Konsep Hospitalisasi, Konsep Bermain, BBLR, Prematur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP HOSPITALISASI, AUTRAUMATIC CARE, KONSEP BERMAIN & KOMUNIKASI PADA ANAK DAN ASKEP BAYI PREMATUR & ASKEP BBLR Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I Dosen Pengampu : Ns. Susanti Widiastuti, SKep, M.Kep Disusun oleh : Rustiani Ayu Anggraeni 1610711005 Nedya Asnurianti 1610711003 Amallia Rahmah 1610711007 Haniah Rahmawati 1610711009 Luigisha Augusti 1610711012



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2018



A. Konsep Hospitalisasi 1. Pengertian Hopitalisasi Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua harus dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stress (Wong, 2000). Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak sangat rentang terhadap krisis penyakit dan hispitalisasi kerena stress akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan , dan anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor (kejadiankejadian yang menimbulkan stres). Stres utama dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali, secara tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau hospitalisasi.



2.



Efek hospitalisasi terhadap anak Anak dapat bereaksi terhadap stres hospitalisasi sebelu mereka masuk. Selama hospitalisasi



dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi. (carson. Grafley dan council, 1992 ; clatworty, simon dan tiedeman 1999)



a. Faktor resiko individual Sejumlah faktor resiko membuat anak-anak tertentu lebih rentan terhadap stress hospitalisasi dibandingkan dengan lainnya. Mungkin kerena perpisahan merupakan masalah penting seputar hospitalisasi bagi anak-anak yang lebih mudah, anak yang aktif dan bekeinginan kuat cenderung lebih baik ketika dihospitalisasi bila dibandingkan anak yang pasif. Akibatnya, perawat harus mewaspadai anak-anak yang menerima secara pasif semua perubahan dan permintaan, anak ini dapat memerlukan dukungan yang lebih banyak dari pada anak yang lebih aktif.



b. Perubahan pada populasi pediatrik Saat ini populasi pediatrik dirumah sakit mengalami perubahan drastis, meskipun terdapat kecenderungan memendeknya lama rawat. Sifat dan kondisi anak kecenderungan bahkan mereka aakan mengalami prosedur yang lebih invasif dan traumatik pada saat mereka di hospitalisasi. Faktor inilah yang membuat mereka lebih rentang terhadap dampak emosional dari hospitalisasi dan enyebabkan kebutuhan mereka menjnadi berbeda. Perhatikan pada tahun-tahun sekarang telah berfokus pada peningkatan jumlah pada anak-anak yang tumbuh dirumah sakit ( Britton dan Johnton, 1993 ), rencana pemulangan menjadi lama karena kompleknya asuhan medis dan keperawatan. Tanpa perhatian yang khusus yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan psikososial dan perkembangan anak di lingkungan rumah sakit.



3.



Dampak Hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat dirumah sakit bagi anak dan keluarga akan menimbulkan



stress dan tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stres meliputi psikososial (berpisah dengan orang tua , keluarga lain, teman dan perubahan peran), fisiologis (kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri), lingkungan asing (kebiasaan sehari-hari berubah) Reaksi orang tua , kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampak terhadap masa depan anak, frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familernya peraturan rumah sakit



4.



Keuntungan Hospitalisasi Meskipun hospitalisasi dapat dan biasa menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi hospitalisasi



juga bermanfaat. Manfaat yang paling nyata adalah pulih dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengatasi stres dan merasa kompoten dalam kemampuan koping mereka.



5.



Reaksi anak terhadap proses hospitalisasi Menurut supartini (2002) reaksi anak yang dirawat dirumah sakit sesuai tahapan



perkembangan adalah :



a. Masa bayi (0-1 tahun) Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan tejadi stranger anxiety atau cemas apabila, berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasa cemas karena perpisahan dan prilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan exspresi wajah yang tidak menyenangkan. b. Masa toddler (2-3Tahun) Anak usia toddler biasanya bereaksi terhadap hospitalisasi terhadap sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon prilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap proses, putus asa dan pengingkaran. Pada tahap pengingkaran, prilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua, atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, prilaku yang ditunjukkan adalah, menangis berurang, anak tidak akatif, kurang menunjukkan minat, untuk bermain dan makan, sedih, apatis. Pada tahap pengingkaran prilaku yang ditunjukan adalah secara sama, mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal dan akan memulai menyukai lingkungan. Oleh karena adanya pembatasan pergerakannya anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan akan menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Prilaku yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan yang invasif seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan menangis, menggigit bibir dan memukul. Walaupun demikian anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengkomunikasikan rasa nyerinya



c. Masa prasekola (3- 6Tahun) Perawatan anak dirumah sakit memaksakan untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman. Penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia pra sekolah ialah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara berlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan, perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol dirinya. Perawatan anak dirumah sakit juga mengharuskan adanya pemabatasan aktifitas anak sehingga anak merasa kan kehilangan kekuatan diri. Perawatan anak dirumah sakit sering diekspresikan anak pra sekolah sebagai hukuman sehingga anak merasa malu dan takut, bersalah. Ketakutan anak terhaadap perlukaan, muncul karena anak menganggap atau tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbukan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama terhadap perawat dan ketergantungannya terhadap orang tua.



d. Masa sekolah (6-12 Tahun) Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang dicintainya yaitu keluarga dan kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol dan juga terjadi dirawat di rumah sakit karena adanaya pembatasan aktifitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak terhadap perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya, karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan karena adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap adanya perlakuan fisik atau nyeri yang ditunjukkan ekspresi verbal maupun non verbal, karena anak sudah mengkontaminasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perlakuan jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan erat. e. Masa remaja (13-18 Tahun) Anak usia remaja mengekspresikan perawatan di rumah sakit mengakibatkan timbulnya perasaaan cemas karena berpisah dengan teman sebayanya. Dan anak remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh terhadap teman sebayanya. Apabila dirawat di rumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan itu. Pembatasan aktifitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol dirinya dan menjadi tergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang timbul akibat



pembatasan aktifitas ini adalah dengan menolak tindakan dan perawatan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif terhadap petugas atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan. Perasaan sakit karena perlakuan atau pembedahan menimbulkan respon anak bertanya-tanya menarik diri dari lingkungan, dan menolak kehadiran orang lain.



6.



Respon orang tua terhadap proses hospitalisasi Respon keluarga yaitu suatu reaksi yang diberikan keluarga terhadap keinginan untuk



menanggapi kebutuhan yang ada pada dirinya (kotler 1988). Perawatan anak dirumah sakit tidak hanya menimbulkan stress pada orang tua. Orang tua juga merasa ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan keluarganya, dan hal ini juga terlihat bahwa perawatan anak selama dirawat di rumah sakit lebih banyak menimbulkan stress pada orang tua dan hal ini telah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Dan dari hal ini, timbul



Atraumatic Care 1.1 Definisi atraumatic care Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh personel, dan melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Wong, et al., 2009). Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tua (Supartini, 2014). Asuhan terapeutik tersebut mencakup pencegahan, diagnosis, atau penyembuhan kondisi akut atau kronis. Intervensi berkisar dari pendekatan psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk prosedur pemeriksaaan, sampai pada intervensi fisik seperti menyediakan ruangan untuk orang tua tinggal bersama anak dalam satu kamar (rooming in). Distres psikologis meliputi kecemasan, ketakutan, kemarahan, kekecewaaan, kesedihan, malu, atau rasa bersalah. Sedangkan distres fisik dapat berkisar dari kesulitan tidur dan immobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang mengganggu seperti rasa sakit (nyeri), temperatur ekstrem, bunyi keras, cahaya yang dapat menyilaukan atau kegelapan (Wong, et al., 2009).



