Laporan Akhir Ekologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji syukur kami kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang mana kami diberi kesehatan dan dapat melaksanakan praktikum dengan lancar, tidak terkendala dan menyelesaikannya laporan yang berjudul “ Ekosistem Hutan Alami, Sungai Alami, Sawah dan Danau Buatan ” dengan baik juga. Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum ekologi. serta diharapkan dapat memberikan informasi pada orang lain tentang berbagai ekosistem yang terdapat pada hutan alami, sungai alami, sawah dan danau buatan. Dalam penyusunan laporan ini kami terlebih dahulu melakukan berbagai pengamatan serta mendapatkan bimbingan, arahan dan pengetahuan hingga kami mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan laporan ini, terima kasih kepada: 1. Bapak Yeeri Badrun, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Ekologi Umum 2. Ibu Novia Gesriantuti M,Si selaku Kepala Laboratorium Biologi. 3. Kakak Asisten Praktikum yang membimbing dan mengarahkan kami dalam melakukan praktikum dan menyelesaikan laporan ini. Demikian laporan praktikum yang kami buat, mohon kritik dan saran yang mendukung, agar biasa kami jadikan acuan untuk penyusunan laporan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi kami selaku penulis.



Pekanbaru, 03 Januari 2020



Penulis



DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... I.1 Latar Belakang..................................................................................... I.1.1 Hutan Alami................................................................................. I.1.2 Sungai Alami................................................................................ I.1.3 Danau Buatan............................................................................... I.1.4 Sawah............................................................................................ I.2 Tujuan................................................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 2.1 Hutan Alami........................................................................................ 2.2 Sungai Alami....................................................................................... 2.3 Sawah................................................................................................... 2.4 Danau Buatan...................................................................................... BAB III METODOLOGI........................................................................................ 3.1 Waktu Dan Tempat.............................................................................................. 3.1.1 Waktu dan tempat ekosistem hutan alami............................................. 3.1.2 Waktu dan tempat ekosistem sungai alami........................................... 3.1.3 Waktu dan tempat ekosistem sawah ..................................................... 3.1.4 Waktu dan tempat ekosistem danau buatan.......................................... 3.1.5 Waktu dan tempat pembuatan herbarium.............................................. 3.2 Alat Dan Bahan.................................................................................................... 3.2.1 Alat dan bahan praktikum ekosistem hutan alami................................. 3.2.2 Alat dan bahan praktikum ekosistem sungai alami............................... 3.2.3 Alat dan bahan praktikum ekosistem sawah......................................... 3.2.4 Alat dan bahan praktikum ekosistem danau buatan..............................



3.2.5 Alat dan bahan pembuatan herbarium................................................... 3.3 Cara Kerja................................................................................................ 3.3.1 Cara kerja pada praktikum hutan alami..................................... 3.3.2 Cara kerja pada praktikum sungai alami................................... 3.3.3 Cara kerja pada praktikum ekosistem sawah............................. 3.3.4 Cara kerja pada praktikum ekosistem danau buatan................. 3.3.5 Cara kerja pada pembuatan herbarium...................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 4.1 Hasil Pengamatan................................................................................................. 4.1.1 Hasil pengamatan hutan alami....................................................... 4.1.2 Hasil pengamatan sungai alami...................................................... 4.1.3 Hasil pengamatan sawah................................................................ 4.1.4 Hasil pengamatan danau buatan..................................................... 4.2 Pembahasan.......................................................................................................... 4.2.1 Pembahasan hutan alami........................................................... 4.2.2 Pembahasan sungai alami......................................................... 4.2.3 Pembahasan sawah.................................................................... 4.2.4 Pembahasan danau buatan......................................................... 4.4.5 pembahasan pembuatan herbarium........................................... BAB V PENUTUP.................................................................................................... 5.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 5.2 Saran..................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................



BAB I PENDAHULUAN 1.



Latar Belakang 1.1.1



Hutan Alami



Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan masyarakat tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangatlah erat.Hutan dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masingmasing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung. Salah satu faktor penyusun tumbuhan hutan alami adalah vegetasi. Vegetasi merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan yang hidup bersama disuatu tempat.Vegetasi selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan kaedaan habitatnya.Dengan itulah maka perlu melakukan kegiatan analisis vegetasi. Hutan juga



komponen



terpenting dari kehidupan manusia maupun keseimbangan ekologi. Oleh karenanya potensi yang meliputi komposisi jenis tumbuhan, dominasi jenis kerapatan dan lainnya sangat perlu diukur.Hal ini sangat penting untuk menentukan perlakuan yang harus dilakukan dari suatu luasan hutan.(Latifah, 2010). Di dalam suatu ekosistem terjadi interaksi antara komunitas dan komunitas lainnya serta lingungan abiotiknya.Interaksi ini menyebabkan aliran energi melalui peristiwa makan dan dimakan. Pada peristiwa aliran energi ini, komponen ekosistem khususnya komponen biotik memiliki tiga peran dasar, yaitu produsen, konsumen dan dekomposer.Penyusun utama produsen dalam suatu ekosistem,  khususnya di daratan adalah tumbuhan. Organisme  ini  mampu membuat  makanannya



sendiri



dengan



fotosintesis. Produsen merupakan



bantuan sinar



matahari. Peristiwa ini disebut



organisme autotrof,  yaitu  organisme  yang



mampu menyusun atau  membuat makanannya sendiri. Adapun konsumen adalah organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak dapat membuat makanannya sendiri. Untuk



memenuhi



kebutuhannya, organisme ini bergantung pada



organisme lain. Komponen biotik yang terakhir, yaitu dekomposer (pengurai). Dekomposer adalah organisme yang menguraikan sisa-sisa organisme yang telah mati menjadi zat-zat organik sederhana. Zat-zat sederhana ini akan digunakan kembali oleh produsen sebagai bahan nutrisi untuk membuat makanannya. Proses tersebut akan berlangsung terus-menerus di dalam suatu ekosistem (Indriyanto, 2011)



1.1.2



Sungai Alami



Sungai mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Setiawan, 2011). Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya dengan metode analisis kimia dan fisika air serta analisis biologi. Penggunaan parameter biologi sebagai bioindikator dalam suatu perairan sangat diperlukan,



karena organisme dalam suatu ekosistem yang hidup disungai



dipengaruhi oleh lingkungan sungai dalam periode yang relatif panjang. Analisis biologi khususnya analisis parameter untuk



kualitas air sungai dengan



makrozoobentos, dapat memberikan gambaran yang digunakan sebagai alternatif. Karena perubahan kualitas sungai dan substrat akan berpengaruh terhadap hidup makrozoobentos



sehingga



mempengaruhi



komposisi,



kelimpahan



dan



keanekaragaman makrozoobenthos yang bergantung pada toleransi atau sensitivitas terhadap perubahan lingkungan (Setiawan, 2011). 1.1.3 Danau buatan



Sering sekali terjadi kasus pada musim penghujan, volume air meningkat dan menyebabkan bencana banjir, sehingga hasil panen menurun karena tanaman rusak terendam air. Sedangkan sebaliknya, pada musim kemarau, hasil panen pun berkurang karena tanaman mati kekeringan. Oleh karenanya, hal tersebut harus dipikirkan bagaimana solusinya agar kebutuhan pangan manusia tetap terpenuhi. Salah satunya adalah membuat danau buatan. Dilihat dari namanya, danau buatan merupakan danau atau tempat penampungan air yang tidak terbentuk secara alami. Danau buatan atau waduk dibangun untuk memenuhi tujuan tertentu. Trik dari membangun waduk adalah dengan membendung aliran sungai yang akan membentuk cekungan dan terjadilah danau buatan (Hidayah, 2014). Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai salah satu bentuk ekosistem air tawar, danau memegang peranan sangat penting dan potensial untuk dikembangkan dan didayagunakan untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, perikanan, irigasi, sumber air bersih dan pariwisata. Dari sisi ekologi, danau juga beperan sebagai penyangga bagi kehidupan sekitarnya, dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang potensial bagi kesejahtraan masyarakat. Akan tetapi potensi-potensi tersebut akan dapat mensejahterakan secara berkelanjutan apabila pengelolaan dan pemanfaatannya mempertimbangkan kemampuan optimal dan daya dukung ekositem tersebut. Pemanfaatan yang berlebihan suatu potensi akan dapat menyebabkan gangguan terhadap potensi lainnya, bahkan dapat mengganggu potensi danau secara keseluruhan (Hidayah, 2014). Beragam aktivitas yang dilakukan di perairan sebagai tempat kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan dalam keramba jaring apung, pariwisata, dan rekreasi. Aktivitas yang dilakukan akan berpengaruh terhadap keberadaan biota air di danau tersebut diantaranya makrozoobentos. Keberadaan makrozoobentos di perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya ialah bakteri (dekomposer) yang membantu proses dekomposisi bahan organik. Bahan organik tersebut merupakan salah satu sumber makanan bagi makrozoobentos. Faktor abiotik yang berpengaruh ialah seperti



parameter fisika dan kimia perairan, diantaranya suhu, kecerahan, pH, oksigen terlarut,



kebutuhan



oksigen



biokimiawi



(BOD),



arus,



dan



kedalaman.



Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaringjaring makanan. Oleh karena itu, struktur komunitas makrozoobentos merupakan indikator yang baik untuk menilai tingkat pencemaran lingkungan perairan (Kutarg, 2010). 1.1.4 Sawah Keberadaan lahan sawah memiliki banyak fungsi, baik untuk kehidupan manusia maupun lingkungan. Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain sebagai penghasil bahan pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan, tempat bekerja, tempat rekreasi, tempat mencari ilmu, dan lain sebagainya. Fungsi lahan sawah bagi lingkungan dapat dilihat dari fungsi lahan sawah sebagai tempat hidup berbagai tumbuhan, tempat berkembang biak berbagai organisme hidup seperti cacing, berbagai serangga, burung, belut, ular, dan organisme lainnya, berperan dalam mencegah terjadinya banjir, erosi, maupun tanah tanah longsor. Meskipun demikian, jika tidak dikelola dengan baik, lahan sawah juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, seperti pencemaran air, tanah, dan udara akibat penggunaan bahan kimia dan mekanisasi pertanian (Sumono, 2012). Lahan pertanian yang berupa lahan sawah biasanya dicirikan oleh adanya pematang yang mengelilinginya dengan maksud untuk membatasi antara bidang lahan sawah satu dan bidang sawah lainnya. Di samping itu, pematang lahan dibuat juga untuk tujuan mencegah keluar masuknya air secara berlebihan sehingga kondisi air dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Ciri lain lahan sawah ialah jenis tanaman yang ditanam pada lahan sawah biasanya tanaman pokok padi pada musim hujan dan tanaman palawija (kacang-kacangan, jagung, umbiumbian), sayuran (kacang panjang, sawi, lombok dan bawang merah), maupun buah-buahan (melon, pepaya dan  semangka) dan tanaman lainnya (Sumono, 2012).



Keberadaan lahan sawah memiliki banyak fungsi, baik untuk kehidupan manusia maupun lingkungan. Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain sebagai penghasil bahan pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan, tempat bekerja, tempat rekreasi, tempat mencari ilmu, dan lain sebagainya. Fungsi lahan sawah bagi lingkungan dapat dilihat dari fungsi lahan sawah sebagai tempat hidup berbagai tumbuhan, tempat berkembang biak berbagai organisme hidup seperti cacing, berbagai serangga, burung, belut, ular, dan organisme lainnya, berperan dalam mencegah terjadinya banjir, erosi, maupun tanah tanah longsor. Meskipun demikian, jika tidak dikelola dengan baik, lahan sawah juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, seperti pencemaran air, tanah, dan udara akibat penggunaan bahan kimia dan mekanisasi pertanian (Makirim, 2013). Di desa Merangin, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar masih memiliki hutan-hutan yang alami dan juga di Air terjun Lubuk Nginio sungainya masih alami sehingga kami memutuskan untuk melakukan praktikum lapangan di daerah tersebut tentang ekosistem alami. Di bendungan Irigasi Sembat sekitar Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten kampar terdapat danau buatan yang sering dijadikan tempat pariwisata dan juga



umumnya di sana



terdapat banyak sawah yang ditanami padi, sebagai mata pencaharian masyarakat. Oleh karena itu, kami memutuskan daerah tersebut sebagai tempat



untuk



melakukan praktikum lapangan yang kedua, tentang ekosistem buatan.



