Laporan Farmakologi Pengenalan Hewan Coba [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LEMBAR PENGESAHAN



Judul



: Pengenalan Hewan Coba dan Rute Pemberian Obat



Dosen Praktikum



:



1. Nina Herlina M.Si. 2. Ir. E. Mulyati Effendi, M.Si. 3. Yulianita, M.Si. 4. Emma Nilafita Putri K. M.Farm., Apt. 5. Sari Nurmala, M.Farm



(Indah Purnamasari)



(Eki Andaresta)



(Rosilia)



(Della Claudia A.)



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi yaitu, ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat. Toksikologi berkembang luas ke bidang kimia, kedokteran hewan, kedokteran dasar klinik, pertanian, perikanan, industri, etimologi hukum dan lingkungan. Perkembangan ini memungkinkan terjadinya reaksi dalam tubuh dalam jumlah yang kecil. Beberapa macam keracunan telah diketahui terjadi berdasarkan kelainan genetik, gejala keracunan dan tindakan untuk mengatasinya berbeda-beda. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita sebagai mahasiswa maupun sebagai seorang peneliti dalam hal ini mengetahui tentang kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan uji atau hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologis. Hewan laboratorium tersebut di gunakan sebagai uji praktek untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan yang sering dipakai dalam penelitian maupun praktek yaitu : Kelinci (Oryctolagus cuniculus), Mencit (Mus musculus), dan Tikus (Rattus novergicus).



2



Pada percobaan kali ini kami melakakuan penanganan hewan coba pada mencit (Mus musculus).



1.2.Tujuan percobaan Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah : a. Mahasiswa mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk pengujian obat. b. Mahasiswa dilatih untuk mengetahui cara pemberian obat. c. Mahasiswa dilatih untuk mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan secara berbeda rute pemberian.



1.3.Hipotesis 1. Metode yang paling baik digunakan adalah subkutan karena memiliki efek yang sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh. 2. Kafein menimbulkan meningkatnya aktivitas mencit dan mencit menjadi lebih agresif.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada dasarnya hewan percobaan sangat berguna bagi seorang peneliti untuk melihat suatu perkembangan dalam ilmu pengetahuan tentang berbagai macam penyakit yang ada disekitar masyarakat seperti malaria, filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan jiwa, dan semacam bentuk kanker. Hewan percobaan tersebut oleh karena itu dijadikan sebagai alternatif terakhir sebagai animal model. Setelah melihat beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan maka dengan berkurangnya atau bahkan tidak tersedianya hewan percobaan akan berakibat penurunan



standar



melumpuhkan



keselamatan



beberapa



riset



obat-obatan medis



yang



dan sangat



vaksin



bahkan



dibutuhkan



dapat



manusia



(Sulaksono,1992:318). Hewan coba atau hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keprluanpenelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaab pembangunan nasonal bahkan internasional, dalm rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang menggunakan manusia pada tahun 1964 antara lain dikatakan perlunya dilakukan percobaan pada hewan. Sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono, 1992:321). Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran atau biomedis telah lama dilakukan. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya disamping faktor ekonomis, mudah atau tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Setiawati, A. dan F. D Suyatna, 1995).



4



Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda0beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau dalam pengambilan darah misalnya) dan juga bagi orang-orang yang memegangnya (Katzug, B.G., 1989). Ditinjau dari segi sistem pengolahannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat atau karakteristik hewan percobaan maka dari 4 golongan hewan, yaitu: 1. Hewan liar 2. Hewan yang konvensional yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka. 3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem barrier (tertutup). 4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kumah yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem isolator sudah barang tentu penggunaannya hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, maka semakin sempurna hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan yang liar hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan pecobaan secara konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksono, M. E. 1987). Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu fktor yang mempengaruhi efek obat karena karakteristik lingkungan fisologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat pada lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).



5



Memilih rute penggunaan obatterganung dari tujuan terapi, sifat obatnyaserta kondisi pasien. Oleh sebab ituperlu mempertimbangkan masalahmasalah berikut: 1. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik 2. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama 3. Stabilitas obat didalam lambung atau usus 4. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute 5. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter 6. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan pada besarnya obat di absorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990). Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara: 1. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal 2. Parenteral dengan cara intravena, intramuskuler dan subkutan 3. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru. Efek lokal dapat diperoleh dengan cara: 1. Intraokular, intranasal, aural dengan jalan diteteskan pada mata, hidung dan telinga 2. Intrarespiratoral, berupa gas masuk ke paru-paru 3. Rektal, uretral dan vaginal dengan jalan dimasukkan kedalam dubur. Saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan. Rute penggunaan obat dapat dengan cara: 1. Melalui rute oral 2. Melalui rute parenteral 3. Melalui rute inhalasi



6



4. Melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya. 5. Melaui rute kulit (Anief, 1990) Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dankemudian sisi reseptor. Cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukkan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan mempengaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan (Reksohadirodjo, M.S., 1994.).