Atraumatic care berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana setiap prosedur dilakukan pada anak untuk mencegah atau meminimalkan stress fisik dan psikologis (Wong, 1989, dalam Wong, et al., 2009). Maka dapat disimpulkan, atraumatic care adalah pelaksanaan perawatan terapeutik pada anak dan keluarga oleh perawat atau tenaga kesehatan lain dengan intervensi meminimalkan atau mencegah timbulnya distres fisik maupun psikologis dalam sistem pelayanan kesehatan. 1.2 Manfaat atraumatic care Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu perhatian lebih, karena masa anak merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti sakit atau hospitalisasi akan menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri, dan lainlain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan masalah psikologis pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu, manfaat atraumatic care adalah mencegah masalah psikologis (kecemasan) pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2012). Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa penerapan atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan terhadap penurunan respon kecemasan pada anak yang di hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving, et al., 2015). 1.3 Tujuan atraumatic care Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan, yaitu: a. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009) sebagai tujuan utama dari atraumatic care. b. Mencegah dan mengurangi stres fisik (Supartini, 2014). c. Mencegah dan mengurangi stres psikologis (Supartini, 2014). Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip atraumatic care sebagai kerangka kerjanya (Wong, et al., 2009).



1.4 Prinsip atraumatic care Supartini (2014) menyatakan bahwa prinsip atraumatic care dibedakan menjadi empat, yaitu: mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak dengan menggunakan pendekatan family centered, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anaknya, mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri) serta memodifikasi lingkungan fisik ruang perawatan anak.



a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga Dampak perpisahan bagi keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan, dan kurangnya kasih sayang. Gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2012). b.



Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak Perawat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat anak Beberapa bukti ilmiah menunjukan pentingnya keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dirumah sakit orang tua dipandang sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk melakukan perawatan pada anaknya.



c. Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri) Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut, cemas, dan stres. Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan nyeri sering tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi melalui teknik farmakologi dan teknik nonfarmakologi (Wong, et al., 2009). d.



Modifikasi lingkungan fisik Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Hidayat, 2012).



Reaksi dari stres orang tua terhadap perawatan anaknya yang dirawat dirumah sakit yang meliputi: 1. Kecemasan, ini termasuk dalam kelompok emosi primer dan meliputi perasaan was-was, bimbang, kuatir, kaget, bingung dan merasa terancam. Untuk menghilangkan kecemasan harus memperkuat respon menghindar. Namun dengan begitu hidup orang itu akan sangat terbatas setelah beberapa pengalaman yang menyakitkan. 2. Marah, dalam kelompok amarah sebagai emosi primer termasuk gusar, tegang, kesal, jengkel, dendam, merasa terpaksa dan sebagainya. Ketidakmampuan mengatasi dan mengenal kemarahannya sering merupakan komponen dari penyesuaian diri dan hal ini merupakan sumber kecemasan tersendiri. Untuk orang seperti ini, pelatihan ketegasan dapat membantu : dianjurkan untuk mngungkapkan perasaan marah secara tegas dan jelas bila perasaan diungkapkan dengan baik, jelas, dan tegas. Bila kita berbagi perasaan maka hal ini dapat



menguatkan relasi, isolasi dan mengangkat harga diri. Sebaliknya ada orang yang terlalu banyak dan tidak dapat mengerem luapan amarahnya sehingga mereka menggangu orang lain. 3. Sedih, dalam kelompok sedih sebagai termasuk emosi primer termasuk susah, putus asa, iba, rasa bersalah tak berdaya terpojok dan sebagainya. Bila kesedihan terlalu lama maka timbulah tanda-tanda depresi dengan triasnya: rasa sedih, putus asa sehingga timbul pikiran lebih baik mati saja. Depresi bisa terjadi setelah mengalami kehilangan dari sesuatu yang sangat disayangi, pengalaman tidak berdaya sering mengakibatkan depresi. 4. Stressor dan reaksi keluarga sehubungan denagn hospitalisasi anak, jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong dan Whaley, 1999). Reaksi orang tua dipengaruhi oleh tingkat keseriusan penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi, prosedur pengobatan kekuatan ego individu, kemampuan koping, kebudayaan dan kepercayaan



A. Konsep Bermain 1. Defenisi Bermain Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain anak dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, fantasi serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dan beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stres. Dengan bermain anak dapat belajar mengungkapkan isi hati melalui kata-kata, anak dapat belajar dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, obyek bermain, waktu, ruang dan orang (Sujono, 2009). Masa anak-anak sangat identik dengan bermain, karena perkembangan anak mulai diasah sesuai kebutuhannya disaat tumbuh kembang. Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak-anak dapat melalukan atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz, 2010). Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang baik untuk belajar, karena dengan bermain anak – anakakan, berkata – kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2009). Bagi anak-anak, bermain adalah “pekerjaan” mereka. Bermain membantu anak memahami ketegangan dan tekanan, mengembangkan kapasitas mereka, dan menguatkan pertahanan mereka, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak baik sehat maupun sakit (Adriana,2011). Bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik sehingga ketegangan mengendur dan anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan. Permainan memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang tertahan, 8 yang meningkatkan kemampuan anak untuk menghadapi masalah (Adriana, 2011). Perkembangan secara fisik dapat dilihat saat bermain, perkembangan intelektual bisa dilihat dari kemampuannya menggunakan atau memamfaatkan lingkungan, perkembangan emosi dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak senang, marah, menang dan kalah dan perkembangan sosial bisa dilihat dari hubungannya dengan teman sebayanya, menolong dan memperhatikan kepentingan orang lain (Soetjiningsih, 2009).



2.



Fungsi Bermain Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik, membantu



perkembangan kognitif/intelektual,



perkembangan sosial, perkembangan



kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 2009). 1) Perkembangan Sensorik-Motorik Pada saat melalukan permainan, aktivitas sensorikmotorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot, sehingga kemampuan penginderaan anak mulai meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual (penglihatan), stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik. 2) Perkembangan Intelektual (Kognitif) Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitar, terutama mengenai warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Saat bermain, anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dengan kenyataan dan berbagai mamfaat benda yang digunakan dalam permainan, sehingga fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya. 3) Perkembangan Sosial Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak mengembangkan hubungan sosial, belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh pada anak-anak usia todler yang bermain dengan teman sebayanya dan bentuk permainannya adalah bermain peran seperti menjadi guru, menjadi ayah atau ibu, menjadi anak dan lain-lain. Ini merupakan tahap awal bagi anak usia todler dan prasekolah untuk meluaskan aktivitas sosialnya diluar lingkungan keluarga. 4) Perkembangan Kreativitas Bermain dapat meningkatkan kreativitas yaitu anak mulai menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya, misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang



5) Perkembangan Kesadaran Diri Anak yang bermain akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku.Anak juga akan belajar mengenali kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkahlakunya terhadap orang lain. 6) Perkembangan Moral Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan 7) Bermain Sebagai Terapi Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadikan diri anaklebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan yang dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat menghibur anak terhadap dunianya. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Anak yang melakukan kegiatan bermain akan terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya akibat dari efek dirawat di rumah sakit. 3.



Tujuan Bermain Supartini (2010) mengemukakan beberapa tujuan dari terapi bermain antara lain: 1)



Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga keseimbangannya.