1.2 Tujuan 1. Untuk menggambarkan komponen abiotik dalam suatu ekosistem. 2. Untuk menggambarkan kerapatan vegetasi pada suatu ekosistem sebagai salah satu faktor biotik. 3. Untuk menggambarkan komponen biotik (berupa serangga) dalam sualu ekosistem. 4. Menggambarkan komponen biotik suatu ekosistem dilihat dari susunan dan fungsinya.



5. Untuk mengetahui rantai makanan dan jaring-jaring makanan terbentuk pada suatu ekosistem.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Hutan Alami Hutan alami adalah hutan yang tumbuh secara alami tanpa adanya campur



tangan manusia yang terdiri dari bermacam komposisi jenis (heterogen), merupakan tegakan pohon seumur yang tidak memiliki ukuran pohon yang beragam atau hutan yang belum pernah mendapatkan gangguan manusia dan hanya mendapatkan sedikit gangguan untuk keperluan berburu, berkumpul dan penebangan pohon secara individu, bukan tegakan untuk mengambil buah atau kemenyan, yang dampak kerusakannya tidak berarti, sehingga hutan tersebut secara alami mampu kembali pada keadaan semula dalam hal struktur, fungsi dan dinamikanya (Suhendang 2002). Komponen ekosistem hutan alami yang lengkap harus mencakup produsen, konsumen, pengurai dan komponen abiotik. Sebagai produsen adalah tumbuhan hijau yang merupakan satu-satunya komponen ekosistem yang dapat mengikat energi matahari secara langsung dan diubah menjadi energi kimia dalam proses fotosintesis. Konsumen yang mengkonsumsi energi yang dihasilkan oleh produsen. Secara umum konsumen dibedakan menjadi makrokonsumen dan mikrokonsumen. Yang termasuk dalam makrokonsumen adalah herbivora (pemakan produsen langsung) dan karnivora (karnivora tingkat I, tingkat II, dan top-karnivora). Sedangkan yang termasuk ke dalam mikrokonsumen adalah pengurai, yakni organisme perombak bahan dari organisme yang telah mati melalui proses immobilisasi dan mineralisasi sehingga menjadi unsur hara yang siap dimanfaatkan oleh produsen (Indriyanto, 2006). Salah satu faktor penyusun hutan alami adalah vegetasi. Vegetasi merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan yang hidup bersama



di suatu tempat. Vegetasi selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah yang dipengaruhi oleh komponen ekosistem lain yang saling berinteraksi. Dengan saling berinteraksi akan membuat ekosistem berlangsung lama. Sehingga vegetasi pada tumbuhan secara alami pada wilayah tersebut merupakan pencampuran hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan mengalami perubahan drastis (Bakri, 2009). Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung. Analisis vegetasi dilakukan dengan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada. Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Pada umumnya analisis vegetasi dibedakan atas analisis vegetasi kualitatif dan kuantitatif (Latifa,2005). 2.2



Sungai Alami Sungai alami merupakan ekosistem alami yang terbentuk secara alami,



sehingga komponen komponen biotik yang di dalamnya lebih bervarian. Perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, sungai berasal dari air tanah, dan air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut. Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terrestrial, ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi daerah di sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan. Perairan sungai mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk ekosistem yang saling mempengaruhi. Komponen ekosistem sungai akan



terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Endri, 2013). Sungai dapat juga dianggap sebagai kesatuan ekosistem dimana serangkaian komunitas dipengaruhi oleh dan pada gilirannya, mempengaruhi factor-faktor fisik- kimia air di sekelilingnya. Selanjutnya ekosistem yang besar ini dapat dibagi lagi menjadi seksi atau daerah yang lebih kecil dimana parameter fisik- kimia mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap populasi organisme, dengan demikian menentukan perubahan komposisi dan adaptasi organisme dalam satu daerah yang berada di bawah pengaruh tersebut (James.2010). Ekosistem sungai dihuni oleh berbagai macam organisme. penghuni ekosistem sungai antara lain : 1. Neuston (meliputi organisme yang aktif di permukaan air). 2. Plankton (meliputi semua organisme mikroskopik yang melayang-layang dalam air). 3. Nekton meliputi berbagai organisme akuatik yang dapat bergerak. 4. Bentos (meliputi organisme khususnya hewan yang hidup atau aktif di dasar perairan). 5. Peropiton (meliputi organisme yang hidup menempel pada benda atau organisme lain). Sungai yang merupakan salah satu ekosistem perairan terbentuk karena adanya perbedaan tinggi antara sumber air dan muara. Sumber ini berasal dari air hujan yang masuk ke dalam tanah dan sebagian akan keluar sebagai mata air. Mata air inilah yang merupakan sumber air dari sungai. Sambil mengalir air sungai itu mengikis tanah dan batu-batuan yang dilewati. Kikisan tanah dan batubatuan yang berbentuk butir-butir dan melayang-layang dalam air dan ikut mengalir dengan air sungai ke laut, danau, waduk dan rawa-rawa. Intensitas pengikisan itu diantaranya dipengaruhi oleh jenis-jenis tanah dan batu-batuan yang dilewati. Tanah dan batu-batuan yang dikikis oleh air itu kerasnya berbeda, karena itu tak ada sebuah sungai yang mengalir secara lurus; mengalirnya sungai berkelok-kelok mengikuti ketinggian tanah dan memilih tanah danbatu-batuan yang lunak. Air sungai yang dalam perjalanannya menuju ke laut itu nyatanya



membawa dan mengangkut berbagai jenis benda dan bahan materil, seperti batubatuan, lumpur atau bahan- bahan organik pencemar (Nugroho, 2006). 2.3 Sawah Sawah adalah tanah yang digarap dan diairi untuk tempat menanam padi.untuk keperluan ini,sawah mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.Untuk mengairi sawah di gunakan system irigasi dari mata air, sungai, atau air hujan. Sawah yang terakhir di kenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi.padi yang di tanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (Purwono,2007). Sawah adalah tanah berlumpur di lahan datar dengan tekstur tanah berlempung yang keras di bagian dalam sehingga dapat menampung genangan air.Sawah biasanya di buat berpetak petak yang antara petak yang satu dengan yang lain di batasi oleh pematang. (purwono,2007) 2.3.1 Manfaat Sawah Sawah bermanfaat sebagai penghasil bahan pangan (khusus beras), penyedian sumber lapangan kerja (petani), penyedia sumber pendapatan bagi masyarakat dan sebagai sarana penumbuhan rasa kebersamaan(gotong royong). (Harmanto,2011) 2.4 Danau Buatan Danau buatan atau waduk di bangun untuk memenuhi tujuan tertentu.Trik dari membangun waduk adalah dengan membendung aliran sungai yang akan membentuk dan terjadilah danau buatan. (Agusta,2015) 2.4.1 Defenisi Danau Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin)yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas,yang dapat terjadi karena mencairnya gletser,aliran sungai,atau karena adanya mata air.Biasanya danau dapat di pakai sebagai sarana rekreasi,dan olahraga (Agusta,2015) Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang di genangi oleh air bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut di kelilingi oleh



daratan.Kebanyakan danau adalah air tawar dan juga banyak berada di belahan bumi utara pada ketinggian yang lebih atas. (Soprobowati,2012) 2.4.2 Manfaat Danau Manfaat danau buatan bagi kehidupan manusia adalah:(Kartamihardja,2015) 1. Menyimpan cadangan air Peningkatan volume air pada musim penghujan disimpan dalam waduk untuk dapat digunakan pada musim kemarau untuk menhindari kekeringan. 2. Mencegah banjir Waduk mempunyai pintu air raksasa yang berfungsi sebagai masuk-keluarnya aliran air secara bertahap untuk mengatur volume air di sungai. 3. Menyediakan sarana irigasi Sektor pertanian membutuhkan system pengairan atau irigasi untuk menjaga pertumbuhan tanaman.Air tersebut di dapat dari sungai atau waduk. 4. Menjadi suplai energy untuk pembangkit listrik tenaga air(PLTA) Air dialirkan melalui pipa penyalur menuju turbin penggerak untuk dikonservasi menjadi energy listrik melalui transmisi. 5. Menyediakan tempat budidaya tambak Petani tambak dapat mengembangbiakan varietas air tawar,seperti ikan dan udang di daerah sekitar waduk. 6. Persedian air minum Bekerja sama dengan perusahaan dengan air minum (PDAM)unutk menyaring kembali air dari danau buatan agar dapat di gunakan sebagai air minum. 7. Meggenapi kebutuhan sehari-sehari manusia Air dari danau buatan sifatnya tawar dan bersih.Dengan atau tanpa penyulingan kembali.Kebutuhan sehari-hari seperti mandi,memasak,mencuci.dan lainnya dapat memanfaatkan air waduk. 8. Sebagai temapat wisata dan rekreasi Contohnya adalah bendungan jatiluhur,terdapat area wisata dan olahraga air, serta tempat rekreasi keluarga.Hal ini dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar yang membuka usaha di sekitar tempat wisata.



2.4.3 Penyebab Terbentuknya Danau Buatan Danau merupakan sebuah tempat di kerak bumi sehungga merupakan salah satu bentuk permukaan bumi.Meski danau adalah berupa perairan.Namun karena letaknya ada di daratan maka danau merupakan bagian dari daratan.Disini ada beberapa faktor terbentuknya danau buatan yaitu: (Sopobrowati,2012) 1. Adanya aktifitas penambangan 2. Adanya kesengajaan dari manusia,hal yanag menyebabkan terbentuknya danau buatan karena kesengajaan manusia untuk tujuan tertentu,seperti untuk memperbanyak cadangan air.



BAB III METODOLOGI



3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Waktu dan Tempat Ekosistem Hutan Alami Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Hutan Alami Di Desa Marangin Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar”, dilaksanakan pada hari minggu, 15 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai, bertempat di Air terjun Lubuk Nginio, Desa Marangin,Kecamatan Kuok,Kabupaten Kampar. 3.1.2 Waktu dan Tempat Ekosistem Sungai Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Sungai Di Desa Marangin Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar”, dilaksanakan pada hari minggu, 15 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai, bertempat di Air terjun Lubuk Nginio, Desa Marangin,Kecamatan Kuok,Kabupaten Kampar. 3.1.3 Waktu dan Tempat Ekosistem Sawah Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Sawah di Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar”, dilaksanakan pada hari minggu, 29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai. Bertempat di Sawah sekitar Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. 3.1.4 Waktu dan Tempat Ekosistem Danau Buatan Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Danau Di Bendungan Irigasi Sembat, Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar”, dilaksanakan pada hari Minggu, 29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai.



Bertempat di Di Bendungan Irigasi Sembat,Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. 3.1.5 Waktu dan Tempat pembuatan Herbarium Pada pembuatan herbarium ini dilakukan pada hari senin, tanggal 16 Desember 2019 Pukul 15.00-selesai. Bertempat di Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Riau,Pekanbaru. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat dan Bahan pada Praktikum Ekosistem Hutan Alami Pada Praktikum Ekosistem Hutan Alat dan Bahan yang digunakan yaitu ,Alat nya adalah meteran tanah ,kayu patok, pisau, gunting, tali rafia, serbet, insecnet, botol spray, alat tulis, modul praktikum Ekology Umum, pinset, kamera untuk dokumentasi, gunting, thermometer. Sedangkan Bahan yang digunakan adalah kertas lakmus, sirup kurnia, alcohol 70%, lugol, kertas label, kardus, Koran, lakban, spidol, botol sampel, botol killing, aqua gelas, kertas hvs, plastik ziplok ukuran 10 kg dan 2 kg , toples sosis 5 buah, dan kapas. 3.2.2 Alat dan Bahan pada Praktikum Ekosistem Sungai Pada Praktikum Ekosistem Sungai alat yang digunakan adalah alat tulis, modul praktikum Ekology Umum, pinset, pipet tetes, ember, saringan, gayung, plankton net, sicchi meter, paralon, dan kamera untuk dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu lugol, kertas lakmus, botol sampel, kertas label dan lakban. 3.2.3 Alat dan Bahan pada Praktikum Ekosistem Sawah Pada Praktikum Ekosistem Sawah alat yang digunakan adalah alat tulis, modul praktikum Ekology Umum, pinset, thermometer, meteran, kayu patok, insectnet, tali rafia, Soil ph meter, hygrometer, GPS, Anemometer, Kamera untuk dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah sirup kurnia, aqua gelas, kertas Hvs, botol sampel, botol killing, toples sosis dan kertas label.



