Lapkas Fimosis New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



LATAR BELAKANG Kelainan pada genitalia eksternal sangat menggangu bagi penderita terutama untuk orang tua penderita, yang secara tak sadar telah menggangu emosional mereka, baik dari segi struktur alat reproduktif ini dan mungkin juga akibat yang akan ditimbul digenerasi masa depan mereka. Pada janin laki-laki, tubercle memperbesar untuk membentuk penis lipatan genital menjadi batang dari penis dan lipatan labioscrotal memadukan untuk membentuk scrotum. Pembentukan terjadi selama 12-16 minggu kehamilan dan testicular hormon yang berperan besar dalam keadaan ini. Testosterone dan metabolite aktifnya, dihydrotestosterone, menentukan stabilisasi dan pembentukan penuh genitalia internal dan eksternal. Kelainan pada fase ini dapat menyebabkan kelainan kongenital yang dapat berpengaruh besar pada perkembangan fisik maupun psikologis dari si anak sendiri maupun orang tua mereka. Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke belakang sulkus. Glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada lakilaki usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. PENGERTIAN Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar. (Ngastiyah.2005) Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing. Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi kemungkinan timbulnya infeksi pada uretha kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal. ( wafi nur.2010). Sedangkan parafimosis merupakan kebalikan dari fimosis dimana kulit preputium setelah ditarik ke belakang batang penis tidak dapat dikembalikan ke posisi semula (ke depan batang penis) sehingga penis menjadi terjepit. fimosis dan parafimosis yang didiagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang belum disunat (disirkumsisi, circumcision) atau telah dikhitan namun hasilnya kurang baik. Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya tersering pada masa bayi dan remaja. B. ETIOLOGI



Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.



a. Konginetal (fimosis fisiologis) Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidakdapatditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapisan glans dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis. b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka. C. PATOFISIOLOGI Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan perlahan-lahan



memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal.. Pada bayi, preputium normalnya melekat pada glans tapi sekresi materi subaseum kental secara bertahap melonggarkannya.Pada usia 3 tahun, sebagian besar prepusium sudah dapat di retraksi. Namun pada sebagian anak, perpusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung perpusium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat menggangu fungsi miksi. Tapi karena adanya komplikasi sirkumsisi, juga dimana terlalu banyak prepusium tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi yng timbul di bawah prepusium yang berlebihan.Sehingga pada akhirnya, prepusium menjadi melekat dan fibrotik kronis di bawah prepusium dan mencegah retraksi. D. TANDA DAN GEJALA Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat. Jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastik lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya).Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.



Tanda dan gejala fimosis diantaranya : 1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin 2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih.Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit. 3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit. 4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan 5. Air seni keluar tidak lancar.Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga 6.Bisa juga disertai demam 7.Iritasi pada penis. E. KOMPLIKASI 1.Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih 2.Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut. 3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin. 4. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.



5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis. 6. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal. 7. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis. F. PENATLAKSANAAN Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang membuka. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat. Fimosis kongenital biasanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke belakang batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan batang penis setiap selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka,



fimosis didapat, bahkan parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputiurn tanpa memotongnya).Indikasi medis utama dilakukannya tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun, tetapi kadang orang tua tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat di coba dengan melebarkan lubang prepusium dengan cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut dan biasanya akan terjadi luka. Untuk mencengah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotic.Tindakan ini mula-mula di lakukan oleh dokter. Melakukannya seperti yang di lakukan dokter. Selanjutya di rumah orang tua di minta untuk melakukannya seperti yang dilakukan dokter, tetapi jangan sampai di paksakan. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama, periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan.Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari penis. fimosis yang di sertai balaniits xerotica obliterans dapat di berikan salep deksamethasone, 0,1% yang di oleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian, preputium dapat di



retraksi spontan.Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yan g masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun Cara menjaga kebersihan pada fimosis 1. Bokong Area ini mudah terkena masalah, karena sering terpapar dengan popok basah dan terkena macammacam iritasi dari bahan kimia serta mikroorganisme penyebab infeksi air kemih/tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju. Biasanya akan timbul gatal-gatal dan merah di sekitar bokong. Meski tak semua bayi mengalaminya, tapi pada beberapa bayi, gatal-gatal dan merah di bokong cenderung berulang timbul.Tindak pencegahan yang penting ialah mempertahankan area ini tetap kering dan bersih. Tindakan yang sebaiknya dilakukan: 1. Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau bepergian. 2. Jangan ganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang cocok untuk bayi Anda. 3. Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers, kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil/besar). 4. Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan cukup hangat sehingga ia tak kedinginan. 5. Jika peradangan kulit karena popok pada bayi Anda tak membaik dalam 1-2 hari atau bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter . 2. Penis



a. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat, menggunakan kasa. Membersihkannya sampai selangkang. Jangan digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke bawah, dengan cara satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang. b. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi. c. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa menyebabkan iritasi.