2)



Mengekspresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya pada saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengekspresikannya secara verbal, permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengekspresikannya.



3)



Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah, permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya.



4)



Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan dirawat di rumah sakit



4.



Klasifikasi Bermain Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan bersifat pasif. Sifat



demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain aktif jika anak berperan aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya, sedangkan bermain pasif adalah anak memberikan respon secara pasif terhadap permainan dan orangatau lingkungan yang memberikan respon secara aktif. Melihat sifat tersebut, kitadapat mengenal macam-macam dari permainan. Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan karakter sosialnya.  Berdasarkan isi permainan a) Social Affective Play (Bermain Afektif Sosial) Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhubungan dengan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan anak hanya berespon terhadap stimulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ciluk ba”, berbicara dan memberi tangan untuk digenggam oleh bayi sambil tersenyum/tertawa. Bayi akan mencoba berespon terhadap tingkah laku orang tuanya dengan tersenyum, tertawa atau mengoceh. b) Sense of Pleasure Play (Bermain Bersenang-senang) Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada, sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah bergantung pada stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak tanpa mempedulikan aspek kehadiran orang lain, misalnya dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunung atau benda apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir. c) Skiil Play (Bermain Keteranpilan) Permainan iniakan meningkatkan keterampilan anak khususnya motorik kasar dan halus, misalnya bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Keterampilan tersebut diperoleh dari pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil. Sifat permainan ini adalah bersifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang gambar.



d) Games atau Permainan Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan teman sebayanya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern misalnya ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain. e) Dramatic Play (Bermain Dramatik) Dramatic play dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpura-pura dalam perilaku seperti anak memperankan sebagai seorang dewasa, seorang ibu dan guru dalam kehidupan sehari-hari.Sifat dari permainan Dramatic play ini adalah anak dituntut aktif dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatic ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial. Permainan ini penting untuk proses identifikasi terhadap peran orang tertentu.  Berdasarkan Karakter Sosial Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu onlooker Play, solitary play, paralel play, assosiative play dan cooperative play: a) Onlooker play Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh anak lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk bermain. Anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya. b) Solitary Play Solitary play merupakan jenis permainan yang dilakukan secara mandiri dan berpusat pada permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Pada permainan ini anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya,dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama ataupun komunikasi dengan teman sepermainan. c) Parallel Play Pada permainan ini, anak dapa menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga tidak ada sosialisasi satu sama lain. Sifat dari permainan ini adalah anak aktif secara mandiri tetapi masih dalam satu kelompok. d) Assosiative Play Associative play melibatkan interaksi sosial dengan sedikit atau tanpa pengaturan. Tipe permainan ini adalah anak-anak kelihatan lebih tertarik pada satu sama



lain dibanding pada permainan yang mereka mainkan. Bermain ini akan menumbuhkan kreativitas anak karena stimulasi dari anak lain ada, akan tetapi belum dilatih dalam mengikuti peraturan dalam kelompok. Contohnya bermain boneka-bonekaan, hujanhujanan, dan bermain masak-masakan. e) Cooperative Play Cooperative play merupakan bermain secara bersama dengan adanya aturan yang jelas sehingga adanya perasaan dalam kebersamaan sehingga berbentuk hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat dari bermain ini adalah aktif, anak akan selalu menumbuhkan kreativitasnya dan melatih anak pada peraturan kelompok sehingga anak dituntut selalu mengikuti peraturan. Contohnya pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya 5.



Jenis Permainan Untuk Anak Prasekolah Usia 4-5 Tahun Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi



dengan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang dimaksud disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa macam permainan anak usia prasekolah menurut Adriana (2011) yaitu sebagai berikut: a)



Permainan fungsi (permainan gerak) seperti meloncat-loncat, naik turun tangga, berlari-lari, bermain tali, dan bermain bola.



b) Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi seperti kuda, main sekolahsekolahan, dagangdagangan, perang-perangan, dokter-dokteran, robotrobotan, tembak-tembakan dan masakmasakan. c)



Permainan reseptip atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, membaca buku cerita, melihat orang melukis, menceritakan kisahnya.



d) Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat, membuat gunung pasir, membuat kapal kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dari potongan kayu-kayu, puzzle. e)



Permainan prestasi seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan bola basket



1.



KOMUNIKASI PADA ANAK Komunikasi pada anak merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan diri kita



dengan anak. Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa kasih saying dan selanjutnya anak akan memiliki sutau penghargaan pada dirinya. Secara umum pengertian komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang disampaikan oleh anak kepada orang lain dengan harapan orang yang diajak dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak merupakan seseorang yang membutuhkan suatu perhatian dan kasih saying, sebagai kebutuhan khusus anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun non verbal yang dapat menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.



2.



Tahapan Komunikasi Dengan Anak Dalam melakukan komunikasi dengan anak terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan



sebelum mengadakan komunikasi secrara langsung, tahapan ini dapat meliputi tahap awal (Pra Interaksi), tahap perkenalan atau orientesi, tahap kerja dan tahap terakhir yaitu tahap terminasi. 1) Tahap Pra interaksi Pada tahap ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan dalam saat komunikasi dengan cara mengeksplorasikan perasaan aapa yang ada pada dirinya, membuat rencana pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan dilakukan, dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran yang ada. 2) Tahap Perkenalan atau Orientasi Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum kepada klien, melakukan validasi (Kognitif, psikomotor, afektif), mencari kebenaran data yang ada dengan



wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan yang lain, memperkenalkan nama kita dengan tujuan agar selalu ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannya, menanyakan nama kesukaan panggilan klien karena akan mempermudah dalam berkomunikasi dan lebih dekat, menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan peran kita dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan dan menjelaskan kerahasiahan. 3) Tahap Kerja Pada tahap ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah member kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang hal-hal yang kurang dimengerti dalam komunikasi, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, dan melakukan kegiatan sesuai dengan rencana. 4) Tahap Terminasi Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil, memberikan reinforcement yang positif, merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu,tempat dan topic) dan mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.



3.



Cara Berkomunikasi Dengan Anak 1) Melalui orang lain atau pihak ketiga 2) Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping. Selain itu dapat digunakan dengan mengomentari tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan. 3) Bercerita Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, cerita yang disampaikan hendaknya seuai dengan pesan yang akan disampaikan yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar. 4) Menfasilitasi Menfaslitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam menfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan repon terhadap pesan yang



disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negative yang menunjukan kesan yang jelek pada anak.



5) Biblioterafi Melalui pemberin buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.



6) Meminta untuk menyebutkan keinginan Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang didapatkan, dan keinginan tersebut dapat menunjukan perasaan dan pikiran saat itu. 7) Penggunaan skala Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri cemas, sedih, dan lain–lain. Dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya. 8) Menulis Melalui ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam.



9) Menggambar Seperti halnya menulis, menggambarpun juga dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya. Perasaan marah, jengkel, biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkannya apabila gambar yang ditulisnya ditanya tentang maksudnya. 10) Bermain Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi. Melalui ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang disekitarnya dapat terjalin danpesa-pesan dapat disampaikan.



4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dengan Anak 1) Pendidikan 2) Pengetahuan 3) Sikap 4) Usia tumbuh kembang 5) Status kesehatan anak 6) Sistem sosial 7) Saluran 8) Lingkungan



DAFTAR PUSTAKA A.Aziz Alimul Hidayat (2003), Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik pada Anak Usia Prasekolah, Medikes Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Hal 40-45. Whaley and Wong’s (1995), Essensials of Pediatric Nursing Fourth Edition, Mosby Company, St Louis Missouri. Yupi Supartini (2004), Buku ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC Jakarta.



ASKEP BBLR ( BERAT BADAN LAHIR RENDAH) BAB I PENDAHULUAN



A. Definisi BBLR Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961). BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005). Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan kematian.



B. Klasifikasi BBLR Ada dua golongan BBLR, yaitu: a. Prematuritas murni Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan. b. Bayi small for gestational age (SGA) Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:  simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.  Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan.  Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan. (Mitayani, 2009)



c. Etiologi BBLR Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya, yaitu : a. Komplikasi obstetrik  Multipel gestation.  Incompetence.  Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis.  Pregnancy induce hypertention ( PIH ).  Plasenta previa.  Ada riwayat kelahiran prematur



b. Komplikasi medis  Diabetes maternal  Hipertensi kronis



c. Faktor ibu  Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.  Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.  Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.  Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu yang perokok. (Mitayani, 2009).



► Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :



1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin. Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya akan menimbulkan stress. Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah berdegenerasi dan terjadi gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas uterus, menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.



2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah



berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika menikah pada usia muda.



3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.



4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu. 5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :



a Terhadap Ibu Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya TORCH. b Terhadap Persalinan Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. c. Terhadap Janin Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil. Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.



6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III.



Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.



7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. 8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.



9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat



diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.



10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.



11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :  Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.  Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta.  Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.  Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.  Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila



mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya. 12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman (1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.



13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.



D. Patofisiologi Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.



Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)



E. Manifestasi Klinik Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut: 1) Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar kepala< 33 Cm. 2) Masa gestasi< 37 minggu. 3) Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan. 4) Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.  Manifestasi klinis yang lain yaitu : 1) Berat badan kurang dari 2.500 gram. 2) Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar. 3) Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang. 4) Tangis lemah, tonus otot leher lemah. 5) Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna. 6) Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah 7) Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intracranial. 8) Nafas belum teratur. 9) Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak. 10) Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah: a) Suhu Tubuh  Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna.



 Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah.  Otot bayi masih lemah.  Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan.  Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.



b) Pernapasan  Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna.  Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna.  Otot pernapasan dan tulang iga lemah.  Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal pernapasan.



c) Alat pencernaan makanan  Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik.  Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga pengosongan lambung berkurang.  Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia



d) Hepar yang belum matang (immatur) Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus



e) Ginjal masih belum matang Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema



f) Perdarahan dalam otak  Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah.  Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan dalam otak.



 Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi.  Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.



F. Perawatan BBLR Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.



1. Pengaturan Suhu Tubuh BBLR Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggunakan metode kanguru. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara



ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.



2. Pernapasan Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.



3. Pencegahan Infeksi Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman. Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.



Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.



4. Pengaturan Intake Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR. Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.



5. Ikterus Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.



6. Perawatan kulit Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat merusakmantel asam tidak boleh digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi. Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel erat pada permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut. G. Komplikasi Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut Mitayani, 2009 yaitu : 1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi). 2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki. 3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/ cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang berikutnya. 4. Asfiksia neonetorum 5. Hiperbilirubinemia Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.



H. Prognosa Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll). Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain).  Pengamatan Lebih Lanjut Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya.



BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR A. Pengkajian I.



Biodata



a. Identitas Klien



b



1. Nama/Nama panggilan



: ……………………………………



2. Tempat tgl lahir/usia



: ……………………………………



3. Jenis kelamin



: ……………………………………



4. A g a m a



: ……………………………………



5. Pendidikan



: ……………………………………



6. Alamat



: ……………………………………



7. Tgl masuk



: ................................. (jam ............)



8. Tgl pengkajian



: ……………………………………



9. Diagnosa medik



: ……………………………………



10. Rencana terapi



: ……………………………………



Identitas Orang tua 1) Ayah 1.N a m a



: ……………………………………



2.U s i a



: ……………………………………



3.Pendidikan



:……………………………………



4.Pekerjaan/sumber penghasilan : ……………………… 5. A g a m a



: ……………………………………



6.Alamat



: ……………………………………



2) Ibu 1.N a m a



: ……………………………………



2. U s i a



: ……………………………………



3.Pendidikan



: …………………………………



4.Pekerjaan/Sumber penghasilan : ……………………… 5.Agama



:……………………………………



: ……………………………………



6.Alamat



II. Riwayat kesehatan masa sekarang Bayi dengan berat badan < 2.500 gram III. Riwayat kesehatan keluarga a



Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan seperti kelainan kardiovaskular



b Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis c



Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan sebelumnya



d Apakah ibu seorang perokok e IV.



Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat



Apgar skore System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan bayi. Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi dalam keadaan stabil.



V.



Tanda Frekwensi jantung



0 Tidak ada



1 < 100



2 > 100



Usaha bernapas



Tidak ada



Lambat



Menangis kuat



Tonus otot



Lumpuh



Refleks



Tidak bereaksi



Ekstremitas fleksi Gerakan katif sedikit Gerakan sedikit Reaksi melawan



Warna kulit



Seluruh tubuh biru Tubuh kemeraha, Seluruh atau pucat ekstremitas biru kemerahan



tubuh



Pemeriksaan cairan amnion Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion tentang jumlah volumenya, apabila volumenya > 2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau disebut hidramnion sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami oligohidramnion



VI.



Pemeriksaan plasenta Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta seperti adanya pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam menentukan kembar identik atau tidak.



VII. Pemeriksaan tali pusat Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan dalam tali pusat seperti adanya vena dan arteri, adanya tali simpul atau tidak.



VIII.



Pengkajian fisik a



Aktifitas/istirahat Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum adalah



bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam. b. Sirkulasi Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120 – 160 detik per menit). Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA) c. Pernapasan Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik (40 – 60 kali/menit), Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga derajat sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan sindrom distres pernapasan (RDS) d. Neurosensori Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena ketidakadekuatan pertumbuhan mungkin terlihat Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata. e. Makanan/cairan  Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala.  Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan.  Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha.  Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia f. Genitounaria Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah (dibandingkan engnaberta badan), warna, pH, temuan lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).



g. Keamanan 



Suhu berfluktuasi dengan mudah.







Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan.







Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada tali pusat dengan warna kehijauan.







Menangis mungkin lemah



h. Seksualitas 



Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol.







Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.



i. Suhu tubuh 



Tentukan suhu kulit dan aksila.







Tentukan dengan suhu lingkungan.



j. Pengkajian kulit 



Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi, lepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau, infuse atau alat lain bersentuhan dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat kulit yang dipakai (misal: plester povidone – iodine).







Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.







Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir







Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan benar, dan periksa adanya tanda infiltrasi.







jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus, sentral, vena perifer sentral); tipe infuse (obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi parenteral total); tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter atau jarum; dan tempat insersinya.



IX.



Pengkajian psikologis Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi bayinya, dan orang tua klien berharap bayinya cepat sembuh.



X.



Pemeriksaan refleks a. Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna b. Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi c. Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun belum sempurna d. Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke permukaan e. Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah f. Gallant’s: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan pada punggungnya g. Morro’s: dijumpai namun belum sempurna h. Neck righting : belum ditemukan i. Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum sempurna j. Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan sedikit goresan k. Kaget (stratle)



: bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang belum



sempurna l. Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna m. Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang berusia > 2 bulan



XI.



Pemeriksaan diagnostik a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemia c. AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia f. Urinalis : mengkaji homeostasis g. Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis h. EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi



B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu 1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolic. 2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk). 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah. 4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif 5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine. 6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur. 7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan. 8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua. 9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit. 10.



Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai



dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat sembuh.



C. Intervensi



1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolik Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif Kriteria hasil:



o Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodic o Membran mukosa merah muda



Intervensi Mandiri: Ø Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan frekwensi jantung Ø Isap jalan napas sesuai kebutuhan Ø Posisikanm bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan popok dibawah bahu untuk menghasilkan hiperekstensi Ø Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obatobatan yang akan memperberat depresi pernapasan pada bayi Kolaborasi : Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi Ø Berikan oksigen sesuai indikasi Ø Berikan obat-obatan yang sesuai indikasi



Rasional Ø Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad gestasi minggu ke-30 Ø Menghilangkan mukus yang neyumbat jalan napas Ø Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea, khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea Ø Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan aktifitas SSP Ø Hipoksia, asidosis netabolik, hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia dan sepsis memperberat serangan apnetik Ø Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan funsi pernapasan



2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk). Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan Kriteria hasil : o Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)



Intervensi Mandiri : Ø Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ø tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat Ø pantau sistem pengatur suhu , penyebar hangat (pertahankan batas atas pada 98,6°F, bergantung pada ukuran dan usia bayi) Ø kaji haluaran dan berat jenis urine



Rasional Ø Hipotermia membuat bayi cenderung merasa stres karena dingin, penggunaan simpanan lemak tidak dapat diperbaruai bila ada dan penurunan sensivitas untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan kadar O2. Ø Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stres karena dingin Ø Hipertermi dengan peningkatan laju metabolisme kebutuhan oksigen dan



Ø pantau penambahan berat badan berturutturut. Bila penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi. Ø Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis, letargi, apnea atau aktifitas kejang.



glukosa serta kehilangan air dapat terjadi bila suhu lingkungan terlalu tinggi. Ø Penurunan keluaran dan peningkatan berat jenis urine dihubungkan dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stres karena rasa dingin Ø Ketidakadekuatan penambahan berat badan meskipun masukan kalori adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk mempertahankan suhu lingkungan tubuh, sehingga memerlukan peningkatan suhu lingkungan. Ø Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat berlanjut pada kerusakan otak bila tidak teratasi. Ø Stres dingin meningkatkan kebutuhan terhadap glukosa dan oksigen serta dapat Kolaborasi : mengakibatkan masalah asam basa bila bayi Ø pantau pemeriksaan laboratorium sesuai mengalami metabolisme anaerobik bila indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit kadar oksigen yang cukup tidak tersedia. dan kadar bilirubin) Peningkjatan kadar bilirubin indirek dapat Ø berikan obat-obat sesuai dengan indikasi terjadi karena pelepasan asam lemak dari · fenobarbital meta bolisme lemak coklat dengan asam lemak bersaing dengan bilirubin pada pada bagian ikatan di albumin. Ø Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan hipertermi Ø Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hiportemia dan hipertermia 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan Kriteria hasil : o Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat o Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.



Intervensi Mandiri : Ø Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya : mengisap, menelan, dan batuk) Ø Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys pernapasan Ø Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari, kemudian dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi Ø Pantau masuka dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari Ø Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine, kondisi membran mukosa, fruktuasi berat badan. Ø Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk, gugup, menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang.



Rasional Ø Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi Ø Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada cairan parenteral di indikasikan dan cairan peroral harus ditunda Ø Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah mengalami penurunan berat badan dealam uterus atau mengalami penurunan simpanan lemak/glikogen. Ø Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet. Ø Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan diuresi pada bayi. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena mungkin Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai diperlukan untuk memenuhi peningkatan indikasi kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati · Glukas serum ditangani untuk menghindari kelebihan · Nitrogen urea darah, kreatin, cairan osmolalitas serum/urine, elektrolit urine Ø Karena glukosa adalah sumber utama Ø Berikan suplemen elektrolit sesuai dari bahan bakar untuk otak, kekurangan indikasi misalnya kalsium glukonat 10% dapat menyebabkan kerusakan SSP permanen.hipoglikemia secara bermakna meningkatkan mobilitas mortalitas serta efek berat yang lama bergantung pada durasi masing-masing episode. Kolaborasi : Ø Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam lahir bayi SGA saat cadangan glikogen dengan cepat berkurang dan glukoneogenesis tidak adekuat karena penurunan simpanan protein obat dan lemak. Ø Mendeteksi perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan penurunan simpanan nutrien dan kadar cairan akibat malnutrisi.



Ø Ketidakstabilan metabolik pada bayi SGA/LGA dapat memerlukan suplemen untuk mempertashankan homeostasis. 4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi Kriteri hasil : o Suhu 350C o Tidak ada tanda-tanda infeksi o Leukosit 5.000 – 10.000 Intervensi Mandiri : Ø Kaji adanya tanda – tanda infeksi Ø Lakukan isolasi bayi lain yang menderita infeksi sesuai kebijakan insitusi Ø Sebelum dan setelah menangani bayi, lakukan pencucian tangan Ø Yakinkan semua peralatan yang kontak dengan bayi bersih dan steril Ø Cegah personal yang mengalami infeksi menular untuk tidak kontak langsung dengan bayi.



Rasional Ø Untuk mengetahui lebih dini adanya tanda-tanda terjadinya infeksi Ø Tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya infeksi yang lebih luas Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi yang berlanjut pada bayi



5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine. Tujuan : cairan terpenuhi Kriteria hasil : o bebas dari tanda dehidrasi. o Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari. Intervensi Mandiri : Ø Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan keseimbangan kumulatif setiap periodik 24 jam Ø Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam dengan menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan dengan kantong penampung urine. Ø Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior. Ø Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan arterial rata-rata (TAR) Kolaborasi :



Rasional Ø Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht. Ø Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi preterm ( rentang normal1,0061,013). Kadar yang rendah menandakan volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar dari 1,013 menandakan



Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi Ht Ø Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau entero coltis nekrotisan (NEC) Ø Berikan tranfusi darah.



ketidakmampuan masukan cairan dan dehidrasi. Ø Kehialangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk, membran mukosa kering, dan fontanel cekung. Ø Kehilangan 25% volume darah mengakibatakan syok dengan TAR < 25 mmHg menandakan hipotensi. Ø Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas normal 45-53% kalium serum Ø Hipoglikemia dapat terjadi karena kehilangan melalui selang nasogastrik diare atau muntah. Ø Penggantian cairan darah menambah volume darah, membantu mengenbalikan vasokonstriksi akibat dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan ke kiri melalui PDA dan telah membantu dalam penurunan komplikasi enterokolitis nekrotisan dan displasia bronkopulmonal. Ø Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan kehilangan darah.



