Laporan Kasus ANC INC PNC BBL Lengkap [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang



1



KEHAMILAN Masalah kesehatan berdasarkan siklus hidup tidak terlepas dari fungsi dan proses reproduksi yang aman dan sehat, yang merupakan cermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupan sejak konsepsi, masa anak, remaja dan usia lanjut, serta kualitas hidup individu masa kini atau sekarang akan berdampak pada kualitas hidup generasi yang berikutnya. Ruang lingkup fungsi dan proses reproduksi sangat luas, karena mencakup keseluruhan hidup manusia sejak lahir hingga mati, sehingga masalah kesehatan reproduksi yang secara nasional telah dipertajam. Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 menyebutkan, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada kisaran 307 per 100.000 kelahiran hidup. Atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia. Demikian pula dengan angka kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir “neonatal” masih berada pada angka 20 per 1.000 kelahiran hidup atau setiap 5 menit satu bayi baru lahir mati. Tingginya AKI dan AKB yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas ini bukan saja dipengaruhi oleh factor kesehatan, tetapi juga oleh factor – factor di luar kesehatan. (Depkes RI, 2002) Patologi kehamilan adalah penyulit atau gangguan atau komplikasi yang menyertai ibu saat hamil (Sujiyatini,2009:3). Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh. Bidang patologi terdiri atas patologi anatomi dan patologi klinik. Ahli patologi anatomi membuat kajian dengan mengkaji organ sedangkan ahli patologi klinik mengkaji perubahan pada fungsi yang nyata pada fisiologis tubuh. Patologi anatomi adalah spesialisasi medis yang berurusan dengan diagnosis penyakit berdasarkan pada pemeriksaan kasar, mikroskopik, dan molekuler atas organ, jaringan, dan sel. Di banyak negri, dokter yang berpraktek patologi dilatih dalam patologi anatomi dan patologi klinik, diagnosis penyakit melalui analisis laboratorium pada cairan tubuh. Patologi anatomi mendiagnosis penyakit dan memperoleh informasi yang berguna secara klinis melalui pemeriksaan jaringan dan sel, yang umumnya melibatkan pameriksaan visual kasar dan mikroskopik pada jaringan, dengan pengecatan khusus dan imunohistokimia yang dimanfaatkan untuk menvisualisasikan protein khusus dan zat lain pada dan dikelilingi sel. Kini, patolog anatomi mulai mempergunakan biologi molekuler untuk memperolah informasi klinis tambahan



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



dari spesimen yang sama. Ada beberapa macam patologi kebidanan yang harus di antisipasi oleh setiap bidan dan tenaga kesehatan lainnya : patologi kehamilan, patologi persalinan, patologi nifas, asuhan kebidanan patologi. Patologi kehamilan terdiri atas : Mola hidatidosa, Ketuban pecah dini, Abortus, Kehamilan lewat waktu, Persalinan preterm, Kehamilan ektopik, Solusio plasenta, Pre eklamsia, Eklamsia, Plasenta previa (Sujiatini, 2009). PERSALINAN Pertanyaan yang sering diajukan pada ibu hamil adalah bolehkah bersalin di rumah atau di rumah sakit? Walaupun 85% persalinan berjalan normal, namun 15 %-nya dijumpai komplikasi yang memerlukan penanganan khusus. Antenatal care yang baik dapat mencegah komplikasi dan mencoba menjawab pertanyaan diatas. Masalah di negara berkembang adalah tentang fasilitas rumah sakit, ketengan, sosio-budaya da sosio-medis masih memegang peranan dibandingkan dengan Negara-negara maju. (Sinopsis Obstetri 1998:101) Dari fenomena diatas penulis tertarik untuk memberikan asuhan kebidanan secara cepat dan tepat karena jika ibu bersalin tidak mendapatkan asuhan persalinan normal, maka ditakutkan akan terjadi komplikasi dalam persalinan baik pada ibu maupun bayi. NIFAS Konsep perawatan pasca melahirkan yang dikembangkan pada persalinan normal sebenarnya mengkuti pola tradisional yang dikemas secara modern yaitu mobilisasi dini, rooming in, pemberian ASI awal. Pola ini melalui penelitian terbukti mempunyai keuntungan bagi ibu maupun bayinya. Dalam pengawasan setelah melahirkan, dokter/bidan yang merawat akan datang setiap hari atau setiap saat untuk memberikan petunjuk perawatan. Pemeriksaan pada masa nifas tidak banyak mendapat perhatian ibu, karena sudah dirasa baik dan selanjutnya semua berjalan lancar. Pemeriksaan kala nifas sebenarnya sangat penting dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang berharga dari dokter/bidan yang menolong persalinan itu. Diantara masalah penting tersebut adalah melakukan evaluasi secara menyeluruh tentang alat kelamin dan mulut rahim yang mungkin masih luka akibat proses persalinan. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. (Sarwono, 2002:122-123)



