Konsep Teori Luka (KD Ii) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP TEORI REAKSI TUBUH TERHADAP TRAUMA, TIPE LUKA, WOUND HEALING DAN PENGKAJIAN LUKA



Disusun oleh: Alifiya Eka Rahmawati Luvi Apriliana Putri Eva Maulidia Kusnaini



(1914314201030) (1914314201051) (1914314201109)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG PRODI S1 KEPERAWATAN 2020/2021



1



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Wr.Wb Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayahnya. Tanpa kekuatan, petunjuk dan pertolongannya, kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari mata kuliah Keperawatan Dasar II. Makalah ini memuat tentang KONSEP TEORI REAKSI TUBUH TERHADAP TRAUMA, TIPE LUKA, WOUND HEALING DAN PENGKAJIAN LIKA. Selanjutnya, dalam kesempatan ini kami selaku penulis tidak lupa untuk menyampaikan terimakasih yang sedalam dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral dan spiritual, langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas ini. Kami selaku penyusun berharap makalah yang kami buat ini dapat dinilai dengan baik dan di hargai oleh pembaca. Mesiki makalah ini masih mempunyai kekurangan, kami selaku penyusun mohon kritik dan sarannya terimakasih. Wassalamualaikum Wr.Wb



Malang, 02 April 2020



Kelompok 11



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................ii DAFTAR ISI.................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1 A. Latar Belakang....................................................................................1 B. Rumusan Masalah...............................................................................1 C. Tujuan Penelitian................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN................................................................................3 A. Konsep Reaksi Tubuh Terhadap Trauma...........................................3 1. Pengertian Trauma........................................................................3 2. Penyebab Trauma.........................................................................3 3. Dampak Trauma...........................................................................4 4. Ciri-ciri Trauma............................................................................5 B. Konsep Tipe Luka...............................................................................5 1. Pengertian Luka............................................................................5 2. Jenis Luka.....................................................................................6 3. Macam-macam Luka dan Penanganannya...................................7 C. Konsep Wound Healing (Penyembuhan Luka).................................... 1. Tipe Penyembuhan Luka................................................................ 2. Fase penyembuhan Luka................................................................ 3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka.......................... D. Pengkajian Luka................................................................................... E. Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Luka......................... BAB III PENUTUP.......................................................................................... A. Kesimpulan........................................................................................... B. Saran .................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah rusaknya kesatuan jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Luka secara umum terdiri dari luka yang disengaja dan luka yang tidak disengaja. Luka yang disengaja bertujuan sebagai terapi, misalnya pada prosedur operasi atau pungsi vena, sedangkan luka yang tidak disengaja terjadi secara accidental (Gayatri, dkk. 2008). Luka juga didefinisikan sebagai keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang dapat disebabkan trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidayat, dkk. 2006). Ketika terjadi perlukaan pada jaringan kulit, proses kesembuhan dan regenerasi sel terjadi secara otomatis sebagai respon fisiologis tubuh melalui tiga fase proses penyembuhan, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling. Komponen yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka adalah kolagen, angiosgenesis dan granulasi (Ferdinandez, dkk. 2013). Pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis merupakan salah satu elemen kunci pada proses penyembuhan luka. Berdasarkan proses kesembuhan luka tersebut, diperlukan terapi efektif yang dapat mengoptimalkan kinerja komponen tersebut. Luka terbuka yang tidak diobati memiliki potensi untuk mengalami infeksi seperti gangren dan tetanus, jika infeksi dibiarkan akan menyebabkan kelumpuhan, infeksi kronik, infeksi tulang bahkan menyebabkan kematian. Oleh karena itu, penanganan yang tepat diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada suatu luka. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep reaksi tubuh terhadap trauma? 2. Bagaimana konsep tipe luka? 3. Bagaimana konsep wound healing? 4. Apa saja pengkajian luka?



