Lapkas Bedah Digestif - Kolelitiasis 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR KOLELITIASIS



Disusun oleh: Karina Shafira Hazmi Arif Tieto Rizkiawan K.Thinaggaran Kalaiyarasi Selvam Hany Zevania Wahyudin



130100049 130100146 060100107 110100370 130100443 130100363 130100201



DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN 2018



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikanberkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus inidengan judul “Kolelitiasis”. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikanKepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosenpembimbing dr. Adi Muradi, Sp.B-KBD yang telah meluangkan waktunyadan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini.Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh darikesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkansaran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasusselanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkanterima kasih.



Medan, Mei 2018



Penulis



DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................ i Daftar Isi ................................................................................................... ii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan............................................................................................ 2 1.3 Manfaat.......................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu ..................................... 3 2.2 Metabolisme Bilirubin................................................................... 6 2.3 Kolelitiasis ..................................................................................... 8 2.4 Manifestasi Klinis ........................................................................ 10 2.5 Faktor Risiko ................................................................................ 12 2.6 Diagnosis ...................................................................................... 15 2.7 Diagnosis Banding ....................................................................... 18 2.8 Prognosis ...................................................................................... 19 2.9 Penatalaksanaan ........................................................................... 19 2.10 Manajemen Nutrisi pada Pasien ................................................. 22 2.11 Pencegahan ................................................................................ 23 BAB 3STATUS ORANG SAKIT ............................................................. 24 BAB 4 FOLLOW UP ................................................................................ 28 BAB 5 DISKUSI KASUS .......................................................................... 31 BAB 6 KESIMPULAN ............................................................................. 35 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1.Latar Belakang Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui ductus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.1 Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu secara klasik dikategorikan berdasarkan kandungannya menjadi, batu kolesterol (> 80 % kasus), batu pigmen, dan campuran, yang hanya dapat ditentukan setelah batu tersebut diangkat. Masing–masing jenis batu memiliki etiologi dan penampakan radiologis yang berbeda, namun tetap pendekatan diagnosis dan tata laksana tetap sama.1 Prevalensi kolelitiasis berkisar antara 5 – 25%, dengan angka kejadian yang lebih sering pada populasi Negara barat, perempuan, dan usia lanjut. Di Indonesia sendiri, belum didapatkan persentase kasus kolelitiasis secara keseluruhan. Tetapi, jika melihat kepada jenis batu empedu, maka sebuah penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolestrol pada 27% pasien.1 Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di Negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapat perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Karenanya, penulis tertarik untuk mempelajari bagaimana perjalanan penyakit kolelitiasis melalui penyajian laporan kasus berikut.



1.2 Tujuan a. Memahami diagnosis dan tatalaksana kolelitiasis dalam praktik kedokteran. b. Meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah di bidang kedokteran. c. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.



1.3 Manfaat Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai Kolelitiasis yang berlandaskan teori sehingga dapat ditatalaksana dengan sebaik mungkin sesuai kompetensinya pada tingkat pelayanan primer.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri, berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati.1,2,3 Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.3 Gambar2.1. Kandung empedu, duktus empedu ekstrahepatik dan duktus pankreas. (netter, 6th ed)



Gambar 2.1. Kantong empedu, pankreas, ampulla vateri, duodenum Hati, duktus bilier, dan pankreas mempunyai hubungan yang erat. Secara embriologi, struktur ini berasal dari embriologi yang sama.



Empedu yang



dihasilkan hepatosit akan diekskresikan ke dalam kanalikuli dan selanjutnya ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati yang secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran empedu intrahepatic secara perlahan menyatu membentuk saluran yang lebih besar yang dapat menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di dalam segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk saluran di anterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus kanan. Duktus ini kemudian akan bergabung dengan 3 segmen hati kiri (duktus hepatikus kiri) menjadi duktus hepatikus komunis. Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus hepatikus menjadi koledokus. Kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari pembuluh darah cabang arteri hepatika kanan.6



Gambar 2.2. Axial projection of gall bladder Proses pembentukan cairan empedu : Fungsi kandung empedu, yaitu a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.4,6 Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu.



Di luar



waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali



lebih



pekat



dibandingkan



empeduhati.7



Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan bdiantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.4 Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung



empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.5 Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.8 Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.i Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.8



2.2. Metabolisme Bilirubin Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelahkurang lebih 120 hari, eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES terutama di hati dan limpa. Sekitar 85% heme yang didegradasi berasaldari eritrosit dan 15% berasal dari jaringan ekstraeritroid. Bilirubinterbentuk akibat terbukannya cincin karbondari hemeyang berasal darieritrosit maupun ekstraeritroid.8 Tahap



awal



proses



degradasi



heme



dikatalisis



oleh



enzim



hemeoksigenasemikrosom di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan enzim ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan metenildiantara dua cincin



pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe+2)menjadi Fe+3(ferri).Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang menyebabkanpemecahan cincin porfirin. Ion ferri dan dan CO di lepaskan, sehinggamenyebabkan pembentukan biliverdin yang berpigmen hijau. Biliverdinkemudian direduksi sehingga membentuk bilirubin yang bewarna merahjingga. Bilirubin dan turunannya bersama-sama disebut pigmen empedu.8 Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut kehati dengan berikatan dengan protein albumin secara nonkovalen.Bilirubin teruarai dari molekul pembawa albumin dan masukke dalamhepatosit, tempat bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel, terutamaprotein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin meningkat karenapenambahan dua molekul asam glukoronat. Reaksi ini dikatalisis olehbilirubin glukoniltransferasedengan menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat. 8 Bilirubin diglukoronid ditransport secara aktifdengan melawan gradien konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dankemudian ke dalam empedu. Proses ini memerlukan energi, merupakantahapan yang membatasi laju dan rentan mengalami gangguan padapenyakit hepar. Bilirubin yang tidak terkonjugasi normalnyadiekskresikan.Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri



diusus



untuk



menghasilkan



bernyawa.Sebagian



besar



menjadisterkobilin,



memberi



urobilinogen,



urobilinogen warna



dioksidasi coklat



senyawa oleh



pada



yang



tidak



bakteri



usus



feses.



Namun,



beberapaurobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal.Sebagian



urobilinogen



ini



berperan



dalam



siklus



urobilinogen



intrahepatikyang akan diuptakeoleh hepar kemudian diekskresikan kembali ke dalamempedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal, tempat urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarnakuning dandiekskresikan sehingga memberikan warna yang khas pada urin.8



Gambar 2.3.Metablisme Bilirubin



2.3 Kolelitiasis 2.3.1 Definisi Kolelitiasis dapat didefinisikan sebagai sebuah deposit kristal empedu yang ditemukan dalam kandung empedu, atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolestrol, terbentuk di dalam kandung empedu.2 2.3.2 Patogenesis dan Tipe Batu Batu empedu terbentuk karena ada komposisi empedu yang abnormal. Secara umum, batu empedu terbagi kedalam 2 tipe terbesar: batu kolestrol dan batu pigmen. Ada juga yang mengklasifikasikan batu empedu “tipe campuran”. Batu kolestrol biasanya mengandung >50% kolestrol monohidrat ditambah campuran garam kalsium, pigment empedu, protein, dan asam lemak. Batu pigmen terdiri atas kalsium bilirubinat terutamanya; kolestrol 5 jam disertai demam, mengindikasikan adanya kolesistitis akut atau komplikasi lainnya.2 Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan



pekat. Kemudian dapat juga terjadi defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan vitamin A,D,E, dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin K yang dapat menghambat pembekuan darah yang normal.1 Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.13



2.5



Faktor Risiko Berikut adalah faktor predisposisi pembentukan batu kolestrol dan batu



