Landasan Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi (Landasa Ilmu Pengetahuan) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag.



Disusun oleh: Paulinus Yanto 17718251002



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 0



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Yogyakarta, 22 September 2017



i



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada mulanya apa yang disebut ilmiah adalah filsafat, sebab filsafat adalah bentuk awal dari semua ilmu. Filsafat ilmu hendak menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu antara lain: objek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana memperoleh ilmu dan dan untuk apa ilmu itu digunakan.1 Keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan mendorong manusia untuk berpikir. Berpikir untuk menjawab segala persoalan dari rasa heran, sangsi dan serba terbatas. Berpikir untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan objek apa yang ditelaah. Pemikiran itu segera menjadi metodis. Manusia cenderung menggunakan jalan tertentu untuk berpikir, dari hal-hal yang kongkret ke prinsip-prinsip induk yang abstrak. Dalam berpikir manusia melakukan abstraksi artinya menjauhkan diri, mengambil jarak. Setiap jenis abstraksi menghasilkan satu jenis ilmu pengetahuan yaitu pengetahuan fisis, pengetahuan matematis dan pengetahuan teologis. Semua jenis pengetahuan itu menurut Aristoteles disebut filsafat.2 Berbagai ilmu pengetahuan yang dikembangkan muncul pertanyaan untuk apa ilmu itu dikembangkan? Bagaimana kaitan antara antara cara penggunaan tesebut dan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Setiap jenis ilmu pengetahuan yang dikembangkan memiliki objek materia dan objek formal.3 Dalam perjalanan waktu, ketika zaman Pertengahan menggantikan zaman Klasik, maka persoalan-persoalan hidup manusia menjadi semakin kompleks dan rumit sehingga tidak segala persoalan hidup manusia dapat dijawab dengan filsafat. Setiap persoalan menuntut jawaban yang spesifik dan tuntas, maka “macam-macam filsafat muncul” dengan spesifikasinya dan itulah yang kemudian disebut science (ilmu pengeahuan): hasil abstraksi akal budi atas suatu objek secara metodis, sistematis dan koheren. Lambat laun setiap 1



Mohhamad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm 67 2 Sutarjo, Adisusilo, Filsafat Ilmu Pengetahuan Suatu Pengantar, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2010, hlm 11 3 Sutarjo, Adisusilo, Filsafat Sejarah Spekulatif Suatu Pengantar, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2014. Hlm 8



1



persoalan hanya dapat dipecahkan dengan metode tertentu sesuai persoalan yang dihadapi (objek formal) manusia memang spesifik. Hasil jawaban (pengetahuan) dengan metode tertentu akhirnya spesifik pula dan inilah yang disebut “ilmu pengetahuan tertentu” sesuai dengan objek material dan formalnya dan ini lebih terletak pada metodologi dan pendekatan yang dikembangkan oleh suatu ilmu. Dalam sejarahnya ilmu pengetahuan dikembangkan dengan bertumpu pada tiga landasan pokok yaitu, ontologis, epistemologis dan aksiologis.4 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana landasan ontologi dikembangkan? 2. Bagaimana landasan epistemolgi dikembangkan? 3. Bagaimana landasan aksiologi dikembangkan? C. Tujuan 1. Mahasiswa mampu memahami konsep landasan ontologis 2. Mahasiswa mampu memahami konsep landasan epistemologi 3. Mahasiswa mampu memahami konsep landasan aksiologi



BAB II PEMBAHASAN



4



Sutarjo, Adisusilo, Filsafat Ilmu Pengetahuan Suatu Pengantar, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2010, hlm 12



2



A. Landasan Ontologis Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. 5 Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris, karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia. Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dilihat dari landasan ontologi, maka ilmu akan berlainan dengan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya. Ilmu yang mengkaji problem-problem yang telah diketahui atau yang ingin diketahui yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-hari. Masalah yang dihadapi adalah masalah nyata. Ilmu menjelaskan berbagai fenomena yang memungkinkan manusia melakukan tindakan untuk menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Ilmu dimulai dari kesangsian atau keragu-raguan bukan dimulai dari kepastian, sehingga berbeda dengan agama yang dimulai kepastian. Ilmu memulai dari keragu-raguan akan objek yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek pengenalan ilmu mencakup kejadian-kejadian atau seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pengalaman manusia. Jadi ontologi ilmu adalah ciri-ciri yang essensial dari objek ilmu yang berlaku umum, artinya dapat berlaku juga bagi cabang-cabang ilmu yang lain. Ilmu berdasar beberapa asumsi dasar untuk mendapatkan pengetahuan tentang fenomena yang menampak. Asumsi dasar ialah anggapan yang merupakan dasar dan titik tolak bagi kegiatan setiap cabang ilmu pengetahuan. 1. Tahu dan Pengetahuan