1



BAYI BARU LAHIR



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Suatu ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya pelayanan kebidanan kebidanan suatu negara ialah kematian. Hingga kini angka kematian bayi dan ibu di Indonesia masih tergolong tinggi, bahkan menempati urutan pertama di ASEAN, yakni 52/1000 kelahiran hidup dan 334/100.000 kelahiran hidup. Salah satu factor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut adalah penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat (Sarwono,2005) Keadaan bayi sangat tergantung pada pertumbuhan janin didalam uterus. Kualitas dan pengawasan antenatal. Penyakit-penyakit ibu waktu penanganan persalinan dan perawatan sesudah lahir. Penggulangan bayi tergantung pada keaadaanya, apakah ia normal atau tidak. Diantara bayi yang normal ada yang membutuhkan pertolongan medik segera. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan. Melalui pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu, berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini, terdapat factor-faktor yang menyebabkan kematian prenatal yang meliputi perdarahan, hipotermia, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia. Pada umunya kelahiran bayi normal ditolong oleh bidan yang diberi tanggug jawab penuh terhadap keselamatan ibu dan bayi pada persalian normal. Oleh karena itu kelainan pada bayi dapat terjadi beberapa saat sesudah selesainya persalinan yang dianggap normal, maka seorang bidan harus mengetahui dengansegera mengetahui timbulnya perubahan-perubahan pada bayi dan bila perlu memberikan pertolongan pertama seperti menghentikan perdarahan, membersihkan jalan nafas, memberika oksigen dan melakuakan pernafasan buatan sampai bayi tersebut mendapat perawatan yang memiliki perlengkapan yang lengkap serta perawaan yang baik, sehigga pengawasan dan pengobatan dapat dilakukan sebaik-baiknya.



2.      Tujuan khusus Setelah melakukan asuhan kebidanan mahasiswa dapat : 1)      Memahami teori yang mendasari setiap asuhan 2)      Melaksanakan pengkajian pada kasus dengan masing-masing asuhan 3)      Mengidentifikasi diagnosa/ masalah kebidanan berdasarkan data subjektif dan data objektif Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



B. Tujuan 1.      Tujuan Umum Mahasiswa mampu menerapkan SOAP sesuai dengan kasus kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir patologis serta mendapatkan pengalaman dalam menangani masalah.



4)      Menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk menangani sebuah kasus 5)      Melaksanakan perencanaan yang telah dilakukan 6)      Mendokumentasikan secara benar



1



C. Manfaat Setelah membaca asuhan kebidanan ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan kebidanan pada kasus kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir dengan kasus patologis, sesuai dengan diagnosa dan masalah yang ada menurut teori dan menerapkan pada praktek lapangan secara langsung serta mendeteksi secara dini dengan menangani adanya komplikasi dengan cepat dan tepat.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



BAB II A TINJAUAN TEORI A. Letak Sungsang a. Pengertian Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Prawirohardjo, 2008, p.606). b. Klasifikasi letak sungsang



c. Diagnosis Diagnosis letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar kepala tidak teraba di bagian bawah uterus melainkan teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa kehamilannya terasa lain daripada yang terdahulu, karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus. Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila masih ada keragu-raguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



 Presentasi bokong murni (frank breech) Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujung kaki setinggi bahu atau kepala janin.  Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki dan tangan menyilang sempurna dan di samping bokong dapat diraba kedua kaki.  Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech) Yaitu letak sungsang dimana hanya satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. (Kasdu, 2005, p.28)



ultrasonografik. Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan antara bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong (Prawirohardjo, 2008, pp.609-611).



e. Prognosis a) Bagi Ibu Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar, juga karena dilakukan tindakan. Selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi b) Bagi Anak Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



d. Etiologi Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan didalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relative lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang, ataupun letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Faktor-faktor lain yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, dan panggul sempit. Kadang-kadang letak sungsang disebabkan karena kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus (Prawirohardjo, 2008, p.611).



Prognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia. f. Penanganan sewaktu hamil 1. Versi Luar Karena kita tahu bahwa prognosa bagi anak tidak begitu baik, maka usahakan merubah letak janin dengan versi luar. Tujuannya adalah untuk merubah letak menjadi letak kepala. Hal ini dilakukan pada primi dengan kehamilan 34 minggu,multi dengan usia kehamilan 36 minggu, dan tidak ada panggul sempit, gemeli, atau plasenta previa Syarat : a) Pembukaan kurang dari 5 cm b) Ketuban masih ada c) Bokong belum turun atau masuk PAP Teknik : 1. Lebih dahulu bokong lepaskan dari P.A.P dan ibu berada dalam posisi trendelennburg 2. Tangan kiri letakkan dikepala dan tangan kanan kanan pada bokong 3. Putar kearah muka / perut janin 4. Lalu tukar tangan kiri diletakkan dibokong dan tangan kanan dikepala 5. Setelah berhasil pasang gurita, dan observasi tensi, Djj, serta ketuban (Sarwono, 2011) 2. Knee Chest Position Menurut Chapman (2006), asuhan mandiri yang bersifat menyeluruh dari langkah – langkah sebelumnya. yaitu :



Syarat-syarat knee chest, yaitu: a) Pada kelamilan 7 - 7,5 bulan masih dapat dicoba Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



1) Beri informasi kehamilannya dan dukungan moril. 2) Lakukan postural posisi knee chest serta anjurkan untuk dilaksanakan di rumah. 3) Bila diperlukan kolaborasi dengan dokter dan kapan ibu harus segera datang ke tempat pelayanan kesehatan. Menurut Mufdlilah (2009), langkah- langkah knee chest yaitu ibu dengan posisi menungging (seperti sujud), dimana : lutut dan dada menempel pada lantai, lutut sejajar dengan dada, lakukan 3 - 4 x/hari selama 15 menit, lakukan pada saat sebalum tidur, sesudah tidur, sebelum mandi dan selain itu juga telah melakukan posisi knee chest secara tidak langsung pada waktu melaksanakan sholat.



b) Melakukan posisi knee chest 3 - 4 x/hari selama 15 menit. c) Latihan ini hanya efektif jika usia kehamilan maksimal 35 – 36 minggu. d) Situasi yang masing longgar diharapkan dapat e) Memberikan peluang kepada turun menuju pintu atas panggul. f) Dasar pertimbangan kepala lebih berat dari pada bokong sehingga dengan hukum alam akan mengarah ke pintu atas panggul. g. Cara persalinan letak sungsang : 1) Pervaginam Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat yang harus dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit ketuban sudah pecah, his adekuat dan tafsiran berat badan janin < 3600 gram. Terdapat situasi-situasi tertentu yang membuat persalinan pervaginam tidak dapat dihindarkan yaitu ibu memilih persalinan pervaginam, direncanakan bedah sesar tetapi terjadi proses persalinan yang sedemikian cepat, persalinan terjadi di fasilitas yang tidak memungkinkan dilakukan bedah sesar, presentasi bokong yang tidak terdiagnosis hingga kala II dan kelahiran janin kedua pada kehamilan kembar. Persalinan pervaginam tidak dilakukan apabila didapatkan kontra indikasi persalinan pervaginam bagi ibu dan janin, presentasi kaki, hiperekstensi kepala janin dan berat bayi > 3600 gram, tidak adanya informed consent, dan tidak adanya petugas yang berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan (Prawirohardjo, 2008, p.593). Bracht Manuver



2.



Classic Manuver



1



1.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Lovset Manuver



4.



Muller Manuver



1



3.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



5.



Mauriceau Manuver



f. Komplikasi persalinan letak sungsang 1) Komplikasi pada ibu a) Perdarahan b) Robekan jalan lahir c) Infeksi 2) Komplikasi pada bayi a) Asfiksia bayi, dapat disebabkan oleh : (1) Kemacetan persalinan kepala (aspirasi air ketuban-lendir) (2) Perdarahan atau edema jaringan otak (3) Kerusakan medula oblongata (4) Kerusakan persendian tulang leher