1



C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui konsep reaksi tubuh terhadap trauma 2. Untuk mengetahui konsep tipe-tipe luka 3. Untuk mengetahui konsep wound healing 4. Untuk pengetahui pengkajian luka



2



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Reaksi Tubuh Terhadap Trauma 1. Pengertian Trauma Trauma adalah tekanan emosional dan psikologis padaumumnya karena kejadian yang tidak menyenangkan atau pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan.Kata trauma juga bisa digunakan untuk mengacu pada kejadian yang menyebabkan stres berlebih. Suatu kejadian dapat disebut traumatisbila kejadian tersebutmenimbulkan stres yang ekstrem dan melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya (Giller.1999). Orang bisa dikatakan mempunyai Trauma adalah mereka harus mengalami suatu stres emosional yang besar dan berlebih sehingga orang tersebut tidak bisa mengendalikan perasaan itu sendiri yang menyebabkan munculnya trauma pada hampir setiap orang (Kaplan dan sadock,1997). Sejumlah gejala yang dapat menandakan individu dengan pengalaman traumatis. Beberapa gejala yang umum adalah mempunyai kenangan menyakitkan yang tidak mudah dilupakan, mimpi buruk berulang akan kejadian traumatis,dan timbulnya kenangan akan kejadian traumatis ketika melihat hal-hal yang terkait dengan kejadian tersebut. Dari segi kognitif, kenangan akan kejadian traumatis dapat memicu perasaan cemas, ketakutan berlebih, dan perasaan tertekan (American Psychiatric Association, 2013). Pada anak-anak gejala trauma dapat berupa kesulitan tidur, perasaan takut ketika harus tidur sendiri, tidak ingin ditinggal sendirian meskipun untuk waktu singkat, bersikap agresif ketika diajak membahas masa lalu, dan marah secara tiba-tiba 2. Penyebab Tauma Trauma disebabkan oleh kejadian yang begitu negatif hingga menghasilkan dampak berkepanjangan pada stabilitas mental dan emosional individu.Sumber dari kejadian trauma sendiri dapat berupa fisik ataupun psikologis. Beberapa kejadian traumatis yang umum mencakup pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, pengalaman akan bencana alam,



3



penyakit ataupun kecelakaan serius, kematian orang-orang yang dicintai, ataupun menyaksikan suatu bentuk kekerasan (Allen, 2005). Seorang individu tidak harus berada langsung dan terlibat secara langsung dalam kejadian yang menyebabkan trauma.Individu juga dapat mengalami trauma ketika menyaksikan suatu kejadian buruk dari jarak jauh. 3. Dampak Trauma Salah satu dampak trauma pada individu, terutama anak-anak, terletak pada kemampuan individu untuk membentuk hubungan interpersonal yang positif dan bermakna.Tokoh pengasuh atau orangtua merupakan jendela bagi anak untuk memandang dunia sebagai hal yang aman ataupun berbahaya. Anak yang mengalami kejadian traumatis berupa kekerasan oleh tokoh pengasuh akan memandang dunia sebagai tempat yang berbahaya. Oleh karena itu, anak yang memiliki pengalaman traumatis cenderung bersikap curiga pada orang-orang di sekitar mereka dan mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan sosial ataupun romantis. Selain dampak pada kognisi, kejadian traumatis juga memiliki dampak terhadap fisiologi individu. Ketika berhadapan dengan situasi yang mengingatkan mereka pada kejadian traumatis, individu dapat menunjukkan nafas yang tidak teratur, detak jantung berlebih, ataupun mengalami dampak psikosomatis seperti sakit perut dan kepala(Kolk, Roth, Pelcovitz, & Mandel, 1993). Anak dengan sejarah kejadian trauma yang kompleks dapat dengan mudah terpancing dan mengeluarkan reaksi berlebih akan stimulus-stimulus yang umumnya tidak berbahaya. Anak tersebut juga akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosinya (misal sulit menenangkan diri ketika marah) dan seringkali bertindak secara impulsif tanpa memikirkan konsekuensinya. Oleh karena itu, anak yang mengalami trauma dapat berperilaku secara tidak terduga dan ekstrem.Ia dapat bersikap agresif atau malah bersikap kaku dan penurut secara tidak wajar(American Psychiatric Association,2013). Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa anak yang hidup dalam lingkungan traumatis, seperti orangtua yang abusive, dan secara terus menerus berhadapan dengan stres akan mengalami gangguan dalam perkembangannya. Daya tahan tubuh, sistem otak, dan jaringan saraf pada anak tidak akan 4



berkembang sempurna ketika ia beranjak dewasa.(Kaplan, Harold , Sadock, Benjamin, & Grebb, 1997). 4. Ciri-ciri Trauma Gejala dari fisik bisa seperti gangguan makan,gangguan tidur,disfungsi seksual,energy yang rendah ataupun merasakan sakit terus menerus yang tidak bisa di jelaskan, ataupun bisa juga gejala melalui Emosional dari anak bisa itu adanya perasaan depresi,putus asa,kecemasan serangan panic,takut,kompulsif dan perilaku obsesif ataupun yang terakhir adalah penarikan diri dari rutinitas normal. Bisa juga gejala yang ditimbulkan oleh trauma melalui kognitif adalah penyimpangan memori terutama tentang trauma, kesulitan memberikan keputusan, penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi,merasa terganggu oleh lingkunga sekitar ataupun yang terakhir adalah gejala seperti gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan perhatian. Beberapa ciri lain seperti mengingat peristiwa masa lalu, gangguan tidur dikarenakan mimpi buruk, cemas, marah, sedih, merasa bersalah, tidak merasakan simpati dan empati, sulit percaya pada orang lain, panik, ketakutan. Beberapa ciri ciri tersebut juga dialami oleh Anak pada LPKA. (Drever,1987). B. Konsep Tipe Luka 1. Pengertian Luka Luka adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan atau hilangnya sebagian jaringan tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai kemungkinan penyebab seperti trauma benda tajam, benda tumpul, akibat perubahan suhu baik panas maupun dingin, akibat paparan zat kimia tertentu, akibat ledakan, gigitan hewan, sengatan listrik maupun penyebab lainnya.



Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ



5



2. Respon stres simpatis 3. Pendarahan dan pembekuan darah 4. Kontaminasi bakteri 5. Kematian sel 2. Jenis Luka 1. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka a. Luka Bersih (Clean Wounds) Luka bersih adalah luka bedah tidak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinaria tidak terjadi. b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds) Jenis luka ini adalah luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi. c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds) Luka terkontaminasi adalah luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds) Luka kotor atau infeksi adalah terdapatnya mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme tersebut. 2. Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka 



Stadium I : Luka Supersial (Non-Blanching Erithema). Luka jenis ini adalah luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.







Stadium II: Luka “Partial Thickness”. Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau lubangnya yang dangkal.







Stadium III: Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak



6



melewati jaringan yang mendasarinya. Luka ini timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan di sekitarnya. 



Stadium IV: Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan yang luas.



3. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka a. Luka Akut Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk. Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit, skin grafting.



b. Luka Kronis Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.



7



3. Macam-macam Luka dan Penanganannya a. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet) Jenis luka yang satu ini derajat nyerinya biasanya lebih tinggi dibanding luka robek, mengingat luka jenis ini biasanya terletak di ujungujung syaraf nyeri di kulit.



Cara penanganan : Pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka terlebih dahulu menggunakan NaCl 0,9%, dan bersiaplah mendengar teriakan pasien, karena jenis luka ini tidak memungkinkan kita melakukan anastesi, namun analgetik boleh diberikan. Setelah bersih, berikan desinfektan. Perawatan jenis luka ini adalah perawatan luka terbuka,



8



namun harus tetap bersih, hindari penggunaan IODINE salep pada luka jenis ini, karena hanya akan menjadi sarang kuman, dan pemberian IODINE juga tidak perlu dilakukan tiap hari, karena akan melukai jaringan yang baru terbentuk. b. Vulnus Punctum (Luka tusuk) Luka tusuk biasanya adalah luka akibat logam, yang harus di ingat maka kita harus curiga adanya bakteri clostridium tetani dalam logam tersebut.



Cara penanganan : Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah jangan asal menarik benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan tempat lain ataupun mengenai pembuluh darah. Bila benda yang menusuk sudah dicabut, maka yang harus kita lakukan adalah membersihkan luka dengan cara menggunakan H2O2, kemudian didesinfktan. Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun dimodifikasi sehingga ada aliran udara yang terjadi. c.



Vulnus Contussum (Luka memar) Luka kontussum adalah luka memar, tentunya jangan diurut ataupun



ditekan-tekan, karena hanya aka mengakibatkan robek pembuluh darah semakin lebar saja.



9



Cara penanganan : Yang perlu dilakukan adalah kompres dengan air dingin, karena akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga memampatkan pembuluh-pembuluh darah yang robek. d. Vulnus Insivum (Luka sayat) Luka sayat adalah jenis luka yang disebabkan karena sayatan dari benda tajam, bisa logam maupun kayu dan lain sebagainya. Jenis luka ini biasanya tipis.



Cara penanganan : yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan memberikan desinfektan. e.



Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak) Jenis luka ini disebabkan karena peluru tembakan, maka harus segera



dikeluarkan tembakanya.



10



Cara penanganan : Jangan langsung mengeluarkan pelurunya, namun yang harus dilakukan adalah membersihkan luka dengan H2O2, berikan desinfektan dan tutup luka. Biarkan luka selama setidaknya seminggu baru pasien dibawa ke ruang operasi untuk dikeluarkan pelurunya. Diharapkan dalam waktu seminggu posisi peluru sudah mantap dan tak bergeser karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.



f.



Vulnus combustion (Luka bakar) Luka bakar adalah luka yang disebabkan akibat kontaksi antara kulit



dengan zat panas seperti air panas(air mendidih), api, dll.



Cara penanganan :Penanganan paling awal luka ini adalah alirkan dibawah air mengalir, bukan menggunakan odol apalagi minyak tanah.



11



Alirkan dibawah air mengalir untuk perpindahan kalornya. Bila terbentuk bula boleh dipecahkan, perawatan luka jenis ini adalah perawatan luka terbuka dengan tetap menjaga sterilitas mengingat luka jenis ini sangat mudah terinfeksi. Dan ingat kebutuhan cairan pada pasien luka bakar. g.



Luka gigitan Luka jenis ini disebabkan dari luka gigitan binatang, seperti serangga,



ular, dan binatang buas lainya. Kali ini luka gigitan yang dibahas adalah jenis luka gigitan dari ular berbisa yang berbahaya.



Cara penanganan : Mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar sebagian besar dapat dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak dianjurkan mengisap tempat gigitan, hal ini dapat membahayakan bagi pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian mukosa mulutnya. Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan pembebatan( ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain. Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat kesehatan yang lebih maju untuk perawatan lanjut. h. Laserasi atau Luka Parut Luka parut disebabkan karena benda keras yang merusak permukaan kulit, misalnya karena jatuh saat berlari.



12



Cara penanganan :Cara mengatasi luka parut, bila ada perdarahan dihentikan



terlebih



dahulu



dengan



cara



menekan



bagian



yang



mengeluarkan darah dengan kasa steril atau saputangan/kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka dengan air dan sabun. Luka dibersihkan dengan kasa steril atau benda lain yang cukup bersih. Perhatikan pada luka, bila dijumpai benda asing (kerikil, kayu, atau benda lain) keluarkan. Bila ternyata luka terlalu dalam, rujuk ke rumah sakit. Setelah bersih dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine atau kasa anti-infeksi i. Terpotong atau Teriris Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan oleh benda tajam, bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak, apalagi kalau ada pembuluh darah arteri yang putus terpotong.