pigmen.10 Batu Kolesterol 1. Faktor demografi/genetik: Prevalensi tertinggi pada suku Indian Amerika Utara, Chilean Indians, dan Chilean Hispanics, Eropa Utara, Amerika Utara dibandingkan Asia, lebih rendah pada Jepang. 2. Obesitas, sindroma metabolik: Kapasitas daya tamping garam empedu normal dan sekresinya pun demikian, tetapi ditandai ada peningkatan sekresi bilier dari kolestrol. 3. Penurunan berat badan: Mobilisasi kolestrol jaringan akan meningkatkan sekresi bilier dari kolestrol sedangkan siklus enterohepatiknya menurun. 4. Hormon seks perempuan 5. Kehamilan: Kelainan pengosongan kandung empedu yang bisa saja dikarenakan progesteron bersamaan dengan pengaruh estrogen, sehingga meningkatkan sekresi kolestrol bilier. 6. Pertambahan usia: Adanya peningkatan sekresi bilier kolestrol, pengurangan daya tamping garam empedu, dan penurunan sekresi garam empedu. 7. Hipomotilitas kandung empedu yang berujung pada stasis dan pembentukan endapan a. Nutrisi parentral yang berkepanjangan. b. Puasa. c. Kehamilan. d. Obat-obat seperti octreotide. 8. Pengobatan clofibrate: meningkatkan sekresi bilier kolestrol. 9. Pengurangan sekresi asam empedu a. Sirosis bilier primer.



b. Kerusakan genetik gen CYP7A1. 10. Penurunan sekresi fosfolipid: kerusakan genetik dari gen MDR3. 11. Tidak diketahui a. Kalori tinggi, diet tinggi lemak. b. Kerusakan medulla spinalis.



Batu Pigmen 1. Faktor demografi/genetik: Asia, lingkungan pedesaan. 2. Hemolisis kronik. 3. Alkoholik sirosis hepar. 4. Anemia pernisiosa. 5. Fibrosis kistik. 6. Infeksi kronis traktus bilier, infeksi parasit. 7. Pertambahan usia. 8. Penyakit usus, reseksi atau bypass ileus.



Berikut adalah faktor risiko kolelitiasis: 1. Faktor Usia Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.1 Dengan demikian, semakin bertambah usia seseorang, angka kejadian kolelitiasis bisa meningkat dikarenakan sebagai berikut.8 a. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan. b. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia. c. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.



2. Jenis Kelamin Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.5,9



3. Berat Badan Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.1,5 4. Makanan Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.5 Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.8 5. Aktivitas Fisik Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.9



2.6



Diagnosis Algoritma pasien dengan batu empedu dapat dilihat pada gambarberikut ini.



Gambar 2.5. Algoritme pasien dengan batu expedition Menegakkan diagnosis kolelitiasis dapat melalui serangkaian diagnostik



Anamnesis Setengah sampai 2/3 penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung >15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih 1/4 penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.5



Pemeriksaan Fisik 1. Batu Kandung Empedu Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. 2. Batu Saluran Empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.



Pemeriksaan Penunjang 1. Transabdominal Ultrasound Merupakan parameter diagnostik terbaik untuk mendeteksi kehadiran batu kandung empedu karena bersifat non-invasif. Secara relatif, tidak mahal dan tidak memiliki bahaya radiasi. Pemeriksaan ini dilakukan apabila pasien sudah berpuasa minimal 8 jam sebelumnya. Karakteristik batu yang tampak pada umumnya: gravel dan sludge. Secara keseluruhan batu kandung empedu memiliki pencitraan echogenic foci dengan acoustic shadow. Namun, pada jenis sludge acoustic shadow tidak ditemui. Kelemahan dari pemeriksaan ini adalah operator-dependent.5



Gambar 2.6. Gambaran polip kandung empedu dibanding dengan batu empedu .



2. CT Scan CT scan jarang digunakan untuk screening awal batu empedu, kurang sensitif, dan lebih mahal dibandingkan cara skrining yang lain serta terdapat paparan radiasi. CT scan berguna untuk menunjukkan pelebaran saluran empedu dan adanya lesi massa, CT scan merupakan pilihan bila dicurigai kuat adanya tumor (seperti kanker pancreas) yang menyumbat duktus koledokus.16



3. Endoscopic Ultrasound Pencitraan daripada kandung empedu dapat dilihat dengan EUS. Pada EUS, transducer ultrasound diletakkan diujung endoscope yang akan kontak dengan antrum gaster, yang dekat dengan kandung empedu. Hal ini memungkinkan visualisasi yang tidak terganggu oleh bowel gas, subcutaneous tissue, ataupun hepar. Secara umum, EUS lebih sensitif daripada transabdmominal ultrasound khususnya pada pasien obesitas, dan pasien yang tidak memungkinkan untuk pemeriksaan transabdominal.