BAB III LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama



: An. C. M.



Umur



: 11 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



Suku / Bangsa



: Mongondow / Indonesia



Pekerjaan



: Tidak Sekolah



Status



: Belum menikah



Alamat



: Mapusi, Lolayan



MRS



: 24 Juli 2016, Jam 19.40



B. ANAMNESA Penderita datang dengan riwayat trauma benda tajam pada dada saat berkendara motor. Awalnya penderita sedang berkendara motor dalam perjalanan pulang bersama dengan temannya dengan posisi penderita dibonceng dibelakang. Tiba-tiba motor yang dikendarai jatuh saat akan berbelok, penderita pun terjatuh dan dada penderita mengenai benda tajam yang dibawanya berupa linggis.



C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis KU



: Tampak sakit



Kesadaran



: Compos Mentis



Tanda vital



: Tekanan Darah



: 110/80 mmHg



Nadi



: 86 x/menit



Respirasi



: 28 x/menit



Suhu



: 36,0oC



Status Generalis Kepala dan Leher Kepala



: Normocephali



Mata



: Konjunctiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor Ø 3mm-3mm



THT



: Tidak ada kelainan



Leher



: Tidak ada kelainan



Thoraks Inspeksi



: Pergerakan dada simetris kiri = kanan



Palpasi



: Stem Fremitus kiri = kanan



Perkusi



: Sonor kiri = kanan



Auskultasi



: Suara pernafasan vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen Inspeksi



: Datar



Palpasi



: Lemas, nyeri epigastrium (-), Hepar/Lien tidak teraba



Perkusi



: Timpani



Auskultasi



: Bising Usus (+) normal



Ekstremitas



Superior



: Tidak ada kelainan



Inferior



: Udem -/-



D. DIAGNOSIS KERJA : Open Pneumothorax ec Trauma Tajam Thorax



E. TINDAKAN DAN RENCANA PEMERIKSAAN - O2 2-4 lpm via nasal kanul - IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxon inj 1 gr vial/ 12 jam (ST) - Asam Tranexamat inj 1 amp/ 8 jam - Ketorolac inj 1 amp/12 jam - Ranitidin inj 1 amp/ 12 jam - Plester 3 sisi - TFT im - DL - Foto Thorax AP tegak



F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan X-Foto Thorax (24/07/2016)



Cor



: CRT = (A + B)/C = (5 cm + 8 cm)/30 cm = 0,43 cm = 43% CRT < 50% = Jantung dalam batas normal



Pulmo : Trakea di tengah Asimetris kanan kiri Sudut costophrenicus kanan & kiri tajam Kesan : Foto thorax normal



Follow Up Pasien : (11/11/2016) S



: Sesak (+), Nyeri Dada (+)



O



: Pulmo Inspeksi



: Simetris ki=ka



Palpasi



: Stem Fremitus ka ↓



Perkusi



: Kanan = Redup, Kiri = Sonor



Auskultasi



: Sn Vesikuler, kanan ↓



A



: Open Pneumothorax ec Trauma Tajam Thorax



P



: - IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxon inj vial 1gr / 12 jam iv - As Tranexamat inj 1 amp/ 8 jam



- Ketorolac inj 1 amp/ 8 jam - Ranitidin inj 1 amp/ 12 jam - Plester 3 sisi



Pemeriksaan Laboratorium (25/07/2016) Darah Lengkap Hemoglobin



: 14,1 g/dL



Hematokrit (PCV)



: 39,6 %



Eritrosit



: 3,92 x 106/µL



MCV



: 101 fL



MCH



: 36,0 pg



MCHC



: 35,2 g/dL



Leukosit



: 9,2 x 103/µL



Trombosit (PLT)



: 226000/µL



(26/07/2016) S



: Sesak (+)



O



: Pulmo Inspeksi



: Simetris ki=ka



Palpasi



: Stem Fremitus ka ↓



Perkusi



: Kanan = Redup, Kiri = Sonor



Auskultasi



: Sn Vesikuler, kanan ↓



A



: Open Pneumothorax ec Trauma Tajam Thorax



P



: - IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxon inj vial 1gr / 12 jam iv - As Tranexamat inj 1 amp/ 8 jam - Ketorolac inj 1 amp/ 8 jam - Ranitidin inj 1 amp/ 12 jam - X-foto thorax tegak - Debridement luka/ Pemsangan WSD