3.2.4 Alat dan Bahan Pada Praktikum Ekosistem Danau Buatan Pada Praktikum Ekosistem Danau Buatan alat yang digunakan adalah Sicchi meter, thermometer, ember, gayung, plankton net, paralon, kamera untuk dokumentasi, alat tulis, modul praktikum Ekology Umum, pinset, dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunnakan adalah kertas lakmus, kertas label, toples sosis, botol killing, lugol, dan botol sampel. 3.2.5 Alat dan Bahan Pembuatan Herbarium Pada pembuatan herbarium adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu Alatnya ada gunting, pisau catter, botol kispray, dan lakban. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tumbuhan yang akan dibuat herbarium, alcohol 70%, kardus, dan Koran. 3.3 Cara Kerja 3.3.1 Cara Kerja pada Praktikum Hutan Alami Prosedur kerja pada praktikum hutan alami yaitu langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan lahan atau lokasi yang akan digunakan untuk menganalisis vegetasi tumbuhan, langkah kedua membuat plot 10 x 10 meter untuk tumbuhan, selanjutnya membuat plot 2 x 2 meter untuk semai, dan 5 x 5 meter untuk pancang. Dengan cara menarik tali yang sudah diukur menggunakan meteran hingga membentuk lahan kecil pada tempat yang telah ditentukan. Kemudian meletakkan aqua gelas yang sudah berisikan sirup kurnia kemasingmasing sudut pada plot atau disebut dengan Pit Fall Trap, ini bertujuan agar serangga atau semut yang berjalan diatas tanah terjebak pada lubang tersebut. Selanjutnya mengidentifikasi dan menganalisis spesies yang berada pada masingmasing plot. Identifikasi terhadap jenis dan jumlah individu semua komponen biotik (tumbuhan dan satwa) dan pengukuran terhadap komponen abiotik (suhu, kelembapan, intensitas cahaya, kemiringan lahan, keasaman tanah dan ketinggian tempat dari permukaan laut). Dikedua ekosistem tanah dan ketinggian tempat dari langkah selanjutnya mencatat spesies yang ditemukan dan mencatat data dari hasil pengukuran dari komponen abiotik,langkah terakhir yaitu mengolah data ,yang



diperoleh dengan program R dengan untuk mencari indeks nilai penting (INP) dan indeks diversitas. 3.3.2 Cara Kerja pada Praktikum Ekosistem sungai Yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum ekosistem sungai, kemudian menentukan tempat untuk pengambilan sampel bentos. Diambil air menggunakan ember dan air tersebut disaring pada saringan, diambil air sebanyak 5 kali pengambilan. Setelah itu diperiksa saringan tersebut apakah ada organism didalamnya, kemudian diambil dan dipindahkan ke wadah sample. Kemudian pengambilan plankton dengan cara paralon ditekan hingga kedasar sungai lalu ditutup dan kemudian diangkat dan di saring. Keseluruhan volume yang tersaring dengan plankton net kemudian dipindahkan kewadah atau kedalam botol sampel yang sudah disiapkan dan diberi label sesuai kode masing-masing lokasi selanjutnya diberi lugol dan di lakban agar tidak tumpah.



Untuk menentukan suhu pada sungai yaitu dengan cara



mencelupkan thermometer ke dalam air sungai selama 15 menit. Selanjutnya mencari kedalaman pada sungai tersebut menggunakan sichi meter. Dan untuk mencari tingkat keasaman dari air sungai tersebut dilihat dengan kertas lakmus. 3.3.3 Cara Kerja pada Praktikum Ekosistem Sawah Cara kerja pada praktikum ini yaitu yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian menentukan tempat yang akan dijadikan tempat praktikum, setelah itu membuat plot pada lahan sawah dengan ukuran 10 x 10 meter, 5 x 5 meter dan 2 x 2 meter, dan diletakkan aqua gelas yang sudah berisi sirup kurnia ke masing-masing sudut pada plot atau disebut dengan Pit Fall Trap, ini bertujuan agar serangga atau semut yang berjalan diatas tanah terjebak pada lubang tersebut. Selanjutnya mengidentifikasi dan menganalisis spesies yang berada pada masing-masing plot. Kemudian penangkapan serangga menggunakan insect net, serangga yang terbang atau beraktivitas ditangkap menggunakan jarring atau insect net tersebut jika serangga sudah masuk didalam insectnet lalu insectnet di balikkan agar serangganya tidak



terbang. Setelah itu ambil serangga secara perlahan dan masukkan kedalam toples atau botol sampel sesuai ukuran serangga yang di dapat. 2.3.4 Cara Kerja pada Praktikum Ekosistem Danau Buatan Cara kerja pada praktikum ekosistem danau buatan ini yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, , kemudian menentukan tempat untuk pengambilan sampel bentos. Diambil air menggunakan ember dan air tersebut disaring pada saringan, diambil air sebanyak 5 kali pengambilan. Setelah itu diperiksa saringan tersebut apakah ada organism didalamnya, kemudian diambil dan dipindahkan ke wadah sample. Selanjutnya Untuk menentukan suhu pada danau yaitu dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam air sungai selama 15 menit. Selanjutnya mencari kedalaman pada sungai tersebut menggunakan sichi meter, lalu menghitung kecepatan arus pada danau Dan untuk mencari tingkat keasaman dari air sungai tersebut dilihat dengan kertas lakmus. Kemudian pengambilan plankton dengan cara paralon ditekan hingga kedasar danau lalu ditutup dan kemudian diangkat dan di saring. Keseluruhan volume yang tersaring dengan plankton net kemudian dipindahkan kewadah atau kedalam botol sampel yang sudah disiapkan dan diberi label sesuai kode masingmasing lokasi selanjutnya diberi lugol dan di lakban agar tidak tumpah. 2.3.5



Cara pembuatan Herbarium Cara kerja pada pembuatan herbarium ini adalah yang pertama kali



dilakukan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu dibersihkan spesimen yang akan dibuat herbarium dengan membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan. Kemudian dikeringkan, setelah kering baru disemprot dengan alcohol 70% ke seluruh bagian pada tumbuhan tersbut hingga basah. Lalu dikeringkan lagi, setelah itu spesimen dikeringkan lagi. Setelah kering spesimen dijepit dengan kertas Koran dan dihimpit dengan kardus, lalu di lakban sampai rapat hingga tidak ada udara yang dapat masuk. Kemudian di diamkan selama satu minggu, selama satu minggu itu Koran diganti setiap dua hari sekalai agar tidak berjamur. Setelah tumbuhan mengering lalu tumbuhan disetrika dengan dialasi kain diatasnya supaya tidak kusut. Kemudian ditempelkan pada kertas padi



dan di selotip atau dijahit bagian tengahnya saja agar tidak lepas atau jatuh dan dibuat klasifikasi dan ciri-cirinya. Setelah itu baru ditutup dengan plastik kaca dan dibingkai dengan sebagus mungkin.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Pengamatan 1. Ekosistem Hutan Parameter pengamatan yang dilakukan:  Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem) Pengamatan pada ekosistem Hutan hanya dilakukan untuk parameter daratan, tidak dilakukan pengukuran untuk parameter perairan.  Praktikum II (Menghitung Kerapatan Vegetasi)  Praktikum III (Menghitung Serangga)  Praktikum IV (Menghitung Fauna Mengatasi Plankton dan Bentos)  Praktikum V (Aliran Energi) 2. Ekosistem Sungai Parameter pengamatan yang dilakukan:  Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem) Pengamatan pada ekosistem Sungai hanya dilakukan untuk parameter perairan, tidak dilakukan pengukuran untuk parameter daratan.  Praktikum IV (Menghitung Fauna melepaskan Fauna Darat)  Praktikum V (Aliran Energi) 3. Ekosistem Danau  Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem) Pengamatan pada ekosistem danau hanya dilakukan untuk parameter perairan, tidak dilakukan pengukuran untuk parameter daratan.  Praktikum IV (Menghitung Fauna melepaskan Fauna Darat)  Praktikum V (Aliran Energi)



1.



Ekosistem Buatan (sawah)  Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem)  Praktikum II (Menghitung Kerapatan Vegetasi)



 Praktikum III (Menghitung Serangga)  Praktikum IV (Menghitung Fauna Mengatasi Plankton dan Bentos)  Praktikum V (Aliran Energi) 4.1.1 Hasil Pengamatan Hutan Alami a) Deskripsi lokasi Praktikum analisis vegetasi hutan alami ini dilakukan pada hari Minggu, 15 Desember 2019 pukul 08.00 s/d Selesai. Di Desa Merangin, Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar Provinsi Riau. b) Komponen abiotik(fisika dan kimia) Tabel hasil pengamatan parameter. No



Parameter



Alat



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Kondisi awan Temperature udara Temperature tanah Kelembaban tanah pH tanah Intensitas cahaya matahari Kebisingan Ketinggian tempat



Visual Thermometer Thermometer Hygrometer Soil pH tester Visual



7. 8.



Hasil Pengukuran 30º C 28º C 42 6 -



Keterangan Mendung Cukup panas Lembab Rendah Netral Berawan



Visual GPS



Bising -



N00°15’33.6’’E1 0 0°55 12.8



c) Komponen biotik Tabel hasil pengamatan vegetasi strata pohon. No



Nama Spesies



Nama Ilmiah



1. 2.



Pohon karet Pohon jengkol



3.



Pohon jati



Hevea brasiliensis Archidendron pauciflorum Tectona grandis Jumlah



Diameter Batang 35 cm 27 cm



Tinggi Batang 12 m 7m



Jumlah



18 cm



10 m



8 16



6 2



Pada tabel hasil pengamatan pada plot berukuran 10x10 cm untuk stara pohon diperoleh 3 jenis pohon yang teridetifikasi. Tabel hasil pengamatan vegetasi strata sapling. No 1. 2. 3.



Nama Spesies



Nama Ilmiah



Diameter Batang 2 cm 3 cm 4 cm



Tinggi Batang 2m 1,7 m 1,3 m



Jumlah



13 Theobroma cacao L 27 Eriobotrya japonica 55 Crudia bracteata 95 Jumlah Pada tabel hasil pengamatan dalam plot berukuran 5x5 cm untuk



Pohon Kakao Pohon Biwa Sp 3



pangamatan strata sapling, terdapat 3 spesies teridentifikasi. Tabel hasil pengamatan vegetasi strata seedling. No 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Spesies Nama ilmiah Jumlah Jamur Genoderma.sp 10 Paku. 1 Stenochlaena palutris 45 Paku. 2 Neprholepis bisserata 65 Paku. 3 Sellagginella plana 72 Herendong bulu Clidemia hirta 66 Poh pohan Pilea melartromei 23 Jumlah 271 Pada tabel hasil pengamatan dalam plot berukuran 2x2 cm untuk



pangamatan strata seedling, terdapat 6 spesies teridentifikasi. Tabel hasil pengamatan serangga hutan alami. No 1. 2. 3. 4.



Spesies Semut hitam Capung Kumbang tanah Belalang



Nama ilmiah Monomorium sp Aeshna sp Carabidae sp Dissotura carolina



Jumlah 1 1 1 1



5. 6. 7.