7



BAB III METODE KERJA 3.1. Alat dan bahan -



Alat



- Bahan



Jarum suntik



Mencit



Timbangan hewan coba



Kelinci



Toples



Tikus Urethane 10% dalam aquadest steril



3.2. Cara kerja  PENANGANAN HEWAN COBA -



Di setiap kelompok mendapatkan 1 ekor tikus dan 1 ekor mencit.



-



Diamati keadaan biologi dari hewan coba



 Cara memegang hewan percobaan sehingga siap diberi sediaan uji -



Mengangkat ujung ekor mencit dengan tangan kanan.



-



Meletakkan pada suatu tempat ,sehingga bila ditarik mencit akan mencengkeram.



-



Lalu kulit pada bagian tengkuk mencit dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri sedangkan ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan kemudian tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap ke kita dan ekor dijepit di antara jari manis dan kelingking tangan kiri.



 Cara penyuntikan pada hewan coba secara subkutan -



Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya runcing.



-



Memegang mencit dengan mencubit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.



-



Membersihkan bagian yang akan disuntikkan dengan alkohol 70 %.



-



Disuntikan



cairan obat dari arah depan pada bagian kulit tengkuk



belakang telinga mencit yang telah dicubit -



Usahakan penyuntikan dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan.



8



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



IV.1 DATA PENGAMATAN



IV. 1.1 PENANGANAN HEWAN COBA PENGAMATAN



TIKUS



MENCIT



SEBELUM SESUDAH SEBELUM



76 g



SESUDAH 10”



20”



30”



BOBOT



76 g



19 g



FREKUENSI



108



108



132



140



160



LAJU NAPAS



110



104



112



128



148



REFLEKS



+



+++



+++



+++



+++



TONUS OTOT



++



+++



+++



++



++



KESADARAN



++



128



128



++



++



RASA NYERI



+



++



++



++



++



JANTUNG



GEJALA LAIN DEFEKASI



3



URINASI



3



IV.1.2 RUTE PEMBERIAN OBAT KELOMPOK BERAT (g)



VOL



RUTE



ONSET



DURASI



PEMBERIAN PEMBERIAN (ml)



1



22



0,6



Oral



5’8”



33’52”



2



14



0,35



Sc



7’



29’20”



3



17



0,45



Ip



7’



Mati



4



14



0,4



Oral



Mati



Mati



5



17



0,4



Sc



1’58”



35’50”



6



18



0,5



Ip



5’17”



22’28”



9



7



18



0,45



Oral



3’



38’13”



8



19



0,5



Sc



1’20”



34’40”



9



17



0,4



Ip



4’



35’



10



IV.2 PEMBAHASAN Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat yaitu urethan kepada mencit dengan rute oral(melalui mulut),subcutan (dibawah kulit) dan intraperitorial (dalam rongga peritorial) namun pada kelompok kami hanya melakukan secara subcutan. Pada awalnya mencit



bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll).



Kemudian disuntikkan obat urethan ke mencit dengan cara yaitu pemberian obat secara subcutan (dibawah kulit). Pemberian secara subkutan dilakukan di bawah kulit pada daerah tengkuk dengan mencubit tengkuk di antara jempol dan telunjuk, sebelumnya mencit harus diberikan penomoran terlebih dahulu untuk mengetahui perbedaan hewan satu dengan yang lainnya, dapat digunakan asam pikrat ataupun dengan spidol permanen. Sebelum dilakukan penyuntikan dibersihkan area kulit yang akan disuntik dengan alcohol 70%. Masukkan obat dengan menggunakan alat suntik 0,5ml secara paraler dari arah depan menembus kulit sampai terdengar bunyi klik. Kita melakukan dengan cepat untuk menghindari pendarahan yang terjadi dengan kepala mencit.Dosis yang diberikan kepada mencit sesuai dengan berat badan mencit yaitu sebanyak 0,5 ml. Setelah pemberian urethan, perubahan mulai terjadi onset pada waktu 1 menit 20 detik pada hewan coba sehingga menjadi lebih aktif dari sebelum diberikannya urethan. Dari data biologi mencit sebelum diberikannya urethan detak jantung 108 bpm setelah diberikannya urethan pada menit ke sepuluh detak jantung nya 132 bpm,pada menit ke 20 sebanyak 140 dan pada menit ke 30 sebanyak 160. Lalu kemudian pada laju nafas yang meningkat dibandingkan sebelum diberikannya urethan. Untuk reflex,torus otot,kesadaran dan rasa nyeri didapatkan +++ sebelum dan sesudah diberikannya urethan Karena mencit yang digunakan dari awal masih aktif. Meningkatnya aktifitas biologis pada mencit disebabkan Karena pemberian urethan. Urethan yang diberikan adalah kafein.