4. PTC



PTC adalah suatu teknik visualisasi saluran empedu (cholangiography) secara langsung dengan penempatan jarum halus melalui dinding dada dan parenkim hati ke dalam cabang saluran empedu di kanan atau di kiri, kemudian disuntikkan secara langsung bahan kontras. Penyulit PTC terjadi pada 5% kasus, berupa kolangitis, sepsis, perdarahan, peritonitis, dan pneumothoraks. Prosedur ini dapat dilanjutkan dengan drainase bilier dan penarikan batu empedu. Cara ini merupakan alternatif bila gagal melakukan ERCP.16



5.Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) ERCP dilakukan bila diperlukan gambaran definitif system bilier dan saluran pancreas. ERCP adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan cara cholangiography dan pancreatography langsung secara retrograde. Melalui kanulasi papilla vateri, kontras disuntikkan ke dalam saluran bilier atau pancreas. Indikasi utama ERCP adalah icterus obstruktif, misalnya karena batu empedu.16



6. MRI/MRCP MRCholangiopancreatography (MRCP) MRCP merupakan suatu adaptasi MRI dengan sensitivitas dan spesifisitas >90% untuk batu saluran empedu dibandingkan dengan ERCP. MRCP merupakan pilihan terbaik apabila terdapat kecurigaan adanya batu di saluran empedu. Bila dicurigai kuat ada batu koledokus, ERCP didahulukan karena bisa diikuti oleh ekstraksi batu perendoskopi. Keuntungan MRCP diantaranya non-invasif, dan tidak menggunakan bahan kontras.16



7. Foto Konvensional X-ray



Sangat tidak sensitif, karena hanya 10% dari kolelitiasis yang memiliki kandungan kalsium yang cukup untuk tampak gambaran opaque pada foto polos.



2.7



Diagnosis Banding Adanya rasa nyeri (tiba-tiba) di kuadran kanan atas perlu dipikirkan penyakit



lain, seperti pankreatitis akut, appendicitis retrosekal, perforasi tukak peptic, obstruksi intestinal, abses hati dan karsinoma hepatoselular. Pleuritis diafragmatis dapat juga disertai nyeri di daerah kandung empedu. Infark miokard juga harus selalu dipertimbangkan. Nyeri alih lesi otot dan lesi di radix spinalis juga dapat menyebabkan nyeri yang serupa dalam waktu 6 tahun. Oleh karena itu, bila mungkin tindakan yang terbaik adalah tindakan bedah dini.16



2.8



Prognosis Sekitar 75% pasien yang ditangani secara medis akan mengalami remisi dari



gejala akut dalam kurun waktu 2-7 hari perawatan RS. Pada 25% kasus, timbul penyulit, misalnya empyema dan hidrops, gangrene, dan perforasi, pembentukan fistula dan ileus batu empedu dan kandung empedu porselen. Dalam hal ini, diperlukan segera tindakan bedah. Dari 75% pasien kolesistitis akut dengan gejala yang mereda, hampir ¼ nya akan kambuh dalam kurun waktu 1 tahun, dan 60% setidaknya akan mendapat 1x serangan kekambuhan dalam waktu 6 tahun. Oleh karena itu, bila mungkin, tindakan yang terbaik adalah tindakan bedah dini.16



2.9



Penatalaksanaan Penatalaksanaan dalam kolelitiasis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan



prosedur non-bedah, dan prosedur bedah. Penatalaksanaan Non-bedah 1.



Disolusi Medis



Pada pasien yang kantung empedunya masih berfungsi dengan baik dan batu radiolusennya berdiameter 40 tahun







Sirosis Hepar







Makanan berlemak



Faktor Resiko yang terdapat pada pasien: -



Makanan berlemak



Diagnosis



Diagnosis kasus



-Anamnesis



Anamnesis



Setengah



sampai



penderita



dua



kolelitiasis



asimtomatis.



Keluhan



pertiga Pada anamnesis dijumpai nyeri perut adalah kanan atas yang dipicu makan makanan yang berlemak. Nyeri dirasakan kurang lebih



mungkin timbul adalah dispepsia 30 menit, dan bersifat hilang timbul. yang



kadang



disertai



intoleran



terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran



kanan



atas



atau



perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan



kadang



baru



menghilang



beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tibatiba.



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan fisik



Pada pemeriksaan ditemukan nyeri Nyeri tekan hipokondrium kanan (+) tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila



nyeri



tekan



bertambah



sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari



tangan



pemeriksa



dan



pasien



empedu



tidak



berhenti menarik nafas. Batu



saluran



menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Pemeriksaan penunjang : 1. Pemeriksaan Laboratorium 2. USG 3. CT scanning 4. Endoscopic Ultrasound 5. PTC 6. ERCP 7. MRCP 8. X ray



Pemeriksaan penunjang kasus :



1. X ray (Foto Thoraks)



Penatalaksanaan



Penatalaksanaan kasus



a. Penanggulangan non bedah



Aktivitas



: Tirah baring



1. Disolusi Medis



Supportif



: IVFD



2.Endoscopic Retrograde Cholangio NaCl 0,9%



NaCl 3% +



7 gtt/i dan 10 gtt/i, O2 1-2



Pancreatography (ERCP)



l/menit via nasal canule



b. Penanggulangan bedah, yaitu:



Medikamentosa



1. Kolesistektomi terbuka



- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam



:



-Inj. Ranitidine 50 mg/12jam -Inj. Ketorolac 30 mg/8jam



BAB 6 KESIMPULAN



Seorang permpuan, N, berusia 52 tahun datang dengan nyeri perut bagian atas yang dipicu makan makanan berlemak. Pasien kemudian didiagnosis dengan cholelithiasis dan ditatalaksana awal dengan : tirah baring, IVFD NaCl 3% + NaCl 0,9%



7 gtt/i dan 10 gtt/i, O2 1-2L/i via nasal canule, Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam,



Dulcolax 2 tab, Inj. Ketorolac 30 mg/8jam. Pasien dirawat dan kemudian di operasi cholecsistectomy dan dipulangkan 2 hari kemudian dengan edukasi dan dijadwalkan kontrol ke poli.



DAFTAR PUSTAKA



1. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, dkk, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jilid I. Jakarta : FKUI. 2014. Hal 2020-25. 2. Tanto C, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-4. Media Aesculapius, FKUI 2014. 3. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. 4. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. 5. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 6. Amirudin R. Fisiologi dan biokimia hati. Dalam: Sudoyo AW, dkk, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jilid I. Jakarta : FKUI. 2014. Hal. 1927-34. 7. Richard, S., 2002. Anatomi klinik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 8. Jing-Sen Shi,dkk., 2001. Studies on Gallstone in China. World Journal of Gastroenterology. http://www.wjgnet.com. Akses 25 Mei 2017. 9. Hayes, P, Mackay,T., 1997. Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 10. Greenberger NJ, Paumgartner G. Diseases of the gallbladder and bile ducts. Dalam: Kasper, dkk, penyunting. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi ke-19. New York: McGraw-Hill. 2015. Hal 2075-82.



11. Tengadi, K, dkk., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian III. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. 12. Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Penerbit PT Alumni. Bandung. 13. Grace P, Borley N., 2006. At a Glance, Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. 14. Cunningham, F, dkk., 2005. Obstetri Williams. Volume 2. Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 15. Zakko SF. Uncomplicated gallstones disease in adults. Wolters Kluwer. 2017. http://www.uptodate.com/contents/uncomplicated-gallstone-disease-inadults?source=search_result&search=uncomplicated+gall+stone+in+adults&s electedTitle=1~150. 16. Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, dkk, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi ke-1 revisi. Jakarta: Sagung Seto. 2012. Hal 171188. 17. Medica, D., Kenali Manajemen Batu Empedu. http://www.dexa-medica.com. Akses 5 Juni 2017. 18. Almatsier, S. 2006. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 19. Farmacia., 2010. Cholangiolithiasis. http://www.majalah-farmacia.com. Edisi Juni 2010 (Vol.9 No.11). Akses 5 Juni 2017. 20. Medica, D., Kenali Manajemen Batu Empedu. http://www.dexa-medica.com. Akses 5 Juni 2017.