5



Mohhamad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm 69



3



Manusia tahu akan dunia sekitarnya, akan dirinya sendiri, akan orang lain dimasyarakat. Manusia juga tahu yang benar dan salah (logika), baik dan yang buruk (etika), tahu yang indah dan tidak indah (estetika). Pertanyaannya bagaimana manusia itu dapat tahu, apakah sumbernya, apakah sebenarnya tahu itu, dan kapan seseorang dikatakan tahu. Pada awalnya manusia ingin tahu kemudian memaparkan isi hatinya dengan bahasa, meskipun dengan cara sederhana kemudian bertanyalah seseorang. Apa ini, apa itu, apa sebabnya begini, dan mengapa demikian. Jadi manusia ingin tahu. Pertanyaan itu biasanya disebabkan karena ia kagum, tidak mengerti dengan hal disekitarnya, maka berusahalah antara lain bertanya, untuk memuaskan keinginan tahunya itu. Bagi manusia tahu yang memuaskan adalah tahu yang benar, dan tahu yang tidak benar disebut keliru. Tidak seorangpun suka akan kekeliruan. Sering keliru itu lebih jelek daripada tidak tahu. Tahu itu kerap kali menjadi dasar tindakan dan bila tahu yang keliru menjadi dasar tindakan, maka akan timbul malapetaka. Coba bayangkan seorang ahli obat yang keliru memberi obat, bisa fatal akibatnya bahkan menyebabkan matinya seseorang. Jadi bahwa pemuas ingin tahu itu adalah kebenaran.6 Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahaun, pengakuan sesuatu terhadap sesuatu disebut putusan. Misalnya orang tahu bahwa gunung itu tinggi, artinya ia mengakui hal tinggi itu terhadap gunung itu. Ia mengakui sesuatu terhadap sesuatu. 2. Macam – macam kebenaran dalam ilmu pengetahuan Macam atau jenis kebenaran dalam ilmu pengetahaun ternyata amat beragam tergantung dari sudut pandang mana yang dipilih seseorang. 1) Kebenaran yang didasarkan pada sumbernya yaitu kebenaran yang didasarkan pada a) fakta empiris maka disebut kebenaran empiris b) atas dasar wakyu, maka muncul kebenran wahyu c) atas kebenaran fiksi atau fantasi maka muncul kebenaran fiksi. 2) Atas dasar cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran, maka ada kebenaran a) inderawi yaitu kebenaran yang diperoleh dengan pancaindera kita b) rasional atau akal budi yaitu kebenaran yang didasarkan atau pertimbangan akal budi kita, c) intuisi



6



Sutarjo, Adisusilo, Filsafat Ilmu Pengetahuan Suatu Pengantar, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2010, hlm 59-60



4



yaitu kebenaran intuitif yang didasarkan pada intuisi kita, d) iman yaitu yaitu kebenaran yang didasarkan pada Tuhan. 3) Atas dasar ruang lingkupnya maka ada a) kebenaran agama, b) kebenaran moral c) kebenaran hukum d) kebenaran historis e) kebenaran seni f) kebenaran politik, dll.7 Karakteristik (ontologi) ilmu pengetahuan antara lain adalah: ilmu berasal dari riset (penelitian), tidak ada konsep wahyu, adanya konsep pengetahuan empiris, pengetahaun rasonal bukan keyakinan, pengetahuan objektif, pengetahaun sistematik, pengetahuan metodologi,



pengetahuan



obsevatif,



menghargai



asas



verifikasi



(pembuktian),



menghargai asas eksplanatif (penjelasan), menghargai asas keterbukaan dan dapat diulang kembali, menghargai asas skeptisisme yang radikal, melakukan pembuktian bentuk kausalitas, mengakui pengetahuan dan konsep relatif (bukan absolut) mengakui adanya logika-logika ilmiah, memiliki berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah, memilki konsep tentang hokum-hukum alam yang telah dibuktikan, pengetahuan bersifat netral atau tidak memihak, menghargai berbagai metode eksperimen, dan melakukan terapan ilmu menajdi teknologi. B. Landasan Epistemologi 1. Makna Epistemologi Epistemology berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu.8 Epistemolgi secara singkat dimaksudkan sebagai cara memperoleh ilmu berdasarkan metode ilmiah. Pengetahuan pada hakekatnya adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahaun yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Tiga jenis pengetahuan (seni, agama dan ilmu) pada dasarnya merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan manusia. Masalahnya kepada pengetahuan mana sesuatu pertanyaan tertentu harus diajukan. Pohon pengetahuan dibedakan atas atas dasar apa yang diketahaui (ontologi), bagaimana cara mengetahui (epistemologi), dan untuk apa pengetahuan itu digunakan 7



Sutarjo, Adisusilo, Filsafat Ilmu Pengetahuan Suatu Pengantar, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2010, hlm 61 – 62 8 Mohhamad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm 74



5



(aksiologi). Berdasarkan objek yang ditelaah mulai dipisahkan dengan moral dan mulai muncul ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Dari masing-masing cabang ilmu berkembang lagi sesuai dengan kajian objek material dan objek formalnya. Bagaimana cara kita menyusun ilmu pengetahaun yang benar? masalah ini yang dalam kajian filsafat disebut epistemologi, dan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. Jadi metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahaun yang benar. Setiap jenis pengetahaun mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontologis), bagaimana (epistemologis), untuk apa (aksiologis) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan tersebut saling terkait. 2. Teknik Mendapatkan ilmu dan keilmuan Tata cara, teknik atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah dengan metode non-ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving. 



Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan non-ilmiah adalah pengetahun yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan, untung-untungan, akal sehat, prasangka, otoritas (kewibaaan) dan pengalaman biasa.







Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif.







Problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, mengorganisasikan dan menganalisis data, menyimpulkan dan melakukan verofikasi yakni menguji hipotesis. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-prinsip, generalisasi, dan hokum-hukum. Temuan ini dapat dipakai sebagai basis, bingkai atau kerangka pemikiran untuk menerangkan, mendeskrifsikan, mengontrol, mengantisipasi atau meramalkan sesuatu kejadian secara lebih tapat.9



3. Aliran dalam Epistemologi Dalam epistemologis terdapat tiga aliran besar, yaitu rasionalisme, empirisme, dan kritisme. 2.1 Rasionalisme



9



Mohhamad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm 77



6



Rasionalisme berpendapat bahwa sumber ilmu pengetahaun adalah akal budi manusia, pancaindera tidak memadai dalam membentuk ilmu pengetahaun. Dalam arti sempit “rasionalisme” berarti anggapan mengenai teori pengetahuan yang menekankan pada akal dan/atau rasio untuk membentuk pengetahuan.10 Menurut Plato sumber ilmu pengetahuan adalah ide-ide abadi, yang hanya dipahami oleh akal budi saja. Metode kerja kaum rasional dalam mengejar kebenaran ilmiah adalah metode deduktif, metode kerja membentuk pengetahuan dengan cara mendeduksi prinsip-prinsip umum yang universal pada hal-hal yang partikular. 2.2 Empirisme Empirisme



berpendapat



bahwa



sumber



ilmu



pengetahuan



hanyalah



pengalaman ataupun pengamatan manusia, yang berupa fakta-fakta atau data yang dianggap oleh pancaidera kita. Pancaidera lebih penting dari pada akal budi dalam membentuk ilmu pengetahuan. Metode kerja kaum empiris dalam mencapai kebenaran adalah metode induktif: yaitu menarik kesimpulan umum (sebagai pengetahuan yang benar) berdasarkan pengalaman-pengalaman inderawi yang partikular. 2.3 Kristisme Dalam sejarah ilmu pengetahuan pernah terjadi konflik tanpa jelas ujung pangkalnya adalah pendukung rasionalisme berhadapan dengan kaum empirisme. Dalam konflik yang tidak jelas tersebut muncullah Emmanuel Kant sebagai “penyelamat”. Kant mengkritik baik kaum rasionalisme maupun kaum emperisme, yang dinilai telah jatuh dalam ekstremisme. Kant mengambil jalan tengah bahwa ilmu pengetahaun bersumber baik pada pancaindera maupun akal budi, keduanya saling melengkapi. Kant mendasarkan bahwa pengalaman inderawi memang sumber ilmu pengetahuan, tetapi tidak cukup valid tanpa diolah lebih lanjut oleh akal budi. Jadi Emmanuel Kant tidak serta merta menolak atau mendukung sala satu dari keduanya, tetapi dia mencari jalan kompromi. C. Landasan Aksiologis



10



Peursen, van, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, Jakarta: Gramedia, 1985, hlm 79