6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur. Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan aliran darah sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak memperlihatkan adanya perdarahan intaventrikular. Kriteria hasil: o Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan intraventrikel. Intervensi Ø Kurangi rangsangan lingkungan Ø Organisasikan asuhan selama jamsibuk normal sebanyak mungkin Ø Tutup dan buka kelambu dan lampu tidur Ø Tutup inkubator dengan kain dan pasang tanda “jangan diganggu” Ø Kaji dan tangani nyeri menggunakan metode farmakologis dan nonfarmakologis



Rasional Ø Respons stres, terutama peningkatan tekanan darah, dapat miningkatkan resiko peningkatan TIK Ø Untuk meminimalkan gangguan tidur dan kebisingan intermiten yang sering Ø Untuk memungkinkan jadwal siang dan malam Ø Untuk mengurangi cahaya dan tidak membangunkan periode istirahat bayi Ø Nyeri meningkatkan tekanan darah



Ø Kenali tanda stres fisik dan stimulasi berlebih Ø Hindari obat dan larutan hipertonis Ø Pertahankan oksigenasi yang adekuat Ø Hindari memutar kepala ke samping tiba-tiba



Ø Untuk segera memberi intervensi yang memadai Ø Akan meningkatkan tekanan darah otak Ø Hipoksia akan meningkatkan aliran darah otak tekanan intrakranial Ø Akan mengurangi aliran arteri karotis dan oksigenasi ke otak



7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan. Tujuan: pasien tidak memperlihatkan adanya nyeri yang dirasakan Kriteria hasil : o Pasien tidak merintih/menagngis kesakitan o Pasien tidak memperlihatkan tanda nyeri atau tanda nyeri yang minimal Intervensi Ø Kaji keefektifan upaya kontrol nyeri non farmakologis Ø Dorong orang tua untuk memberikan upaya kenyamanan bila mungkin Ø Tunjukkan sikap sensitif dan kasih sayang pada bayi



Rasional Ø Beberapa upaya (misalnya menggosok) dapat meningkatkan distres bayi prematur Ø Sebagai orang tua bayi, kenyamanan lebih efektif diberikan langsung oleh orang tua kepada bayinya Ø Seorang bayi sangat membutuhkan kasih sayang, khususnya dari orang tua



8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua. Intervensi Rasional Ø Berikan nutrisi yang maksimal Ø Untuk menjamin penambahan berat Ø Berikan periode istrahat yang teratur badan dan pertunbuhan otak yang tetap tanpa gangguan Ø Untuk mengurangi panggunaan O2 dan Ø Kenali tanda stimulus yang berlebihan kalori yang tidak perlu (terkejut, menguap, aversi aktif, menangis) Ø Untuk membiarkan istirahat bayi denagn Ø Tingkatkan interaksi orang tua-bayi tenang Ø Sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal 9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit. Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit Kriteria hasil: o Kulit tetap bersih dan utuh o Tidan terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi Intervensi Rasional Ø Observasi tekstur dan warna kulit. Ø Untuk mengetahui adanya kelainan pada Ø Jaga kebersihan kulit bayi. kulit secara dini Ø Ganti pakaian setiap basah. Ø Meminimalkan kontak kulit bayi dengan Ø Jaga kebersihan tempat tidur. zat-zat yang dapat merusak kulit pada bayi Ø Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. Ø Untuk meminimalisir terjadinya iritasi pada kulit bayi



Ø Untuk mencegah kerusakan kulit pada bayi 10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar bayinya cepat sembuh. Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya Kriteria hasil: o Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan Intervensi Rasional Ø Kaji tingkat pemahaman klien berikan Ø Belajar tergantung pada emosi dan instruksi /informasi pada klien maupun kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis individu atau lisan. Ø Menurunkan ansietas dan dapat Ø Jelaskan proses penyakit individu. menimbulkan perbaikan partisipasi pada Dorong orang terdekat menanyakan rencana pengobatan. pertanyaan Ø Meningkatkan kerjasama dalam program Ø Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi, pengobatan dan mencegah penghentian tujuan pengobatan dan alasan tentang obatsesuai perbaikan kondisi pasien. pemberian obat kepeda keluarga Ø Mencegah/menurunkan ketidaknyaman Ø Kaji potensial efek samping pengobatan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasam dalam program D. Implementasi Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarakan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain. E. Evaluasi Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.



ASKEP BAYI PREMATUR



BAB I PENDAHULUAN



A. Definisi Bayi Prematur Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. (Donna L Wong 2004). Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan badan 1500 gr atau kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan mordibitas dan mortalitas neonatus dan sering di anggap sebagai periode kehamilan pendek (Nelson 1988 dan Sacharin 1996). Bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). (Who,2000) Dengan demikian, persalainan premature dapat terdiri dari : 1. Persalinan premature dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan janin sama untuk masa kehamilan (SMK) 2. Persalinan premature dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan kecil untuk masa kehamilan (KMK). 3. Nama lainnya dari golongan ini adalah: a. Small for gestational age (SGA) b. Intra uteri grouth retardation (IUGRat) c. Inta uteri grout restriction (IUGRst) Menurut WHO, persalinan premature murni dapat digolongkan menurut usia kehamilan dan berat badan lahir, yaitu : 1. Sangat premature 2. Premature sedang 3. Premature borderline Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus.



B. Klasifikasi Bayi Prematur 1. Persalinan prematur murni sesuai dengan definisi WHO Batasan Kriteria Keterangan: a. Sangat premature (Usia kehamilan 24-30 minggu) -



BB bayi 1000-1500 g



-



Sangat sulit untuk hidup, kecuali dengan inkubator canggih



-



Dampak sisanya menonjol,terutama pada IQ nerologis dan pertumbuhan fisiologis



b. Prematur Sedang (Usia kehamilan 31-36 mingu) - BB bayi 1501-2000 g - Dengan perawatan cangih masih mungkin hidup tanpa dampak sisa yang berat c. Premuatur borderline (Usia kehamilan 36-38 mingu) - Berat bayi 2001-2499 g - Lingkaran kepala 33 cm - Lingkaran dada 30 cm - Panjang badan sekitar 45cm - Masih sangat mungkin hidup tampa dampak sisa yang berat Perhatikan kemungkinan : - Ganguan napas - Daya isap lemah - Tidak tahan terhadap hipotermia - Mudah terjadi infeksi



2. Persalinan prematur berdasarkan pengolangan faktor penyebab Penggolongan Kriteria Keterangan : a. Golongan 1 (dapat terjadi prematur teratur tidak menimbulkan proses “rekuren”)



-



solusio plasenta



-



plasenta previa



-



hidramnion /oligohidromnion



-



kehamilan ganda



-



kejadian persalinan prematur sangat jarang berulang dengan sebab yang sama



b. Golongan 2 (resiko kejadian persalinan prematur tidak dapat dikontrol oleh



penderita sendiri)



-



hamil usia muda ,tua (umur kurang 18 tahun atau diatas 40tahun )



-



terdapat anomali alat reproduksi



-



sebagian masih dapat diupayakan untuk dikendalikan



-



anomali alat reproduksi sebagian sulit dikendalikan sekalipun dengan tindakan operasi



c. Golongan 3 (faktor yang menimbulkan pesalinan prematur dapat dikendalikan



sehinga kejadian prematur dapat diturunkan) -



Kebiasaan 



Merokok ketagin obat







Kebiasaan kerja keras ,kurang tdur dan istirahat



-



Keadaan sosial ekonomi yang menyebabkan konsumsi gizi nutrisi rendah



-



Kenali berat badan ibu hamil yang kurang



-



Anomali serviks, serviks inkompeten



C. Etiologi Bayi Prematur a. Faktor Maternal Toksenia, hipertensi, malnutrisi / penyakit kronik, misalnya diabetes mellitus kelahiran premature ini berkaitan dengan adanya kondisi dimana uterus tidak mampu untuk menahan fetus, misalnya pada pemisahan premature, pelepasan plasenta dan infark dari plasenta b. Faktor Fetal Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi antosomal), fetus multi ganda, cidera radiasi (Sacharin. 1996) Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature : 1). Kehamilan - Malformasi Uterus - Kehamilan ganda - TI. Servik Inkompeten - KPD - Pre eklamsia - Riwayat kelahiran premature - Kelainan Rh 2). Kondisi medis



a). Kondisi yang menimbulkan partus preterm  Hipertensi Tekanan darah tinggi menyebabkan penolong cenderung untuk mengakhiri kehamilan, hal ini menimbulkan prevalensi persalinan preterm meningkat.  Perkembangan janin terhambat Perkembangan janin terhambat (Intrauterine growth retardation) merupakan kondisi dimana salah satu sebabnya ialah pemasokan oksigen dan makanan mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong untuk terminasi kehamilan lebih dini.  Solusio plasenta Terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan preterm, meskipun sebagian besar (65%) terjadi aterm. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka kemungkinan terulang akan menjadi lebih besar yaitu 11%.  Plasenta previa Plasenta previa sering kali berhubungan dengan persalinan preterm akibat harus dilakukan tindakan pada perdarahan yang banyak. Bila telah terjadi perdarahan banyak maka kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia.  Kelainan rhesus Sebelum ditemukan anti D imunoglobulin maka kejadian induksi menjadi berkurang, meskipun demikian hal ini masih dapat terjadi.  Diabetes Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Tapi saat ini dengan pemberian insulin dan diet yang terprogram, umumnya gula darah dapat dikendalikan. b). Kondisi yang menimbulkan kontraksi  Kelainan bawaan uterus Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.  Ketuban pecah dini



Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti : serviks inkompeten, hidramnion, kahamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain.  Serviks inkompeten Riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dengan terjadinya inkompeten. Chamberlain dan Gibbings menemukan 60% dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49% mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.  Kehamilan ganda Sebanyak 10% pasien dengan dengan partus preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kahamilan ganda mempunyai panjang usia gestasi yang lebih pendek. c. Sosial Ekonomi -



Tidak melakukan perawatan prenatal



-



Status sosial ekonomi rendah



-



Mal nutrisi



-



Kehamilan remaja



Faktor Resiko Persalinan Prematur (Bobak, Ed 4. 2005) : 1). Resiko Demografik - Ras - Usia ( 40 tahun) - Status sosio ekonomi rendah - Belum menikah - Tingkat pendidikan rendah 2). Resiko Medis - Persalinan dan kelahiran premature sebelumnya - Abortus trimester kedua (lebih dari 2x abortus spontan atau elektif) - Anomali uterus - Penyakit-penyakit medis (diabetes, hipertensi) - Resiko kehamilan saat ini :



Kehamilan multi janin, Hidramnion, kenaikan BB kecil, masalah-masalah plasenta (misal : plasenta previa, solusio plasenta), pembedahan abdomen, infeksi (misal : pielonefritis, UTI), inkompetensia serviks, KPD, anomaly janin 3). Resiko Perilaku dan Lingkungan - Nutrisi buruk - Merokok (lebih dari 10 rokok sehari) - Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya (mis. kokain) - Jarang / tidak mendapat perawatan prenatal 4). Faktor Resiko Potensial - Stres - Iritabilitas uterus - Perestiwa yang mencetuskan kontraksi uterus - Perubahan serviks sebelum awitan persalinan - Ekspansi volume plasma yang tidak adekuat - Defisiensi progesterone - Infeksi



D. Patofisiologi Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus. Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2 atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (Kapita selekta, 2000 : 274).



E. Manifestasi Klinis Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat bervariasi, bergantung pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan saat dilahirkan makin besar pula perbedaannya dengan bayi yang lahir cukup bulan. Adapun tanda dan gejala dari bayi prematur adalah: 1. Berat badan 33 cm,lingkar dada 37 minggu. 2. kepala lebih besar dari pada badan. 3. kulit tipis transparan,rambut lanugo banyak,terutama pada dahi,pelipis telinga dan lengan,lemak kulit berkurang. 4. Lemak subkutan kurang. 5. Otot hipotonik lemah. 6. Reflek tonus otot masih lemah,reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk belum sempurna. 7. Tulang rawan dan daun telinga imature (elastis daun telinga masih kurang sempurna). 8. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea(gagal nafas) 9. Ekstermitas : paha abduksi,sendi lutut/kaki fleksi-lurus. 10. Kepala tidak tegak 11. pernapasan sekitar 45 – 50 kali/permenit,dan frekuensi nadi 100 – 140x/menit. 12. sering anemia 13. Genitalia belum sempurna, labio minora belun tertutup oleh labia minora (pada wanita) dan pada laki-laki testis belum turun. 14. garis pada telapak kaki belum jelas dan kulit teraba halus.



F. Kondisi yang menimbulkan masalah bayi premature 1. Sistem Pernapasan -



Otot-otot pernapasan susah berkembang



-



Dinding dada tidak stabil



-



Produksi surfaktan penurunan



-



Pernafasan tidak teratur dengan periode apnea dan ajanosis



-



Gg reflek dan batuk



2. Sistem Pencernaan -



Ukuran Lambung Kecil



-



Enzim penurunan



-



Garam Empedu Kurang



-



Keterbatasan mengubah glukosa menjadi glikogen



-



Keterbatasan melepas insulin



-



Kurang koordinasi reflek menghisap dan menelan



3. Kestabilan Suhu -



Lemak subkutaneus sedikit, simpanan glikogen & lipid sedikit



-



Kemampuan menggigil menurunan



-



Aktivitas kurang



-



Postur flaccid, permukaan terexpose meningkat



4. Sistem Ginjal -



Ekskresi sodium meningkat



-



Kemampuan mengkonsentrasi & mengeluarkan urin menurun



-



Jumlah tubulus glomerulus tidak seimbang untuk protein, as. Amino & sodium



5. Sistem Syaraf -



Respon untuk stimulasi lambat



-



Reflek gg, menghisap & menelan kurang



-



Reflek batuk lemah



-



Pusat kontrol pernafasan, suhu & vital lain belum berkabung



6. Infeksi -



Pembentukan antibodi kurang



-



Tidak ada munoglobulin M



-



Kemotaksis terbatas



-



Opsonization penurunan



-



Hypo fungsi kel. Axrenal



7. Fungsi Liver -



Kemampuan mengkonyugasi bill



-



Penurunan Hb setelah lahir



G. Komplikasi 1. Sindrom Gawat Napas (RDS) Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis, peningkatan usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis respiratorik, hipotensi dan syok 2. Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP) Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal, trakea, dan faring. (Whaley & Wong, 1995) 3. Duktus Arteriosus Paten (PDA) Suatu pembuluh darah yang dilapisi oleh otot dan memiliki fungsi khusus.apabila sensor oksigen yang normal tidak ada pada otot duktus atau karena kelemahan menyebabkan duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian. 4. Necrotizing Enterocolitas (NEC) Suatu kondisi medis terutama pada byi prematur,dimana bagian dari usus mengalami nekrosis (kematian jaringan). (Bobak. 2005)



H. Pemeriksaan Diagnostik



1. Jumlah darah lengkap : Hb/Ht 2. Kalsium serum 3. Elektrolit (Na , K , U) : gol darah (ABO) 4. Gas Darah Arteri (GDA) : Po2, Pco2 (Doengoes. Ed. 2, 2001)



I. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada bayi berat badan lahir rendah atau prematur dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Perawatan bayi dalam incubator Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang optimal, denfan demikian dapat terciptanya suatu suhu lingkungan yang normal. Suhu lingkungan yang netral adalah suatu keadaan dimana panas yang dihasilkan dapat mempertahankan suatu suhu tubuh yang tetap. 2. Perawatan post resusitasi



Dilakukan untuk mengatasi terjadinya asfiksia, yang dapat memperburuk keadaan bayi lahir prematur. 3. Perawatan bayi dengan terapi sinar Dalam perawatan ini yang perlu diperhatikan tidak saja terapinya, tetapi juga perangkat yang digunakan. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak dipergunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang dipergunakan. 4. Menyiapkan bayi untuk transfusi tukar Yang dimaksud dengan transfusi tukar adalah mengeluarkan darah dari tubuh bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai (patologis) untuk mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah. 5. Menolong bayi dalam keadaan kejang. Dengan selalu bersikap teratur dalam sebisa mungkin menolong bayi dalam keadaan kejang.



BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR 1. PENGKAJIAN a. Masalah yang berkaitan dengan ibu



-



Penyakit seperti hipertensi,toksemia,placenta previa,abrupsio placenta,incompeten servikal,kehamilan kembar,mal nutrisi dan diabetes melitus.



-



Status sosial ekonomi yang rendah dan tiadanya perawatan sebelum kelahiran



-



Riwayat kelahiran premature atau aborsi, penggunaan obat – obatan, seperti alcohol, rokok, kafein.



-



Riwayat ibu : umur dibawah 16 atau diatas 35 tahun



-



Latar belakang pendidikan rendah, jarak kehamilan yang berdeketan,ataupun penyakit hubungan seksual.



b. Bayi pada saat kelahiran



-



Umur kehamilan biasanya antara 24 – 37 minggu, rendahnya berat badan pada saat kelahiran , SGA, atau terlalu besar dibanding umur kehamilan



-



Berat biasanya kurang dari 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada,kepala relative lebih besar dibanding badan, 3 cm lebih besar dibanding lebar dada,kelainan fisik yang mungkin terlihat



-



Nilai APGAR pada satu sampai lima menit, 0-3 menunjukkan kegawatan yang parah,4 – 6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal.



c. kardiovaskular.



-



denyut jantung rata – rata 120 – 160/m pada bagian apical dengan ritme yang teratur



-



pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian intercostals,yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri karena hipertensi atau atelektasis.



d. Gastrointestinal



-



penonjolan abdomen



-



pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam



-



refleks menelan dan menghisap yang lemah



-



ketidaknormalan kongenital lain.



e. Integumen.



-



Kulit yang berwarna merah atau merah muda,kekuning – kuningan, sianosis atau campuran bermacam warna



-



sedikit vernik kasiosa,dengan rambut lanugo di sekujur tubuh,kulit tampak transparan,halus dan mengkilat,edema yang menyeluruh atau dibagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut jarang atau tidak ada sama sekali, ptekie atau ekimosis.



f.



Muskuloskeletal -



tulang kapilago telinga belum tumbuh sempurna, lembut dan lunak ,tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak,gerakan lemah dan tidak aktif atau letargi.



g. Neurologis



-



Refleks dan gerakan pada tes neurologis tanpa tidak resisten, gerak refleks hanya berkembang sebagian



-



menelan,menghisap,dan batuk sangat lemah atau tidak efektif



-



tidak ada atau menurunnyatanpa neurologis;mata mungkin menutup atau mengatup apabila umur belum mencapai 25 sampai 26



-



suhu tubuh tidak stabil, biasanya hipotermia



-



gemetar, kejang, mata berputar – putar, biasanya bersifat sementara, tetapi mungkin juga mengindikasikan adanya kelainan neurologis.



h. Paru



-



Jumlah pernapasan rata – rata antara 40 sampai 60/menit diselingi dengan apnea



-



pernapasan tidak teratur, dengan laring nasal (nasal melebar) dengkuran, retraksi(interkostal,suprasternal,substernal)



i.



j.



terdengar gemerisik.



Ginjal -



Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran



-



ketidakmampuan untuk melarutkan eksreksi kedalam urin.



Reproduksi -



bayi perempuan clitoris yang menonjol dengan labia minora yang belum berkembang



-



bayi laki – laki skrotum yang belum berkembang sempurna dengan ruga yang kecil.



-



testis tidak turun ke skrotum.



k. Sikap



-



Tangis yang lemah, tidak aktif dan tremor.



2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi b. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan perkembangan otot, penurunan energi / kelelahan c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan imaturitas produksi enzim. d. Resiko terjadi penurunan hipotermia berhubungan dengan perkembangan SSP imatur, ketidak mampuan merasakan dingin berkeringat. e. Resiko infeksi berhubungan dengan respon imun imatur, prosedur invasif. f. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru. g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit



h. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive cari i. Defisit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah.



3. INTERVENSI KEPERAWATAN No Diagnosa Keperawatan Noc Nic Rasional 1). Gangguan pertukaran O2 b/d Asfiksia Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam di harapkan gangguan pertukaran D2 kembali normal, dengan criteria hasil: - Nafas spontan - Frekuensi nafas normal 30-76x/ menit - Sianosis negative a.



Gudance Monitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi.



b. Support Therapy O2 sesuai kebutuhan. c. Teaching mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi d. Development Environment Menciptakan lingkungan yang tenang e. Collaboration Kolaborasi pemberian obat sesuai kebutuhan



a.r Mengetahui kadar O2 pada jaringan dalam batas normal/ terjadi gangguan. b.r Mempertahankan kadar O2 dalam jaringan. c.r Membuka jalan nafas dan mempermudah oksigenasi d.r memberi suasana yang tenang dan nyaman e.r Membantu menurunkan sesak 2).



Resiko hipotermia b/d immaturitas transisi lingkungan ekstra uterus neonatus Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam hipotermia tidak terjadi. Kriteria hasil : Mempertahankan suhu lingkungan tetap normal dan bayi tidak kedinginan



a. Guidance Mengkaji suhu rectal/axilla setiap 2 jam bila perlu dan mengkaji status infant yeng mennjukkan stress dingin. b. Support Menempatkan bayi dibawah pemanas/inkubator. c. Teaching Menginformasikan kepada keluarga untuk tidak meletakkan bayi dekat dengan sumber dingin/daerah terbuka d. development Environment Memberi lingkungan dengan suhu yang stabil e. Collaboration Kolaborasi dengan ibu dan keluarga untuk menghangatkan tubuh bayi. a.r untuk memantau suhu tubuh bayi dan mengetahui sedini mungkin bila ada riwayat/keadaan yang stress terhadap singin. b.r agar suhu tubuh bayi tetap stabil c.r agar terhindar dari penurunan suhu secara mendadak akibat pengaruh lingkungan. d.r agar lingkungan tidak mempengaruhi kondisi klien e.r mengembalikan suhu tubuh kembali normal 3). Resiko infeksi b/d kerentanan bayi/immaturitas, bahaya lingkungan, luka terbuka (tali pusat) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam infeksi dapat dicegah a. Guidance Kaji perubahan suhu tubuh serta tanda/gejala klinis yang timbul b. Support Monitor tanda – tanda infeksi dan pantau serta rawat tali pusat bayi secara benar c. Teaching Menganjurkan orang tua atau keluarga untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh klien d. development Environment. Memberi lingkungan yang melindungi klien dari infeksi. e. Collaboration Kolaborasi dengan keluarga klien dan dokter.



a.r Untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi. b.r Agar tanda dan gejala infeksi dapat segera diketahui. c.r Agar bayi terhindar dari resiko terjadinya infeksi. d.r mengurangi resiko terjadinya infeksi e.r mengurangi resiko infeksi