10



Kafein merupakan suatu zat obat yang dapat memacu stimulan system saraf pusat dan memiliki sifat diuretic oleh sebab itu hewan coba yang digunakan (mencit) setelah diberikannya urethan mengalami urinasi sebanyak tiga kali dan defekasi sebanyak tiga kali Karena efek samping dari kafein selain menyebabkan sering buang air kecil juga menyebabkan sering buang air besar dikarenakan kafein ini dapat 1. Meningkatkan volume darah Sebagai stimulant kafein akan meningkatkan aktifitas jantung serta mempercepat aliran darah jika masuk kedalam tubuh. Peningkatan aktivitas ini menyebabkan jantung semakin cepat berdenyut atau berdebar-debar dan meningkatkan tekanan darah. Semua tekanan darah meningkat, termasuk tekanan drah pada system renal (system yang mengatur pengeluaran urin) dan mengakibatkan volume darah juga meningkat. 2 kafein menghalani penyerapan natrium dan air didalam ginjal Selain menyaring darah, ginjal juga bertanggung jawab untuk mempertahankan keseimbangan natrium dan air dalam tubuh. Jika jumlah natrium tidak seimbang didalam tubuh maka akan menyebabkan berbagai gangguin fungsi sel tubuh. Dalam hal ini kafein menghambat penyerapan natrium dan air pada ginjal. 2. Kafein melemaskan otot kandung kemih Konsumsi kafein yang terlalu sering ternyata dapat berpengaruh pada kekuatan otot kandung kemih. Otot kandung kemih akan bereaksi ketika kandung kemih sudah penuh dan akhirnya menstimulsi otak untuk menimbulkan rasa ingin buang air kecil.



Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dan didapatkan data pengamatan seluruh kelompok, dimana satu kelompok dengan kelompo yang lain melakukan percobaan pemberian rute obat yang berbeda – beda, dari data yang didapat pemberian obat secatra subcutan lebih cepat dibandingkan dengan intraperitorial dan oral, namun seharusnya pemberian rute obat secara intraperitorial seharusnya lebih cepat dibandingkan dengan subcutan karena obat yang di suntikkan dalam rongga peritonium akan di absorbsi cepat sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.



11



12



BAB V KESIMPULAN



Berdasarkan hasil praktikum maka dapat disimpulkan : Semakin tinggi dosis yang di berikan akan memberikan efek yang lebih cepat. Onset dari rute pemberian obat secara subcutan lebih cepat bereaksi. Durasi dari rute pemberian obat secara oral lebih lama reaksinya dalam tubuh. Kesalahan penyuntikan menyebabkan ketidaktepatan dosis yang di berikan kepada hewan coba sehingga hasil yang di peroleh pun tidak akurat. Reaksi dari caffein yaitu dapat meningkatkan aktivitas biologis dari hewan coba.



13



DAFTAR PUSTAKA



Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 42-43. Katzug, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 351. Reksohadirodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 3. Setiawati, A. dan F. D Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi” Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal: 3-5. Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta



14



LAMPIRAN Perhitungan Dosis Kafein 0,4 g = -



100 𝑚𝑔 𝑘𝑔



0,1



= 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚



𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡



Dosis konversi =



𝑔𝑟𝑎𝑚



0,1



𝑥



~ 𝐵𝐵 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡



𝑥



= 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 ~ 19 = X



-



0,1 𝑥 19 1000



= 0,0019



Dosis penyuntikan = Konsentrasi 0,4



= 100 𝑔𝑟𝑎𝑚 ~



𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑙



𝑋



~𝑌



0,0019 𝑌



100 . 0,0019



Y



=



Y



= 0,475 ml ~ 0,5 ml



0,4



15