7



Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.11 Menurut Kamus Bahasa Indonesia, aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.12 Aksiolgi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiolgi disebut juga teori nilai, karena dapat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab pertanyaan yang fundamental, yakni bagaimana manusia harus hidup dan bertindak? Teori nilai atau aksiologi inikemudian melahirkan etika dan estetika. Dengan kata lain aksiologi adalah adalah ilmu yang menyoroti masalah nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan itu.13 Ilmu pengetahuan bukan hanya menjadi sarana efisien untuk memperoleh pengetahuan yang terus melaju, tetapi juga diterima sebagai hal yang baik dan benar. 14 Ilmu dikatakan bernilai karena menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya dan objektif.15 Pengertian aksiologi dalam Encyclopedia of Philosophy, dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation : 1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. 2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilainilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia. 3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau nilai.16 Beberapa ahli mendefiniskan aksiologi sebagai berikut ;



11



Burhanudin Salam, Logika Materi, Fisafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Reneka Cipta, 1997, hlm 168 Admojo, Wihadi, et.al. Kamus Besar Bhasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998, hlm 19 13 Mohhamad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm 78 – 79 14 Pranjoto Setjoatmodjo, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: 1988, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm 73 15 Beerling, Kwee, Mooij, Peursen Van, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Tiara Wacana,1986, hlm 133 12



16



Amsal, Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm 164



8



a. Menurut Wibisono, aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. 17 b. Menurut Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. 18 c. Scheleer dan Langeveld, memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek. Terkait dengan aksiologi ini, Brameld membagi aksiologi menjadi tiga, yaitu: 1) moral conduct, yaitu tindakan moral yang membentuk disiplin ilmu khusus yaitu etika; 2) esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan yang memformulasikan disiplin ilmu estetika; 3) socio-political life, kehidupan sosio-politik yang melahirkan filsafat sosio-politik. 19 Nilai hasil perenungan aksiologis tersebut selanjutnya diuji dan diintegrasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari definisi aksiologi tersebut dapat disimpulkan bahwa landasan aksiologis adalah teori-teori tentang nilai, moral dan etika dalam penelitian, pengembangan serta penggunaan ilmu pengetahuan untuk kehidupan manusia. Landasan yang mempertanyakan untuk apa dan apa tujuan/nilai-nilai ilmu pengetahuan tersebut dikembangkan. D. Relevansi Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi dengan Ilmi Politik dan Antropologi Relevansi Ilmu Politik dan Antropologi teradap ketiganya adalah sama-sama mempellajari tentang hakikat manusia. Ilmu politik dan antropologi mempunyai relevansi dengan antropologi karena ontology mempelajar sesuatu yang ada. Antropologi memandang manusia 17



Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. 2007, hlm. 152 Jujun S Sumatri., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, hlm. 234 19 Suwardi Endraswara, Filsafat ilmu: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode ilmiah, Jakarta: PT. Buku Seru, 2012, hlm 148. 18



9



(objek materi) dari sisi (objek formal) kebudayaan yang berpola, sedangkan ilmu politik melihat manusia dari sisi kekuasaan, kepentingan dan lain-lain. Mempelajari ilmu politik dan antropologi diperlukan suatu ilmu pengetahuan, informasi dan penalaran. Di sinilah peranan epistemologi. Pengetahaun didapat dari pengamatan indrawi tidak dapat ditetapkan apa yang subjektif dan apa yang objektif. Sifat pengamatan adala konkret seperti halnya ilmu politik dan antropologi yang mempelajari sesuatu yang konret artinya isi yang diamati adalah sesuatu yang benar-benar dapat diamati dan terjadi dalam kehidupan manusia.20



BAB III PENUTUP Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Hal ini berarti setiap tiap ilmu harus mempunyai 20



Mohhamad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm 87-88



10



objek penelaah yang jelas. Karena diversifikasi ilmu terjadi atas spesifikasi objek telaahannya maka tiap disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda. Epistemologi berusaha menjawab bagaimna proses yang memungkinkan di timbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Hal ini berarti epistemology adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperoleh ilmu tersebut. Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai – nilai khususnya etika. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik – baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan. Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab agar produk keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.



Daftar Pustaka Admojo, Wihadi, et.al. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Amsal, Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers. Beerling, dkk. 1986. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana. Burhanudin Salam. 1997. Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Reneka Cipta. Jujun S, Suriasumantri. 1985. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan. 11



Mohhamad, Adib. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Peursen, Van. 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. Jakarta: Gramedia. Pranjoto, Setjoatmodjo. 1988. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Kebudayaan. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Sutarjo Adisusilo. 2010. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. ______________. 2014. Filsafat Sejarah Spekulatif Suatu Pengantar. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Suwardi Edraswara. 2012. Filsafat Ilmu: Konsep Sejarah dan Pengembangan Metode Ilmiah. Jakarta: PT. Buku Seru



12