Laporan Foram Besar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1. 1.1.2. 1.1.3.



Mengidentifikasi fosil foraminifera besar yang terfosilisasi. Mengetahui morfologi fosil foraminifera besar. Menentukan umur maupun lingkungan hidup fosil



foraminifera besar. 1.1.4. Menentukan nama suatu fosil berdasarkan taksonominya. 1.2 Tujuan 1.2.1.



Dapat mengidentifikasi fosil foraminifera besar yang



terfosilisasi. 1.2.2. Dapat mengetahui berdasarkan bentuk morfologi dalam foraminifera besar. 1.2.3. Dapat menentukan umur dan lingkungan hidup fosil dalam foraminifera besar. 1.2.4. Dapat mengetahui



nama



suatu



fosil



berdasarkan



taksonominya. 1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum Praktikum pelaksanaan praktikum mikropaleontologi acara foraminifera



besar ini dilaksanankan pada : 1.3.1 . Pelaksanaan Pertama Hari : Senin Tanggal : 29 Oktober 2012 Waktu : 13.00 - 15.00 WIB Tempat : Ruang 301 Lantai 3 Gedung Geologi 1.3.2 Pelaksanaan ke- 2 Hari : Senin Tanggal : 5 November 2012 Waktu : 13.00 - 15.00 WIB Tempat : Ruang 301 Lantai 3 Gedung Geologi



1



BAB II DASAR TEORI Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang berukuran mikro. Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai studi sistematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadapstratigrafi. Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada diantaranya yang berukuran sampai 19 mm seperti halnya genus Fusilina. Foraminifera besar yaitu golongan benthos yang memiliki ukuran cangkang (test) yang relatif besar, jumlah kamar yang relatif banyak, dan juga sturktur dalam yang kompleks. Pada foram besar biasanya dapat menentukan suatu umur relatif batuan yang mengandung fosil foram besar itu sendiri. Hal ini dikarenakan foram besar memiliki umur yang relatif pendekdan foram besar tersebut dapat juga ditentukan sebagai penentu lingkungan pengendapan karena golongan ini hidupnya sangat peka terhadap lingkungan sehingga hanya hidup pada lingkungan kedalaman tertentu. Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda ditemukan pada waktu yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga ditemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam. Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur. Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Selain itu, karena foram besar tersebut hidup di dasar laut baik itu secara merayap ataupun merambat, sehingga foram besar tersebut sangat cocok untuk mencocokkan lingkungan hidupnya dengan suatu faktor kedalaman yang lebih dikenal dengan nama zona bathymetri.



2



Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan dengan yang lainnya. Sebagian besar hidup di dasar laut dengan kaki semu dan tipe Letuculose, juga ada yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae. Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh sekat atau septa yang disebut suture. Aperture terletak pada permukaan septum kamar terakhir. Hiasan pada permukaan test ikut menentukan perbedaan tiap-tiap jenis. Foraminifera besar benthonik baik digunakan untuk penentu umur. Pengamatan dilakukan dengan mengunakan sayatan tipis vertikal, horisontal, atau, miring di bawah miroskop. Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum ( A. Chusman1927). 1. Kamar embrionik/initial chamber/nucleoconch Merupakan kamar permulaan yang tersusun dari beberapa inti. Berdasarkan jumlah dan kedudukan inti-inti tersebut dapat dibedakan beberapa bentuk yang akan membedakan penamaan sub-genusnya. Dari susunan intiintinya, nucleoconch dapat berbentuk : Bilocular, terdiri dari protoconch dan deuteroconch 



Beberapa deuteroconch lebih kecil dan mengelilingi protoconch polylepidina.







Biasanya terdapat pada bentuk yang microsfeer. Denteroconch sama besar dengan protococh



 



sebagai Lepidocyclina ss. Deuteroconch lebih besar dari protoconch dan menutupi sebagian Nephrolepidina. Deuteroconchbesar sehingga melingkupi seluruh protoconch Eulepidina dan



Isolepidina



atau



trybliolepidina.



Trilocular, terdiri dari 3 nucleuconch Orbitoides Quadrilocular, terdiri dari 4 nucleoconch Orbitoides 2. Kamar nepionik/pery-embryonic chamber Merupakan kamar-kamar yang mengelilingi kamar embrionik, terletak antara kamar embrionik dan kamar-kamar post nepionik. Berdasarkan letak dan susunan kamar nepionik dapat digunakan untuk klasifikasi golongan Ortoididae (Tan Sin Hok, 1932) 3. Kamar post nepionik/median or equatorial chamber Merupakan kamar-kamar yang terbentuk setelah kamar nepionik. Pada sayatan horizontal,kamar ini dapat mempunyai bentuk yang bermacam-macam,



3



seperti rhombie hexagonal, spatulate, arcuate, ogival. Bentuk-bentuk kamar post nepionik ini juga merupakan kendala dalam klasifikasi foraminifera besar. 4. Kamar lateral Merupakan rongga-rongga yang letaknya teratur, terletak di atas dan di bawah lapisan tengah (median layer). Pada genus Lepidocyclina, kamar lateral ini dapat terbentuk lensa, menyudut atau membulat. Masalah-masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu batuan sampai sekarang masih mempergunakan foraminifera bentonik di samping juga mengunakan metode-metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat. Penentuan kisaran umur dengan mengunakan foraminifera bentonik, dilakukan degan langkah - langkah sebagai berikut : 



Menganalisa fosil foraminifera bentonik dari suatu batuan sampai ke tingkat







spesiesnya. Mempergunakan acuan Blow (1969) dalam penetuan kisaran umum dari fosil foram







benton yang telah diamati dan dianalisa. Menetukan kisaran umur fosil foram benton yang muncul akhir dan umur yang punah awal.



Lalu dengan menggunakan foraminifera benthonik maka dapat ditentukan lingkungan pengendapannya, sehingga penggabungan dari foraminifera bentonik dengan foraminifera benthonik dapat menghasilkan umur dari suatu lingkungan pengendapan tertentu. Fosil foraminifera sering dipakai untuk memecahkan masalah geologi terutama bagi perusahan – perusahan minyak walaupun akhir – akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh teknologi yang lebih maju yaitu dengan ditemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya fantastik kecil ( 3 – 40 mikron ). Karena itu dalam pengamatan diperlukan mikroskop dengan perbesaran minimum 5000 kali bahkan sampai 20000 kali. Kegunaan fosil foraminifera adalah :  Untuk penentuan umur batuan yang mengandung fosil foraminifera tersebut.  Membantu dalam studi lingkungan pengendapan atau fasies.  Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi permukaan atau korelasi bawah permukaan.  Membantu menentukan batas – batas suatu transgresi dan regresi, misalnya dengan menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii ( fosil penciri daerah transgresi ), Gyroidina soldanii ( fosil penciri bathial atas) dan lain – lain.



4



 Bahan penyusun Biostratigrafi.



Pengamatan dilakukan degan mengunakan sayatan tipis vertical, horizontal, atau, miring di bawah miroskop. Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum ( A. Chusman 1927).  Famili Discocyclidae  Genus Aktinocyclina : kenampakan luar bulat, tidak berbentuk bintang, di jumpai rusak – rusak yang memancar.  Genus Asterocyclina : kenampakan luar seperti bintang polygonal, dijumpai rusak – rusak radier.  Genus Discocyclina : kenampakam luar merupakan lensa, kadang bengkok menyerupai lensa, kadang bengkok menyerupai pelana, kelilingnya bulat degan/ tanpa tonggak – tonggak.  Famili Camerinidae  Genus Asslina : kenampakan luar pipih (lentukuler) discoidal, test besar ukuran 2 – 50 mm, di jumpai tonggak – tonggak.  Genus Cycloclypeus : kenampakan luar seperti lensa dan kamar sekunder yang siku – siku terlihat dari luar.  Genus Nummulites : kenampakan luar seperti lensa, terputar secara planispiral, hanya putaran terluar yang terlihat, pada umumnya licin.  Famili Alveolinelliadae  Genus Alveolina : kenampakan luar berbentuk telur/slllips (fusiform), panjang kurang lebih 1 cm.  Genus Alveolinella : bentuk sama degan Alveolina panjang sumbunya 0,5 – 1,5 cm serta ada suatu kanal (pre septa). Celah – celahnya tersusun menjadi 3 baris dan tersusun bergantian, tetapi sambung menyambung.  Famili Miogpsinidae  Genus Miogypsian : kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong hingga bulat, kadang seperti bintang/pligonal, permukaan papilliate, sering di jumpai tongkak.  Genus Miogypsinoides ; kenampakan luar terbentuk segitiga, lonjong dan kulit luarnya datar.  Famili Calcarinidae  Genus Biplanispira : kenampakan luar pipih hingga seperti lensa, discoidal, hampir bilateral simetri dengan/tanpa tonggak.  Genus Pellatispira : kenampakan luar seperti lensa (lentikuler) dan bulat sering dijumpai tonggak.



5







Famili Orbitoididae  Genus Lepidocyclina : kenampakan seperti lensa (lentiluler) pipih cembung, discoidal, permukaan test papilate, halus reticulate, pinggirnya bisa bulat, kadang seperti batang atau polygonal. Berdasarkan komposisnya test foraminifera dikelompokkan menjadi empat, yaitu ; 1. Dinding chitin/tektin Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, antara lian :  Golongan allogromidae  Golongan miliolidae  Golongan lituolidae  Beberapa golongan Astroizidae Cirri-ciri dinding chitin adalah fleksibel, transparan, berwarna kekuningan dan imperforate. 2. Dinding arenaceous dan aglutinous Dinding arenaceous dan agglutinin terbuat dari zat atau material asing disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama lain dengan zat perekat oleh organisme tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butirbutir pasir saja, sedangkan agglutinin materialnya diambil dari butir-butir pasir, sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi, silica dan gampingan. Zat perekat gampingan adalah cirri khas dari foraminifera yang hidup di perairan tropis, sedangkan zat perekat silica khas untuk foraminifera yang hidup di perairan dingin. Contoh :  Dinding aglitinous : Ammobaculites aglutinous  Dinding Arenaceous : Psammosphaera 3. Dinding siliceous Beberapa ahli (Brady, Hubler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding silicon dihasilkan oleh organisme itu sendiri. Menurut Glessner dinding silicon berasal dari zat primer (organisme itu sendiri)maupun zat skunder. Tipe dinding ini jarang ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies dari Miliolidae.



6



4. Dinding calcareous/gampingan Dinding yang terbuat dari zat gampingan dijumpai pada sebagian besar foraminifera. Dinding gampingan dapat dikelompokkan menjadi :  Gampingan porselen : adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar berwarna putih opaque. Contohnya Quingueloculina, Pyrgo.  Gamping granular : adalah dinding yang terbuat dari Kristal-kristal kalsit yang granular, pada sayatan tipis terlihat gelap. Contohnya Endothyra.  Gamping komplek : dinding yang dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang terdiri dari dua bahkan empat lapis. Terdapat pada glongan Fussulinidate.  Gamping hyaline : terdiri dari zat-zat gamping yang trasparan dan berpori. Kebanyakan dari foraminifera plankton yang mempunyai dinding seperti ini.



 Lingkungan Hidup Foraminifera Studi tentang paleoekologi ini akan dapat digunakan untuk menafsirkan lingkungan pengendapan pada masa lampau, jika perilaku organisme dijumpai pada kondisi yang normal. Faktor



lingkungan



yang



berpengaruh



terhadap



kehidupan



mikroorganisme : 1. Kadar Karbonat Karbonat termasuk faktor yang paling penting untuk pertumbuhan foraminifera, karena sebagian foraminifera membutuhkan karbonat untuk pertumbuhan cngkangnya. Suhu Air Laut Suhu air laut berkaitan dengan salinitas, kedalaman dan ketembusan cahaya matahari. Suhu berpengaruh terhadap jumlah (populasi) foraminifera dan besarnya cangkangKadar Garam (salinitas) Kadar garam berpengaruh terhadap distribusi spesies foram tertentu. 2. Kedalaman 7



Kedalaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan foraminifera, baik dari jenis maupun kelimpahannya. Pada laut dangkal, variasi dan junlah spesies bercangkang gampingan sangat besar. Pada laut dalam, keberadaan foram bercangkang gampingan semakin berkurang dan digantikan foram bercangkang aglutinated. 3. Turbiditas/Kekeruhan Air Turbiditas yang tinggi dapat mengurangi populasi foraminifera. Hal ini berkaitan dengan kekeruhan yang menghalangi masuknya cahaya matahari, sehingga mengurangi fotosintesis sehingga mengurangi jumlah makanan foraminifera. Hanya foraminifera yang mempunyai kemampuan filtrasi pada air keruh yang mampu bertahan, misalnya : Operculina, Robulus, Rotalia yang biasanya dijumpai melimpah pada endapan lumpur



BAB III HASIL DESKRIPSI UNIVERSITAS DIPONEGORO LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI OPTIK, DAN GEOLOGI



Numilites



NAMA PRAKTIKAN



NIM



Rombongan



Angga widya p



21100110130071



1 (Satu)



JENIS PERAGA FOSIL YANG DIAMATI SAYATAN FB003



Sumbu Horizontal



SMEAR -



Foraminifera Bentonik NAMA FOSIL



LEMBAR DESKRIPSI MIKROFOSIL



AYAKAN Perbesaran :



Acara:



Kingdom Filum Kelas



: Animalia : Protozoa : Sarcodina



LAIN-LAIN -



Sumbu Vertikal



Intial Chamber 8



DESKRIPSI:



Pada sayatan fosil dengan kode FB003 ini termasuk dalam Ordo Foraminifera Bentonik dimana berdasarkan morfologi test fosil pada sayatan ini berupa Lenticular Test,



degan susunan kamar degan komposisi Hyalin, terdapat



Initial Chamber,



Chamber Wall, Equatorial Chamber. Terdapat kenampakan Pilar dan kenampakannay tergolong Planispiral dengan bentuk test Polythalamus dan terdapat Initial Chamber putaran kamar Involute Kehidupan dari fosil ini pada daerah Laut Dangkal. UMUR



:Eosen Akhir sampai Oligosen



UNIVERSITAS DIPONEGORO LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI OPTIK, DAN GEOLOGI



Acara: Foraminifera Bentonik NAMA FOSIL



LEMBAR DESKRIPSI MIKROFOSIL



Asterocycliina



NAMA PRAKTIKAN



NIM



Rombongan



Angga widya p



21100110130071



1 (Satu)



JENIS PERAGA FOSIL YANG DIAMATI AYAKAN Perbesaran :



SAYATAN FB008



Sumbu Horizontal



SMEAR -



Kingdom Filum Kelas



: Animalia : Protozoa : Sarcodina



LAIN-LAIN -



Sumbu Vertikal



Embrionic Chamber



9



DESKRIPSI:



Pada sayatan fosil dengan kode FB008 ini termasuk dalam Ordo Foraminifera Bentonik dimana berdasarkan morfologi test fosil pada sayatan ini berupa Lenticular, degan susunan kamar degan komposisi Hyalin dan Porselin serta Agglutined, tidak terdapat Initial Chamber dan tidak terdapat kamar lateral pada kenampakan sayatan Kehidupan dari fosil ini pada daerah Intermediet antara laut dangkal dengan laut dalam. UMUR



:Eosen Akhir sampai Oligosen



10



UNIVERSITAS DIPONEGORO LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI OPTIK, DAN GEOLOGI



Heterosgerina Sp.



NAMA PRAKTIKAN



NIM



Rombongan



Angga widya p



21100110130071



1 (Satu)



JENIS PERAGA FOSIL YANG DIAMATI SAYATAN FB07



SMEAR -



Sumbu Horizontal



Foraminifera Bentonik NAMA FOSIL



LEMBAR DESKRIPSI MIKROFOSIL



AYAKAN Perbesaran :



Acara:



LAIN-LAIN -



Kingdom Filum Kelas Ordo Sub Ordo Superfamili



: Animalia : Protozoa : Sarcodina : Foraminifera : Rotalina : Nummultoidea



Sumbu Vertikal



Embrionic Chamber



Kamar Lateral DESKRIPSI:



Pada sayatan fosil dengan kode FB07 ini termasuk dalam Ordo Foraminifera Bentonik dimana mempunyai ciri-ciri diantaranya kamar berjumlah banyak Multichamber, susunan kamar Uniserial, berdasarkan kamar lateral dari fosil ini termasuk ke dalam ciri Arcuate dengan komposisi kamar tersusun atas Hyalin dan berdasarkan bentuk test tergolong berbentuk Lensa (Millionit) Uniserial tanpa pilar dan kamar sekunder yang dapat dilihat dari luar Kehidupan dari fosil ini pada daerah Laut Dalam. UMUR



:Eosen Akhir sampai Holosen



11



UNIVERSITAS DIPONEGORO LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI OPTIK, DAN GEOLOGI



Asilina



NAMA PRAKTIKAN



NIM



Rombongan



Angga widya p



21100110130071



1 (Satu)



JENIS PERAGA FOSIL YANG DIAMATI SAYATAN FB009



SMEAR -



Sumbu Horizontal



Foraminifera Bentonik NAMA FOSIL



LEMBAR DESKRIPSI MIKROFOSIL



AYAKAN Perbesaran :



Acara:



LAIN-LAIN -



Kingdom Filum Kelas Ordo Sub Ordo Superfamili



: Animalia : Protozoa : Sarcodina : Foraminifera : Rotalina :



Sumbu Vertikal



Embrionic Chamber



DESKRIPSI:



Pada sayatan fosil dengan kode FB009 ini termasuk dalam Ordo Foraminifera Bentonik dimana berdasarkan morfologi test fosil pada sayatan ini berupa Lenticular Test, degan susunan kamar degan komposisi Hyalin dan Agglutined, terdapat Initial Chamber, Chamber Wall, Equatorial Chamber dan tidak terdapat kamar lateral pada kenampakan sayatan. Terdapat kenampakan Pilar dan adanya Tuneral dengan kenampakan putaran kamar Evolute Kehidupan dari fosil ini pada daerah Laut Dangkal. UMUR



:Eosen Akhir



12



UNIVERSITAS DIPONEGORO LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI OPTIK, DAN GEOLOGI



Lepydocyclina Sp.



NAMA PRAKTIKAN



NIM



Rombongan



Angga widya p



21100110130071



1 (Satu)



JENIS PERAGA FOSIL YANG DIAMATI SAYATAN FB014



SMEAR -



Sumbu Horizontal



Foraminifera Bentonik NAMA FOSIL



LEMBAR DESKRIPSI MIKROFOSIL



AYAKAN Perbesaran :



Acara:



LAIN-LAIN -



Kingdom Filum Kelas Ordo Sub Ordo Superfamili



: Animalia : Protozoa : Sarcodina : Foraminifera : Rotalina : Orbitoidacea



Sumbu Vertikal



Kamar Equatorial



DESKRIPSI:



Pada sayatan fosil dengan kode FB014 ini termasuk dalam Ordo Foraminifera Bentonik dimana mempunyai ciri-ciri diantaranya kamar berjumlah banyak Multichamber, susunan kamar Lateral Chamber, berdasarkan kamar lateral dari fosil ini termasuk ke dalam ciri Sperulite dengan komposisi kamar tersusun atas Hyalin dan berdasarkan bentuk test tergolong berbentuk Lensa (Millionit) Uniserial Kehidupan dari fosil ini pada daerah Laut Dangkal (Abyssal). UMUR



:Eosen Akhir sampai Oligosen



13



BAB IV PEMBAHASAN Foraminifera merupakan salah satu ordo dari kelas Sarcodina, Phylum Protozoa. Protozoa menyangkut semua binatang bersel tunggal yang kebanyakan tidak mampu. Sedangkan cangkang atau penutup luar tubuhnya kecuali beberapa kelas saja. Foraminifera besar ini termasuk ordo foraminifera ,benthonik merupakan jenis foraminifera yang hidupnya tertambat di dasar laut, sehingga tempat tinggal foram tersebut adalah di laut dalam. Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur. Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Pada kegiatan praktikum kali ini kita mengamati fosil dengan ukuran mikro, dimana dalam kegiatan pengamatan menggunakan mikroskop polarisasi, dan mengamati lima peraga sayatan fosil. 4.1.



Sayatan FB 003 Peraga fosil yang diamati bernomor FB 003 ini dengan jenis sayatandan termasuk ke dalam jenis foraminifera bentonik (foram besar). Pengamaatan mikrofosil kali ini menggunkaan alat mikroskop polarisasi karena ukuran



fosil peraga yang mikroskopis ini terdapat beberapa ciri



kenampakan dari beberapa kondisi ciri fisik diantaranya berdasarkan kenampakan ciri morfologi test pada mikrofosil pada sayatan ini berupa bentuk test menyerupai bentukan jenis polythalamus. Kemudian dari kenampakan ciri jumlah kamar pada sayatan peraga ini memiliki kamar banyak multichamber. Dimana berdasarkan susunan kamarnya pada sayatan peraga ini tergolong pada tipe triseria dimana terdapat 3 baris pertumbuhan dari test secara melintang. Berdasarkan komposisi test tergolong berkomposisi dari susunan hyalin dimana



14



kenampakan pada sayatan mikrofosil tersebut colourless yakni transparant terhadap sinar. Berdasarkan ciri lainnya bentuk dari test pada sayatan mikrofosil ini membentuk lensa lenticular dan terdapat adanya kenampakan pilar, kemudian bentuknya spiral dan memiliki kamar sekunder yang kecil dan dapat dilihat dari luar. Umur foram besar tersebut berdasarkan ciri dan bentuknya diperkirakan berumur eosen sampai oligosem, karena pada zaman ini suhu mulai menghangat dam foraminifera bentonik jenis ini tumbuh pesat. Dan lingkungan hidup dari foraminifera bentonik ini berdasarkan ciri – ciri yang telah tertera di atas adalah di laut dalam dan hidup dengan cara vagile ataupun sessile di dasar laut. Komposisi test yang tersusun oleh material gampingan maka diprediksi hewan ini hidup di daerah laut dalam tepatnya pada daerah bathyal atas dengan kedalaman sekitar 200 – 500 m yang masih berada dalam zona CCD (calcite compensation depth) jadi kandungan kalsit masih melimpah, dengan temperature hangat yang mempunyai kandungan karbonat cukup jenuh. Temperatur lingkungan laut dimana organisme ini hidup relatif tinggi karena kemampuan sinar matahari untuk menembus hingga dasar laut. Sehingga mikroorganisme penghasil makanan (melalui fotosintesis) yang menjadi mangsa mikrorganisme bentonik semacam organisme ini memiliki jumlah yang melimpah.



Pada kedalaman pada lingkungan foraminifera



bentonik ini, dengan ciri – ciri lingkungan yang kadar salinitasnya yang cukup tinggi, dan kekeruhan air yang cukup tinggi dan lingkungan tersebut memiliki energi gelombang yang tinggi. Dengan kondisi lingkungan yang masih termasuk pada zona CCD (calcite compensation depth) maka dengan kandungan kalsit atau karbonat yang tinggi maka proses fosilisasi yang terjadi cukup tinggi, dimana mineral kalsit akan melindungi tubuh foraminifera tersebut sehingga terfosilisasi. Berdasarkan ciri tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan hidup foraminifera ini pada daerah neritik luar sampai bathial tengah (100 - 1000 meter), dimana pada kedalaman yang sekian maka daerah tersebut ,masih



15



termasuk ke dalam daerah CCD sehingga masih ada kandungan karbonatnya. Dari data-data diatas nama fosil tersebut adalah Numilites. 4.2 Sayatan FB 008 Peraga fosil yang diamati bernomor FB 008 ini dengan jenis sayatan dan termasuk ke dalam jenis foraminifera bentonik (foram besar). Pengamaatan mikrofosil kali ini menggunkaan alat mikroskop polarisasi karena ukuran fosil peraga yang mikroskopis ini terdapat beberapa kondisi ciri fisik diantaranya berdasarkan kenampakan ciri morfologi test pada mikrofosil pada sayatan ini berupa bentuk test menyerupai bentukan jenis Arcuate. Kemudian dari kenampakan ciri jumlah kamar pada sayatan peraga ini memiliki kamar banyak multichamber. Dimana berdasarkan susunan kamarnya pada sayatan peraga ini tergolong pada tipe Uniserial dimana terdapat banyak baris pertumbuhan dari test secara melintang. Berdasarkan komposisi test tergolong berkomposisi dari susunan hyalin dimana kenampakan pada sayatan mikrofosil tersebut colourless yakni transparant terhadap sinar mikroskop dan “porselin-silika” dengan kenampakan opak. Berdasarkan ciri lainnya bentuk dari test pada sayatan mikrofosil ini membentuk lensa lenticular tanpa adanya kenampakan pilar dikarenakan kenampakannya yang secara horizontal, kemudian bentuknya spiral dan memiliki kamar sekunder yang kecil dan dapat dilihat dari luar. Umur foram besar tersebut berdasarkan ciri dan bentuknya diperkirakan berumur eosen sampai oligosem, karena pada zaman ini suhu mulai menghangat dam foraminifera bentonik jenis ini tumbuh pesat. Dan lingkungan hidup dari foraminifera bentonik ini berdasarkan ciri – ciri yang telah tertera di atas adalah di laut dalam dan hidup dengan cara vagile ataupun sessile di dasar laut. Komposisi test yang tersusun oleh material gampingan maka diprediksi hewan ini hidup di daerah laut dalam tepatnya pada daerah bathyal atas dengan kedalaman sekitar 200 – 500 m yang masih berada dalam zona CCD (calcite compensation depth) jadi kandungan kalsit masih melimpah, dengan temperature hangat yang mempunyai kandungan karbonat