Cara penanganan : Menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa steril atau kain yang bersih. Bila ada pembuluh nadi yang ikut terpotong, dan cukup besar, dilakukan pembalutan torniquet. Pembalutan dilakukan dengan menempatkan tali/ikat pinggang saputangan pada bagian antara luka dan jantung secara melingkar, kemudian dengan



13



menggunakan sepotong kayu/ballpoint tali/ikat pinggang/saputangan tadi diputar sampai lilitannya benar-benar kencang. Tujuan cara ini untuk menghentikan aliran darah yang keluar dari luka. Setelah itu, luka ditutup dan dirujuk kerumah sakit. Pembebatan torniquet dilakukan pada lengan atas atau paha. Pembebatan di tempat lain tidak akan efektif. Pada luka yang teriris dioles anti infeksi kemudian ditutup kasa steril.



C. Konsep Wound Healing (Penyembuhan Luka) 1. Tipe Penyembuhan Luka Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang. a) Primary intention healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi setelah diusahakan bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan, plester, skin graft, atau flap. Hanya sedikit jaringan yang hilang dan luka bersih. Jaringan granulasi sangat sedikit. Re-epitalisasi sempurna dalam 10-14 hari, menyisakan jaringan parut tipis. Kontraindikasi Penutupan Luka Sec Primer: 1. Infeksi. 2. Luka dengan jarinan nekrotik. 3. Waktunya terjadinya luka > 6 jam sebelumnya, kecuali luka areah wajah. 4. Masih terdapat benda asing dalam luka. 5. Perdarahan dari luka. 6. Diperkirakan terdapat “ dead space” setelah dilakukan jahitan. 7. Tegangan dalam luka atau kulit disekitar luka terlalu tinggi. 8. Perfusi jaringan buruk. b) Secondary Intertion Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka



yang



tidak



mengalami



penyembuhan



primer.



Dikarakteristikkan oleh luka yang luas dan hilangnya dalam jumlah besar. Tidak ada tindakan aktif menutup luka, luka sembuh secara alamiah (intervensi hanya berupa pembersihan luka,



14



dressing,



dan



pemberian



antibiotik



bila



perlu).



Proses



penyembuhan lebih kompleks dan lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka dan terbentuk jaringan garnulasi yang cukup banyak. Luka akan ditutup oleh re-epitelisasi dan deposisi jaringan ikat sehinga terjadinya kontaksi. Jaringan parut dapat luas/hipertrofik, terutama bila luka berada didaerah preternal, deltoid dan leher. Indikasi penutupan luka secara skunder: 1. Luka kecil (6 jam sebelumnya, kecuali bila luka area wajah. 6. Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds). 7. Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan. 8. Daerah terkumpul dalam dead space. 9. Kulit yang hilang cukup luas. 10. Oedema jaringan yang hebat sehingga jahitan terlalu kencang dan mengganggu vakularisasi yang dapat menyebabkan iskemia & nekrosis. c) Tertiary intention healing (penyembuhan luka tertier) yaiutu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa harisetelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir. Delayed primary closure yang terjadi setelah mengulang debridement dan pemberian terapi antibiotika. 2. Fase Penyembuhan Luka Dalam penanganan luka, sudah umum diketahui bahwa salah satu yang harus dilakukan adalah tindakan debridement. Debridement bertujuan untuk membuat luka menjadi bersih sehingga mengurangi kontaminasi pada luka



15



dan mencegah terjadinya infeksi. Proses penyembuhan mencakup beberapa fase, yaitu : 1. Fase Inflamasi Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4. 2. Fase Proliferatif Fase proliferasi terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah 3 hari penutupan luka sayat. Fase ini ditandai dengan pengeluaran makrofak dan neutrofil sehingga area luka dapat melakukan sintesis dan remodelling pada mariks sel ekstraselular (Hubrecht & Kirkwood, 2010). Pada fase proliferasi makrofak berfungsi menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen dan elastin kemudian terjadi prose angiogenesis. Pada proses granulasi kolagen dan elastin yang dihasilkan menutupi luka dan membentuk matriks jaringan baru. Epitelasi terjadi setelah tumbuh jaringan granulasi dan dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk lapisan tipis yang menutupi luka. Sel pada lapisan ini sangat rentan dan mudah rusak. Sel mengalami kontraksi sehingga tepi luka menyatu dan ukuran luka mengecil (Arisanty, 2013). 3. Fase Remodeling Fase remodeling terjadi pada hari ke-8 hingga satu sampai dua tahun. Pada fase ini terbentuknya jaringan kolagen pada kulit untuk penyembuhan luka (Hubrecht & Kirkwood, 2010). Jaringan kolagen ini akan membentuk jaringan fibrosis atau bekas luka dan terbentuknya jaringan baru. Sitokin pada sel endothelial mengaktifkan faktor pertumbuhan sel dan vaskularisasi pada daerah luka sehingga bekas luka dapat diminimalkan (Piraino & Selemovic, 2015). Aktifitas yang utama pada fase ini adalah penguatan jaringan bekas luka dengan aktifitas