Pemeriksaan X-Foto Thorax (26/07/2016)



Laporan operasi Diagnosa Pre-Operasi : Vulnus Trauma Thorax Dextra + Pneumothorax Dextra Diagnosa Pasca Operasi : Vulnus Trauma Thorax Dextra + Hematopneumothorax Dextra I - Disinfeksi lapangan operasi - Ditutup dengan doek steril - Tampak luka terbuka di hemithorax dextra ICS 5-6 - Luka dicuci dengan NaC 0,9% - Luka dijahit - Operasi selesai II - Dilakukan insisi di ICS 4 diperdalam - Identifikasi ICS 4 - Dilakukan insisi (diperdalam) hinggan menembus rongga paru - Keluar udara dan darah - Dilakukan pemsangan selang WSD - Luka op dijahit - Operasi selesai



(27/07/2016)



S



: Batuk (+)



O



: Pulmo Inspeksi



: Simetris ki=ka



Palpasi



: Stem Fremitus ka = ki



Perkusi



: Sonor ka = ki



Auskultasi



: Sn Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-



A



: Vulnus Trauma Thorax Dextra + Hematopneumothorax Dextra



P



: - IVFD RL 20 tpm - Ceftriaxon inj (Bioxon) vial 1gr / 12 jam iv - As Tranexamat inj (Plasminex) 1 amp/ 8 jam - Ketorolac inj (Farpain) 1 amp/ 12 jam - Ranitidin inj 1 amp/ 12 jam



(28/07/2016) S



: Gelembung saat batuk (+)



O



: Pulmo Inspeksi



: Simetris ki=ka



Palpasi



: Stem Fremitus ka = ki



Perkusi



: Sonor Kanan = Kiri



Auskultasi



: Sp Vesikuler, kanan = kiri



A



: Vulnus Trauma Thorax Dextra + Hematopneumothorax Dextra



P



: - IVFD RL 20tpm - Ceftriaxon inj (Bioxon) vial 1gr / 12 jam iv - As Tranexamat inj (Plasminex) 1 amp/ 8 jam - Ketorolac inj (Farpain) 1 amp/ 12 jam - Ranitidin inj 1 amp/ 12 jam



(29/07/2016) S



: Sesak (+)



O



: Pulmo Inspeksi



: Simetris ki=ka



Palpasi



: Stem Fremitus ka ↓



Perkusi



: Kanan = Redup, Kiri = Sonor



Auskultasi



: Sn Vesikuler, kanan ↓



A



: Vulnus Trauma Thorax Dextra + Hematopneumothorax Dextra



P



: - Aff Infus - Aff WSD - Cefixime 2x1 tab



- As Tranexamat 3x1 tab - As Mefenamat 3x1 tab (30/07/2016) S



: Sesak (-)



O



: Pulmo Inspeksi



: Simetris ki=ka



Palpasi



: Stem Fremitus Kanan = Kiri



Perkusi



: Sonor Kanan = Kiri



Auskultasi



: Sn Vesikuler, Kanan = Kiri



A



: Vulnus Trauma Thorax Dextra + Hematopneumothorax Dextra



P



: Rawat Jalan



BAB IV PENUTUP



A. KESIMPULAN Fimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing.Fimosis dapat terdiri dari fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul



sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anakbahkan sampai masa remaja dan fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis). Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir dan usia 3-4 tahun karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Pada usia 3 tahun, sebagian besar prepusium sudah dapat di retraksi. Namun pada sebagian anak, perpusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung perpusium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat menggangu fungsi miksi, sehingga di sebut fimosis patologik. Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di ujung preputium.Sedangkan jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastik lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya).



B. SARAN Agar dapat mengatasi kematian bayi dan anak karena fimosis, baik yang kongenital atau yang didapat maka perlu di perhatikan adalah ketika bayi baru lahir maka harus segera diperiksa dengan teliti kelengkapan organ- organ tubuh terutama alat kelamin sehingga kelainan kongenital dapat segera di atasi secara dini. Selain itu hal paling dasar yang harus diperhatikan adalah kebersihan bayi, terutama daerah bokong dan penis.



DAFTAR PUSTAKA



1. Haws., Paulette S..2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC 2.



Ngastiyah.



2005. Perawatan



Anak



Sakit.



EGC 3. Nur,Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.



Jakarta:



4. http://www.google.com/kelainan kongenital pada anak-fhimosis, minggu, 3 november 2013, 10.00-12.00 WIB. 5. http://www.google.com/kelainanfhimosis, minggu, 3 november 2013, 10.00-12.00 WIB.