LP Krisis Hipertensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep Penyakit 1.1 Definisi Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi (Wikipedia, 2010). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah darah (Hani, 2010) Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan masing – masing : a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring > 130/90 mmHg. b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi (Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 18). Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.



1.2 Etiologi Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik. Faktor Resiko Krisis Hipertensi 1.



Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.



2.



Kehamilan



3.



Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.



4.



Pengguna NAPZA



5.



Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen)



1.3 Tanda Gejala  Biasanya orang yang menderita hipertensi akan mengalami sakit kepala, pusing yang sering dirasakan akibat tekanan darahnya naik melebihi batas normal.  Wajah akan menjadi kemerahan.  Pada sebagian orang akan mengalami detak jantung yang berdebardebar.  Orang yang mengalami darah tinggi akan mengalami gejala hipertensi seperti pandangan mata menjadi kabur atau menjadi tidak jelas.  Sering buang air kecil dan sulit berkonsentrasi.  Sering mudah kelelahan saat melakukan berbagai aktivitas.  Sering terjadi pendarah di hidung atau mimisan.  Gejala hipertensi yang parah bisa menyebabkan seseorang mengalami vertigo.  Orang yang mempunyai darah tinggi biasanya akan sensitif dan mudah marah terhadap hal-hal yang tidak dia sukai.



1.4 Patofisiologi Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna. Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible. Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala. Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara: a. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding



arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun. 1.5 Pemeriksaan Penunjang a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh b. Pemeriksaan retina c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin. g. Foto dada dan CT scan 1.6 Komplikasi Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang



disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009). 1.7 Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg. Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat antihipertensi oral. Jika



tekanan



darah



makin



menurun



dengan



penambahan



obat



antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik otomatik. Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi, kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan.



Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah : 1) Natrium Nitropusida 2) Nikardipin hidroklorida 3) Nitrogliserin 4) Enaraplirat 5) Hidralazin Hidroklorida 6) Diazoksid 7)   Labatalol Hidroklorida 8) Fentolamin ( Mansjoer:522 ) Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek samping segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki efek vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga banyak digunakan pada awal klinis. Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik. Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler pasien penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini. Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal. ( Brunner & Suddarth:908 ) b. Penatalaksanaan Keperawatan Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien. Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat. Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan,



kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu. c. Diet sehat penderita krisis hipertensi Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan). Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary Approach to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu yang lengkap. Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang terdiri atas buah-buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, bijibijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet DASH untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam).



BAHAN MAKANAN



PORSI SEHARI



UKURAN PORSI



Karbohidrat Lauk hewani Lauk nabati Sayuran Buah – buahan Susu / yoghurt



3 – 5 piring 1 – 2 potong 2 – 3 potong 4 – 5 mangkuk 4 – 5 buah/potong 2 – 3 gelas



Kecil Sedang Sedang Sedang



Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6 – 11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah pisang. Sementara dari golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih. Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita hipertensi adalah daging kambing dan durian. d. Terapi Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal.



Penurunan tekanan darah hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.



1.8 Pathway



II. Rencana Asuhan Pasien Dengan Meningitis 2.2 Pengkajian 2.1.1 Riwayat Keperwatan a. Biodata Klien Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis



b. Keluhan utama



Biasanya keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-tiba. c. Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-tiba.  d. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan obat ulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan). e. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. 2.1.2



Pemeriksaan Fisik : data focus 1) Airway Kaji : 



Bersihan jalan nafas







Adanya/ tidaknya jalan nafas







Distres pernafasan







Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring



2) Breathing Kaji : 



Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada







Suara nafas melalui hidung atau mulut







Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas



3) Circulation Kaji : 



Denyut nadi karotis







Tekanan darah







Warna kulit, kelembapan kulit







Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal



4) Disability Kaji : 



Tingkat kesadaran







Gerakan ekstremitas







GCS ( Glasgow Coma Scale )







Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya



5) Eksposure Kaji :  2.1.3



Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 )



Pemeriksaan Penunjang 1. Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea 2.



Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin



3. Integritas Ego Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress multiple Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara 4. Eliminasi Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu 5. Makanan/Cairan Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema 6. Neurosensori Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic 7. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen 8. Pernapasan Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,



ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis 9. Keamanan Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura 10. Pembelajaran/Penyuluhan Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone. (Dongoes Marilynn E, 2000) 2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul 1. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru 2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tirah baring 2.3 Perencanaan 2. Diagnosa Kep I : Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 – 20 x/menit). , Tidak terdapat bunyi nafas tambahan, pasien tidak hipoksia. Intervensi a. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara suara tambahan yg tidak normal R / Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru b. Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan pernapasan c. R / Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. d. Berikan oksigen sesuai indikasi R / Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan. e. Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien sadar R / Mencegah/menurunkan atelektasis f. Kaji TTV tiap hari R / Mengetahui perubahan status kesehatan



Daftar Pustaka Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office Pract 2010;33:613-23. Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician 2009:43-50 Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008. Diakses 20 Desember 2016 : Http://yayanakhyar.wordpress.com Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 20 Desember 2016 : http://baike.baidu.com/view/2130696.htm Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 20 Desember 2016: http: //www.depkes.org. Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books, Yogyakarta Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on Hypertension. Diakses 20 Desember 2016 :  http://www.dinkesjatengprov.go.id Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, & Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta