11 0 300 KB
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah. Menurut American Society of Hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNC7) dari Amerika serikat dan badan dunia WHO dengan Internasional Society of Hipertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 ) Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg, etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial) .Walaupun Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy). Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi merusak target organ (end organ),misalnya encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac overload ) atau memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular. Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk 1
menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini. 1.2.Tujuan 1.2.1. Tujuan umum Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang penyakit krisis hipertensi sehingga dapat mengatasi kasus krisis hipertensi dengan tepat dan cepat serta mampu mengedukasikan kepada pasien bagaimana mencegah terjadinya krisis hipertensi. 1.2.2. Tujuan khusus Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan : a.
Definisi krisis hipertensi
b.
Epidemiologi krisis hipertensi
c.
Etiologi krisis hipertensi
d.
Klasifikasi penyakit krisis hipertensi
e.
Patogenesa krisis hipertensi
f.
Patogenesa krisis hipertensi
g.
Gejala dan tanda penyakit krisis hipertensi
h.
Diagnosa krisis hipertensi
i.
Pemeriksaan fisik krisis hipertensi
j.
Pemeriksaan penunjang krisis hipertensi
k.
Diagnosa Banding krisis hipertensi
l.
Penatalaksanaan dan pengobatan krisis hipertensi
1.3. Manfaat 1.
Mendapatkan pengetahuan secara detail tentang krisis hipertensi
2.
Mengetahui teknik anamnesis terhadap pasien krisis hipertensi
3.
Mengetahui tentang pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan pada pemeriksaan krisis hipertensi
2
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi Menurut american society of hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 ) 2.1.2. klasifikasi Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esnsial dan hipertensi sekunder ( Setiawan dan Bustami dalam farmakologi dan terapi. 2005 ) a. Hipertensi Esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor terdiri dari faktor genetik dan lingkungan faktor lingkungan bersifat polinergik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor presdiposisi genetik ini
dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vaskuler ( terhadap vasokonstriktor ), dan resistensi insulin. Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan garam ( natrium ) berlebihan, stress psikis, dan obesitas. b. Hipertensi sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal ( hipertensi renal ), penyakit endokrin ( hipertensi endorin ), obat dan lain-lain.
3
Hipertensi renal dapat berupa : 1. Hipertensi renovaskuler, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal. 2. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal, tumor di medula adrenal, akromegali, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain. WHO dan International Society Of Hypertension Working Group ( ISHWG ) telah mengelompokkan
hipertensi ke dalam klasifikasi hipertensi normal, hipertensi ringan,
hipertensi sedang dan hipertensi berat. Kategori
Tekanan darah Sistole
Diastole
Normal
< 130
180
>110
2.2. Krisis Hipertensi 2.2.1. Definisi Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat anti hipertensi. Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain : 1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien. 2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna. 3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan 4
intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal. 4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.
2.2.2. Epidemiologi Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, tapi gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan (maintenance drug therapy). Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
2.2.3. Etiologi Pada umumnya krisis hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Penyebab yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan hipertensi sebelumnya. Krisis hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan kardiak output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi yaitu: 1. Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi. 2. Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat. 3. Stress lingkungan
5
4. Hilangnya eksistensi jaringan dan atrerosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.
2.2.4. Klasifikasi Krisis hipertensi meliputi 2 kelompok: a. Hipertensi darurat ( emergency hipertensi) Dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/ kerusakan target organ yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat mencegah/ membatasi kerusakan target organ yang terjadi. b. Hipertensi mendesak( urgency hipertensi) Dimana
terdapat
tekanan
darah
yang
sangat
tinggi
tetapi
tidak
disertai
kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga pe nurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari)
Tabel I : Hipertensi Emergensi ( darurat ) TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut
perdarahan intra cranial, atau perdarahan subarakhnoid.