Walang sangit Ulat daun Semut merah



Leptocorixa acuta Erionota thrax Solenopsis invicta



1 1 10



Pada tabel hasil pengamatan serangga terdapat 7 spesies serangga yang teridentifikasi 4.1.2 Hasil Pengamatan Sungai Alami



a) Deskripsi Lokasi Pada praktikum ekologi mengenai sungai alami ini dilaksanakan pada hari minggu, 15 Desember 2019, Pukul 13.30 – 16.00 WIB, bertempat di Air terjun Lubuk Nginio, Desa Marangin,Kecamatan Kuok,Kabupaten Kampar. b) Komponen abiotik(fisika dan kimia) No.



Parameter



Alat



Hasil dan Pengukuran 27°C



Keterangan



Perairan 1.



Temperatur air



Thermometer



2.



Kadar asam (Ph) perairan



Lakmus



3.



Tingkat kekeruhan air



Sicchi Meter



7



Normal



90 cm



Pada tabel hasil pengamatan parameter diperoleh data Temperatur air. Kadar asam (Ph) perairan dan Tingkat kekeruhan air.



4.1.3 Hasil Pengamatan Sawah a) Deskripsi lokasi Pada praktikum ini mengenai ekosistem buatan yaitu sawah yang dilaksanakan pada hari Minggu, 29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai. Bertempat di Sawah sekitar Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. b) Komponen abiotik(fisika dan kimia) No



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Parameter



Alat



Daratan Kondisi Awan Temperatur Udara Temperatur Tanah Kelembapan Tanah Kelembapan Udara Ph Tanah (Intensitas Cahaya Matahari) Ketinggian tempat



Visual Thermometer Thermometer Hygrometer Hygrometer Soil Ph Meter Lux Meter



Arah dan kecepatan angin



Gps Anemometer



Hasil Pengukuran



Keterangan



Mendung 29°C 28°C 80 6



N00°20°54.7’’E1 0 1°10’23.4’’



Netral



10.



kebisingan



Sound Level Tenang Meter Pada tabel hasil pengamatan parameter diperoleh data kondisi awan, temperature tanah, temperature udara, kelembaban tanah, pH tanah, intensitas sinar matahari, kebisingan dan ketinggian tempat.



c) komponen biotik Tabel hasil pengamatan plot 10x10 m No Spesies Nama Ilmiah Jumlah . 1. Padi Oryza Sativa ∞ 2. Rumput. 1 Echinoloa Colona 45 3. Rumput. 2 Althernanthera Philoxeroides 32 4. Gulma Lecersia Hexandra 43 Pada tabel hasil pengamatan dalam plot berukuran 10x10 m untuk pangamatan terdapat 4 spesies teridentifikasi. Tabel pengamatan pada serangga pada sawah No Nama Spesies Nama Ilmiah Jumlah 1. Kupu-kupu kuning Eurema. Sp 5 2. Kupu-kupu putih Pleris. Sp 1 3. Walang sangit Leptocorisa oratorius 2 4. Capung Plantala flavescceris 1 5. Belalang coklat Melanopus differitialis 1 Pada hasil tabel pengamatan serangga ditemukan 5 spesies seangga yang terindentifikasi Tabel pengamatan fauna pada sawah No 1. 2. 3.



Nama Spesies



Nama Ilmiah Jumlah Siput Acantina fulica 2 Cacing Tanah Pheretima. Sp 2 Ulat Kaki Seribu Diplopeda.sp 3 TOTAL 7 Pada hasil tabel pengamatan fauna ditemukan 3 spesies seangga yang terindentifikasi



4.1.4 Hasil Pengamatan Danau buatan



a) Deskripsi lokasi Pada praktikum ekologi mengenai danau buatan ini dilaksanakan pada hari Minggu, 29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai. Bertempat di Bendungan Irigasi Sembat, Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. No.



Parameter



Alat



Hasil Dan Pengukuran



Keterangan



Perairan Temperatur Air Thermometer 27°C Kadar Asam (Ph) Lakmus 6 Netral Perairan 3. Tingkat Kekeruhan Sicchi Meter 2,1 M Air 4. Kecepatan Dan Current Meter 1,5 M/Detik Arah Arus Pada tabel hasil pengamatan parameter diperoleh data temperatur air, kadar asam (Ph) perairan, tingkat kekeruhan air dan kecepatan dan arah arus. 1. 2.



4.2 Pembahasan 4.1.1



Pembahasan Hutan Alami Pada praktikum analisis vegetasi hutan alami ini dilakukan pada hari



Minggu, 15 Desember 2019 pukul 08.00 s/d Selesai. Di



Desa Merangin,



Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Pengamatan dilakukan pada empat level tumbuhan yakni pohon, pancang, dan semai. Adapun metode yang digunakan adalah metode Transek dimana dengan cara membuat plot berukuran 10x10 cm untuk strata pohon, 5x5 cm untuk strata sapling dan 2x2 untuk strara seedling. Dan untuk mengetahui vegetasi tumbuhan ini dilakukan dengan menghitung kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif dan dominansi tumbuhan yang ada pada masing-masing plot yang telah dibuat. Data pengamatan yang harus ada mencakup jumlah spesies dan individu, serta diameter masig-masing individu. Berdasarkan dari hasil pengamatan parameter yang telah kami lakukan diperoleh data dan dapat diketahui kondisi awan pada saat praktikum hutan alami ini dilakukan, awan dalam kondisi mendung, karena keadaan langit yang agak



gelap, tidak ada sinar matahari (karena tertutup awan). Intensitas cahaya matahari berawan karena cuaca yang menunjukan bahwa di langit banyak terdapat awan. Temperature tanah 28º C dan temperature udara 30º



dan itu kami ukur



menggunakan thermometer. Temperature tanah dan temperature udara memiliki perbedaan yang tipis, yaitu berkisar 28-30º C. perbedaan ketinggian dalam mengukur temperature udara dan kedalaman dalam mengukur temperature tanah juga tidak berpengaruh serius terhadap temperature tersebut. Dari temperature yang terlihat tersebut, dapat diketahui bahwa di area ini masih cukup sejuk, yang disebabkan oleh musim penghujan, dan sedikitnya sinar matahari yang menembus sampai ke dasar, di tambah lagi kelembaban yang cukup tinggi. Kelembaban tanah nya pun masih cukup rendah. Di samping itu, pH tanah yang di ukur yaitu sekitar 6, artinya tanah di hutan ini masih tergolong netral. Hutan tersebut cukup bising karena terdengar suara gemuruh air terjun dan banyak terdengar suara hewan hewan. Faktor-faktor fisik lingkungan tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Berdasarkan hasil pengamatan pada plot berukuran 10x10 cm untuk stara pohon diperoleh 3 jenis pohon yakni pohon karet berjumlah 6 batang dengan diameter batang 35 cm dan tinggi 12 m, pohon jengkol berjumlah 2 batang dengan diameter batang 27 cm dan timggi 7 m, serta pohon jati berjumlah 8 batang dengan diameter batang 18 cm dan tinggi 10 m. sehingga jika seluruh spesies tumbuhan pada plot strata pohon dijumlahkan terdapat 16 pohon dari ketiga spesies tersebut. Pada level pohon pada luas 10x10 m ditemukan sebanyak 3 ragam spesies. Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi kerapatan, kerapatan relative, frekuensi, frekuensi relative, dominansi, dominansi relative, indeks nilai penting dan keanekaragaman. Dari hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa kerapatan relative tertinggi dimiliki oleh tanaman jati, sedangkan frekuesi relative berjumlah sama yakni 8,33%. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga jenis pohon yang ada pada plot tersebut, yakni pohon karet, pohon jati dan pohon jengkol memiliki kerapatan dan penyebaram yang sama ataupun hanya berbeda sedikit, sedangakan pohon karet dan pohon jengkol memiliki kerapatan yang



rendah pada daerah yang ditumbuhinya, namun tumbuhan ini tersebar banyak di setiap plot. Tumbuhan pohon jati juga memiliki tingkat dominasi yang tinggi, hal ini dikarenakan nilai dominasi relative yang ditunjukkan lebih tinggi dari spesies lainnya yang berada pada plot tersebut.



sehingga spesies ini memiliki INP



tertinggi. Artinya, tumbuhan yang paling mendominasi pada plot starata pohon yakni pohon jati. Indeks nilai penting (INP) merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominansi) yang telah diukur sebelumnya. Pada grafik yang ditunjukkan merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan spesies yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. Akan tetapi, kelimpahan spesies ini juga sama dengan spesies lainnya yaitu rendah. Hal ini dikarenakan nilai keanekaragaman atau H’ spesies yang didapatkan kurang dari 1. Pada plot berukuran 5x5 cm untuk stara sapling diperoleh 3 jenis pohon yang berhasil di identifikasi. yakni pohon kakao berjumlah 13 batang dengan diameter batang 2 cm dan tinggi 2 m, pohon biwa berjumlah 27 batang dengan diameter batang 3 cm dan tinggi 1,7 m, serta pohon Crudia bracteata berjumlah 55 batang dengan diameter batang 4 cm dan tinggi 1,3 m. jika seluh spesies pada plot strata sapling dijumlahkan terdapat 95 pohon dari 3 spesies tersebut. Dari hasil analisa kuantitatif pada level sapling spesies yang lebih mendominasi pada luas area 5x5 m yaitu sebanyak 3 spesies. Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi kerapatan, kerapatan relative, frekuensi, frekuensi relative, dominansi, dominansi relative, indeks nilai penting dan keanekaragaman. Dari hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa frekuensi relatif terdapat pada Pohon Kakao (Theobroma cacao L), Pohon Biwa (Eriobotrya japonica) dan Crudia bracteata dengan nilai 8,33%. kerapatan relative spesies Eriobotrya japonica mendominasi daerah tersebut dengan kerapatan relatif sebesar 7,71 sedangakan pohon kakao dan pohon Crudia bracteata memiliki kerapatan yang rendah yakni pada daerah yang ditumbuhinya, namun tumbuhan ini hanya tersebar di plot tersebut. Tumbuhan pohon biwa juga memiliki tingkat dominasi yang tinggi, hal ini dikarenakan nilai dominasi relative yang ditunjukkan lebih tinggi dari spesies lainnya yang berada pada plot tersebut.



sehingga spesies ini memiliki INP tertinggi. Artinya, tumbuhan yang paling mendominasi pada plot starata pohon yakni pohon jati. Indeks nilai penting (INP) merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominansi) yang telah diukur sebelumnya. Pada grafik yang ditunjukkan merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan spesies yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. Akan tetapi, kelimpahan spesies ini juga sama dengan spesies lainnya yaitu rendah. Hal ini dikarenakan nilai keanekaragaman atau H’ spesies yang didapatkan kurang dari 1. Pada plot berukuran 2x2 cm untuk stara seedling diperoleh 6 jenis tumbuhan yakni Genoderma.sp yang berjumlah 10, paku Stenochlaena palutris berjumlah 45, paku Neprholepis bisserata berjumlah 65, paku Sellagginella plana berjumlah 72, Herendong bulu berjumlah 66, dan Poh pohan berjumlah 23. Jumlah seluhruhnya adalah 271. Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi kerapatan, kerapatan relative, frekuensi, frekuensi relative, dominansi, dominansi relative, indeks nilai penting dan keanekaragaman. Berdasarkan hasil pengamatan pada tingkat seedling diperoleh bahwa tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan dominansi terbesar yaitu tumbuhan. paku Sellagginella plana. Tumbuhan ini komposisi nya berlimpah dan memiliki persebaran yang luas dimana nilai kepadatan, frekuensi dan INP nya paling besar dari 5 spesies lainnya. Selain itu dengan jumlah INP yang besar tumbuhan ini memiliki nilai keragaman yang tinggi dibandingkan dengan spesies lain yang memiliki nilai keragaman yang rendah. Tumbuhan ini mendominasi daerah hutan alami yang berada di desa merangin. Akan tetapi, kelimpahan spesies ini juga sama dengan spesies lainnya yaitu rendah. Hal ini dikarenakan nilai keanekaragaman atau H’ spesies yang didapatkan kurang dari 1. karena hutan alami cocok untuk pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan tersebut. Sedangkan tumbuhan yang mempunyai kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan dominansi paling kecil yaitu spesies Genoderma.sp dan pohpohan. Hal ini bisa disebabkan oleh karena hutan tersebut didominasi oleh



tumbuhan Stenochlaena palutris sehingga terjadi persaingan dengan tumbuhan Genoderma.sp dan pohpohan. Terlihat beberapa serangga yang terdapat pada ekosistem hutan alami yakni Semut hitam (Monomorium sp), Capung (Aeshna sp), Kumbang tanah (Carabidae sp), Belalang