16



remodeling kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan 15 elastin terjadi sehingga menyebabkan penekanan ke atas kulit. Kondisi umum pada fase remodeling adalah rasa gatal dan penonjolan epitel di permukaan kulit. Pada fase ini kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan sehingga memerlukan perlindungan (Arisanty, 2013).



3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka 1. Usia Semakin



tua



seseorang



maka



akan



menurunkan



kemampuan



penyembuhan jaringan. 2. Infeksi Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka. 3. Hipovolemia Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka. 4. Hematoma Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.



17



5. Benda Asing Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus). 6. Iskemia Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri. 7. Diabetes Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nuri tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh. 8. Pengobatan 



Steroid : Menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.







Antikoagulan : Mengakibatkan pendarahan.







Antibiotik : Efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.



D. Pengkajian Luka Dalam pengkajian perawatan luka sayat ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan Pengkajian pada saat perawatan lukasayat dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:



18



1. Evaluasi luka dan pemeriksaan fisik Tugas perawat dalam evaluasi luka dan pemeriksaan fisik pasien adalah mengkaji turgor kulit, adanya tanda-tanda inflamasi pada daerah sekitar luka, tandatanda infeksi, dan kaji nyeri yang dirasakan pasien. Penyembuhan luka yang baik ditandai dengan mengecilnya ukuran luka, berkurangnya cairan yang keluar dari luka, meningkatnya kondisi kulit pada area sekitar luka, dan tanda-tanda infeksi tidak terjadi, seperti: eritema, cairan purulen, dan bau yang tidak sedap (Treas & Wilkinson, 2013). Pemeriksaan pada area sekitar luka dapat dilakukan dengan inspeksi warna, integritas, dan kontur kulit sedangkan palpasi dilakukan dengan merasakan suhu pada kulit, tekstur, kelembapan, ketebalan, turgor dan mobilitas kulit (Lewis ,et al. 2014). 2. Tindakan antiseptik Menurut Daeschlein (2013), tujuan dari tindakan antiseptik adalah membunuh bakteri, virus dan jamur sehingga mencegah terjadinya infeksi, tindakan ini dapat membantu proses penyembuhan luka khususnya pada fase proliferasi dan regenerasi. Pemberian cairan antiseptik tidak boleh berlebihan karena hal tersebut akan mengganggu proses penyembuhan luka pada fase haemostatis yang memiliki potensi untuk memperburuk penyembuhan luka. Pada luka insisi tindakan antiseptic dapat dilakukan dengan pemberian



Povido



Iodine



yang



dapat



dikombinasikan



dengan



chlorhexidine, iodine povacrylex, dan Isopropil Alcohol.Tindakan antiseptic dapat mempercepat epitelisasi pada area luka sekitar 24-48 jam setelah dilakukannya insisi (John & Andrew, 2012). 3. Pembersihan luka Menurut Browne (2012) pembersihan luka bertujuan untuk mengurangi jumlah bakteri pada area luka. Pembersihan luka secara umum dilakukan untuk memperbaiki sel kulit yang telah rusak, menumbuhkan jaringan baru dan menjaga kelembapan kulit. Pembersihan daerah luka dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:



19



a. Lakukan irigasi luka dengan menggunakan normal saline atau menggunakan cairan antiseptik b. Bersihkan area luka dengan kasa yang diberi cairan normal saline secara lembut untuk menghindari kerusakan jaringan kulit pada area sekitar luka maupun jaringan sel kulit yang baru c. Jika perlu berilah dressing sesuai dengan ukuran luka d. Berikan balutan pada area luka tanpa memberikan penekanan 4. Penjahitan luka Luka yang terbuka dan sangat lebar perlu tindakan penjahitan atau suture untuk mengurangi pendarahan.Penjahitan luka memiliki beberapa teknik yang berbeda tergantung lokasi dan lebar luka. Teknik penjahitan luka dibedakan menjadi 4 teknik utama yaitu simple suture, vertical matress suture, horizontal matress suture, dan subcuticular suture (Jain, Stoker & Tanwar, 2013). Menurut Singer, Hollander dan Blumm (2011), Luka sayat dapat dilakukan penjahitan dengan dua teknik yaitu dengan percutaneous suture dan subcuticular suture. Pemilihan bahan untuk penjahitan luka ditentukan berdasarkan lapisan kulit yang terluka.Sebagai seorang tenaga kesehatan wajib untuk mengukur tekanan darah, kedalaman jahitan, terjadinya edema dan waktu yang tepat untuk melepaskan jahitan. 5. Penutupan luka Penutupan luka dapat dilakukan dengan penggunaan Dressing sampai kurun waktu 48-72 jam setelah operasi. Penutupan luka ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan luka dengan menyediakan lingkungan yang lembab pada area luka, melindungi kulit dari bahaya luar yang berpotensi untuk memperburuk kondisi luka, sebagai bahan pengkajian luka post-operasi, mengabsorbsi eksudat yang keluar dan memberi kenyamanan (Dougherty & Lister, 2015).Penutupan luka dengan menggunakan dressing dibedakan menjadi 2 macam bahan yaitu dressing dasar tanpa tambahan bahan pelembab, dressing dengan hidrokoloid. Pemberian dressing setelah operasi terbukti mempercepat proses penyembuhan luka (Bryant & Nix, 2015).



20



6. Pembalutan Pembalutan luka operasi bertujuan agar jika terdapat pendarahan yang berlebih dapat diantisipasi dengan penggunaan kasa.Pembalutan luka lebih banyak dilakukan pada operasi dengan luka yang lebar.Pembalutan luka dilakukan setelah penggunaan dressing, setelah dibalut maka kasa difiksasi dengan plester agar tidak bergeser dan membuat pasien merasa nyaman (Pearce, 2009). 7. Pemberian antibiotik Antibiotik dapat dikombinasikan dengan teknik antiseptik untuk membunuh bakteri dan fungi pada area luka insisi. Antibiotik dibedakan menjadi



dua



macam



yaitu



antibiotik



local



dan



antibiotik



sistemik.Antibiotik lokal tidak disarankan untuk luka insisi karena kurang efektif dalam membunuh bakteri, sehingga diperlukan antibiotik sistemik yang biasa digunakan untuk mengurangi resiko infeksi (Daeschlein, 2013). Pemberian antibiotik secara topikal atau jelly petroleum dapat dilakukan setelah dua hari pasca penjahitan luka untuk mempercepat epitelisasi jaringan pada kulit. Antibiotik Prophylactic harus diberikan pada pasien dengan infeksi luka yang cukup parah (Jain, Stoker & Tanwar, 2013). 8. Pengangkatan jahitan Jahitan pada luka insisi dilepaskan untuk mengurangi resiko kontaminasi benang suture dengan jaringan disekitar kulit yang dapat menyebabkan resiko infeksi. Jahitan dilepaskan dengan cara menentukan titik ikatan jahitan dengan menggunakan pinset dan mengguntingnya, kemudian tarik kedua jahitan yang terpotong sesuai arah garis insisi dan jangan menariknya terlalu kuat karena luka insisi dapat terbuka kembali (Jain, Stoker & Tanwar, 2013). Pengangkatan jahitan dilakukan sekitar 3-10 hari setelah proses penjahitan tergantung dari lokasi luka insisi. Prosedur pengangkatan jahitan harus dimulai dari pengamatan luka dan pembersihan daerah luka dengan menggunakan teknik steril.Prosedur pengangkatan luka dilakukan sesuai teknik pembuatan jahitan dengan meminimalisir kontaminasi