hipertensi encefalopati
diseksi aorta akut
oedema paru akut
Eklampsia
Feokhromositoma
funduskopi KW III atau IV
insufisiensi ginjal akut
infark miokard akut, angina unstabelsindroma, kelebihan kathekolamin yang lain :
sindrome withdrawal obat anti hipertensi
cedera kepala hebat
perdarahan setelah operasi pembuluh darah
interaksi obat
6
Tabel II : hipertensi urgensi ( mendadak ) Hipertensi berat dengan tekanan diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel
KW I atau II pada funduskopi
hipertensi post operasi
hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif
hipertensi maligna
tromboemboli serebri
rebound hypertension setelah pengobatan dengan anti hipertensi
penderita pasca transplantasi ginjal
luka bakar yang luas.
7
2.2.5. Patofisiologi
stress Ekskresi natrium
Hipotesis Penyebab tekanan darah tinggi
Teori nefron
Asupan tinggi natrium
Aktivitas simpatik
.
ginjal
Penger utan arteri ginjal
Fraksi filtrasi
Volume cairan vaskula r
Penyerapan natrium
Hormon natriuretik
ase
Na-K ATP ase
Teori vaskular
vaskular
Berlawanan (countrers )
Renin angiotensin aldosteron ( RAA )
Tahanan vaskular
Tonus dan reaktivitas vaskular
hipertensi
Kalsium intra seluler
Natrium intra seluler
Gangguan dinding sel
Gangguan genetik dinding sel + asupan natrium tinggi
Teori seluler
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu : 1. Peran langsung dari peningkatan TD 2. Peran mediator endokrin dan parakrin
8
Peran peningkatan Tekanan Darah akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan endhotelial. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial, menghambat
fibrinolisis
dan mengaktifkan
sistem koagulasi. Sistem
koagulasi yang
teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah dan meluas. Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting dalampatofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam
darah
akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan terjadinyapeningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia danakan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.
9
2.2.6. Gejala klinis Tekanan darah
Gejala
Tekanan darah tinggi
Urgensi
Emergency
> 180/110
>180/110
>220-140
Sakit kepala,
Sakit kepala berat,
Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan, sering
sesak napas.
nokturia, disarteria,
asimptomatik.
kelemahan umum sampai dengan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan
Tidak dijumpai
Ada kerusakan organ
Encefalopati, edema
keruskan organ target,
target, penyakit
pulmonum, insufisiensi
tidak ada penyakit
kardivascular yang
ginjal, cerebrovascular
kardiovascular secara
stabil
accident, iskemik cardiac
Observasi 1-3 jam,
Observasi 3-6 jam,
Pemeriksaan laabor dasar,
tentukan pengobatan
turunkan tekana darah
infus, pengawasan tekanan
awal, tingkatkan dosis
dengan obat oral,
darah, mulai pengobatan
yang sesuai.
berika terapi
awaldi ruang emergency.
klinis. Terapi
penyesuaian. Perencanaan
Rencanakan
Rencanakan
Segera rawat di ICU, obati
pengawasan 220 mmHg atau tekanan darahdiastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Diagnosis, Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya ; 1. Amamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.
2. pemeriksaan fisik: a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengannadi femoral, radial femoral pulse leg b.
Mata:
Lihat
a d a n ya
papil
edema,
pendarahan
dan
eksudat,
p e n ye m p i t a n yang hebat arteriol. c. Jantung: Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantungS3 dan S4 serta adanya murmur. d. Paru: perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF. e. Status neurologic: pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologisdan patologis.
3. Pemeriksaan Penunjang :Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain ; pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin, urinalisis., hitung jeniskomponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT Scan.
14
2.2.9. Penatalaksaan Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan tujuan pengobatan. Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat anti hipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20 % dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg. Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang. Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.
Tabel : Obat yang biasa digunakan pada keadaan hipertensi emergensi Obat Diuretik furomide
Dosis
Onset
Lama kerja
20-40mg dalam 1-
5-15 menit
2-3 jam
2min,
ulangi
dan
Indikasi khusus Biasanya
diperlukan
obat jenis lain untuk
tingkatkan dosis pada
mencapai
insufisiensi ginjal.
tekanan darah.
