Emergency Department Rumah Sakit Bimc Kuta xv + 86 + 5 tabel + 1 lampiran



ABSTRAK Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan, tekanan yang terjadi pada tulang dapat berupa tekanan berputar maupun tekanan membengkok. Karya ilmiah ini dilakukan untuk mengetahui pemberian intervensi keperawatan terapi music klasikpada pasien dengan fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra.Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien dengn fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra adalah Nyeri Akut. Asuhan keperawatan yang berkualitas dan mandri sangat diperlukan untuk mengatasi masalah nyeri pasien dan mendukung pengobatan medis. Teknik yang digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri pada pasien yaitu dengan memberikan musik klasik yang dapat memberikan efek menenangkan dan kolaborasi bersama dokter dalam meberikan terapi farmakologis analgetik, sehingga dapat mengontrol atau mengurangi intensitas nyeri. Implementasi dilakukan dalam 1 x 2 jam. Evaluasi dari tindakan tersebut adalah nyeri secara berkurang dari skala 5 (sedang) ke skala 2 (rendah). Simpulan dari karya ilmiah ini adalah Terapi Musik Klasik efektif dalam mengontrol/ mengurangi keluhan Nyeri Akut pasien. Saran untuk pelayanan kesehatan adalah agar menjadikan pertimbangan terhadap manajemen nyeri non-farmakologi Terapi Musik Klasik sebagai tindakan mandiri keperawatan dalam mengatasi atau mengontrol nyeri pada pasien.



Kata Kunci : Fraktur, Nyeri Akut, Terapi Musik Klasik Daftar Pustaka: 30 (2010-2020)



vii



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrahNya, sehingga penulis bisa menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul “Analisis Penerapan Terapi Musik Klasik pada Asuhan Keperawatan Tn. K dengan Masalah Nyeri Akut di Emergency Department Rumah Sakit Bimc Kuta” dengan sebaik-baiknya. Karya Ilmiah Akhir Ners ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali. Dalam proses penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga Karya Ilmiah Khir Ners ini dapat terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan baik ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang : 1.



Bapak Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep, selaku Kepala Program Studi Profesi Ners STIKes Bina Usada Bali.



2.



Direktur Rumah Sakit Bimc Kuta yang telah memberikan ijin praktik untuk penulis



3.



Ibu Ns. Komang yogi Triana, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep A selaku Pembimbing Akademik penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners yang senantiasa sabar dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis.



4.



Rekan sejawat Program Studi Profesi Ners STIKes Bina Usada Bali yang telah sama-sama berjuang menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners viii



5.



Keluarga yang selalu memberikan doa, motivasi,



dukungan moral dan material untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners ini masih terdapat banyak kekurangan baik isi maupun penyusunannya. Penulis berharap Karya Ilmiah Akhir Ners ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Mangupura, Pebruari 2021



Penulis



ix



DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL.....................................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................................iii LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................................iv LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................v ABSTRAK............................................................................................................ ...............................................................................................................................vi KATA PENGANTAR........................................................................................... ...............................................................................................................................viii DAFTAR ISI......................................................................................................... ...............................................................................................................................ix BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................



1



A. Latar Belakang Masalah...................................................................



1



B. Perumusan Masalah..........................................................................



5



C. Tujuan Karya Ilmiah........................................................................



6



1. Tujuan Umum.............................................................................



6



2. Tujuan Khusus............................................................................



6



D. Manfaat Karya Ilmiah......................................................................



7



BAB II : TINJAUAN ...........................................................................................



9



A. Konsep Dasar Penyakit 9 x



1. Definisi 9 2. Anatomi Fisiologi 10 3. Etiologi 11 4. Klasifikasi 11 5. Manifestasi Klinis 11 6. Patofisiologi 11 7. Komplikasi 12 8. Pemeriksaan Penunjang



13



9. Penatalaksanaan 14 B. Tindakan Penatalaksanaan yang Dipilih 15 1. Definisi Terapi Musik 15 2. Tujuan Terapi Musik 16 xi



3. Prinsip PelaksanaanTerapi Musik 18 4. Prosedur PenggunaanTerapi musik 19 5. Kolcaba Teori 20 C. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori 21 1. Pengkajian 21 2. Diagnosa Keperawatan 30 3. Intervensi Keperawatan Berdasarkan Teori 31 4. Implementasi Keperawatan 34 5. Evaluasi Keperawatan 34 BAB III : LAPORAN KASUS KELOLAAN 35 A. Profil Lahan Praktik 35



xii



B. Ringkasan Asuhan Keperawatan 36 1. Pengkajian 36 2. Analisa Data 40 3. Diagnosa Keperawatan 42 4. Intervensi Keperawatan Berdasarkan Kasus Kelolaan 43 5. Implementasi Keperawatan 46 6. Evaluasi 50 BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 51 A. Analisis Karakteristik Pasien 51 B. Analisis Masalah Keperawatan 54 C. Analisis Intervensi 55



xiii



D. Analisis Implementasi 58 BAB V : SIMPULAN DAN SARAN 62 A. Simpulan 62 B. Saran 63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Intervensi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori........................... ..............................................................................................................................31 xiv



Tabel 3.2 Terapi Farmakologi Pasien.................................................................. ..............................................................................................................................39 Tabel 3.3 Analisa Data Asuhan Keperawatan..................................................... ..............................................................................................................................40 Tabel 3.4 Intervensi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus Kelolaan........... ..............................................................................................................................43 Tabel 3.5 Implementasi Asuhan Keperawatan.................................................... ..............................................................................................................................46



xv



xvi



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Terapi Musik



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sistem muskuloskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang sangat berperan terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang. Masalah atau gangguan pada tulang akan dapat mempengaruhi sistem pergerakan seseorang. Salah satu masalah muskuloskeletal yang sering kita temukan di sekitar kita adalah fraktur atau patah tulang. Fraktur merupakan patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (World Health Organization[WHO], 2015). WHO (2015) menyatakan bahwa kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat kuranglebih 18 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%.Tahun 2015 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Berdasarkan hasil (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 angka kejadian cidera mengalami peningkatan dibandingkan pada hasil tahun 2012. Di Indonesia terjadi



kasus fraktur yang disebabkan oleh cidera antara lain jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul. Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari 7,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013) menjadi 8,2% (Lestari, Hafiz and Huriyati, 2018). Menurut Depkes RI 2016 dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstermitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstermitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia. Kejadian fraktur di Provinsi Bali cukup tinggi. Data registrasi (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2017), didapatkan data fraktur sebanyak 3.065 kasus (8,9%) dari seluruh penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di Bali. Persentase tertinggi fraktur di Bali terdapat di Kabupaten Badung yaitu 14,3%.Di RS BIMC Kuta tercatat kasus fraktur tibia dari Maret hingga November 2020 sebanyak 48 pasien datang di emergency department dan menjalani rawat inap. Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan, tekanan yang terjadi pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur



bersifat



spiral



atau



oblik,



tekanan



membengkok



yang



menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi 2



(Black and Hawks, 2014). Rusaknya integritas jaringan tulang dapat menyebabkan nyeri. Nyeri merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian saat terjadi kerusakan. Nyeri fraktur pada pasien menimbulkan perasaan tidak nyaman yang berpengaruh terhadap aktivitas, bahkan dapat berdampak pada faktor psikologis,



seperti;



menarik



diri,



menghindari



percakapan,



dan



menghindari kontak dengan orang lain (International Association for the Study of Pain, 2017). Nyeri merupakan hal yang bersifat subjektif dan personal, sehingga masing-masing individu akan memberikan respon yang berbeda terhadap rasa nyeri berdasarkan pengalaman sebelumnya (Risnah et al., 2019). Penatalaksanaan manajemen nyeri ada dua teknik yaitu dengan cara farmakologi dan non-farmakologi. Penatalaksanaan manajemen nyeri farmakologi adalah penatalaksanaan manajemen nyeri dengan menggunakan obat yang berkolaborasi antara perawat dengan dokter dalam pemberian obat anti nyeri,



sedangkan



teknik



non-farmakologi



adalah



penatalaksanaan



manajemen nyeri tanpa obat-obatan. Penatalaksanaan manajemen nyeri nonfarmakologi meliputi guided imagery, teknik distraksi dengan musik klasik, hipnoanalgesia dan Emotional Freedom Techniques (EFT). Berbagai upaya asuhan keperawatan dikembangkan untuk membantu mengontrol keluhan nyeri pada pasien dengan fraktur. Teori 3



kenyamanan Kolcaba dapat diaplikasikan untuk menangani rasa nyeri yang dialami oleh individu, Kolcaba memnadang bahwa kenyaman merupakan kebutuhan dasar seorang individu yang bersifat holistik, meliputi kenyaman fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan, salah satunya adalah teknik distraksi dengan mendengarkan musik klasik. Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu hal atau melakukan pengalihan perhatian ke hal-hal diluar nyeri. Distraksi dapat dilakukan dengan cara distraksi penglihatan (visual), distraksi intelektual (pengalihan nyeri dengan kegiatan-kegiatan) dan distraksi pendengaran (audio) yaitu dengan terapi musik (Sari, 2014). Terapi musik adalah suatu bentuk terapi dibidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi masalah dalam berbagai aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu (Rachmawati, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djamal, Rompas and Bawotong, (2015) tentang “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur” menunjukan bahwa dari penelitian ini menggunakan uji paired t-test tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan intervensi di dapatkan nilai p = 0,000 dengan tingkat kemaknaan p < 0,05 maka dapat di simpulkan bahwa ada pengaruh pemberian terapi musik terhadap penuruanan tingkat nyeri pada pasien fraktur di Rumah Sakit Umum Daerah Nene Mallomo. Penelitian lain juga dilakukan oleh Pujiarto, (2018) tentang “Pengaruh Terapi Musik Instrumental terhadap Perubahan Skala Nyeri 4



Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Di Rumkit TK.III R.W.Monginsidi Teling Dan RSU Gmim Bethesda Tomohon” menunjukan bahwa dari hasil uji statistik Wilcoxon signed rank test dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) dan diperoleh p value 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh terapi musik instrumental terhadap perubahan skala nyeri pada pasien pre operasi fraktur di Rumkit Tk.III R.W. Monginsidi Teling dan RSU GMIM Bethesda Tomohon. Berdasarkan latar belakang tersebut penting untuk dapat disusun karya tulis ilmiah yang menganalisis penerapan asuhan keperawatan pada pasien fraktur dengan masalah nyeri akut melalui implementasi mendengarkan music klasik. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan asuhan keperawatn pada klien dengan fraktur tersebut, maka penulis menarik rumusan masalah dalam Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini sebagai berikut :”Bagaimanakah Analisis Penerapan Terapi Musik Klasik pada Asuhan Keperawatan Tn. K dengan Masalah Nyeri Akut di Emergency Department Rumah Sakit Bimc Kuta?”



5



C. TUJUAN KARYA ILMIAH 1.



Tujuan Umum Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini bertujuan untuk melakukan Analisis Penerapan Terapi Musik Klasik pada Asuhan Keperawatan Tn. K



dengan Masalah Nyeri Akut di



Emergency Department Rumah Sakit Bimc Kuta. 2.



Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini antara lain untuk mengetahui : a.



Analisis pasien dengan diagnosa medis Fraktur 1/3 distal Femoral Dexstra



b.



Analisis masalah keperawatan Nyeri Akut pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur 1/3 distal Femoral Dexstra



c.



Analisis intervensi keperawatan terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur 1/3 distal Femoral Dexstra



d.



Analisis implementasi terapi musik klasik yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur 1/3 distal Femoral Dexstra mengalami masalah keperawatan Nyeri Akut.



D. MANFAAT KARYA ILMIAH 1.



Manfaat Untuk Pelayanan Keperawatan Memberikan masukan dan contoh (role model) dalam melakukan intervensi keperawatan serta menambah ilmu pengetahuan dan 6



pengalaman perawatdalam pelaksanaan mengontrol tingkat nyeri dengan terapi musik klasik sebagai intervensi keperawatan mandiri dalam masalah tingkat nyeri. 2.



Manfaat Untuk Masyarakat Menambah pengetahuan mengenai manajemen nyeri dengan menggunakan terapi musik klasik.



3.



Manfaat Untuk Institusi Pendidikan Memberikan rujukan bagi institusi pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskletal yang disertai dengan pelaksanaan intervensi mandiri keperawatan berdasarkan riset-riset terkini.



4.



Manfaat Untuk Pengembangan Ilmu Keperawatan Menambah referensi bagi ilmu keperawatan pada klien dengan fraktur femoral dan meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan intervensi keperawatan mandiri untuk mengatasi keluhan nyeri pada kasus kelolaan.



7



8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Fraktur merupakan ditemukan karena terjadinya kehilangan atau terputusnya jaringan kontiunitas dari tulang, fraktur ditemukan karena adanya gangguan pada tulang baik dapat dilihat mulai dari adanya garis halus sampai terlihatnya adanya kerusakan pada banyak fragmen tulang (Desiartama, 2017) Freye et al., (2019) mendefinisikan fraktur sebagai terputusnya kontinuitas tulang yang cenderung lebih banyak disebabkan dari trauma, dan proses penyakit. Fraktur juga didefnisikan sebagai kondisi patah tulang yang biasanya biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Syam, Noersasongko and Sunaryo, 2014). Berdasarkan definisi diatas dapat dimpulkan bahwa pengertian dari fraktur adalah terputusnya jaringan koninuitas tulang yang disebabkan oleh adanya trauma yang langsung atau tidak langsung mengenai objek yang melebihi daya absorbsinya yang dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi.



9



2. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal terdiri dari struktur utama (tendon, ligament, fascia, cartilage, tulang, otot dan sendi) dan jaringan pendukung (sel dan ekstraseluler matriks) ((Lestari, Hafiz and Huriyati, 2018). a.



Tulang Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesahatan dan fungsi sistem musculoskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung dan paru-paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.



b.



Sendi Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberikan pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian



ditetapkan



berdasarkan



jumlah



dan



tipe



pergerakannya, sedangkan klasifikasi sendi berdasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.



10



b. Otot Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh system syaraf pusat dan perifer. Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot dikenal sebagai motor end-plate 3. Etiologi Newton, Charles D menjelaskan bahwa penyebab dari terjadinya fraktur terdiri dari dua macam yaitu penyebab ekstrinsik dan penyebab intrinsik. 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik dari faktur antara lain: (Ridwan, UN., Pattiiha, AM., Selomo, 2018) a. Nyeri terus-menerus dan bertambah berat hingga tulang diimobilisasi. b. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang (krepitasi) yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (Smeltzer, et al., 2010). c. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. 5. Patofisiologi Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang



11



yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi (Hermiyanty, Wandira Ayu Bertin, 2017) Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Haag and Kastler, 1964). 6. Komplikasi a. Syok Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma (Smeltzer, et al., 2010). b. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.



12



c. Emboli lemak Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak



akan bergabung dengan trombosit dan



membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain. d. Sindrom Kompartemen Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera. 7. Klasifikasi a. Berdasarikan sifat fraktur 1) Faktur tertutup Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 2) Fraktur terbuka Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.



13



8. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang a. Pemeriksaan rontgen (X-ray): menentukan lokasi, luasnya fraktur / trauma. b. Scan tulang, tomograf, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Anteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai d. Pofil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple atau cidera hati. 9. Penatalaksanaan Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan dalam menangani fraktur, yaitu: a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur dankemudian di rumah sakit



dengan



melakukan



pengkajian



riwayat



kecelakaan,



keparahan luka, deskripsi kejadian, kemungkinan tulang patah, krepitasi. b. Reduksi:mengembalikkan posisi tulang ke posisi anatomis, ada dua jenis yaitu reduksi terbuka dan tertutup. c. Imobilisasi:setelah di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.



14



d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck). b. Terapi Obat 1) Pemberian obat antiinflamasi. 2) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut 3) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot d. Manajemen Nyeri Non-Farmakologi Berbagai upaya asuhan keperawatan dikembangkan untuk membantu mengontrol nyeri pasien, antara lain: 1) Imobilisasi 2) Distraksi, yaitu suatu proses pengalihan dari fokus atau perhatian pada nyeri ke stimulus Distraksi Pernafasan,



Visual,



Distraksi



Distraksi



yang lain, misalkan



Pendengaran,



mendengarkan



music.



Distraksi Penderita



dilakukan rawat inap untuk observasi. Bila kondisi penderita membaik (90%) penderita dapat dipulangkan dan kontrol di poliklinik. Bila kondisi penderita memburuk (10%) segera lakukan pemeriksaan x-Ray ulang dan penatalaksanaan sesuai dengan protokol fraktur



15



B.



TINDAKAN PENATALAKSANAAN YANG DIPILIH A.



Terapi Musik 1. Definisi Musik Musik dapat diartikan sebagai nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan, terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi tersebut (Prawesti and Noviyanto, 2015). 2. Tujuan Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting yaitu tempo, ritme, dan harmoni. Tempo mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi perasaan. Contoh paling nyata bahwa tempo sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah (Kurnianingsih, Suroso and Muhajirin, 2015). Terapi Musik yang efektif menggunakan musik dengan komposisi yang tepat antara tempo, ritme dan harmoni yang disesuaikan dengan tujuan dilakukannya terapi musik. Jadi memang terapi musik yang efektif tidak bisa menggunakan sembarang musik (Djohan, 2010). Terapi musik adalah suatu



16



terapi yang menggunakan metode alunan melodi, ritme, dan harmonisasi suara dengan tepat. Terapi ini diterima oleh organ pendengaran kita yang kemudian disalurkan ke bagian tengah otak yang disebut sistem limbik yang mengatur emosi (Cervellin G, 2011). Musik merupakan salah satu elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian. Rangkaian nada alunan musik mampu meningkatkan mood dan memengaruhi kondisi psikologis seseorang. musik juga bisa sebagai sarana relaksasi maupun terapi, membantu memperbaiki kondisi depresi, pasien diharapkan mau berobat. Kemauan melawan penyakit akan memperbaiki kualitas hidup pasien, yang menentukan kesembuhannya (Swarihadiyanti, 2014). 3. Prinsip Pelaksanaan Musik berperan sebagai salah satu teknik relaksasi untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan



emosi.



Selanjutnya



Kemper



&



Danhauer



menjelaskan mengenai manfaat musik. Musik selain dapat meningkatkan kesehatan seseorang juga dapat meringankan dari rasa sakit, perasaan perasaan dan pikiran yang kurang menyenangkan serta membantu untuk mengurangi rasa cemas (Analia and Moekroni, 2016). Musik dapat digunakan dalam lingkup klinis, pendidikan, dan sosial bagi klien atau pasien yang membutuhkan pengobatan, pendidikan atau intervensi



17



pada aspek sosial dan psikologis (Wang CF, 2014). Campbell menjelaskan bahwa musik dapat menyeimbangkan gelombang otak. Gelombang otak dapat dimodifikasi oleh musik ataupun suara yang ditimbulkan sendiri. Kesadaran biasa terdiri atas gelombang beta, yang bergetar dari 14 hingga 20 hertz. Gelombang beta terjadi apabila kita memusatkan perhatian pada kegiatan sehari hari di dunia luar, juga ketika kita mengalami perasaan negatif yang kuat. Ketenangan dan kesadaran yang meningkat dicirikan oleh gelombang alfa, yang daurnya mulai 8 hingga 13 hertz. 4. Prosedur Penggunaan Terdapat dua metode penggunaan terapi musik, yaitu: a. Metode terapi musik aktif Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main menggunakanalat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu singkat, dengan catatan bahwa pasien mampu melakukan hal tersebut. b. Metode terapi music pasif Terapi musik pasif adalah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien tinggal mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. Hal terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus tepat dengan



18



kebutuhan



pasien



sehingga



kuliatas



hidup



pasien



meningkat. 5. Kolcaba Theory Teori Kolcaba termasuk dalam middle range theory. Menurut Kolcaba, teori kenyamanan menjadi salah satu pilihan teori keperawatan yang dapat diaplikasikan langsung di lapangan karena bersifat universal dan tidak terhalang budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Kolcaba memandang bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar seorang individu yang bersifat holistik, meliputi kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, lingkungan. Kenyamanan fisik berhubungan



dengan



mekanisme



sensasi



tubuh



dan



homeostasis, meliputi penurunan kemampuan tubuh dalam merespon suatu penyakit atau prosedur invasif. Beberapa alternatif untuk memenuhi kebutuhan fisik adalah memberikan Terapi music , merubah posisi, kompres hangat



atau



dingin,



sentuhan



terapeutik.



Kenyamanan



psikospiritual dikaitkan dengan keharmonisan hati dan ketenangan jiwa, yang dapat difasilitasi dengan memfasilitasi kebutuhan interaksi dan sosialisasi klien dengan orang-orang terdekat selama perawatan dan melibatkan keluarga secara aktif dalam proses kesembuhan klien (March & McCormack, 2009).



19



Kebutuhan kenyamanan sosiokultural berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan masyarakat, meliputi kebutuhan terhadap informasi kepulangan (discharge planning), dan perawatan yang sesuai dengan budaya klien. Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan sosiokultural adalah menciptakan hubungan terapeutik dengan klien, menghargai hak-hak klien tanpa memandang status sosial atau budaya,



mendorong



klien



untuk



mengekspresikan



perasaannya, dan memfasilitasi kerja tim yang mengatasi kemungkinan adanya konflik antara proses penyembuhan dengan budaya klien. Kebutuhan yang terakhir adalah kebutuhan akan kenyamanan lingkungan yang berhubungan dengan



menjaga



kerapian



dan



kebersihan



lingkungan,



membatasi pengunjung klien (March & McCormack, 2009). C.



ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI 1.



PENGKAJIAN Pengumpulan data pasien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada betuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapat adalah sebagai berikut:



20



a. Identitas Pasien dan Keluarga (Penanggung Jawab): 1) Umur Usia 20 – 40 tahun merupakan usia produktif dengan mobilitas yang tinggi serta kurangnya kesadaran memakai alat pelindung diri atau keselamatan berkendara (Awaloei, Mallo and Tomuka, 2016) 2) Jenis kelamin Fraktur Angka kejadian pada laki-laki 3 atau 4 kali lebih sering dibandingkanwanita (Asdar, Rismayanti and Sidik, 2009) b. Riwayat Kesehatan: Menurut (Margareth and Rendi, 2012) pasien datang dengan frktur biasanya ditandai dengan nyeri hebat pada saat area fraktur digerakan. c. Riwayat Penyakit Dahulu Menurut (Margareth and Rendi, 2012) Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem musculoskeletal maupun penyakit sistem sistemik lainnya. d. Pemeriksaan fisik 1) Tanda-Tanda Vital Suhu tubuh, respon infamasi dan cedera pada jaringan tulang sangat erat kaitannya. Respon terhadap cedera terutama respon neuroendokrin klasik terhadap cedera telah



21



secara luas diteliti. Respon ini dimanifestasikan dengan hipertermia. Mekanisme peningkatan suhu tubuh pada penderita fraktur risiko tinggi berhubungan dengan respon neuroinflamasi dan terganggunya pusat termolegulator di hipotalamus. Episodehipertermia pada penderita fraktur risiko tinggi juga merupakan reaksi inflamasi. 2) Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tandatanda vital. 3) KeadaanUmum Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran teergantung tingkat perdarahan yang terjadi (cedera kepala ringan GCS 13-15, cedera kepala sedang GCS 9-12, cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadi perubahan pada tanda tanda vital. a) B1(Breathing) Perubahan system pernafasan tergantung pada gradasi dari perubahan jaringan serebral akibat fraktur yang dapat terjadi di area basis cranii. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatkan (Muttaqin, 2011).



22



(1) Inspeksi, di dapatkan pasien mengalami perubahan bentuk pada area fraktur dan disertai dengan edema. Terdapat retraksi dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada menunjukkan adanya etelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pneumotoraks, atau penempatan endrotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga perlu di nilai reaksi dari otot interkostae, substernal, pernafasan abdomen, dan retraksi abdomen saat inspirasi. Pola nafas ini dapat terjadi jika



otot-otot



interkostal



tidak



mampu



menggerakkan dindingdada. (2) Auskultasi, bunyi tambahan seperti berbunyi, stridor, ronchi, pada pasien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun sering di dapatkan pada pasien dengan terjadi fraktur basis cranii. (3) Palpasi, fremitus menurun di bandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan bila melibatkan trauma di rongga thoraks. (4) Perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan



melibatkan



trauma



pada



thoraks/



23



hemathotoraks b) B2 (Blood) Pengkajian



pada



sistem



kardiovaskuler



didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada pasien dengan fraktur terbuka. Hasil pemeriksaan kardiovaskuler pada pasien fraktur pada beberapa keadaan dapat di temukan tekanan darah normal atau berubah, nadi brakikardi, nadi takikardi, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardi merupakan tanda perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya perubahan penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda awal dari syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari fraktr akan merangsang pelepasan antidiuretik hormone (ADH) yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit



sehingga



memberika



resiko



terjadinya



ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system lain.



24



c)



B3 (Brain) fraktur



yang



terjadi



pada



basis



cranii



menyebabkan berbagai deficit neurologis trauma disebabkan pengaruh penimgkatan TIK akibat adanya pendarahan, baik bersifat intracranial, hematoma, subdural



hematoma,



dan



epidural



hematoma.



Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lengkap di bandingkan pengkajian system lain. d)



B4 (Bladder) Kaji keadaan urin melalui warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat jenis. Penurunan jumlah urin dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya fungsi ginjal.



e)



B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi



asam



masalah



nutrisi.



lambung Pola



sehingga



defekasi



menimbulkan



biasanya



terjadi



konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontenensia alvi yang menunjukkan neurologis luas. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan



25



pada



lidah



dapat



menunjukkan



adanya



dehidrasi.Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi peristaltic ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama kurang lebih 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal. f) B6 (Bone) Disfungsi



motorik



paling



umum



adalah



kelemahan pada seluruh ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu , kelembaban, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas, telinga, hidung, bibir, dan



membrane mukosa). Pucat pada wajah dan



membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Pucat



dan



sianosis



pada



pasien



yang



menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.



Warna



kuning



pada



pasien



yang



menggunakan respirator dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan Packed Red



26



Cells (PRC) dalam jangka waktu lama. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak terlalu jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya demam dan infeksi. Intergritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dikubitus. Adanya kesukaran



untuk



beraktivitas



karena



kelemahan.



Kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia, mudah lebih menyebabkan masalah pada pola aktivitas dari istirahat. 2.



DIAGNOSA KEPERAWATAN (Referensi : (Herdman, 2016) a.



Nyeri Akut berhubungan dengan agens cidera fisik



b.



Risiko Syok ditandai dengan adanya hipovolemia, hematom



c.



Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak ditandai dengan cedera otak



27



3.



INTERVENSI KEPERAWATAN Referensi : a. (Herdman, 2016) b. (Bulechek et al., 2016) c. (Moorhead et al., 2016) Tabel 2.1 Intervensi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori



No



Diagnosa Keperawatan 1 Nyeri Akut berhubungan dengan agens cidera fisik



Nursing Outcome Classification (NOC) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil : NOC Label : Tanda-tanda Vital (0802) a. Tekanan darah sitolik, tekanan darah diastolik, suhu tubuh, tekanan nadi, tingkat pernapasan ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal) NOC Label : Kontrol Nyeri (1605) a. Mengenali apa yang tekait dengan gejala nyeri ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) b. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik ditingkatkan pada skala



Nursing Intervenstions Classification (NIC) NIC Label : Monitor Tanda-tanda Vital (6680) a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, status pernapasan dengan tepat b. Monitor sianosis sentral dan perifer c. Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan darah d. Ajarkan pasien kapan waktu untuk mendapatkan pertolongan medis e. Kolaborasi dengan pasien, keluarga dan tenaga medis lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan NIC Label :



Rasional NIC Label : Monitor Tanda-tanda Vital (6680) a. Untuk memastikan tandatanda vital dalam batas normal dan tidak menunjukkan peringatan perlunya intervensi gawat darurat b. Memastikan tubuh pasien tidak mengalami kekurangan oksigen c. Untuk mengetahui kestabilan tekanan darah pasien d. Agar ketika dalam keadaan gawat darurat, pasien segera mendapatkan perawatan yang dibutuhkan



28



5 (secara konsisten menunjukkan) c. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) d. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) e. Melaporkan nyeri yang terkontrol ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) NOC Label : Tingkat Nyeri (2102) a. Nyeri yang dilaporkan ditingkatkan pada skala 5 (Tidak Ada)



Manajemen Nyeri (1400) a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus b. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri yang dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur c. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri d. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (seperti relaksasi, bimbingan antisipatif) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang menimbulkan nyeri terjadi atau meningkat; dan bersamaan dengan tindakan penurun rasa nyeri lainnya e. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk



e. Memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien NIC Label : Manajemen Nyeri (1400) a. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien b. Memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai nyeri yang dirasakan dan mengurangi kecemasan c. Agar pasien menegtahui bahwa manajemen nyeri tidak langsung menghilangkan nyeri secara sekejap, tetapi mampu mengontrol nyeri secara bertahap d. Menggunakan manajemen nyeri yang dapat pasien lakukan secara mandiri maupun bimbingan keluarga e. Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien



29



memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri non-farmakologi sesuai kebutuhan



30



4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Pelaksanaan (implementasi) adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, dan menilai data yang baru. 5. EVALUASI KEPERAWATAN Evaluasi merupakan sebagian yang direncanakan dan diperbandingkan yang sistematis pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan format evaluasi SOAP meliputi data subyektif, data obyektif, data analisa dan data perencanaan.



31



BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN A.



PROFIL LAHAN PRAKTIK Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit BIMC Kuta. Terletak di Jalan Bypass Ngurah Rai No. 100x, Kuta, Badung merupakan rumah sakit yang berdiri sejak tahun 2004. Fasilitas di Rumah Sakit BIMC Kuta mencakup layanan medis, non medis, layanan unggulan, rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan rawat jalan meliputi poliklinik umum dan unit gawat darurat. Sedangkan pelayanan rawat inap meliputi ruang rawat inap, Intensive Care Unit (ICU), ruang operasi dan ruang isolasi. Rumah Sakit BIMC Kuta merupakan rumah sakit swasta tipe C yang telah terakreditasi, memiliki total 25 tempat tidur dan perawat sebanyak 61 orang. Rumah Sakit BIMC merupakan rumah sakit swasta yang melayani asuransi pasien asing, sebanyak 90% pasien merupakan pasien asing dan 10% sisa merupakan pasien lokal. Rumah Sakit BIMC Kuta memiliki sarana dan prasarana pendukung proses pelayanan kesehatan seperti: empat ruang untuk rawat jalan, dua ruangan treatment, satu ruangan untuk visa consultation, tiga departemen rawat inap, satu ruangan operasi, satu departement ICU, satu ruangan Xray, satu ruangan USG, satu ruangan CT scan, Pharmacy, Laundry, Kitchen, dan loker.



32



B.



RINGKASAN ASUHAN KEPERAWATAN 1)



PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 Desember 2020 jam 08.00 WITA di Emergency Department Rumah Sakit BIMC Hospital Kuta. Sumber data diperoleh dari observasi dan wawancara dengan pasien dan keluarga. Dari sumber data, diperoleh informasi nama pasien Tn. K, umur 60 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan Perguruan tinggi, pasien bekerja sebagai wiraswasta, diagnosa Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra. Berdasarkan pengkajian pada riwayat kesehatan, keluhan utama saat pasien masuk rumah sakit adalah pasien mnegatakan merasa nyeri pada area paha dan susah digerakkan. Keluhan utama pada saat pengkajian adalah pasien mengeluh terasa nyeri pada area femoralis. Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, teman pasien mengatakan pasien diantar ke ED Rumah Sakit BIMC Kuta dengan rujukan dari salah satu klinik yang ada di canggu diakibatkan oleh karena kecelakaan dan kaki pasien sulit digerakkan. Pasien mnegatkan tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu. Hasil pemeriksaan X-ray, tampak Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra. Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik pada makanan maupun obat-obatan. Setelah petugas melakukan observasi pada pasien, dokter memberikan diagnosa medis Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra. Pasien



33



mendapatkan



terapi



oksigen



dengan



aliran



3



liter/menit



menggunakan nassal canul, IVFD Nacl 0,9% dengan tetesan 10 tetes/ menit, Fentanyl drip 12 mcg/jam. Setelah dilakukan perawatan awal, pasien akan dipindahkan ke General Ward untuk mendapatkan terapi lanjutan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan hasil tekanan darah pasien 130/80 mmhg, suhu 37,5oc, frekuensi nadi 98 kali/ menit, frekuensi nafas 21 kali/ menit, kesadaran kompos mentis dengan hasil penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V5. Keadaan umum pasien mengalami nyeri pada femur dengan skala 5 (sedang), dapat diketahui dengan menggunakan pemeriksaan skala nyeri PQRST (Provokatif/ Paliatif, Qualitas/ Quantitas, Region/ Radiasi, Skala Seviritas dan Timing), dan didapatkan hasil pemeriksaansebagai berikut : Tabel 3.1 Hasil Pengkajian Tingkat Nyeri dengan metode P,Q, R, S, T No



Indikator Pengkajian 1 Provokatif/ Paliatif 2 Qualitas/ Quantitas 3 Region/ Radiasi 4 Skala Seviritas 5 Timing



Hasil Pengkajian Pasien mengatakan merasakan nyeri pada area ekstremitas bwah khusnya pada paha kanan akibat fraktur Pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan pada paha Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada skala 5/ sedang, dari skala 1-10 Pasien mengatakan nyeri dirasakan konstan



34



Penampilan sikap gelisah dan tampak merintih menahan nyeri. Status gizi pasien, pasien termasuk kriteria gemuk dengan BB 60kg dan TB 155cm, Indeks Massa Tubuh pasien 25. Pada pengkajian pada 11 Pola Fungsi Kesehatan menurut Gordon, didapatkan pasien tidak mengalami masalah sebelum sakit maupun pada saat pasien sakit. Pada pemeriksaan fisik Head-to-Toe, didapatkan hasil pengkajian yang abnormal, yaitu terdapat edema pada paha kanan. Pada pemeriksaan ekstremitas, pada ektremitas kanan pasien tidak mampu melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, sedangkan ekstremitas kiri ada gerakan, teraba/ terlihat adanya kontraksi otot, ROM tidak terbatas,. Berdasarkan data pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan elektrokardiogram didapatkan hasil synus rhythm, tidak ada kelainan pada kelistrikan jantung. Pada pemeriksaan X-Ray, tampak Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra. Pasien mendapatkan beberapa terapi farmakologi sesuai dengan masalah kesehatan, antara lain : Tabel 3.2 Terapi Farmakologi Pasien Rute Pemberian IV



No



Nama Obat



Dosis



Tujuan Pemberian



1



Omeprazole



2x40mg



Mengatasi masalah lambung



2 3



Paracetamol Asam Traneksamat Ceftriaxone Gentamycin NaCL 0,9%



3x1gr 3x500mg



Meredakan rasa nyeri Mengendalikan perdarahan



IV IV



2x1gr 1x160mg 21 tetes/ menit 12mcg/ja m



Mengurangi penyebaran infeksi Menghambat pertumbuhan bakteri Memenuhi kebutuhan cairan



IV IV IV



Menghilangkan rasa nyeri



IV



4 5 6 8



Fentanyl Drip



35



36



2)



ANALISA DATA Setelah melakukan pengkajian yang meliputi identitas pasien, diagnosa medis pasien, riwayat kesehatan, 11 Pola Fungsi Kesehatan menurut Gordon, pemeriksan fisik Head-to-Toe dan data yang didapatkan dari beberapa hasil pemeriksaan penunjang, selanjutnya penulis membuat analisa data, antara lain : Tabel 3.3 Analisa Data Asuhan Keperawatan No



Tanggal 27 Desember 2020



Data Fokus Data Subyektif Data subyektif didapatkan dari wawancara dengan pasien dan teman, data pengkajian yang didapatkan antara lain : 1. Pasien mengatakan terasa nyeri karena mengalami fraktur di area paha 2. Pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk 3. Pasien mengatakan nyeri dirasakan pasien mengatakan nyeri dirasakan pada skala 5/ sedang, dari skala 1-10, pasien juga mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul. Data Obyektif : Data Obyektif didapatkan dari pengkajian dan



Etiologi Berdasarkan data subyektif dan data obyektif yang didapatkan, maka dapat diketahui etiologi dari masalah keperawatan, antara lain : Kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskular terputus akibat adanya agens cidera fisik Terjadi hematom bahkan sampai hipovolemia



Pada mengakibatkan



akhirnya pasien



Masalah Keperawatan Nyeri Akut



37



pemeriksaan secara langsung pada pasien dan data-data penunjang pasien, data obyektif yang didapatkan antara lain : 1. 2. 3. 4. 5.



Tekanan darah 130/80 mmHg Suhu 37,5oC Frekuensi nadi 98 kali/ menit Respiration rate 21 kali/ menit GCS E4M6V5, kesadaran komposmentis 6. Penampilan sikap gelisah dan tampak merintih menahan nyeri



merasakan berkelanjutan



Nyeri



38



3)



DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan data subyektif dan obyektif yang didapatkan oleh penulis, maka penulis merumuskan masalah keperawatan, yaitu : 1) Nyeri Akut berhubungan dengan agens cidera fisik ditandai dengan pasien mengatakan terasa nyeri setelah akibat fraktur, pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, pasien mengatakan nyeri dirasakan pada area paha kanan, pasien mengatakan nyeri dirasakan pasien mengatakan nyeri dirasakan pada skala 5/ sedang, dari skala 1-10, pasien juga mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul. Haemodinamik, tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 37,5oC, frekuensi nadi 98 kali/ menit, respiration rate 21 kali/ menit, GCS E4M6V5, kesadaran komposmentis, penampilan sikap gelisah dan tampak merintih menahan nyeri.



39



4)



INTERVENSI KEPERAWATAN Penulis menentukan prioritas diagnosa keperawatan sesuai data subyektif dan data obyektif yang telah didapatkan. Dalam asuhan keperawatan ini, yang menjadi prioritas diagnosa keperawatan adalah nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (prosedur bedah). Berikut intervensi keperawatan sesuai dengan (Bulechek et al., 2016)antara lain : Tabel 3.4 Intervensi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus Kelolaan Hari/ Tanggal



27 Desember 2020



No. Dx Keper watan 1



Nursing Outcome Classification (NOC) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil : NOC Label : Tanda-tanda Vital (0802) a. Tekanan darah sitolik, tekanan darah diastolik, suhu tubuh, tekanan nadi, tingkat pernapasan ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal) NOC Label : Kontrol Nyeri (1605) a.



Mengenali apa yang tekait dengan gejala nyeri ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan)



Nursing Intervenstions Classification (NIC) NIC Label : Monitor Tanda-tanda Vital (6680) a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, status pernapasan dengan tepat b. Monitor sianosis sentral dan perifer c. Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan darah d. Ajarkan pasien kapan waktu untuk mendapatkan



Rasional NIC Label : Monitor Tandatanda Vital (6680) a. Untuk memastikan tandatanda vital dalam batas normal dan tidak menunjukkan peringatan perlunya intervensi gawat darurat b. Memastikan tubuh pasien tidak mengalami kekurangan oksigen c. Untuk mengetahui kestabilan tekanan darah



40



b. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) c. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) d. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) e. Melaporkan nyeri yang terkontrol ditingkatkan pada skala 5 (secara konsisten menunjukkan) NOC Label : Tingkat Nyeri (2102) b. Nyeri yang dilaporkan ditingkatkan pada skala 5 (Tidak Ada)



pertolongan medis Kolaborasi dengan pasien, keluarga dan tenaga medis lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan NIC Label : Manajemen Nyeri (1400) a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus b. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri yang dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur c. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri d. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (seperti relaksasi, bimbingan antisipatif) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang e.



pasien d. Agar ketika dalam keadaan gawat darurat, pasien segera mendapatkan perawatan yang dibutuhkan e. Memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien NIC Label : Manajemen Nyeri (1400) a. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien b. Memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai nyeri yang dirasakan dan mengurangi kecemasan c. Agar pasien menegtahui bahwa manajemen nyeri tidak langsung menghilangkan nyeri secara sekejap, tetapi mampu mengontrol nyeri secara bertahap d. Menggunakan manajemen nyeri yang dapat pasien lakukan secara mandiri maupun bimbingan keluarga e. memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien



41



e.



f.



menimbulkan nyeri terjadi atau meningkat; dan bersamaan dengan tindakan penurun rasa nyeri lainnya Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri non-farmakologi sesuai kebutuhan Kolabari pemberian terapi farmakologi yaitu terapi analgetik dalam penanganan nyeri.



42



5)



IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tabel 3.5 Implementasi Asuhan Keperawatan Hari/ Tanggal 27 Desember 2020



No. Diagnosa 1



1



1



Jam



Tindakan Keperawatan



8.00



Melakukan tanda vital



8.05



Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus



8.15



pemeriksaan



tanda-



1. Memberikan terapi nyeri sesui dengan intruksi dokter (Fentanyl drip 12 mcgjam) 2. Memberikan informasi mengenai Nyeri, seperti penyebab nyeri



Evaluasi Data Obyektif : 1. Tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 98 kali/ menit, RR 21 kali/ menit, suhu 37,5oC, SPO2 96% 2. GCS E4M6V5, kesadaran kompos mentis 3. Skala nyeri 5 (sedang) Data Subyektif : 1. Pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuktusuk 2. Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada area paha kanan 3. Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada skala 5/ sedang, dari skala 1-10 4. Pasien juga mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul Data Obyektif : 1. Tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 37,5oC, frekuensi nadi 98 kali/ menit, RR21 kali/ menit 2. GCS E4M6V5, kesadaran kompos mentis 3. Penampilan sikap gelisah dan tampak merintih menahan nyeri Data Subyektif : Pasien mengatakan paham mengenai penjelasan perawat Data Obyektif : 1. Pasien tampak kooperatif 2. Penampilan sikap tenang dan tampak meringis menahan



43



nyeri, berapa lama nyeri yang dirasakan dan antisipasi dari ketidak nyamanan akibat prosedur.



nyeri 3. Tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 37,5 oC, frekuensi nadi 98 kali/ menit, RR21 kali/ menit 4. GCS E4M6V5, kesadaran kompos mentis 5. Tidak ada reaksi alergi Data Subyektif : 1. Pasien mengatakan merasa rileks dan nyeri terkontrol dengan manajemen nyeri yang diajarkan, pasien mengatakan nyeri dirasakan pada skala 5 (sedang) turun ke skala 2 (rendah) setelah mendengarkan music klasik selama 30 menit Data Obyektif : 1. Tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 37,5 oC, frekuensi nadi 98 kali/ menit, RR21 kali/ menit 2. GCS E4M6V5, kesadaran komposmentis 3. Skala nyeri 2/10 post terapi music klasik selama 30 menit 4. Pasien tampak tenang tidak meringis Data Obyektif : 1. Penampilan sikap pasien tenang 2. TD 120/80 mmHG, Nadi 80 kali/ menit, RR 20 kali/ menit, suhu 37oC, SPO2 98%, skala nyeri 2 (sedang) dari skala 1-10 3. Terapi farmakologi telah selesai diberikan sesuai instruksi dokter, yaitu : a. Fentanyhl drip 12 mcg/jam b. Asam traneksamat 1x500mg c. Meropenem 1x1gr d. Gentamycin 1x160mg e. Omeprazole 1x40mg f. Paracetamol 1x1gr Data Obyektif :



1



08.30



Mengajarkan penggunaan manajemen nyeri non farmakologi (terapi music klasik) dengan cara memberikan earphone dan meminta pasien untuk mendengarkan musik klasik yang dia sukai



1



09.00



Melakukan pemeriksaan tandatanda vital dan memberikan terapi farmakologi sesuai instruksi dokter



1



09.05



Melakukan



pemeriksaan



tanda-



44



1



09.30



1



10.00



tanda vital dan pengkajian nyeri dengan memberikan rentan skala 110 kepada pasien Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus



Melakukan pemeriksaan tandatanda vital dan memberikan terapi farmakologi sesuai instruksi dokter



1. Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 90 kali/ menit, RR 20 kali/ menit, suhu 37oC, SPO2 95% 2. GCS E4M6V5, kesadaran kompos mentis Data Subyektif : 1. Pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk 2. Pasien mengatakan nyeri dirasakan pasien mengatakan nyeri dirasakan pada skala 3/ sedang, dari skala 1-10 3. Pasien juga mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul Data Obyektif : 1. Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 90 kali/ menit, RR 20 kali/ menit, suhu 37oC, SPO2 95% 2. GCS E4M6V5, kesadaran kompos mentis 3. Penampilan sikap tenang Data Obyektif : 1. Penampilan sikap pasien tenang 2. Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 90 kali/ menit, RR 20 kali/ menit, suhu 37oC, SPO2 95% 3. GCS E4M6V5, kesadaran kompos mentis 4. Terapi farmakologi telah selesai diberikan sesuai instruksi dokter, antara lain : a. Fenthyl drip 12 mcg/jam IV b. Asam traneksamat 1x500mg IV c. Ceftriaxone 2x1gr IV d. Gentamycin 1x160mg IV e. Omeprazole 1x40mg IV f. Paracetamol 1x1gr IV



45



6) EVALUASI Setelah melakukan implementasi keperawatan selama 1 x 2 jam dan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat sebelumnya, penulis melanjutkan dengan membuat evaluasi asuhan keperawatan pada tanggal 27 Desember 2020 pukul 10.00 WITA dengan hasil pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (fraktur) didapatkan hasil evaluasi subyektif pasien mengatakan nyeri terkontrol dengan teknik distraksi mendengarkan musik yang telah diajarkan oleh perawat, pasien mengatakan merasa rileks skala nyeri turun dari 5/10 ke 2/10. Evaluasi obyektif yang didapatkan yaitu penampilan sikap pasien tenang, tekanan darah 120/60 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/ menit, RR 19 kali/ menit, suhu 36,7oC, SPO2 95%, GCS E4M6V5, kesadaran komposmentis. Evaluasi pada assessment yaitu masalah teratasi, planning dalam asuhan keperawatan ini adalah pertahankan kondisi pasien.



BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A.



ANALISIS KARAKTERISTIK PASIEN Karakteristik pasien merupakan hal yang menggambarkan keadaan pasien. Pada Asuhan Keperawatan ini, analisis karakteristik pasien dengan Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra dapat dijelaskan dari beberapa jenis sudut pandang diantaranya jenis kelamin, usia, penyebab dari fraktur berdasarkan tingkat keparahannya sesuai dengan kondisi klinis pasien. Berdasarkan jenis kelamin, pasien pada asuhan keperawatan ini berjenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan sebagai wiraswasta. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Asdar, Rismayanti and Sidik, 2009), laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar mengalami fraktur dibandingkan perempuan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas dan risiko pekerjaan yang dilakukan laki-laki cenderung lebih berat



46



47



Jadi dapat disimpulkan oleh penulis bahwa berkaitan dengan aktivitas dan risiko pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki cenderung lebih berat, maka laki-laki lebih berisiko mengalami cedera dibandingkan dengan perempuan. Dilihat dari usia pasien, pasien berusia 60 tahun dan termasuk pada klasifikasi dewasa. Sesui teori yang dikemukakan oleh (Azizah, 2017) bahwa kemunduran pada lanjut usia menyebabkan penurunan aktivitas fisik serta risiko jatuh yang dialami para lanjut usia seiring bertambahnya usia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Arianda, 2014) mengenai “Hubungan antara Hasil Pemeriksaan Keseimbangan Tubuh dengan Riwayat Jatuh Pada Lansia di Posyandu Lansia Aisyiyah Ranting Pucangan dan Posyandu Lansia Desa Benowo Karanganyar” bahwa frekuensi jatuh meningkat seiring dengan bertambahnya umur pada lansia yang terjadi pelemahan otot-otot dan dapat juga disebabkan faktor degeneratif lainnya. Sehingga dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa menurunnya kemampuan fisik pada lansia mengakibatkan lansia rawan mengalami kejadian jatuh. Ketika individu memasuki tahap lansia, maka mereka akan mengalami berbagai perubahan yang menyebabkan berisiko mengalami jatuh. Dilihat dari penyebab terjadinya fraktur, pada asuhan keperawatan ini, pasien mengalami fraktur karena mengalami kecelakaan. Sesuai teori yang dikemukakan oleh (Aprilia, 2017) bahwa kecelakaan lalu lintas menrupakan salah satu penyebab terbanyak terjadinya fraktur. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putra, 2019) mengenai “Karakteristik Pasien Fraktur di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Umbu Rara Meha Waingapu



48



periode 1 Januari 2017 – 31 Desember 2018”, yang menjelaskan bahwa Fraktur paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa kecelakaan merupakan salah satu penyebab terbanyak terjadinya fraktur, meskipun kemungkinan terdapat beberapa penyebab lain dari terjadinya fraktur (misalkan usia, kondisi fisik dan kelalaian individu). Dari hasil pengkajian pada asuhan keperawatan ini, dapat dilihat bahwa pasien mengalami Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra dengan tingkat kesadaran komposmentis dan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) adalah E4M6V5 menunjukkan indikasi pasien berespon dengan kesadaran penuh. Berdasarkan hasil X-Ray, dapat diketahui bahwa terdapat Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra. Keluhan utama pada saat pengkajian adalah pasien mengeluh nyeri pada area paha kanan. Sesuai teori yang dikemukakan oleh (Trisnawati, 2015) bahwa pasien yang mengalami fraktur pada area paha yang merupakan tulang panjang dan banyak terdapat pmbuluh darah, perdarahan yang terjadi bisa berjalan cepat atau lambat. Bertambahnya volume perdarahan mengakibatkan terjadinya resiko syok yang ditandai dengan nyeri dan edema. Sehingga dapat disimpulkan oleh penulis bahwa pasien dengan perdarahan pada subdural yang telah mengalami tanda dan gejala yang dianggap bahaya, harus segera diberikan penanganan, sehingga penatalaksanaan yang dilakukan secara tepat dan cepat merupakan kunci keberhasilan dalam mengurangi risiko kematian pasien.



B.



ANALISIS MASALAH KEPERAWATAN



49



Berdasarkan pengkajian pada asuhan keperawatan ini, didapatkan pasien mengatakan merasakan nyeri pada paha kanan, pasien mengatakan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, pasien mengatakan nyeri dirasakan pada skala 5 dari skala 1-10. Hasil pemeriksaan X-Ray diketahui terdapat Fraktur 1/3 Distal Femoralis Dekstra. Sesuai teori yang dikemukan oleh (Medicina and Soertidewi, 2011) bahwa ketika pasien mengalami fraktur, maka pasien juga akan mengalami terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskular, sehingga dengan adanya hal tersebut pasien akan mengalami hematom bahkan sampai hipovolemi sehingga akan menyebabkan nyeri akut pada pasien akibat dari adanya agen cidera fisik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pusparini, 2017) yang menyatakan bahwa pasien dengan fraktur mengalami nyeri, menurut penelitian ditemukan 38% pasien cedera mengalami accute post traumatic syndromedengan gejala paling sering nyeri yang berat. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa pasien yang mengalami fraktur maka hal yang terjadi adalah terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskular, sehingga dengan adanya hal tersebut pasien akan mengalami hematom bahkan sampai hipovolemi sehingga akan menyebabkan nyeri akut pada pasien akibat dari adanya agens cidera fisik (benturan pada saat kecelakaan).



C.



ANALISIS INTERVENSI



50



Untuk



mengatasi



masalah



prioritas



keperawatan,



penulis



berkolaborasi dengan dokter dengan memberikan terpi farmakologi dalam menurunkan nyeri. Namun, penulis melakukan terapi musik klasik sebagai tindakan mandiri perawat untuk mengontrol nyeri akut pada pasien.



Terapi musik merupakan salah satu pilihan intervensi yang



dilakukan penulis untuk mengatasi masalah pada pasien sebagai upaya memberikan rasa nyaman pada pasien. Terapi music pada asuhan keperawatan ini dilakukan dengan cara memberikan musik yang disukai sehingga dengan mendengarkan mussik mendengarkan musik relaksasi yang memberikan efek menenangkan. Terapi musik adalah teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri melalui metode distraksi. Salah satu distraksi yang efektif adalah musik yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti menunjukkkan efek yang dapat mengurangi nyeri dan mengubah persepsi waktu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Karendehi (2015) menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian musik terhadap skala nyeri akibat fraktur. Hasil penelitian lain juga yang telah dilakukan oleh Rahman dan Widiyastuti (2014) yang menyatakan bahwa intensitas nyeri pada pasien fraktur sebelum diberikan terapi musik di RSUD Dr. Moewardi sebelum diberikan terapi pada sebagian besar pada skala sedang (68 %) dan setelah diberikan terapi sebagian besar menjadi skala nyeri ringan (76%).



51



Musik dapat menyentuh individu baik secara fisik, psikososial, emosional dan spiritual. Mekanisme musik ialahdengan memadukanpola getar dasar tubuh manusia. Vibrasi musik yang terikat erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar bisa mempunyai dampak terhadap pengobatan yang begitu hebat bagi tubuh, pikiran serta jiwa manusia. Getaran ini juga menimbulkan perubahan emosi, organ, hormon, enzim, sel-selatom di tubuh (Novita,2012) Mekanisme musik ialah dengan memadankan pola getar dasar tubuh manusia. Vibrasi musik yang terikat erat dengan frekuensi dasar tubuh atau pola getar dasar mampu mempunyai dampak terhadap pengobatan yang begitu luar biasa bagi tubuh, pikiran bahkan jiwa manusia. Musik tidak membutuhkan analisis yang membuat hemisfer kiri bekerja, tetapi dengan musik membantu otak kiri mendominasi untuk meningkatkan proses belajar (Smeltze. Brunner. C & Bare. Brenda. G, 2008).Keunikanmusik yang mempunyai sifat terapi ialah musik non dramatis, dinamikanya dapat diprediksi, mempunyai nada yang lembut, harmonis dan tidak bersyair, temponya 60-80 beat per menit, dan musik pilihan responden. Musik yang berkebalikan dengan musik ini ialah musik yang mengakibatkan ketegangan, tempo sangat cepat, berirama sangat keras, ritme yang irregular, tidak harmonis atau dinyalakan dengan volume keras mungkinakan mengakibatkan efek terapi. Efek yang datang merupakan menaikkan tekanan denyut nadi, tekanan darah, tempo pernafasan, serta meningkatkan stress (A., 2015).



52



Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa terapi musik efektif untuk mengatasi gejala nyeri pada pasien yang mengalami fraktr, dan akan lebih maksimal hasilnya apabila dilakukan secara terus menerus. Terapi musik aman dan nyaman untuk menurunkan skala nyeri dan tidak menimbulkan efek samping yang dapat membuat kondisi pasien semakin parah, dengan catatan, dalam pelaksanaannya harus tetap memperhatikan setiap respon pasien terhadap terapi musikyang diberikan.



D.



ANALISIS IMPLEMENTASI Berdasarkan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh penulis, implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah ditetapkan untuk mengatasi prioritas masalah keperawatan, yaitu melakukan manajemen nyeri non-farmakologi (terapi musik) sebagai tindakan mandiri keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri akut yang dialami pasien. Dalam melakukan asuhan keperawatan, outcomes yang terpenting dilihat pada evaluasi setelah beberapa implementasi yang sudah dilakukan. Adapun respon pasien setelah diberikan teknik terapi musik selama 1 x 2 jam adalah sebagai berikut: 1



Pada tanggal 27 Desemeber 2020 pukul 08.30 WITA dilakukan terapi musik pasien mengatakan nyeri yang dirasakan mengalami penurunan dari skala 5 (sedang) ke skala 2 (sedang) setelah diajarkan teknik terapi musik klasik selama 30 menit. Pasien juga diberikan



53



terapi



farmakologis



untuk menurunkan



nyeri yaitu dengan



memberikan fentayl drip 12 mcg/ jam, dikarenakan terapi musik klasik tidak dapat berdisi sendiri tanpa memberikan terapi farmakologi. 2



Evaluasi pada prioritas masalah keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik yaitu, pasien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri setelah dilakukan implementasi selama 1x2 jam, yaitu tindakan non-farmakologi terapi musik klasik, sedangkan evaluasi obyektif yang didapatkan yaitu tekanan darah 120/ 60 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/ menit, RR 19 kali/ menit, suhu 36,7oC, SPO2 95%, GCS E4M6V5, kesadaran kompos mentis. Sesuai teori yang dikemukakan oleh (Pusparini, 2017) bahwa



pasien yang mengalami fraktur yang mengalami nyeri dapat dikurangi dengan terapi musik klasik. Hal ini ejalan dengan hasil penelitian Chiang (2012) telah membuktikan bahwa terapi musik klasik sangat efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien fraktur di Taiwan. Hasil penelitiannya adalah terdapat penurunan nyeri yang signifikan pada ketiga kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol (P value= 0,001). Terapi musik klasik dengan kombinasi suara alam memiliki efek paling besar untuk menurunkan nyeri pasien fraktur. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa implementasi yang dilakukan dapat membuat masalah keperawatan teratasi. Dengan



54



demikian, kondisi pasien harus tetap dipertahankan dan dilakukan observasi secara berkelanjutan. Disamping itu, pemberian terapi musik klasik dapat disertai dengan diberikannya terapi farmakologi sesuai instruksi dokter sehingga kriteria yang dihasilkan akan lebih maksimal.



BAB V SIMPULAN DAN SARAN A.



SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pemberian terapi musik klasik pada asuhan keperawatan Tn. K dengan masalah nyeri akut di emergency department Rumah Sakit Bimc Kuta didapatkan kesimpulan, antara lain : 1. Karakteristik pasien Tn. K dengan Fraktur 1/3 Distal Femoralis, berjenis kelamin laki-laki berusia 60 tahun yang termasuk pada lansia dengan kecenderungan mengalami penurunan kemampuan fisik, pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan tingkat mobilisasi yang cukup tinggi sehingga risiko jatuh atau kecelakaan pada pasien semakin



meningkat.



Pasien mengalami



Fraktur 1/3 Distal



Femoralis. 2. Masalah keperawatan pada pasien Tn. K yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik 3. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut pada pasien Tn. K adalah dengan melakukan kolaborasi dengan dokter dalam memberikan terapi farmakologis dan dengan memberikan asuhan keperawatan 1 x 2 jam berupa terapi komplementer



non farmakologis melalui mendengarkan musik



klasik selama 30 menit.



55



4. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut pada Tn. K dan didapatkan hasil, nyeri secara bertahap berkurang dari skala 5 (sedang) ke skala 2 (rendah) sehingga penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa terapi musik klasik efektif dalam mengontrol/ mengurangi masalah keperawatan nyeri akut pasien. B.



SARAN Berdasarkan simpulan yang didapatkan di atas, penulis dapat memberikan saran terkait dengan pemberian intervensi dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur 1/3 Distal Femoralis, sebagai berikut : 1)



Saran Untuk Badan Pelayanan Kesehatan Penulis menyarankan untuk Badan Pelayanan Kesehatan agar menjadikan pertimbangan terhadap terapi musik klasik untuk dijadikan tindakan mandiri keperawatan dalam upaya mengontrol atau mengurangi intensitas nyeri pasien.



2)



Saran Untuk Bidang Pendidikan Penulis menyarankan untuk Bidang Pendidikan, agar karya ilmiah ini dapat menjadi tambahan informasi bagi institusi pendidikan keperawatan



sehingga



dapat



mengintegrasikan



dalam



pembelajaran terkait teknik terapi musik klasik terhadap penurunan intensitas nyeri pasien.



56



3)



Saran Untuk Penulisan Karya Ilmiah Selanjutnya Penulis menyarankan agar karya ilmiah selanjutnya dapat lebih diperdalam mengenai intervensi terapi musik klasik dan dapat dikombinasikan dengan teknik relaksasi sesuai dengan penelitian yang sudah ada dan terbukti efektif menurunkan intensitas nyeri. penulis berharap karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam membuat karya ilmiah selanjutnya.



57



DAFTAR PUSTAKA Analia and Moekroni, R. (2016) ‘Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Menjelang Persalinan’, Majority. Aprilia, H. (2017) ‘Gambaran Status Fisiologis Pasien Cedera Kepala Di IGD Rsud Ulin Banjarmasin Tahun 2016’, Dinamika Kesehatan, 8(1). Arianda, R. (2014) ‘Hubungan Antara Keseimbangan Tubuh Dengan Riwayat Jatuh Pada Lanjut Usia’. Asdar, M., Rismayanti and Sidik, D. (2009) ‘Perilaku Safety Riding Pada Siswa Sma Di Kabupaten Pangkep’. Awaloei, A., Mallo, N. and Tomuka, D. (2016) ‘Gambaran cedera kepala yang menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr . R . D . Kandou’, 4, pp. 2–6. Azizah, F. D. (2017) ‘Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Resiko Jatuh Pada Lanjut Usia Di Desa Jaten Kecamatan Juwiring Klaten’. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013a) ‘Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013’, Laporan Nasional 2013. doi: 1 Desember 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013b) ‘Riset Kesehatan Dasar 2013’, Riset Kesehatan Dasar 2013. Black, J. m and Hawks, J. H. (2014) Keperawatan medika bedah: Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan, 3. Bulechek et al. (2016) Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Indonesian Edition. Elsevier. Singapore. Desiartama, A. (2017) ‘Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013’, E-Jurnal Medika. Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2017) ‘Profil Kesehatan Provinsi Bali 2016’, Profil Kesehatan Bali. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004. Djamal, R., Rompas, S. and Bawotong, J. (2015) ‘PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP SKALA NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI IRINA A



58



RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO’, Jurnal Keperawatan UNSRAT. Freye, K. et al. (2019) ‘Fraktur’, in Radiologisches Wörterbuch. doi: 10.1515/9783110860481-111. Haag, R. and Kastler, D. (1964) ‘An algebraic approach to quantum field theory’, Journal of Mathematical Physics. doi: 10.1063/1.1704187. Herdman, T. H. (2016) NANDA International Nursing Diagnosis: Definitions and Classifications 2018-2020. Jakarta: EGC. Hermiyanty, Wandira Ayu Bertin, D. S. (2017) ‘Konsep Fraktur’, Journal of Chemical



Information



and



Modeling.



doi:



10.1017/CBO9781107415324.004. International Association for the Study of Pain (2017) ‘IASP Terminology’, Iasp. doi:



https://s3.amazonaws.com/rdcms-



iasp/files/production/public/AM/Images/GYAP/CancerPain_Final.pdf. Kurnianingsih, D., Suroso, J. and Muhajirin, A. (2015) ‘Efektifitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Stres Kerja Perawat Igd Di Rsud Dr . R . Goetheng’, Prosiding Konferensi Nasional. Lestari, D. Y., Hafiz, A. and Huriyati, E. (2018) ‘Diagnosis dan Penatalaksanaan Fraktur Le Fort I-II disertai Fraktur Palatoalveolar Sederhana’, Jurnal Kesehatan Andalas. doi: 10.25077/jka.v7i0.854. Margareth, T. H. and Rendi, M. . (2012) Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Medicina, N. and Soertidewi, L. (2011) ‘Perdarahan subdural kronik pada dewasa muda’, Neurona, 29(1). Moorhead, S. et al. (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Indonesian Edition. Elsevier. Singapore. Muttaqin, A. (2011) Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Prawesti, D. and Noviyanto, E. (2015) ‘Terapi Musik’, Stikes. Pujiarto, P. (2018) ‘PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN POST



59



OPEN REDUCTIONAL INTERNAL FIXATION MENGGUNAKAN RELAKSASI NAFAS DALAM DAN TERAPI MUSIK’, Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung. doi: 10.47218/jkpbl.v6i2.49. Pusparini, Y. (2017) ‘Pengaruh Guided Imagery Terhadap Nyeri Kepala Pasien CKR’, Jurnal Sehat Masada, XI. Putra, M. B. (2019) ‘Karakteristik pasien cedera kepala di Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Umbu Rara Meha Waingapu’, Intisari Sains Medis, 10(2), pp. 511–515. doi: 10.15562/ism.v10i2.435. Rachmawati, L. D. A. (2010) ‘Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Post Operasi Fraktur Humeri 1 / 3 Tengah’, Jurnal pena. Ridwan, UN., Pattiiha, AM., Selomo, P. (2018) ‘Karakteristik Kasus Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr H Chasan Boesoirie Ternate Tahun 2018’, Kieraha Medical Jornal. Risnah, R. et al. (2019) ‘TERAPI NON FARMAKOLOGI DALAM PENANGANAN



DIAGNOSIS



NYERI



PADA



FRAKTUR :SYSTEMATIC REVIEW’, Journal of Islamic Nursing. doi: 10.24252/join.v4i2.10708. Swarihadiyanti, R. (2014) Pengaruh Pemberian Terapi Musik Instrumental Dan Musik Klasik Terhadap Nyeri Saat Wound Care Pada Pasien Post Op Di Ruang Mawar RSUD DR.Soediran Mangun Sumarsowonogiri, Skripsi. Syam, Y., Noersasongko, D. and Sunaryo, H. (2014) ‘FRAKTUR AKIBAT OSTEOPOROSIS’, e-CliniC. doi: 10.35790/ecl.2.2.2014.4885. Trisnawati, W. (2015) ‘Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Dengan Subdural Hematoma di Ruang Picu RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda’. World Health Organization (WHO) (2015) ‘Health situation’, WHO Country Cooperation Strategy.



60



LAMPIRAN



61



Lampiran 2



JUDUL SOP : TERAPI MUSIK KLASIK RS BIMC KUTA 1. PENGERTIAN 2. TUJUAN



3. INDIKASI 4. KONTRAINDIKASI 5. PERSIAPAN KLIEN



Pemanfaatan kemampuan musik klasik oleh perawat kepada pasien Memperbaiki kondisi fisik, emosional, kesehatan spiritual pasien, serta membuat klien rileks sehingga dapat menurunkan rasa nyeri. Pasien fraktur di UGD RS BIMC Kuta Klien dengan gangguan pendengaran, klien fraktur yang tidak sadarkan diri 1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya 2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga 3. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan 4. Beri privasi pada pasien 5. Atur posisi pasien sehingga merasakan aman dan nyaman 6. Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik. 7. Identifikasi pilihan musik klien.



6. PERSIAPAN ALAT



7



1. Handphone/ Ipod 2. Playlist Musik 3. Headset / Headphone



LANGKAH KERJA : 1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera 2. Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien, pastikan musik yang dipilih adalah jenis musik yang berirama lembut. 3. Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman. 4. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan telepon selama mendengarkan musik.



62



Lampiran 2



5. Dukung dengan headphone jika diperlukan. 6. Nyalakan musik dan lakukan terapi musik. 7. Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras. 8. Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang lama. 9. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien) 10. Simpulkan hasil kegiatan 11. Berikan umpan balik positif 12. Kontrak pertemuan selanjutnya 13. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik 14. Bereskan alat-alat 15. Cuci tangan 8



Hasil: Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan - Nama Px, Umur, Jenis kelamin, dll - Keluhan utama - Tindakan yang dilakukan (terapi musik) - Lama tindakan - Jenis terapi musik yang diberikan - Reaksi selama, setelah terapi pemberian terapi musik - Respon pasien. - Nama perawat - Tanggal pemeriksaan



63