21



jaringan subkutan.Jahitan yang telah diangkat diberikan obat Povidone Iodine



untuk



membersihkan



daerah



jahitan



dan



mempercepat



penyembuhan luka (William & Wilkins, 2009). E. Standar Operasional Prosedur (SOP)Perawatan Luka Pengertian



Membersihkan luka, mengobati luka dan menutup kembali luka dengan teknik steril.



Tujuan



1. Mencegah masuknya kuman ke dalam luka. 2. Member pengobatan pada luka. 3. Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien. 4. Mengevaluasi tingkat kesembuhan luka. Pasien yang luka baru maupun luka lama, luka post operasi, luka bersih dan luka kotor. 1. Pinset anatomis. 2. Pinset chirurgis. 3. Gunting debridemand/gunting jaringan. 4. Kassa steril. 5. Kom kecil 2 buah. 6. Sarung tangan. 7. Gunting plester. 8. Plester. 9. Desinfektan. 10. Cairan NaCl 0,9%. 11. Bengkok. 12. Perlak pengalas. 13. Verband. 14. Obat luka sesuai kebutuhan. A. Tahap Pra Interaksi 1. Cek catatan keperawatan. 2. Siapkan alat-alat. 3. Cuci tangan. B. Tahap orientasi 1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya. 2. Jelaskan maksud dan tujuan prosedur dan lamanya tindakan pada klien dan keluarga. C. Tahap Kerja 1. Dekatkan alat-alat dengan klien. 2. Menjaga privasi klien. 3. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan. 4. Pasang perlak/pengalas dibawah daerah luka. 5. Membuka peralatan. 6. Pakai sarung tangan.



Indikasi Peralatan



Prosedur Pelaksanaan



22



7. Basahi kassa dengan desinfektan kemudian dengan menggunakan pinset bersihkan area sekitar luka bagian luar sampai bersih dari kotoran (gunakan teknik memutar searah jarum jam). 8. Basahi kassa dengan cairan NaCl 0,9% dengan menggunkan pinset bersihkan area sekitar luka bagian dalam (gunakan teknik usapan dari atas ke bawah). 9. Keringkan daeran luka dan pastikan area daerah luka bersih dari kotoran. 10. Beri obat luka sesuai kebutuhan bila perlu. 11. Pasang kassa steril pada area luka sampai tepi luka. 12. Viksasi balutan menggunakan plester atau balutan verband sesuai kebutuhan. 13. Mengatur posisi pasien seperti semula. 14. Alat-alat dibersihkan. 15. Lepas sarung tangan. 16. Cuci tangan. D. Tahap Terminasi 1. Evaluasi hasil tindakan. 2. Catat tindakan. 3. Berpamitan.



23



BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan Luka adalah hilan atau suatu rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabka oleh trauma benda tajam atau tumpul , perubahan suhu atau zat kimia, ledakan sengatan listrik dan gigitan hewan. Fase penyembuhan luka terdiri dari fase koagulasi dan inflamasi



(0-3 hari),



proliferasi/ rekontruksi (2-24 hari) dan fase remodiling atau maturasi (24 hari – 3 tahun). B. Saran Sebaiknya dalam perawatan luka dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan prosedur. Peralatan yang steril dan kemampuan yang bisa dipertanggung jawabkan, agar luka tidak bertambah parah dan cepat disembuhkan. C.



24



DAFTAR PUSTAKA Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta: EGC. Black&Hawks.2005.Medical - Surgical Nursing, Clinical Management For Positive Outcomes 7th Arisanti, I. (2013). Menejemen Perawatan Luka. EGC. Jakarta Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta, 1993. Thorek P, Atlas Teknik Bedah, EGC , Jakarta, 1994.



25