16



cukup jenuh. Temperatur lingkungan laut dimana organisme ini hidup relatif tinggi karena kemampuan sinar matahari untuk menembus hingga dasar laut. Sehingga mikroorganisme penghasil makanan (melalui fotosintesis) yang menjadi mangsa mikrorganisme bentonik semacam organisme ini memiliki jumlah yang melimpah.



Pada kedalaman pada lingkungan foraminifera



bentonik ini, dengan ciri – ciri lingkungan yang kadar salinitasnya yang cukup tinggi, dan kekeruhan air yang cukup tinggi dan lingkungan tersebut memiliki energi gelombang yang tinggi. Dengan kondisi lingkungan yang masih termasuk pada zona CCD (calcite compensation depth) maka dengan kandungan kalsit atau karbonat yang tinggi maka proses fosilisasi yang terjadi cukup tinggi, dimana mineral kalsit akan melindungi tubuh foraminifera tersebut sehingga terfosilisasi. Berdasarkan ciri tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan hidup foraminifera ini pada daerah neritik luar sampai bathial tengah (100 - 1000 meter), dimana pada kedalaman yang sekian maka daerah tersebut ,masih termasuk ke dalam daerah CCD sehingga masih ada kandungan karbonatnya. Dari data-data diatas nama fosil tersebut adalah Asterocycliina. 4.3.



Sayatan SB 07 Peraga fosil yang diamati bernomor SB 007 ini dengan jenis sayatandan termasuk ke dalam jenis foraminifera bentonik (foram besar). Pengamaatan mikrofosil kali ini menggunkaan alat mikroskop polarisasi karena ukuran fosil peraga yang mikroskopis ini terdapat beberapa kondisi ciri fisik diantaranya berdasarkan kenampakan ciri morfologi test pada mikrofosil pada sayatan ini berupa bentuk test menyerupai bentukan jenis Arcuate. Kemudian dari kenampakan ciri jumlah kamar pada sayatan peraga ini memiliki kamar banyak multichamber. Dimana berdasarkan susunan kamarnya pada sayatan peraga ini tergolong pada tipe Uniserial dimana terdapat banyak baris pertumbuhan dari test secara melintang. Berdasarkan komposisi test tergolong berkomposisi dari susunan Hyalin dimana



17



kenampakan pada sayatan mikrofosil tersebut colourless yakni transparant terhadap sinar mikroskop. Berdasarkan ciri lainnya bentuk dari test pada sayatan mikrofosil ini membentuk lensa Millionit tanpa adanya kenampakan pilar, kemudian bentuknya spiral dan memiliki kamar sekunder yang kecil dan dapat dilihat dari luar. Umur foram besar tersebut berdasarkan ciri dan bentuknya diperkirakan berumur eosen sampai holosem, karena pada zaman ini suhu mulai menghangat dam foraminifera bentonik jenis ini tumbuh pesat. Dan lingkungan hidup dari foraminifera bentonik ini berdasarkan ciri – ciri yang telah tertera di atas adalah di laut dalam dan hidup dengan cara vagile ataupun sessile di dasar laut. Komposisi test yang tersusun oleh material gampingan maka diprediksi hewan ini hidup di daerah laut dalam tepatnya pada daerah bathyal atas dengan kedalaman sekitar 200 – 500 m yang masih berada dalam zona CCD (calcite compensation depth) jadi kandungan kalsit masih melimpah, dengan temperature hangat yang mempunyai kandungan karbonat cukup jenuh. Temperatur lingkungan laut dimana organisme ini hidup relatif tinggi karena kemampuan sinar matahari untuk menembus hingga dasar laut. Sehingga mikroorganisme penghasil makanan (melalui fotosintesis) yang menjadi mangsa mikrorganisme bentonik semacam organisme ini memiliki jumlah yang melimpah.



Pada kedalaman pada lingkungan foraminifera



bentonik ini, dengan ciri – ciri lingkungan yang kadar salinitasnya yang cukup tinggi, dan kekeruhan air yang cukup tinggi dan lingkungan tersebut memiliki energi gelombang yang tinggi. Dengan kondisi lingkungan yang masih termasuk pada zona CCD (calcite compensation depth) maka dengan kandungan kalsit atau karbonat yang tinggi maka proses fosilisasi yang terjadi cukup tinggi, dimana mineral kalsit akan melindungi tubuh foraminifera tersebut sehingga terfosilisasi. Berdasarkan ciri tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan hidup foraminifera ini pada daerah neritik luar sampai bathial tengah (100 - 1000 meter), dimana pada kedalaman yang sekian maka daerah tersebut ,masih



18



termasuk ke dalam daerah CCD sehingga masih ada kandungan karbonatnya. Dari data-data diatas nama fosil tersebut adalah Heterosgerina Sp. 4.4.



Sayatan FB 009 Peraga fosil yang diamati bernomor FB 009 ini dengan jenis sayatandan termasuk ke dalam jenis foraminifera bentonik (foram besar). Pengamaatan mikrofosil kali ini menggunkaan alat mikroskop polarisasi karena ukuran fosil peraga yang mikroskopis ini terdapat beberapa kondisi ciri fisik diantaranya berdasarkan kenampakan ciri morfologi test pada mikrofosil pada sayatan ini berupa bentuk test menyerupai bentukan jenis lenticular. Kemudian dari kenampakan ciri jumlah kamar pada sayatan peraga ini memiliki kamar banyak multichamber. Juga terdapat kenampakan Initial Chamber, Chamber Wall, Equatorial Chamber



dan tidak terdapat



kenampakan kamar lateral. Dimana berdasarkan susunan kamarnya pada sayatan peraga ini tergolong pada tipe Uniserial dimana terdapat banyak baris pertumbuhan dari test secara melintang. Berdasarkan komposisi test tergolong berkomposisi dari susunan hyalin dimana kenampakan pada sayatan mikrofosil tersebut colourless yakni transparant terhadap sinar mikroskop dan didominasi dengan agglutined dengan kenampakan semacam butiran yang berkerumun dimana ini merupakan akumulasi kumpulan pecahan cangkang. Berdasarkan ciri lainnya bentuk dari test pada sayatan mikrofosil ini membentuk lensa “lenticular” tanpa adanya kenampakan pilar, kemudian bentuknya spiral dan memiliki kamar sekunder yang kecil dan dapat dilihat dari luar. Juga terdapat adanya ciri kenampakan putaran kamar evolute. Umur foram besar tersebut berdasarkan ciri dan bentuknya diperkirakan berumur eosen akhir, karena pada zaman ini suhu mulai menghangat dam foraminifera bentonik jenis ini tumbuh pesat. Dan lingkungan hidup dari foraminifera bentonik ini berdasarkan ciri – ciri yang telah tertera di atas adalah di laut dalam dan hidup dengan cara vagile ataupun sessile di dasar laut. Komposisi test yang tersusun oleh material gampingan maka diprediksi hewan ini hidup di daerah laut dalam tepatnya pada daerah



19



bathyal atas dengan kedalaman sekitar 200 – 500 m yang masih berada dalam zona CCD (calcite compensation depth) jadi kandungan kalsit masih melimpah, dengan temperature hangat yang mempunyai kandungan karbonat cukup jenuh. Temperatur lingkungan laut dimana organisme ini hidup relatif tinggi karena kemampuan sinar matahari untuk menembus hingga dasar laut. Sehingga mikroorganisme penghasil makanan (melalui fotosintesis) yang menjadi mangsa mikrorganisme bentonik semacam organisme ini memiliki jumlah yang melimpah.



Pada kedalaman pada lingkungan foraminifera



bentonik ini, dengan ciri – ciri lingkungan yang kadar salinitasnya yang cukup tinggi, dan kekeruhan air yang cukup tinggi dan lingkungan tersebut memiliki energi gelombang yang tinggi. Dengan kondisi lingkungan yang masih termasuk pada zona CCD (calcite compensation depth) maka dengan kandungan kalsit atau karbonat yang tinggi maka proses fosilisasi yang terjadi cukup tinggi, dimana mineral kalsit akan melindungi tubuh foraminifera tersebut sehingga terfosilisasi. Berdasarkan ciri tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan hidup foraminifera ini pada daerah neritik luar sampai bathial tengah (100 - 1000 meter), dimana pada kedalaman yang sekian maka daerah tersebut ,masih termasuk ke dalam daerah CCD sehingga masih ada kandungan karbonatnya. Dari data-data diatas nama fosil tersebut adalah Asilina. 4.5.



Sayatan FB 014 Peraga fosil yang diamati bernomor FB 014 ini dengan jenis sayatandan termasuk ke dalam jenis foraminifera bentonik (foram besar). Pengamaatan mikrofosil kali ini menggunkaan alat mikroskop polarisasi karena ukuran fosil peraga yang mikroskopis ini terdapat beberapa kondisi ciri fisik diantaranya berdasarkan kenampakan ciri morfologi test pada mikrofosil pada sayatan ini berupa bentuk test menyerupai bentukan jenis Arcuate. Kemudian dari kenampakan ciri jumlah kamar pada sayatan peraga ini memiliki kamar banyak multichamber. Dimana berdasarkan susunan kamarnya pada sayatan peraga ini tergolong pada tipe triserial dimana



20



terdapat 3 baris pertumbuhan dari test secara melintang. Berdasarkan komposisi test tergolong berkomposisi dari susunan hyalin dimana kenampakan pada sayatan mikrofosil tersebut colourless yakni transparant terhadap sinar mikroskop dan didominasi dengan porselin-silika dengan kenampakan opak. Berdasarkan ciri lainnya bentuk dari test pada sayatan mikrofosil ini membentuk lensa lenticular tanpa adanya kenampakan pilar, kemudian bentuknya spiral dan memiliki kamar sekunder yang kecil dan dapat dilihat dari luar. Umur foram besar tersebut berdasarkan ciri dan bentuknya diperkirakan berumur eosen akhir sampai holosen, karena pada zaman ini suhu mulai menghangat dam foraminifera bentonik jenis ini tumbuh pesat. Dan lingkungan hidup dari foraminifera bentonik ini berdasarkan ciri – ciri yang telah tertera di atas adalah di laut dalam dan hidup dengan cara vagile ataupun sessile di dasar laut. Komposisi test yang tersusun oleh material gampingan maka diprediksi hewan ini hidup di daerah laut dalam tepatnya pada daerah bathyal atas dengan kedalaman sekitar 200 – 500 m yang masih berada dalam zona CCD (calcite compensation depth) jadi kandungan kalsit masih melimpah, dengan temperature hangat yang mempunyai kandungan karbonat cukup jenuh. Temperatur lingkungan laut dimana organisme ini hidup relatif tinggi karena kemampuan sinar matahari untuk menembus hingga dasar laut. Sehingga mikroorganisme penghasil makanan (melalui fotosintesis) yang menjadi mangsa mikrorganisme bentonik semacam organisme ini memiliki jumlah yang melimpah.



Pada kedalaman pada



lingkungan foraminifera bentonik ini, dengan ciri – ciri lingkungan yang kadar salinitasnya yang cukup tinggi, dan kekeruhan air yang cukup tinggi dan lingkungan tersebut memiliki energi gelombang yang tinggi. Dengan kondisi lingkungan yang masih termasuk pada zona CCD (calcite compensation depth) maka dengan kandungan kalsit atau karbonat yang tinggi maka proses fosilisasi yang terjadi cukup tinggi, dimana mineral kalsit akan melindungi tubuh foraminifera tersebut sehingga terfosilisasi.



21



Berdasarkan ciri tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan hidup foraminifera ini pada daerah neritik luar sampai bathial tengah (100 - 1000 meter), dimana pada kedalaman yang sekian maka daerah tersebut ,masih termasuk ke dalam daerah CCD sehingga masih ada kandungan karbonatnya. Dari data-data diatas nama fosil tersebut adalah Lepydocyclina Sp.



BAB V KESIMPULAN Berdasarkan setelah dilakukan pengamatan fosil yang berbentuk pada sayatan pada praktikum Foraminifera Besar ini dapat disimpulkan dari hasil deskripsi pengamatan bahwa :  Dari pengamatan yang telah dilakukan pada Sayatan Peraga nomor FB 003 ini dapat diklasifikasikan termasuk kedalam Foram Besar dengan nama 



Numilites Dari pengamatan yang telah dilakukan pada Sayatan Peraga nomor FB 008 ini dapat diklasifikasikan termasuk kedalam Foram Besar dengan namaAsterocycliina



22







Dari pengamatan yang telah dilakukan pada Sayatan Peraga nomor FB 07 ini dapat diklasifikasikan termasuk kedalam Foram Besar dengan







namaHeterosgerina Sp. Dari pengamatan yang telah dilakukan pada Sayatan Peraga nomor FB 009 ini dapat diklasifikasikan termasuk kedalam Foram Besar dengan







namaAsilina Dari pengamatan yang telah dilakukan pada Sayatan Peraga nomor FB 014 ini dapat diklasifikasikan termasuk kedalam Foram Besar dengan nama Lepydocyclina Sp



23



DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012. Foraminifera. Online (http://id.wikipedia.org/wiki/Foraminifera). Diakses pada 25 November 2012 pukul 19.00 WIB Anonim, 2012. Foraminifera. (http://species.wikimedia.org/wiki/Foraminifera). November 2012 pukul 19.05 WIB Anonim, 2012.



Foraminifera.



Online Diakses



pada



25



Online



(http://www.scribd.com/doc/70946025/Paper-Foram). Diakses pada 25 November 2012 pukul 19.00 WIB Anonim, 2012.



Foraminifera.



Online



(http://febryannugroho.wordpress.com/tag/foram-besar/). Diakses pada 25 November 2012 pukul 19.00 WIB Anonim, 2012. Foraminifera.



Online



http://weiminhan.wordpress.com/2012/05/16/foraminifera/). Diakses pada 25 November 2012 pukul 19.00 WIB Rahardjo,Wartono.Saragih,Kristupa W.Akmaludin. 2000 . Buku Pedoman Praktikum Paleontologi. Yogyakarta: UGM. Rubiyanto. 1994. Mikropaleontologi. Pusat Pengembangan Geologi Kelautan: ITB.



24