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



2) Perabdominam Memperhatikan komplikasi persalinan letak sungsang melalui pervaginam, maka sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang dilakukan dengan seksio sesarea. Pada saat ini seksio sesarea menduduki tempat yang sangat penting dalam menghadapi persalinan letak sungsang. Seksio sesarea direkomendasikan pada presentasi kaki ganda dan panggul sempit (Prawirohardjo, 2008, p.622). Seksio sesarea bisa dipertimbangkan pada keadaan ibu yang primi tua, riwayat persalinan yang jelek, riwayat kematian perinatal, curiga panggul sempit, ada indikasi janin untuk mengakhiri persalinan (hipertensi, KPD >12 jam, fetal distress), kontraksi uterus tidak adekuat, ingin steril, dan bekas SC. Sedangkan seksio sesarea bias dipertimbangkan pada bayi yang prematuritas >26 minggu dalam fase aktif atau perlu dilahirkan, IUGR berat, nilai social janin tinggi, hiperekstensi kepala, presentasi kaki, dan janin >3500 gram (janin besar) (Cunningham, 2005, p.568).



(5) kematian bayi karena asfiksia berat. b) Trauma persalinan (1) Dislokasi-fraktur persendian, tulang ekstremitas (2) Kerusakan alat vital : limpa, hati, paru-paru atau jantung (3) Dislokasi fraktur persendian tulang leher : fraktur tulang dasar kepala ; fraktur tulang kepala ; kerusakan pada mata, hidung atau telinga ; kerusakan pada jaringan otak. c) Infeksi, dapat terjadi karena : (1) Persalinan berlangsung lama (2) Ketuban pecah pada pembukaan kecil (3) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam B. Resiko Tinggi Kehamilan Kehamilan risiko tinggi (high risk pregnancies) adalah suatu kehamilan di mana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam. (Mochtar, 1998 : 201-202). Berdasarkan definisi tersebut beberapa peneliti menetapkan kehamilan dengan risiko tinggi sebagai berikut : Herbert Hutabarat membagi factor-faktor kehamilan dengan risiko tinggi:



C. Konsep Paritas 1. Pengertian paritas Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



1) Komplikasi obstetri a. Umur < 19 tahun dan umur > 35 tahun b. Paritas: Primi gravida tua primer atau sekunder, grande multipara c. Riwayat persalinan: abortus > 2x, partus premature > 2x riwayat kematian janin dalam rahim, perdarahan pasca persalinan, riwayat pre eklampsi dan eklampsi, riwayat kehamilan molahidatidosa, riwayat persalinan dengan tindakan operasi (ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, ekstraksi versi, atau plasenta manual), terdapat disproporsi sefalopelvik, perdarahan antepartum, kehamilan ganda atau hidramnion, kelainan letak, dismaturitas, serviks inkompeten, hamil disertai mioma uteri atau kista ovarium 2) Komplikasi Medis Kehamilan yang disertai anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, obesitas, penyakit hepar, penyakit paru, dan penyakit lainnya (Manuaba, 1998 : 34-35)



Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. 2. Klasifikasi Paritas 1. Primipara Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006). 2. Multipara  Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009).  Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viabel (hidup) beberapa kali (Manuaba, 2008).  Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau lebih (Varney, 2006). 3. Grandemultipara  Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008).  Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati (Rustam, 2005).  Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih (Varney, 2006). 3. Faktor yang Mempengaruhi Paritas 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang. 2. Pekerjaan Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari. 1



3. Keadaan Ekonomi



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup. 4. Latar Belakang Budaya Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah.  Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.  Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain adanya anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.



D. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah factor intrinsic maupun factor ekstrinsik. Diantaranya adalah factor maternal, paternal, lingkungan, keadaan patologi dan komplikasi kehamilan seperti Hipertensi, preeklamsia dan diabetes mellitus gestasional (Nahum GG et all, 2002). 1. Tinggi ibu Tinggi ibu merupakan pemeriksaan fisik yang mudah dilakukan dan berhubungan dengan berat janin. Tinggi badan seseorang merupakan gambaran nutrisi pada masa lampau dan merupakan faktor genetik yang diturunkan oleh kedua orang tua. Penelitian pada silsilah manusia menunjukkan bahwa secara umum kedua orang tua yang berbadan besar akan mempunyai bayi yang besar juga, begitu juga sebaliknya orang tua yang berbadan kecil akan mempunyai bayi yang kecil juga (Sahu MT, Agrarwal A, Das Vinita et al, 2007). 2. Maternal obesitas Tingkat obesitas ibu sangat mempengaruhi berat janin, semakin besar berat ibu, semakin besar janin yang dilahirkan. Berat ibu dan berat janin berhubungan Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



5. Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui (Friedman, 2005).



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



langsung (Sahu MT, Agrarwal A, Das Vinita et al, 2007). 3. Pertambahan berat ibu selama kehamilan Pertambahan berat ibu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dalam kandungan, semakin besar pertambah berat badan ibu , semakin besar janin yang akan dilahirkan (Steer PJ et al, 2005). 4. Paritas Jumlah paritas juga berhubungan dengan berat janin. Semakin banyak jumlah paritas, semakin besar janin bakal dilahirkan. Pada kehamilan aterm akan bertambah berat 0.2-0.5 gram/hari untuk setiap penambahan jumlah 1 persalinan (Nahum GG et all, 2002). 5. Jenis kelamin janin Jenis kelamin janin berhubungan langsung dengan berat janin, variasi berkisar 2 %. Janin perempuan lebih kecil dibanding janin laki-laki pada usia kehamilan yang sama. Perbedaan rata-rata janin laki-laki dibandingkan janin perempuan berkisar 136 gram (Nahum GG et all, 2002). 6. Ketinggian tempat tinggal Ketinggian tepat tinggal juga mempengaruhi berat janin yang dikandung oleh ibu. Kadar hemoglobin orang dewasa meningkat 1,52 gr/dl setiap kenaikan 1000 meter dari permukaan laut. Berat janin pada usia aterm berkurang 30-43 gram setiap kenaikan 1000 meter dari permukaan laut. Beberapa penjelasan yang mungkin menerangkan hubungan ini, yaitu :  Penurunan tekanan oksigen yang sebanding dengan peningkatan ketinggian tempat tinggal.  Peningkatan kadar hemoglobin ibu dengan peningkatan tempat tinggal.  Penurunan volume plasma ibu dengan peningkatan ketinggian tempat tinggal (Nahum GG et all, 2002). 7. Konsentrasi hemoglobin maternal Konsentrasi hemoglobin maternal menerangkan 2,6 % dari variasi berat lahir bayi, terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi berat janin. Berat badan lahir dengan konsentrasi hemoglobin berbanding terbalik, dimana setiap peningkatan 1,0 g/dl konsentrasi hemoglobin ibu, berat janin aterm akan berkurang 89 gram. Efek ini disebabkan oleh perubahan viskositas darah, kenaikan nilai hematokrit yang disebabkan oleh kadar hemoglobin darah yang meningkat. Peningkatan viskositas darah menyebabkan aliran darah menuju pembuluh-pembuluh darah kecil terhambat, termasuk yang di plasental bed. Efek ini menjelaskan kenapa ibu yang bertempat tinggal di daerah tinggi cendrung melahirkan janin dengan berat lahir rendah (Nahum GG et all, 2001). 8. Tinggi ayah Postur tubuh ayah yang tinggi menyumbangkan sekitar 2 % dari variasi berat janin lahir. Hal ini lebih pada sifat genetik yang diturunkan sang ayah kepada anaknya.



9. Diabetes melitus Penyakit diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol pada ibu hamil merupakan penyebab paling sering bayi makrosomia. Ketika kadar glukosa ibu meningkat berlebihan, pertumbuhan janin yang abnormal akan terjadi. Jika pada populasi umum angka kejadian janin makrosomia hanya 2-15 %, maka angka kejadian pada ibu dengan diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol meningkat sekitar 20-33 % (William Obstetric, 2005). Bayi dengan taksiran berat janin lebih dari 4000 gram selayaknya mendapatkan perhatian khusus, karena berhubungan dengan persalinan lama, peningkatan angka operasi obstetri, distosia bahu dan cedera pleksus brakialis yang menyebabkan kecacatan permanen. Berat bayi lebih dari 4500 gram meningkatkan angka kematian bayi, dimana dapat terjadi gangguan pernafasan dan aspirasi meconium (Suneet P et al, 2005).



 Berat janin = (Tinggi fundus uteri - 13) x 155, bila kepala janin masih floating  Berat janin = (Tinggi fundus uteri – 12) x 155, bila kepala janin sudah memasuki pintu atas panggul / H II  Berat janin = (Tinggi fundus uteri – 11) x 155, bila kepala janin sudah melawati H III Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Penaksiran berat badan janin dengan cara Palpasi Penaksiran berat badan janin secara Palpasi kurang akurat karena dipengaruhi oleh volume cairan ketuban, Obesitas ibu, dan kelainan Rahim ( Petterson1985, Hirate et. al. 1990). Penentuan berat janin dengan rumus Johnson Thousack Mc Donald melaporkan pada tahun 1906 dan 1910 adalah orang pertama yang mengukur tinggi simfisi – fundus untuk memperkirakan usia kehamilan. Pada tahun 1953, pengukuran tersebut diperkenalkan pada asuhan antenatal untuk mendeteksi bayi yang memiliki berat badan yang rendah dan pada kasus insufisiensi plasenta. Ini merupakan awal dimana pengukuran simfisis–fundus ini dimaksudkan untuk membantu mengkonfirmasi perkiraan tanggal persalinan (Rumbozt WL, McGoogan LS, 1953). Johnson dan Toshach (1954) menggunakan suatu metode untuk menaksir berat janin dengan pengukuran ( TFU ) tinggi fundus uteri, yaitu dengan mengukur jarak antara tepi atas symfisis pubis sampai puncak fundus uteri dengan mengikuti lengkungan uterus, memakai pita pengukur serta melakukan pemeriksaan dalam ( vaginal toucher ) untuk mengetahui penurunan bagian terendah (pengukuran Mc Donald) dikurangi dengan 13 yang kemudian dibagi dinyatakan dalam lbs atau pon. dikenal juga dengan rumus Johnson-Thousack. Rumus terbagi tiga berdasarkan penurunan kepala janin.



Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pengosongan kandung kemih. Bila ketuban sudah pecah ditambah 10% dan tinggi fundus diukur dalam sentimeter.



Penentuan berat janin dengan rumus Niswander Niswander melakukan penelitian dan menemukan rumus yang berbeda untuk menentukan berat badan janin. Rumus Niswander : TBBJ = (FU – 13) / 3 Keterangan : TBBJ = Taksiran Berat badan janin FU = Fundus Uteri Syahrir dan kawan-kawan pada tahun 2001 di Makasar melakukan pengukuran dengan mendapatkan modifikasi rumus Johnson yang disederhanakan oleh Niswander. Sehingga rumus Johnson dimodifikasi ke dalam bentuk : TBBJ = (TFU – 13) 151 + 1030 gram



1



Cara pengukuran tinggi fundus uteri Dalam pengunaan klinis sehari-hari, metode yang sering digunakan adalah rumus Johnson-Tausak. Namun rumus tersebut hanya dapat digunakan pada presentasi vertex, dimana pemeriksa sebelumnya melakukan pengukuran tinggi fundus uteri, turunnya kepala dan dimasukkan kedalam rumus. Untuk dapat mengukur tinggi fundus uteri dengan baik, sebelumnya kantung kencing harus dalam keadaan kosong, kemudian tinggi fundus uteri di ukur dalam satuan sentimeter dengan pita meteran. Ujung dari pita meteran diletakkan pada tepi atas simfisis pubis melalui garis tengah abdomen dilakukan pengukuran sampai puncak fundus uteri. (Numprasert 2004)



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Sedangkan untuk penurunan bagian terbawah janin digambarkan dalam hubungannya dengan spina ischidica yang terletak ditengah-tengah antara pintu atas panggul dan pintu bawah panggul. Pada tahun 1988, American College of Obstetricians and Gynecologist mulai mengunakan suatu klasifikasi station yang membagi panggul atas dan bawah menjadi lima bagian. Pembagian ini mengambarkan ukuran diatas dan dibawah spina. Jadi saat bagian terbawah janin turun dari pintu atas panggul menuju spina ischiadica disebut station -5,-4,-3,-2,-1 lalu 0 (spina ischiadica). Dibawah spina ischiadica bagian terbawah janin melewati +1,+2,+3,+4,+5, dimana +5 setara dengan kepala janin terlihat diintroitus vagina. Ada juga yang menggunakan bidang Hodge (bagian-bagian dari panggul), yang terdiri dari (Cuningham 2006, Mochtar 1998)    



Bidang Hodge I : Promontorium pinggir atas simfisis Bidang Hodge II : Tepi bawah simfisis Bidang Hodge III : Sejajar spina ischiadica Bidang Hodge IV : Ujung Os.coccygeus



Belizan dalam penelitiannya mengemukakan bahwa tidak ada variasi dalam distribusi tinggi fundus uteri antara presentasi kepala atau presentasi bokong, kepala yang sudah engaged atau belum, nulli atau multipara. Kesalahan dalam pengukuran mungkin terjadi dalam teknik mengukur dan hal ini dapat dikurangi dengan cara membandingkan ukuran dari fundus uteri kearah simfisis dengan dari simfisi ke fundus uteri.



1



Pengukuran Tinggi Fundus Uterus dengan Mc Donald Pengukuran tinggi fundus uteri harus dilakukan dengan teknik yang konsisten pada setiap kali pengukuran dan dengan menggunakan alat yang sama, alat ukur ini dapat berupa pita/tali atau dengan menggunakan pelvimeter. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengukur tinggi fundus uteri dengan teknik Mc Donald adalah : 1. Alat ukur panjang ( meteran ) yang digunakan tidak boleh elastic 2. Saat melakukan pengukuran tinggi fundus uteri , kandung kemih ibu harus dikosongkan



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



3. Posisi ibu saat diukur setengah duduk untuk menghindarkan terjadinya gangguan peredaran darah baik pada ibu maupun janin. Perkembangan dalam praktik kebidanan yang diterbitkan pengurus IBI pusat, menjelaskan efek fisiologis ynag terjadi pada ibu hamil dalam posisi tidak terlentang, yaitu kemungkinan terjadinya penekanan uterus terhadap vena pelvis mayor, bvena cava inferior, dan bagian dari aorta desenden. Dengan demikian, hal ini dapat mengurangi sirkulasi darah ke jantung bagian kanan. Akiba pengurangan aliran darah ke jantung, dapat terjadi pengurangan oksegenasi ke otak, yang dapat menyebabkan pingsan. Tujuan Pemeriksaan Tinggi Fundus Uterus dengan teknik Mc Donald : 1. Dari usia kehamilan 22 minggu sampai dengan 35 minggu, untuk menentukan usia kehamilan berdasarkan perhitungan minggu, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil anamnesis hari pertama haid terakhir (HPHT) dan kapan gerakan janin dapat dirasakan. Tinggi fundus uteri dapat dicatat dalam centimeter (CM),yang harus sama dengan umur kehamilan dalam minggu yang ditentukan berdasarkan HPHT. Misalnya, jika usia kehamilannya 33 minggu, tinggi fundu uteri harus 33cm. jika pengukuran berbeda 1-2cm, masih bisa ditoleransi, tetapi jika deviasi lebih kecil 2cm dari usia kehamilan, kemungknan ada gangguan pertumbuhan janin, sedangkan bila deviasi lebih besar dan 2cm kemungkinan terjadi bayi kembar, polihidramnion, janin besar.  2.  Dari usia kehamilan 36 minggu hingga ada tanda-tanda persalinan, untuk menghitung taksiran berat janin yang dikombinasi dengan teori Johnson dan Tausack. Untuk mendapatkan ketepatan pengukuran digunakan rumus Mc. Donald’s. Pengukuran tinggi fundus uteri ini dapat dilakukan pada saat usia kehamilan memasuki trimester II dan III. Perhitungan Tinggi Fundus Uterus dalam menentukan Usia Kehamilan 1) Tinggi Fundus (cm) x 2/7 =  (durasi kehammilan dalam bulan) 2) Tinggi Fundus (cm) x 8/7 = (durasi kehamilan dalam minggu) 3) Tinggi Fundus uteri dalam sintimeter (cm), yang normal harus sama dengan umur kehamilan dalam minggu yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir. Misalnya, jika umur kehamilannya 33 minggu, tinggu fundus uteri harus 33 cm. jika hasil pengukuran berbeda 1-2 cm, masih dapat ditoleransi, tetapi jika deviasi lebih kecil 2 cm dari umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin, sedangkan bila deviasi lebih besar dari 2 cm, kemingkinan terjadi bayi kembar, polihidramnion, atau janin besar. SECTIO CAESARIA (SC) 1



E.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



DEFINISI  Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)  Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)  Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002) PATOFISIOLOGI SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.



Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.



(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)



BAB III A TINJAUAN KASUS



1



ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PATOLOGIS DENGAN LETAK SUNGSANG DI RSUD KOJA



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Tanggal : 6-11-15 RM 00.28.98.01 I.



SUBJEKTIF Nama Usia Agama Pendidika n Pekerjaan Alamat



 



KLIEN Ny. M 36 Islam SMP



SUAMI Tn. A 46 Islam SMA



IRT Sunter, Jakarta Utara



Seniman



Ibu mengatakan tidak memiliki keluhan apapun saat ini. Ibu mengatakan ini adalah kehamilan keenamnya. N o



Tahun



Berat Lahir



JK



1997



Jenis Persalina n Spontan



1



3500



P



2



1999



Spontan



3700



P



3



2002



Spontan



3500



P



4



2005



Spontan



3500



L



5



2010



Spontan



3700



L



 Berdasarkan hasil USG, tafsiran persalinannya pada tanggal 15-11-15  Ibu mengatakan tidak memilik masalah dalam BAK/BAB.  Ibu mengatakan keluhan sulit dalam pola istirahat/tidur.  Ibu mengatakan terkadang tidak nafsu makan.  Ibu mengatakan pernah memakai KB pil sebelumnya.  Ibu mengatakan sudah 19 tahun menikah.  Ibu mengatakan tidak memiliki kebiasaan buruk seperti mengonsumsi NAPZA/alkohol.  Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan apapun.