(Dissotura Carolina), Walang sangit (Leptocorixa



acuta), Ulat daun (Erionota thrax), dan Semut merah



(Solenopsis invicta)



Jaring –jaring makanan yang dapat terjadi di ekosistem hutan alami yaitu, rumput- rumputan sebagai produsen, kemudian belalang, siput, dan ulat sebagai konsumen satu. Burung, katak, tikus, sebagai konsumen dua. Ular dan biawak sebagai konsumen tinggat tiga dan burung elang sebagai konsumen terakhir. Setelah semua data dihitung didapatkan hasil bahwa keanekaragaman spesies tumbuhan di hutan alami di desa merangin rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesiesnya sedang dan kestabilan komunitasnya sedang. Hal ini dikarenakan nilai keanekaragaman atau H’ spesies yang didapatkan adalah < 3,0 Tanaman karet Hevea brasiliensis memiliki akar tunggang yang dapat menopang batang tanaman yang berukuran besar dan tinggi. Akar tunggang ini dapat menembus masuk kedalam tanah hingga kedalaman sekitar 1,5m bahkan lebih. Sedangkan akar lateralnya dapat tumbuh menyebar kesamping dengan panjang hingga 10 m. Selain itu, terdapat juga bulu-bulu akar yang berfungsi untuk menyerap air dan juga nutrisi dalam tanah. Batang tanaman karet tumbuh lurus ke atas dan memiliki percabangan yang tinggi. Batang tanaman ini mengandung getah yang disebut dengan lateks. Pohon ini dapat tumbuh tinggi hingga mencapai 25 m dari permukaan tanah. Selain itu tanaman ini dapat hidup hingga berumur 100 tahun. Daun karet yang terbagi atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3-20cm, sedangkan tangkai anak daun utama sekitar 3-10 cm. Biasanya terdapat 3 anak daun dalam satu helai daun karet, dan daun tersebut berbentuk elips memanjang dengan ujung yang runcing, serta pada tepinya rata. Daun tanaman ini memiliki warna hijau, dan apabila daun telah tua kemudian rontok akan berubah menjadi warna kuning kemerahan.



Tanaman karet memiliki bunga yang merupakan bunga majemuk yang terdiri dari bunga jantan dan bunga betina serta terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Bunga betina memiliki rambut dengan ukuran bunga sedikit lebih besar dari bunga jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik dalam posisi duduk dan juga berjumlah tiga buah. Sedangkan bunga jantan memiliki 10 benang sari yang tersusun dalam satu tiang. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas dan masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang tersebut biasanya 3, akan tetapi ada juga yang berjumlah 6 ruang. Apabila buah telah masak, maka buah akan pecah dengan sendirinya kemudian biji yang telempar jatuh. Biji tersebut akan tumbuh pada lingkungan yang syarat tumbuhnya mendukung. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah, dan pada setiap ruang hanya terdapat satu biji, sehingga jumlah biji yang dihasilkan sesuai dengan jumlah ruangnya. Biji karet memiliki warna coklat kehitaman dan ada bercaknya yang khas. Biji ini berukuran besar dan kuat, serta mengandung racun. Pohon jengkol Archidendron pauciflorum termasuk jenis tanaman semak berkayu yang dapat tumbuh tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 20 meter. Batangnya tumbuh tegak, berbentuk bundar, dan berwarna cokelat gelap. Tekstur kulit batang pohon terasa licin bila diraba dengan sistem percabangan simpodial. Daun pohon jengkol merupakan jenis daun majemuk yang tumbuh secara berhadapan antara satu sama lain. Daun ini berbentung lonjong dengan bagian pangkal membulat, sedangkan ujungnya runcing. Panjang daun jengkol sekitar 10 cm sampai 20 cm dan lebarnya sekitar 5 cm sampai 15 cm. Sistem pertulangan daun yaitu menyirip berwarna hijau. Jengkol memiliki bunga jenis bunga majemuk yang tumbuh di wilayah ujung batang atau ketiak daun. Pertumbuhan bunga ini menyerupai struktur tandan. Terdapat tangkai berukuran sekitar 3 cm yang menjadi tempat tumbuh bunga. Sementara itu, bunga jengkol mempunyai warna ungu, sedangkan mahkota bunga yang dimiliki berbentuk lonjong dan berwarna putih kekuning-kekuningan. Benang sarinya berwarna kekuningan dan putiknya berbentuk silindris dengan warna yang serupa. Selain bunga, pohon ini juga menghasilkan buah dan biji.



Bagian inilah yang paling digemari oleh masyarakat Asia Tenggara. Buah jengkol berwarna cokelat kehitaman dengan bentuk bulat pipih. Di dalam buah ini terdapat biji yang merupakan jenis biji berkeping dua. Tanaman jati Tectona grandis memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30 – 45 m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15 – 20 cm. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu kasar,



berwarna



kecoklatan



atau



abu-abu



yang



mudah



terkelupas.



Percabanganjauh dari batang utama. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar empat. Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Pohon jati dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8 - 2,4 meter. Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya. Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu. Buah jati berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil. Tata daun berbentuk opposite dengan bentuk daun besar membulat seperti jantung, berukuran panjang 20-50 cm dan tebal 15-40 cm. Ujung daun meruncing, pangkal daun tumpul dan tepi daun bergelombang. Permukaan atas daun kasar sedangkan permukaan bawah daun berbulu. Pertulangan daun menyirip. Tangkai daun pendek dan mudah patah serta tidak memiliki daun penumpu (Stipule).



Tajuk tidak beraturan. Daun muda (Petiola) berwarna hijau kecoklatn, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu abuan. Bunga jati bersifat majemuk yang terbentuk dalam malai bunga (inflorence) yang tumbuh terminal diujung atau tepi cabang. Panjang malai antara 60-90 cm dan lebar antara 10-30 cm. Tanaman jati akan mulai berbunga pada saat musim hujan. Sistem perakaran kakao Theobroma cacao L sangat berbeda tergantung dari keadaan tanah tempat tanaman tumbuh. Pada tanah-tanah yang permukaan air tanahnya dalam terutama pada lereng – lereng gunung, akar tunggang tumbuh panjang dan akar-akar lateral menembus sangat jauh ke dalam tanah. Sebaliknya pada tanah yang permukaan air tanahnya tinggi, akar tunggang tumbuh tidak begitu dalam dan akar lateral berkembang dekat permukaan tanah. Ukuran akar tanaman kakao untuk panjang lurus ke bawah kira-kira ± 15 meter dan akar untuk kesamping ± 8 meter. Akar tunggang ini berbentuk kerucut panjang, tumbuh lurus ke bawah, bercabang-cabang banyak dan bercabang cabang lagi. Warna akarnya adalah kecoklatan. Perkembangan pada sebagian besar akar lateral tanaman kakao berada pada dekat permukaan tanah Tinggi tanaman kakao jika dibudidayakan di kebun maka tinggi tanaman kakao umur 3 tahun mencapai 1,8 – 3 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 – 7 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam , dipengaruhi oleh intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan). Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun yang membuat daun mapu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung



daun meruncing (acuminatus) dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan daun tulang menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap. Bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushioll). Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6-8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan bisanya terdapat dua garis merah. Bagian ujungnya berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih. Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 – 2 cm, Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan trinitario alur kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forasero, permukaan kulit buah pada umumnya halus (rata), kulitnya tipis, tetapi dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah. Eriobotrya japonica memiliki daun pada umumnya memiliki tepi yang bergerigi, namun ada yang memiliki gerigi sepanjang tepi daun namun lebih banyak yang geriginya hanya sampai setengah bagian daun. Warna daun umumnya hijau naum ada yang berwarna hijau tua dan ada yang berwarna hijau muda. Tekstur daun relatif sama, saat daun berusia muda permukaan atas dan bawah daun memiliki bulu, namun saat dewasa tinggal bagian bawah daun yang memiliki bulu. Daun sifatnya keras dan kaku. Ada daun yang pertulangan



daunnya membengkok dan ada pula yang tidak. Ukuran daun juga bervariasi ada yang besar dan ada yang kecil. Batang umumnya berukuran kecil, namun perbedaannya ada yang permukaan batangnya kasar dan ada pula yang halus. Batang yang kasar cenderung memiliki daun yang pertulangannya bengkok. Batang muda berbulu dan lunak, saat dewasa batang mengeras dan tidak ada lagi bulu di permukaannya. Bunga biwa adalah bunga majemuk, bunga pada tanaman ini memiliki bentuk seperti bulat tetapi memiliki lapisan-lapisan bunga yang terdiri dari 5-10 lapisan bahkan lebih tergantung dengan besar bunga. Bunga pada tanaman ini berwarna putih. Bunga ini salah satu tempat penyerbukan dan pembuahan yang terjadi penyatuan antara benang sari dan putih hingga akan membentuk bakal biji. Buah biwa berbentuk bulat dengan diameter 3-5 cm. Terdapat daging buah berwarna bening dan kenyal. Saat muda buah berwarna hijau dan memiliki banyak bulu, saat dewasa bulu berkurang dan buah berubah warna menjadi kuning. Crudia bracteata memiliki perakaran tunggang yang berwarna putih kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat banyak, pada nodul dewasa terdapat kandungan leghaemoglobin yaitu hemeprotein monomerik yang terdapat



pada bintil akar leguminosae yang



terinfeksi oleh bakteri Rhizobium. Laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur di atas tiga tahun dimana pertumbuhan akar utamanya dapat mencapai 3 meter ke dalam tanah. Batang tanaman ini berwarna hijau kecoklatan umumnya batang tumbuh menjalar, merambat dan membelit. Diameter batang dewasa dapat mencapai 0,4 - 1,5 cm dan pada umumnya memiliki buku-buku dengan panjang dapat mencapai 25 - 35 cm. Batang bracteata pada umumnya tidak berbulu, bertekstur cukup lunak, lentur



dan



mengandung



serat



dan



berair. Daun



berbentuk oval berwarna hijau



dan muncul di setiap ruas batang. Jika suhu



meningkat maka helaian daun dapat menutup sehingga mengurangi respirasi pada permukaan daun. Bunga tanaman bracteata berbentuk tandan menyerupai anggur. Panjang tangkai bunga dapat mencapai 20



- 35 cm dan termasuk ke dalam jenis



monoceous. Bunga berwarna biru terong dan dapat mengeluarkan bau yang



menyengat sehingga dapat menarik perhatian kumbang. Polong pada awalnya berwarna hijau dengan bulu-bulu kecoklatan yang dapat menyebabkan gatal pada kulit, polong yang siap di panen adalah polong yang sudah berubah menjadi coklat tua. Polong siap dipanen sekitar 50 hari setelah terbentuk dari bakal polong. Biji berbentuk bulat oval berwarna hitam dan pada umumya memiliki kulit biji yang tebal sehingga perbanyakan melalui biji dapat dilakukan dengan perlakuan benih melalui skarifikasi dan penggunaan larutan kimia. Stenochlaena palutris hidup di tanah, menjalar panjang hingga 5–10 m. Rimpang memanjat tinggi, kuat, pipih persegi, gundul atau bersisik sangat jarang, acap kali dengan tunas merayap. Daun-daun dalam dua bentuk agak berbeda: steril dan fertil. Keduanya memiliki panjang antara 40–80 cm, dengan tangkai 15 –20 cm dan 8–15 pasang anak daun, serta satu anak daun terminal (ujung). Anakanak daun lateral biasanya memiliki pelebaran serupa cuping telinga di pangkalnya, yang tidak dimiliki oleh anak daun ujung; anak-anak daun di bagian atas (mendekati ujung) biasanya lebih kecil. Tulang daun utama dengan alur (lekukan) di sisi atasnya. Anak-anak daun pada daun steril bertangkai pendek; bentuk jorong sempit, biasanya 15 × 3 cm, meski selalu bervariasi ukurannya; halus, mengkilap, hijau gelap, pucat di sisi bawah; tepinya bergerigi; dengan kelenjar di tepi anak daun dekat pangkal. Selaginella plana memiliki rdaun kecil, berbentuk lanset, tersusun melingkari batangnya dan berselang-seling, berwarna hijau. Panjang daun kirakira 2 mm dan lebar 1 mm, tepi daunnya bergerigi. Tekstur daun pada tumbuhan ini berupa selaput atau helaian. Permukaan daun selaginella ini halus, berambut. Daun-daun suburnya tersusun di dalam karangan menyerupai bulir. Karangan atau bulir ini disebut strobilus. Strobilus terletak di ujung percabangan. Jika dilihat berdasarkan tulang daunnya tumbuhan ini termasuk Mikrofil yaitu daun yang mempunyai tulang daun tunggal tak bercabang dari pangkal ke ujung Berdasarkan fungsinya tumbuhan ini dibedakan atas daun tropofil (daun steril) yang hanya berfungsi untuk fotosintesis dan sporofil (daun fertil) yang menghasilkan sporangium. tumbuhan ini memiliki ligula pada bagian bawah daun yang berfungsi sebagai penghisap air.



Batang tumbuhan ini terletak di permukaan tanah dan kadang-kadang berakar membentuk tumbuhan baru. Warna batang hijau dan biasanya bercabang dua dan tiap cabang bercabang dua lagi. Di daerah yang cocok tumbuhan ini dapat mencapai 1 m. Semua batang paku-pakuan kerap berupa rimpang karena pada umumnya arah tumbuhnya menjalar. Disamping mempunyai rimpang juga mempunyai cabang dengan arah tumbuh tegak. Batang berkayu dan juga terlihat adanya ramenta yaitu bentukan seperti rambut atau sisik. Yang berwarna merah kecoklatan terletak pada tepi daun fertil. Akar pada selaginella ini yaitu serabut yang bercabang monopodial. Bentuk akar tipis, halus, dan keras. Warna cokelat muda kehijauan. Memiliki sporangium yang terletak di ujung daun sporofil (daun fertil) dengan bentuk agak bulat atau bulat telur terbalik atau seperti terompet. Sporangium muncul dari suatu penonjolan jaringan daun yang disebut plasenta atau reseptakulum. Susunan dan penyebaran sporangium pada sporofil tumbuhan ini tidak berkelompok satu sporofil terdapat satu sporangium. Pada umumnya Neprholepis bisserata tersebar di seluruh daerah Asia tropika. Paku ini jarang ditemukan di lereng-lereng gunung namun menyukai dataran rendah. Tangkai daunnya bersisik lembut, sisik-sisik tersebut berwarna coklat. Bentuk daun subur lebih besar dari daun mandul, pada daun subur bentunya lancip dengan dasar yang berkuping. Sporanya terletak dipinggir daun. Jenis ini mudah dibedakan dengan jenis paku lain karena letak sporanya yang tidak merata. Para daun tumbuh hingga sekitar satu meter. Ental pengaturan bergerombol dan ental desain dibagi. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perdu. Batangnya bulat ramping dan memanjang berwarna hijau. Kecenderungan evolusi dalam kelompok ini adalah untuk mengembangkan prasasti dorsiventral membedah oleh deretan daun lateral kesenjangan di kedua sisi cabang asosiasi dengan daun. Akar berupa serabut dan berwarna hitam. Batang tumbuhan Clidemia hirta ini berkayu, bulat, berbufu rapat atau bersisik, percabangan simpodial, coklat. Daun Tunggal.bulat telur, panjang 2-20 m, lebar 1-8 cm, berhadapan, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, berbulu, hijau. Bunga majemuk, kelopak berlekatan, berbulu, bagian ujung pendek dari pangkal, ujung meruncing, daun pelindung bersisik, ungu kemerahan, benang sari delapan



sampai dua belas, panjang ± 3 cm, merah muda, putik satu, kepala putik berbintik hijau, bakal buah beruang empat sampai enam, mahkota lima, bulat telur, ungu dan putih. Pohpohan atau Pilea melastomoides yang termasuk ke dalam suku Urticaceae dan marga Pilea merupakan tanaman terna dengan batang tegak dan kuat yang tumbuh 0,5-2 meter, tidak memiliki duri. Tumbuh daun berseberangan dua helai, dengan panjang tangkai daun 1-6 cm. Helaian daun berbentuk bulat meruncing (oblonglanceolate) atau berbentuk elips, dengan panjang daun 6-20 cm dan lebar daun 2-10 cm, tepi daun bergerigi (serrate) dengan dasar daun tumpul dan ujung runcing, pertulangan daun melengkung dan berbau harum. Tanaman pohpohan memiliki bunga yang tidak sempurna (terdiri dari bunga jantan dan bunga betina) biasanya bunga betina berada di bawah bunga jantan, berwarna putih atau hijaukeputihan, dengan benang sari sebanyak kepala putik. Tanaman Pohpohan di Indonesia tumbuh pada ketinggian 500-2500 m, biasanya tumbuh pada daerah yang ternaungi seperti hutan, tepian hutan, jurang, tepian sungai dan sering secara lokal mengelompok seperti permadani. Monomorium sp memiliki kepala yang dilengkapi antena yang jumlah ruasnya 2, dan memilik mata majemuk dan bertipe mulut menggigit. Pada bagian toraksnya memiliki sayap yang bertekstur lembut berbentuk memanjang dan memiliki panjang 2 mm yang berwarna hitam. Semut ini tidak memiliki sayap belakang. pada tungkai memiliki 4 ruas. Pada abdomen jumlah ruasnya 3 dan berbentuk membulat. Aeshna sp memiliki dua pasang sayap bermembran, mulut tipe mengigit, mata majemuk, kaki 3 pasang pada thorax. Ini adalah capung yang relatif besar. Bagian dada dan perutnya berwarna cokelat, dengan garis-garis biru atau kuning atau bercak di dada, dan bintik-bintik kuning, biru atau hijau di perut. Umumnya Dissosteira Carolina memiliki eksoskeleton sangat keras dan sayap depan keras (elytra). Exoskeleton kumbang terdiri atas banyak lapisan yang disebut sklerit, dipisahkan oleh jahitan tipis. Desain ini memberikan pertahanan berlapis sambil mempertahankan fleksibilitas. Anatomi umum kumbang cukup



seragam, meskipun organ dan tambahan tertentu dapat sangat bervariasi dalam penampilan dan fungsi antara satu famili dengan famili lain. Seperti semua serangga, tubuh kumbang dibagi menjadi tiga bagian: kepala, dada (toraks), dan perut (abdomen). Dewasa berukuran panjang sekitar 8-16 mm. Bentuk dan warna kumbang sangat bervariasi. Dewasa sering berwarna hitam kemerahan atau gelap, meskipun beberapa spesies berwarna-warni. Sebagian besar spesies memiliki thoraks prominent yang lebih sempit daripada abdomennya. Antenanya bersegmen 11 dan ujungnya tidak berbentuk gada, kakinya panjang, larinya cepat dan jarang terbang. Antenna kumbang tanah (darking beetles) melekat di bawah tonjolan yang ada di setiap sisi kepalanya; carabid tidak memiliki tonjolan ini. Predasius ground beetle mengalami metamorphosis lengkap. Telur diletakkan di tanah yang lembab. Larva memiliki tubuh yang memanjang dan kepalanya relatif besar dengan mandible yang jelas, hidup di serasah atau dalam tanah. Sebagian besar spesies melengkapi siklus hidupnya dari telur menjadi dewasa dalam satu tahun Walang



sangit



Leptocorixa



acuta



merupakan



kelompok



hewan



invertebrata, filum arthropoda pada kelas insekta. Walang sangit memiliki bentuk tubuh langsing dan memanjang, berukuran sekitar 1,5-2 cm, punggung dan sayap (walang sangit dewasa berwarna coklat dan walang sangit mudah berwarna hijau), badan berwarna hijau, memiliki 3 pasang kaki, memiliki dua pasang sayap (satu pasang tebal dan satu pasang seperti selaput), tipe mulut menusuk dan menghisap, telur berbentuk oval yang berwarna hitam kecoklatan, memiliki “belalai” proboscis untuk menghisap cairan tumbuhan, abdomen jantan terlihat agak bulat atau tumpul sedangkan yang betina terlihat meruncing, metamorfosis tidak sempurna dan memiliki aroma atau bau khas. Telur walang sangit berwarna hitam kecoklat-coklatan yang diletakkan dalam barisan di permukaan atas daun padi. Jumlah telur pada setiap kelompok kira-kira 10-20 butir. Setiap walang sangit betina dapat bertelur lebih dari 100 butir telur dan telur akan menetas setelah 6-7 hari. Nimfa mengalami 5 instar selama 17-27 hari. Walang sangit yang dewasa berbentuk langsing dan panjangnya sekitar 16-18 mm. Bagian perut berwarna hijau atau krem dan pada



punggungnya berwarna coklat kehijau-hijauan. Daur hidup rata-rata mencapai 5 minggu, kurang lebih 23-34 hari. Bila keadaan ideal daur hidupnya dapat mencapai 115 hari. Bila nimfa dan walang sangit dewasa mengisap cairan daun dan biji padi yang muda, matang susu untuk nutrisi selama daur hidupnya. Terdapat tiga bagian pada tubuh semut api Solenopsis invicta, yaitu: kepala, mesosoma (dada), dan metasoma (perut). Morfologi semut api cukup jelas dibandingkan dengan serangga lain yang juga memiliki antena, kelenjar metapleural, dan bagian perut yang berhubungan ke tangkai semut membentuk pinggang sempit (pedunkel) di antara mesosoma (bagian rongga dada dan daerah perut) dan metasoma (perut yang kurang abdominal segmen dalam petiole). Petiole yang dapat dibentuk oleh satu atau dua node (hanya yang kedua, atau yang kedua dan ketiga abdominal segmen ini bisa terwujud). Tubuh semut api memiliki eksoskeleton atau kerangka luar yang memberikan perlindungan dan juga sebagai tempat menempelnya otot, semut api memiliki lubang-lubang pernapasan di bagian dada bernama spirakel untuk sirkulasi udara dalam sistem respirasi mereka. Pada kepala semut api terdapat banyak organ sensor. Semut api memiliki mata majemuk yang terdiri dari kumpulan lensa mata yang lebih kecil dan tergabung untuk mendeteksi gerakan dengan sangat baik. Mereka juga punya tiga oselus di bagian puncak kepalanya untuk mendeteksi perubahan cahaya dan polarisasi. Semut api umumnya memiliki penglihatan yang buruk, bahkan ada yang buta. Pada kepalanya juga terdapat sepasang antena yang membantu semut api mendeteksi rangsangan kimiawi. Antena ini juga digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain dan mendeteksi feromon yang dikeluarkan. Selain itu, antena semut api juga berguna sebagai alat peraba untuk mendeteksi segala sesuatu yang berada di depannya. Pada bagian depan kepala juga terdapat sepasang rahang atau mandibula yang digunakan untuk membawa makanan, memanipulasi objek, membangun sarang, dan untuk pertahanan. Di bagian dada semut api terdapat tiga pasang kaki dan di ujung setiap kakinya terdapat semacam cakar kecil yang membantunya memanjat dan berpijak pada permukaan. Sebagian besar semut jantan dan betina calon ratu memiliki sayap. Namun, setelah kawin betina akan menanggalkan sayapnya dan menjadi



ratu semut yang tidak bersayap. Semut pekerja dan prajurit tidak memiliki sayap. Di bagian metasoma (perut) semut api terdapat banyak organ dalam yang penting, termasuk organ reproduksi. Semut juga memiliki sengat yang terhubung dengan semacam kelenjar beracun untuk melumpuhkan mangsa dan melindungi sarangnya. 4.2.2



Pembahasan Sungai alami Pada praktikum tentang ekosistem sungai alami ini dilaksanakan pada hari



minggu, 15 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai, bertempat di Air terjun Lubuk Nginio, Desa Marangin, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Pengamatan yang kami lakukan seperti pengamatan parameter perairan untuk melihat komponen abiotik dan biotic yang menjadi factor lingkungan suatu ekosistem, menghitung jenis fauna-fauna yang terdapat di sungai, melihat aliran energy berupa rantai makanan dan jaring-jaring makanan yang terjadi pada ekosistem sungai. Berdasarkan dari pengamatan parameter yang telah kami lakukan maka diperoleh beberapa data . Hasil pengukuran untuk temperature air dengan menggunakan thermometer diperoleh yaitu 27 derajat Celcius, suhu tersebut termasuk normal. Kemudian menghitung kadar keasaman pada perairan tersebut menggunakan kertas lakmus, dan diperoleh ph 7 yang artinya tingkat keasaman di perairan sungai tersebut masih normal. Kemudian dilakukan parameter untuk melihat kekeruhan air yaitu menggunakan sichi meter. Selanjutnya kami melakukan pengambilan sampel bentos dengan cara diambil air menggunakan ember dan air tersebut disaring pada saringan, diambil air sebanyak 5 kali pengambilan. Setelah itu diperiksa saringan tersebut apakah ada organism didalamnya, kemudian diambil dan dipindahkan ke wadah sample. Kemudian pengambilan plankton dengan cara paralon ditekan hingga kedasar sungai lalu ditutup dan kemudian diangkat dan di saring. Keseluruhan volume yang tersaring dengan plankton net kemudian dipindahkan kewadah atau kedalam botol sampel yang sudah disiapkan dan diberi label sesuai kode masing-masing



lokasi selanjutnya diberi lugol agar plankton dapat bertahan hidup dan di lakban agar tidak tumpah. Pada ekosistem sungai ini terdapat fitoplankton dan zooplankton, dimana fitoplankton memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air lainnya yang berperan sebagai konsumen dimulai dengan zooplankton dan diikuti ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktifitas primer. Fitoplankton merupakan jenis tumbuh-tumbuhan yang mampu membuat makanannya sendiri, dan termasuk produsen utama di dalam kehidupan di air. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepadatan fitoplankton di perairan adalah kecepatan arus. Jaring–jaring makanan yang dapat terjadi di ekosistem sungai alami yaitu pitoolankton sebagai produsen, kemudian zooplankton sebagai konsumen satu, bentos sebagai konsumen dua, ikan-ikan kecil sebagai konsumen ketiga, ikan besar sebagai konsumen terakhir, dan bakteri sebagai decomposer.



4.2.3 Pembahasan Hutan Buatan (Sawah) Pada praktikum tentang ekosistem sawah dilaksanakan pada hari Minggu, 29 Desember 2019 pikul 08.00 WIB sampai selesai bertempat di desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Parameter pengamatan yang kami lakukan yaitu pengamatan pada faktor lingkungan suatu ekosistem, menghitung kerapatan vegetasi, menghitung serangga yang ada, menghitung fauna dan melihat aliran energi yang ada pada ekosistem tersebut. Pengamatan yang kami lakukan yaitu melihat kondisi awan meggunakan penglihatan visual yang menunjukan kondisi awan terlihat mendung, temperatur udara diukur menggunakan thermometer dan memperoleh suhu sekitar 29°C. Untuk temperatur tanah juga menggunakan termometer dan memperoleh suhu sekitar



28°C.



Pengukuran kelembapan tanah menggunakan hygrometer dan memperoleh angka 80. Pengukuran ph tanah menggunakan soil ph meter dan memperoleh data



keasaman 6 yang artinya bersifat netral. Untuk melihat ketingian tempat menggunakan



android



yang



memiliki



GPS



yang



menunjukkan



angka



N00°20°54.7’’E10 1°10’23.4’’. untuk mengukur kebisingan menggunakan indra pendengar secara langsung dan kebisingannya tenang. Berdasarkan hasil pengamatan pada plot 10x10 meter dan 5x5 meter yang dibuat pada sawah tidak ada strata pohon dan sapling. Hanya ada tumbuhan seedling yang kami amati. Tumbuhan tersebut yaitu Oryza sativa tanaman padi yang ditanam oleh masyarakat di sawah tersebut. Rumput-rumputan yang tumbuh di sekitar tanaman padi seperti Echinoloa colona L dan Leersia hexandra kemudian tanaman gulma yaitu Althenanthera philoxeroides. Terlihat beberapa serangga yang dapat kami amati yaitu kupu-kupu kuning Eurema sp, kupu-kupu putih Pieris sp, Walang sangit Leptocorisa oratus,Capung Plantala flavescceris, belalang coklat Melanopus differitialis.Fauna- fauna yang di amati sperti cacing tanah Pheretima sp, dan siput Achatina fulica. Jaring –jaring makanan yang dapat terjadi di ekosistem sawah yaitu padi, rumput- rumputan dan gulma sebagai produsen, kemudian belalang coklat, siput, capung dan walang sangit sebagai konsumen satu dan kami tidak melihat konsumen tingkat dua sehingga hanya dapat dibuat sampai tingkat satu. Padi termasuk keluarga padi-padian. Batangnya beruas-ruas yang di dalamnya berongga (kosong), tingginya 1 sampai 1,5 meter. Pada tiap-tiap buku batang tumbuh daun, yang berbentuk pita dan berpelepah. Pelepah itu membalut hampir sekeliling batang. Di dalam tanah, dari tiap buku tumbuh tunas yang dapat mengadakan batang (anak padi). Anak padi itu dapat pula beranak, dan demikian berturut-turut. Itulah makanya kita tak heran, apa sebabnya dari sebutir padi dapat tumbuh 40-50 batang. Sebutir padi berisi biji sebutir buah. Buah itu bisaanya disebut beras. Buah itu mempunyai selaput. Selaput itu banyak berisi zat vitamin, yang sifatnya dapat menolak penyakit beri-beri. Selaput ini pada beberapa macam padi, mengandung zat warna: ada yang merah muda, ada yang merah tua dan ada pula yang merah hitam. Jika beras dimasak, zat warna itu meresap ke dalam, sehingga nasi menjadi berwarna, menurut warna yang dikandung oleh selaput beras itu.



E.colona merupakan tumbuhan setahun, perakarannya dangkal/pendek, tumbuh berumpun, tinggi kira-kira 10 – 100 cm. Batangnya ramping, tumbuh tegak dan menyebar. Daun berbentuk garis, agak lebar di bagian pangkal dan meruncing ke arah ujung. Tidak mempunyai bulu-bulu atau kadang-kadang terdapat sedikit di bagian pangkal.. E. colona terdapat di sawah tumbuh bersamasama padi, serta di tempat-tempat basah sampai setengah basah lainnya. Alternanthera philoxeroides memiliki akar serabut, tanaman ini merupakan tumbuhan tahunan, bagian pangkal tumbuh menjalar atau merapung sedangbagian ujung tumbuh tegak, panjang 50-100 cm.Pada batang, berongga, agak lunak warna hijau. Daun panjangnya 10 cm, tepi daun rata, umumnya berbulu. Tempat hidup di sawah-sawah, di air yang berarus tenang. 4.2.4 Pembahasan Danau buatan Pada praktikum tentang ekosistem danau buatan ini dilaksanakan pada hari Minggu, 29 Desember 2019 Pukul 13.00 WIB sampai selesai, bertempat di bendungan irigasi Sembat, Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Pengamatan yang kami lakukan seperti pengamatan parameter perairan untuk melihat komponen abiotik yang menjadi faktor lingkungan suatu ekosistem, menghitung fauna-fauna yang terdapat di dalam perairan danau, melihat aliran energi berupa rantai dan jaring-jaring makanan yang terjadi di ekosistem danau. Berdasarkan dari hasil pengamatan parameter yang telah kami lakukan maka diperoleh beberapa data. Hasil pengukuran untuk temperatur air dengan menggunakan thermometer yaitu 27°C. Suhu tersebut termasuk normal. Kemudian menghitung kadar keasaman perairan dengan menggunakan kertas lakmus, dan diperoleh ph 6 yang artinya tingkat keasaman perairan danau masih bersifat netral dan juga dikakukan pengukuran untuk arah arus menggunakan bola mainan plastik yang diikat dengan tali sepanjang dua meter, di dalam bola diisi a ir sedikit lalu dilempar ke dalam air dan diperoleh data kecepatan yaitu 1,5 m/detik. Dilakukan parameter untuk melihat kekeruhan air menggunakan sicchimeter.



Pengambilan data plankton dilakukan dengan cara pengambilan air danau sebanyak 5 kali pengulangan lalu disaring dengan insec net yang di bawahnya sudah terdapat botol sampel, setelah itu ditetesi lugol dengan pipet tetes lalu ditutup rapat, tujuannya agar plankton yang ada di dalam air tetap bertahan beberapa jam. Saat melakukan pengamatan pada mikroskop dengan cara meletakkan setetes air sampel pada objek glass dan ditutup dengan cover glass lalu diamati pada mikroskop. Jika tidak ditemukan lakukan sebanyak lima kali pengamatan dalam satu botol sampel. Dan kami akhirnya mendapatkan plankton berjenis fitoplankton. Fitoplankton merupakan merupakan jenis tumbuhtumbuhan yang mampu membuat makanannya sendiri. Dan termasuk produsen utama di dalam kehidupan air. Pitoplankton



yang



kami



pada



sampel



air



berjenis



Gonatozygon



monotaenium dengan ciri-ciri sel memanjang dan tetapi sedikit seperti desmid sebagai median penyempitan yang diinginkan dan morfologi semisel paling sederhana. Kloroplas, satu atau dua per sel, dalam bentuk lempeng, baik sederhana atau dilengkapi dengan sejumlah punggungan memanjang yang menjadikannya lebih atau kurang lurus di bagian melintang. Namun, dalam kondisi tertentu (kurang optimal?), Kloroplas berbentuk pita spiral yang tidak beraturan. Seringkali, sel-sel melekat satu sama lain untuk membentuk filamen dengan panjang variabel. Kebetulan seluruh jaring dapat dibentuk menyerupai alga



Mougeotia



berserabut.