15
target
Vasodilators
0.2510.00µg/mnt/dlm
segera
1-2 mnt
Kebanyakan
pada
Nitropruside ( infus IV
hipertensi emergency ;
nipride,
hati-hati pada keadaan
nitropress ).
peningkatan
tekanan
intracranial
atau
azotemia. Iskemia koroner Nitroglycerin (Nitro-bid IV)
5-100µg/mnt dalam infuse intravena.
2-5 mnt
5-10 mnt
Fenoldopam ( corlopam )
Insufisiensi
ginjal,
tanpa komplikasi 0.1-0.6 µg/mnt/min dalam infus intravena
4-5 mnt
10-15 mnt Kebanyakan hipertensi
Nicardipine
emergency ; hati-hati
(cardiprin i.v)
dengan payah jantung 5-15mg/h.i.v
5-10 mnt
1-4 jam
akut.
Eklamsia;
hati-hati
Hydralazine
dengan
(apresoline)
tekanan intracranial.
Enalaprilat
10-20mg i.v
10-20 mnt
10-20mg i.m
20-30 mnt
peningkatan
3-8 jam Payah jantung kiri akut
(vasotec iv) 1.25-5.00mg setiap 6 jam.
15 mnt
6 jam
Adrenergik inhibitors Phentolamine
5-15mg i.v
1-2 mnt
3-10 mnt
Ekses ketokolamin
Esmolol
200-500µg
(brevibloc)
/kg/mntuntuk 4 mnt, 1-2 mnt
10-20mnt
Diseksi
kemudian
50-300
operasi.
µg/kg/mnt i.v
16
aorta
pasca
Labetolol
20-80 mg i.v bolus 5-10 mnt
3-6 jam
Kebanyakan ipertensi
(Normodinyne, setiap 10 mnt.
emergency
trandate)
payah jantung akut.
2mg /min infus i.v
kecuali
Tabel : Obat yang biasa digunakan pada hipertensi urgensi obat
Kelas
Captopril
Angiotensin-
(capoten)
converting
dosis
Onset
Lama kerja (jam)
6.5-50.0mg
15 mnt
4-6
0.2 mg awal,
0.2-2.0 h
6-8
enzym inhib. Clonidine
Central α-agonist
(catapres )
kemudian 0.1 mg/h, naikkan sampai total 0.8 mg
Furosemode
Diuretik
20-40 mg
0.5-1.0 h
6-8
α dan β blocker
100-200 mg
0.5-2.0 h
8-12
Nifedipine
Calsium channel
5-10 mg
5-15 min
3-5
(procardia,
blocker
20-40 mg
15-30 min
3-6
(lasix) Labetalol (normodyne, trandate)
adalat) Propanolol
Β-blocker
(inderal)
2.2.10. Diferensial diagnosa Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti : 1. Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan. 2. Ansietas dengan hipertensi labil. 3. Oedema paru dengan payah jantung kiri. 17
2.2.11. Komplikasi a. Komplikasi Hipertensi Urgensi Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba, tetapi tidak ada kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat diturunkan dengan aman dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-hipertensi. b. Komplikasi Hipertensi Emergensi Hipertensi Emergensi terjadi ketika terjadi kerusakan organ akibat dari tekanan darah sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi. Ketika hal tersebut terjadi, tekanan darah harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ. Kerusakan organ berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi: 1. Perubahan status mental seperti kebingungan atau koma (ensefalopati). 2. Perdarahan ke dalam otak (stroke). 3. Gagal jantung 4. Nyeri dada (angina) 5. Serangan jantung 6. Oedem paru 7. Aneurisme 8. eklampsia (terjadi selama kehamilan).
2.2.12. Prognosa Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miocard (1%), diseksi aorta (1%). Prognosa menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite