Konsep Recovery Dan Supportive Environment Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP RECOVERY DAN SUPPORTIVE ENVIRONMENT DALAM PERAWATAN KLIEN GANGGUAN JIWA



1. Konsep Recovery (Pemulihan) Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa a. Pengertian Menurut Substance Abuse And Mental Health Service Administration (SAMHSA), sebuah badan milik pemerintah Amerika Serikat. Pengertian recovery adalah suatu perubahan dimana seseorang meningkatkan Kesehatan dan kesejahteraan, hidup sesuai dengan arah kehidupan yang dipilihnya, dan berjuang mencapai tujuan hidup sesuai dengan seluruh kemampuan yang dipunyainya (Gunawan, 2014). b. Pendukung Recovery (Pemulihan) Jiwa Terdapat 4 dimensi yang dapat mendukung recovery jiwa, yaitu : 1) Kesehatan Untuk bisa pulih, penderita jiwa harus sehat fisiknya. Mampu mengatasi atau mengendalikan penyakit atau gejala penyakit yang dideritanya, dan mempunyai cukup informasi sehingga bisa memilih segala sesuatu yang akan mendukung Kesehatan fisik dan jiwanya. 2) Perumahan Rumah atau tempat tinggal yang aman dan stabil sangat mendukung proses pemulihan dari gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa tidak harus punya rumah sendiri, tetapi adanya tempat tinggal yang aman dan stabil disini berarti terbebas dari kekhawatiran dan diusir, sehingga mereka harus hidup menggelandang dijalanan akan sangat sulit untuk dapat pulih Kembali sebab mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang aman dan stabil. 3) Tujuan Tujuan hidup atau keinginan untuk meraih sesuatu akan menjadi motor penggerak dari proses pemulihan yang sering tidak mudah dan penuh tantangan. Adanya kegiatan yang bermakna, merupakan tujuan dan sekaligus pendukung proses pemulihan, tergantung kondisi kesehatan jiwanya, kegiatan bermakna tersebut bisa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. 4) Komunitas Penderita gangguan jiwa perlu mempunyai jaringan kekerabatan atau pertemanan yang mendukung dan bisa memberikan harapan, kehangatan serta persaudaraan. Mereka yang hidupnya menyendiri atau terisolasi akan lebih mudah untuk



kembali kambu penyakitnya. Komunitas tersebut bisa diciptakan dengan mengikuti beberapa kegiatan social di masyarakat (Gunawan, 2014). c. Prinsip Dasar Recovery Jiwa Selain menguapayakan 4 dimensi diatas penderita gangguan jiwa, keluarga maupun relawan jiwa perlu memahami 10 dasar pemulihan dari gangguan jiwa : 1) Pemulihan muncul dari timbulnya harapan Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai masa depan yang lebih baik dibandingkan keadaan sekarang merupakan pendorong dan motivator pemulihan. Kesadaran bahwa banyak penderita gangguan jiwa bisa mengatasi tantangan, masalah dan hambatan seperti yang mereka hadapi saat itu akan menjadi pendorong munculnya pemulihan. Harapan bisa tumbuh dan diperkuat oleh dukungan keluarga, teman penderita yang telah pulih, tenaga Kesehatan maupun relawan gangguan jiwa. Adanya harapan merupakan pendorong proses pemulihan. 2) Dorongan untuk pulih berasal dari diri sendiri Konsep pemulihan berbeda dengan konsep rehabilitasi. Dalam rehabilitasi penderita bersikap pasif, yaitu minum obat sesuai petunjuk dokter dan melakukan kegiatan seperti yang diperintahkan oleh perawat jiwa. Pemulihan gangguan jiwa tidak akan bisa terjadi hanya dengan rajin minum obat dan menuruti perintah orang lain. Untuk bisa pulih, penderita harus mempunyai dorongan untuk sembuh dan memiliki keinginan untuk memperbaiki hidupnya. Gejala halusinasi, waham, depresi dan gejala lainnya, tidak akan bisa sempurna hanya dengan minum obat. Tidak ada orang lain selain dirinya sendiri yang dapat menghilangkan gejala tersebut. 3) Pemulihan terjadi melalui berbagai cara Jalur pemulihan berbeda anatara satu orang dengan orang lainnya. Jalur tersebut tergantung kepada kodisi social ekonomi, dukungan dari keluarga kemampuannya mengatasi gejala, kondisi masyarakat dimana dia tinggal, pengalaman hidupnya, tekanan jiwa yang pernah dia alami dan berbagai kondisi lainnya. Jalur pemulihan bisa berupa : mendapat pengobatan yang tepat, mendapat dukungan psikososial keluarag atau teman, kembali kesekolah atau kuliah, mendapat atau mempunyai pekerjaan, melakukan kegiatan lain, melakukan pekerjaan social atau agama. 4) Pemulihan bersifat menyeluruh (holistik)



Pemulihan harus bersifat keseluruhan kehidupan seseorang, meliputi: fisik, jiwa dan kehidupan sosialnya. Pemulihan gangguan jiwa tidak hanya menggarap masalah gejala gangguan jiwa, namun juga mencakup berbagai hal. Pemulihan jiwa tidak akan optimal bila hanya menggarap satu sisi kehidupan saja. Misalnya dengan memberikan obat, namun penderita tidak dilatih merawat diri sendiri, tidak mempunyai kegiatan bermakna, perumahan, komunitas yang mendukung. 5) Pemulihan memerlukan dukungan kelurga, teman dan masyarakat luas Dalam situasi seperti di Indonesia, dimana kemanapun pemerintah sangat terbatas, dukungan proses pemulihan mau tidak mau pasti berasal dari keluarga, lembaga social, teman dan masyarakat sekitarnya. Membebankan keseluruhan masalah gangguan jiwa kepada keluarganya sangat tidak tepat. Hanya keluarga kaya dan mempunyai komitmen yang kuat bisa memikul beban tersebut. Sebagian besar keluarga tidak akan kuat memikul beban tersebut. Dukungan terhadap proses pemulihan bisa dilakukan oleh siapa saja. Penderita yang telah pulih bisa membantu memotivasidan mendampingi penderita gangguan jiwa lainnya. Keluarga yang anggotanya telah telah pulih bisa membantu keluarga yang lain yang masih berjuang membantu pemulihan anggota keluarganya yang sakit. 6) Pemulihan didukung oleh jaringan pertemanan dan kekerabatan Salah satu faktor penting dalam pemulihan adalah adanya keluarga, saudara dan teman yang percaya bahwa seseorang penderita gangguan jiwa bisa pulih dan Kembali hidup produktif di masyarakat. Mereka bisa memberikan mereka harapan, semangat dan dukungan sumber daya yang diperlukan untuk pemulihan. Melalui dukungan yang terciptnya lewat jaringan persaudaraan dan pertemanan, maka penderita gangguan jiwa bisa memngubah hidupnya, dari keadaan kurang sehat dan tidak sejahtera menjadi kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan di masyarakat. 7) Pemulihan berbasis kebudayaan dan kepercayaan yang ada dimasyarakat Jalur dan proses pemulihan dipengaruhi oleh kebudayaan dan kepercayaan yang ada di masyarakat. Perbedaan dalam kebudayaan dan kepercayaan tersebut mempengaruhi jalur dan proses pemulihan seseorang. Seseorang yang beragama Islam akan sulit pulih bila proses pemulihannya memakai pendekatan agama lain selain agama Islam, begitu pula sebaliknya.



8) Pemulihan jiwa didukung dengan memecahkan masalah kejiwaan yang memicu munculnya gangguan jiwa. Pengalaman hidup yang menekankan jiwa (kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, perang, bencana, konflik di kantor dan kejadian lainnya) bisa menjadi penyebab atau pemicuh munculnya gangguan jiwa. Keluarga, teman, relawan jiwa dan penyedia pelayanan Kesehatan jiwa perluh memahami hal tersebut dan membantu mengupayakan sipenderita gangguan jiwa mengatasi atau menerima kejadian tersebut. Keluarga, teman dan masyarakat bisa memberikan dukungan pemberdayaan dan menyediakan berbagai pilihan sehingga mereka bisa mengatasi trauma tersebut. 9) Pemulihan



melibatkan



partisifasi



aktif



dan



sumbangan



kekuatan



serta



tanggungjawab dari individu, keluarga dan komunitas. Proses menuju pemulihan adalah masalah dan tanggung jawab semua pihak yang terlibat; semua pihak yang memiliki koneksi/hubungan. Recovery bukan hanya masalah dan tanggung jawab seorang individu saja. 10) Pemulihan didasarkan pada penghormatan terhadap pribadi manusia. Perawatan Kesehatan jiwa didasarkan pada niat dan motivasi yang baik, serta tidak melupakan bahwa manusia adalah pribadi yang harus dihormati keberadaannya. 2. Supportive Environment Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa Wermon dan Rockland menyakini bahwa penyebab gangguan jiwa adalah factor biopsikososial dan respon maladaftif saat ini. Contoh aspek biologis yaitu sering sakit gastritis, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan : muda cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek social seperti susah bergaul, menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakomulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmampuan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu. Prinsip proses terapi pada model supportive adalah menguatkan respon coping adaptif. Dengan adanya terapi tersebut, pasien mampu mengidetifikasi dan mengenal kekuatas atas kemampuan serta coping yang dimilikinya. Mengevaluasi kemampuan mana yang dapat digunakan untuk alternative pemecahan masalah. Terapi ini mengupayakan menjalin suatu hubungan



yang hangat dan empati dengan klien untuk membantu menemukan coping klien yang adaftif (Nurhalima, 2016). a. Bentuk-bentuk Supportive Environment (Isnawati dan Suhariadi, 2013) 1) Appraisal support Suatu penanganan dalam membantu pasien memecahkan suatu masalah untuk mengurangi stressor dengan memberikan suatu nasehat. 2) Tangiable support Suatu dukungan yang nyata dalam membantu pasien dengan tindakan atau bantuan fisik pada pasien. 3) Selfesteem support Berupa dukungan yang diberikan oleh orang lain terhadap perasaan seseorang sebagai bagian dari sebuah kelompok dan dimana setiap anggota kelompok memiliki kaitan antara satu sama lain. 4) Belonging support Suatu dukungan untuk membuat seseorang memberanikan diri menunjukan perasaan diterima dalam suatu kelompok dan memiliki suatu perasaan kebersamaan. b. Manfaat Supportive Environment (King, 2012) 1) Bantuan yang nyata Dalam memberikan suatu dukungan, keluarga dan kerabat, pasien dapat memberikan suatu barang maupun jasa di dalam kondisi yang penuh strees. Sedangkan menurut Apollo & Cahyadi (2012) bantuan yang nyata disebut dengan bantuan yang berupa instrumental yaitu bantuan uang dan kesempatan. 2) Informasi Dalam membantu seseorang untuk mencapai sebuah koping yang baik setiap individu dapat memberkan dukungan dan juga merekomendasikan tindakan serta rencana. Informasi mungkin sportif jika ia relevan dengan penilaian diri, seperti pemberian nasehat tentang apa yang harus dilakukan (Taylor et al., 2009). 3) Dukungan emosional Untuk dapat menenangkan individu yang sedang mengalami stress keluarga serta kerabat dapat membantu individu dengan memberikan suatu penenangan pikiran dan meredam emosinya dan meyakinkan mereka bahwa banyak orang yang



mencintai dan menyayanginya. Kita dapat menunjukan kepada mereka bahwa kita peduli terhadap mereka. Dukungan emosional berupa



No



Theories



. 1.



Dorothy Johnson



2.



Imogene King



3.



Betty Neuman



4.



Dorothes Orem



5.



Hildegard Peplau



6.



Jean Watson



Model /Theory



Focus Of Nursing



Behavioral system Membantu pasien kembali pada keadaan seimbang ketika mengalami stess melalui pengurangan atau menghilangkan sumber stress dan mendukung proses adaptif (Johnson, 1980) Goal attainment Membangun hubungan interpersonal dan membantu pasien untuk mencapai tujuan nya berdasakan peran nya dalam konteks sosial (King, 1981) System Model Membangun hubungan perawat-pasien untuk membantu menghadapi respon stres (1982) Self-Care Deficit Mengatasi defisit perawatan diri dan mendorong pasien untuk terlibat secara aktif pada perawatan diri mereka (Orem, 2001) Interpersonal Menggunakan hubungan Relations interpersonal sebagai alat terapeutik untuk menyembuhkan dan mengurangi kecemasan (Peplau, 1992) Transpersonal Caring merupakan prosedur Caring dan tugas penting; membangun hubungan perawat-pasien sehingga menghasilkan Therapeutic Outcome (Watson, 2007)



3. Manfaat dan Peran Perawat Pada Pemberian Terapi Pada Proses Penyembuhan Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan



jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif. Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan dengan memberikan berbagai macam terapi Generalis maupun Spesialis. Dalam pemberian terapi perawat sebagai terapis senantiasa berdasarkan pada kompetensi yang miliki dan kondisi pasien yang menjadi titik tolak terapi atau penyembuhan. Efektivitas terapi komplementer dan alternatif (CAM) telah banyak dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik sebagai terapi tunggal ataupu terapi tambahan dalam terapi konvensional. Terapi CAM dapat memberi



dampak



penting dalam praktik keperawatan kesehatan jiwa. Terapi alternatif telah banyak dirasakan bermanfaat, aman, hemat biaya, dan mudah dilaksanakan di tatanan kesehtan jiwa. Terapi alternatif komplementer (CAM) dapat dilakukan oleh perawat (Stuart, 2013). Keperawatan



termasuk



dalam



posisi



yang



ideal



dalam



memberikan



perawatan dengan menggabungkan banyak terapi CAM untuk mengatasi gejala yang dialami oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu terapi CAM yang memberdayakan klien dapat memperkuat hubungan antar perawat dan klien dalam meningkatkan proses pemulihan (Stuart, 2013)