Sel-sel



Gonatozygon



monotaenium



adalah



memanjang-silinder dan ditandai oleh dinding sel granula halus. Di Belanda, G. monotaenium agak umum pada badan air mesotropik, sedikit asam, atau sirkumutral. Sebaliknya, pembentukan zygospore jarang terjadi. 4.2.5 Pembahasan Pembuatan Herbarium Pada pembuatan herbarium ini dilaksanakan pada hari Senin, 16 Desember 2019. kami mengambil spesies jenis tumbuhan paku di lokasi praktikum hutan alami di Desa Marangin, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Bagian tubuh tumbuhan yang dipakai yakni keseluruhannya. Hal pertama yang dilakukan dengan menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan herbarium, utuk bahan kami menggunakan jenis tumbuhan itu sendiri, alkohol



sedangkan alat dan yang digunakan yakni karton, gunting, plastic, kardus, spray, solasi, pisau. Kemudian bersihkan tumbuhan dari tanah yang menempel, setelah itu letakkan tumbuhan tersebut ke dalam plastik dan semprot menggunakan alcohol 75%. Usahakan alcohol mengenai seluruh bagian tubuh tumbuhan dengan merata. Setelah itu keluarkan tumbuhan dan biarkan hingga alcohol mongering, setelah kering letakkan tumbuhan tadi di atas kardus yang telah dilapisi koran kemudian tutup lagi menggunakan koran dan hipit lagi menggunakan kardus, beri solasi pda kardus agar rapat dan tidak memungkinkan udara masuk, biarkan selama satu minggu, jangan lupa setiap 2 hari sekali mengganti koran pelapisnya, setelah satu minggu. Buka kardus pembungkus dan tempelkan hasil herbarium tersebut di kertas karton, sertakan pula klasifikasin dan deskripsi dari tumbuhan tersebut, langkah terakhir yakni memberi pelaspis plastik kaca dan bingkai agar herbarium terlihat bagus. 4.2.5



Klasifikasi Flora Dan Fauna



Klasifikasi pohon karet Kingdom



: Plantae



Sub Kingdom : Viridiplantae Devisi



: Tracheophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Ordo



: Malpighiales



Famili



: Euphorbiaceae



Genus



: Hevea



Spesies



: Hevea brasiliensis



Klasifikasi pohon jengkol Kingdom



: Plantae



Filum



: Magnoliophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Ordo



: Fabales



Famili



: Fabaceae



Subfamili



: Mimosoideae



Genus



: Archidendron



Spesies



: A. pauciflorum



Klasifikasi pohon jati Kingdom



: Plantae



Subkingdom : Viridiplantae Divisi



: Tracheophyta



Subdivisi



: Spermatophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Ordo



: Lamiales



Famili



: Lamiaceae



Genus



: Tecton



Spesies



: Tectona grandis



Klasifikasi kakao Kingdom



: Plantae



Divisi



: Spermatophyta



Sub Divisi



: Angiospermae



Kelas



: Dicotyledoneae



Sub Kelas



: Dialypetalae



Ordo



: Malvales



Family



: Sterculiaceae



Genus



: Theobroma



Spesies



: Theobroma cacao L.



Klasifikasi pohon biwa Kingdom



: Plantae



Divisi



: Angiospermae



Kelas



: Rosids



Ordo



: Rosales



Famili



: Rosaceae



Genus



: Eriobotrya



Spesies



: E. japonica



Klasifikasi Crudia bracteata Kingdom



: Plantae



Divisi



: Tracheophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Ordo



: Myrtales



Famili



: Melastomataceae



Genus



: Crudia



Spesies



: Crudia bracteata



Klasifikasi Ganoderma sp Kingdom



: Fungi



Divisi



: Basidiomycota



Kelas



: Agaricomycetes



Ordo



: Polyporales



Famili



: Ganodermataceae



Genus



: Ganoderma



Spesies



: Ganoderma sp



Klasifikasi paku 1 Kingdom



: Plantae



Divisi



: Pteridophyta



Kelas



: Pteridopsida



Ordo



: Blechnales



Famili



: Blechnaceae



Genus



: Stenochlaena



Spesies



: S. palustris



Klasifikasi paku 2 Kingdom



: Plantae



Subkingdom : Tracheobionta Divisi



: Lycopodiophyta



Kelas



: Lycopodiopsida



Ordo



: Selaginellales



Famili



: Selaginellaceae



Genus



: Selaginella



Spesies



: Selaginella plana



Klasifikasi paku 3 Kingdom



: Plantae



Divisi



: Pteridophyta



Kelas



: Pteridopsida



Ordo



: Polypodiales



Famili



: Lomariopsidaceae



Genus



: Nephrolepis



Spesies



: Nephrolepis biserrata



Klasifikasi Clidemia hirta Kerajaan



: Plantae



Divisi



: Magnoliophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Ordo



: Myrtales



Keluarga



: Melastomataceae



Genus



: Clidemia



Spesies



: Clidemia hirta



Klasifikasi tumbuhan pohpohan Kingdom



: Plantae



Divisi



: Tracheophyta



Class



: Magnoliopsida



Order



: Rosales



Family



: Urticaceae



Genus



: Pilea Lindl.



Species



: Pilea melastomoides



Klasifikasi Monomorium sp Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthropoda



Kelas



: Insecta



Ordo



: Hymnoptera



Famili



: Formicidae



Genus



: Monomorium



Spesies



: Monomorium sp



Klasifikasi capung Kingdom



: Animalia



Phylum



: Arthropoda



Class



: Insecta



Ordo



: Odonata



Subordo



: Anisoptera



Family



: Aeshnidae



Subfamily



: Aeshninae



Genus



: Aeshna



Spesies



: Aeshna sp



Klasifikasi kumbang Kingdom



: Animalia



Phylum



: Artropoda



Kelas



: Insekta



Ordo



: Coleoptera



Subordo



: Adephaga



Superfamili



: Caraboidea



Famili



: Carabidae



Klasifikasi Belalang Kingdom



: Animalia



Filum



: Artropoda



Kelas



: Insecta



Ordo



: Orthoptera



Subordo



: caelifera



Famili



: Acrididae



Genus



: Dissosteira



Spesies



: Dissosteira Carolina



Klasisikasi walang sangit Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthropoda



Kelas



: Insecta



Ordo



: Hemiptera



Famili



: Alydidae



Genus



: Leptocorisa



Spesies



: Leptocorisa acuta



Klasifikasi semut merah Kingdom



: Animalia



Filum



: Artropoda



Kelas



: Insekta



Ordo



: Hymenoptera



Sub ordo



: Apokrita



Famili



: Formicidae



Sub family



: Vespoidea



Genus



: Solenopsis



Spesies



: Solenopsis invicta



Klasifikasi Alternanthera philoxeroides Kingdom



: Plantae



Divisi



: Spermatophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Ordo



: Caryophyllales



Famili



: Amaranthaceae



Genus



: Alternanthera



Spesies



: Alternanthera philoxeroides



Klasifikasi Leersia hexandra Kingdom



: plantae



Divisio



: Magnoliophyta



Classis



: Magnoliopsida



Susclasis



: Rosidae



Ordo



: Fabales



Familia



: Leersiaceae



Genus



: Leersia



Spesies



: Leersia hexandra



Klasifikasi padi Kingdom



: Plantae



Divisio



: Angiospermae



Kelas



: Monocotyledoneae



Ordo



: Poales



Familia



: Poaceae



Genus



: Oryza



Spesies



: Oryza sativa



Klasifikasi pitoplankton Kingdom



: Plantae



Subkingdom : Viridiplantae Phylum



: Charophyta



Class



: Zygnematophyceae



Subclass



: Zygnematophycidae



Order



: Desmidiales



Family



: Gonatozygaceae



Genus



: Gonatozygon



Spesies



: Gonatozygon monotaenium



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu pada praktikum 1 tentang factor lingkungan suatu ekosistem dapat menggambarkan komponen biotic dan abiotik dalam suatu ekosistem, dapat disimpulkan bahwa ekosistem terutama ekositem hutan bukan hanya komponen abiotik tetapi komponen biotic juga sangat mempengaruhi ekosistem jika salah satu komponen ekosistem tersebut punah, maka ekosistem lain terganggu . lama kelamaan semuanya akan ikut punah. Jika ekosistem punah manusia juga akan punah. Untuk menghindari hal tersebut, maka kita sebagai manusia harus melestarikan ekosistem terutama ekosistem hutan. Kesimpulan dari praktikum lapangan yang kedua ini tentang menghitung kerapatan vegetasi ini dapat menggambarkan kerapatan vegetasi pada suatu ekosistem sebagai salah satu factor biotic, hutan alami di lubuk nginio tersebut menyajikan berbagai macam jenis tumbuhan dan terdapat banyak spesies atau kelimpahan yang nyata. Flora yang mendominasi pada plot 10 x 10 yaitu spesies Clidemia hirta yang berjumlah sebanyak 66 batang strata pohon, sedangkan di plot 5x5 yaitu spesies Crudia bracteata 55 strata sapling, dan pada plot 2 x 2 m, vegetasi strata seedling tabulasi fauna hutan yang mendominasi adalah Monomorium minimum sebanyak 11 ekor. Adapun kesimpulan pada praktikum lapangan ketiga ini tentang menghitung serangga ini kita dapat menggambarkan komponen biotic (serangga) dalam suatu ekosistem, dari hasil pengamatan yanag telah dilakukan setelah dianalisi dan dibahas dapat diambil kesimpulan bahwa serangga yang kami dapat di ekosistem darat dengan menggunakan insect net dan pitfall-trap ada Eurema. Sp sebanyak 5 ekor, Pleris. Sp sebanyak 1 ekor dan Leptocorisa oratorius sebanyak 2 ekor. Adapun kesimpulan pada praktikum keempat ini yaitu menggambarkan komponen biotic dalam ekosistem. Biotic adalah salah satu factor dalam



lingkungan. Dalam suatu ekosistem, tumbuhsn berperan penting sebagai produsen hewan berperan sebagai konsumen dan mikroorganisme sebagai decomposer. Factor biotic terdiri dari tingkat organism yang meliputi individu, populasi, komunitas , ekosistem dan biosfer. Dengan menghitung jumlah fauna seperti serangga, plankton maupun bentos yang ada didarat maupun diperairan dalam suatu ekosistem. Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil pada praktikum kelima ini adalah agar kita dapat mengetahui rantai makanan dan jarring-jaring makanan yang terbentuk dari suatu ekosistem. Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara pembuatan hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada yang berperan sebagai produsen, konsumen, dan decomposer. Misalnya rumput dimakan oleh belalang, belalang dimakan oleh katak, katak dimakan oleh ular. Sedangkan jaring-jaring makanan merupakan kumpulan dari berbagai rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain dalam suatu ekosistem. 5.2 Saran



DAFTAR PUSTAKA Agusta,T.S. 2015. Danau Hanjalutung Kalimanatan Tengah. Jurnal Ilmu Hewani Tropikal Bagi Komunitas Ikan Di Zona Limnetic Waduk Djuanda. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Bakri. 2009. Bahan Kuliah Ekologi Hutan.Jurusan Manajemen Hutan. Pontianak: California: Wiley-Interscience Publication Endri,Junaidi. 2013. Komunitas Plankton Di Perairan Sumatar Selatan. Fakultas



Kehutanan



Universitas



Tanjungpura.



Fakultas



Pertanian



Universitas Trisakti Harmanto. 2011. Gografi Bilingual Untuk Sma/Ma Kelasx. Bandung: Yrama Widya Indrayanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit Pt Bumi Aksara Hidayah, 2014. Struktur Komunitas Fitoplankton Di Waduk Kedungombo Jawa Tengah. Maspari Journal Vol.6, No.2, Juli 2014. Diakses Tanggal 2 Februari 2017. Indryanto. 2011. Ekologi Hutan. Jakarta : Penerbit Pt Bumi Aksara Institut Pertanian Bogor. Jakarta: Penebar Swadaya. James, 2010. Statistical Ecology Aprimer On Methods And Computing. Kartamihardja,Endi. 2015. Spektra Ukuran Biomassa Plankton Dan Pemanfaatan Bagi Komunitas Ikan Di Zona Limnetic Waduk Djuanda. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Kutarg, 2010. Kebijakan Pengelolaan Danau Dan Waduk Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang. Wahana Hijau, Jurnal Perencanaan Dan Pengembangan Latifa, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jakarta: Jurusan Kehutanan Latifah, Siti. 2010. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. Makirim, 2013. Morfologi Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Jakarta.



Nugroho,A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Universitas Trisakti Palembang : Fmipa Universitas Sriwijaya. Purwono Dan Purnamawati,H. 2007. Budidaya Dan Jenis Tanaman Unggul. Setiawan, Doni. 20011. Studi Komunitas Makrozoobenthos Di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat. Sumatera Selatan: Biologi Universitas Sriwijaya. Soprobowati,2012. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bandung: Media Press Bandung Suhendang,E. 2002. Penganatar Ilmu Kehutanan.Bogor: Fakultas Kehutanan Sumono, 2012. Meningkatkan Daya Dukung Irigasi Dan Pemahaman Aktivitas Biologis Periodek Tanaman Padi Sawah Menuju Pertanian Presisi Dalam Upaya Memantapkan Swasembada Beras, Dalam Pemikiran Guru Besar Usu Dalam Pembangunan Nasional Dewan Guru Besar Usu, Usu Pess, Medan.



LAMPIRAN