1



II. OBJEKTIF  Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Keadaan emosional : Stabil  Tekanan darah : 90/60 mmHg. Nadi : 80x/menit. Suhu : 36.7oc RR : 21 x/menit BB : 56 kg.  Pemeriksaan Fisik a. Kepala: Normal, rambut bersih, tidak rontok, tidak ada benjolan. b. Wajah : Normal, tidak ada oedema wajah, ekspresi wajah terlihat agak lemas, konjungtiva mata tidak pucat, hidung tidak ada sekret, gigi dan mulut bersih, telinga tidak ada pengeluaran sekret. c. Leher : Normal, tidak ada perbesaran kelenjar getah bening dan tyroid d. Dada/Payudara : Normal, simetris, putting susu menonjol, ASI +, tidak bengkak. e. Ekstremitas : Normal, tidak ada oedema, jari lengkap f. Abdomen : Tidak ada bekas luka, tidak ada striae/linea Leopold I : di fundus teraba bagian bulat dan melenting (kepala) Leopold II : bagian kanan teraba panjang seperti papan, bagian ekstremitas di sebelah kiri. Leopold III : bagian terbawah teraba bulat tidak melenting (bokong) Leopold IV : bisa digerakkan diatas panggul/konvergen TFU: 35 cm. DJJ : 129x/menit. TBJ : (35-13)X155= 3410 gram. g. Genitalia : (-) tidak dilakukan pemeriksaan.  Pemeriksaan USG : Diagnosa dokter G6P5A0 hamil 38-39 minggu dengan letak sungsang,



IV. PENATALAKSANAAN 1) Memberitahukan kepada keluarga bahwa hasil pemeriksaan E/ Ibu dan keluarga mengerti 2) Menganjurkan ibu untuk USG E/ USG sudah dilakukan dengan diagnosa sungsang 3) Menganjurkan untuk memenuhi nutrsi dan hidrasi E/ Ibu bersedia melakukannya Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



III. ANALISA G6P5A0 Hamil 38-39 minggu dengan letak sungsang Janin tunggal hidup presentasi bokong



4) Mengajarkan ibu untuk makan sedikit tapi sering untuk menghindari mual E/ ibu mengerti dan bersedia melakukannya 5) Memberikan support mental pada ibu E/ ibu merasa senang 6) Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene E/ ibu bersedia melakukannya 7) Mengajarkan ibu untuk posisi sujud/nungging E/ Ibu mengerti dan sudah pernah melakukannya 8) Menganjurkan ibu untuk berKB karena angka paritasya yang sudah banyak karena akan menimbulkan resiko tinggi baik bagi ibu dan bayi jika melakukan persalinan lagi E/ Ibu mengerti dan akan memikirkannya 9) Memberitahu ibu tanda-tanda persalinan seperti keluar lendir darah, keluar air bening tidak tertahankan, mules yang semakin kuat. E/ ibu mengerti 10) Mendiskusikan tentang merencanakan persiapan persalinan E/ Ibu sudah diskusi dengan dokter dan berencana akan melakukan SC pada 11-1115



1



BAB IV A PEMBAHASAN



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



BAB II B TINJAUAN TEORI Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



MASA KEHAMILAN  Dari hasil anamnesis diketahui bahwa Ny. M sudah pernah melahirkan 5x dengan berat janin ≥ 3500 gram melalui proses persalinan spontan. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008).  Dalam pemeriksaan fisik hasilnya TTV dalam batas normal. Palpasi abdomen di Leopold I ditemukan letak kepala di bagian fundus. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Prawirohardjo, 2008, p.606). Kemudian Ny. M disarankan untuk melakukan USG dan dalam hasil USG memang ditemukan bayi dalam keadaan letak sungsang.  Pengukuran TFU menggunakan teori Mc. Donald dengan menggunakan metlin sebagai alat ukurnya. Dan diketahui hasilnya 35 cm. Dalam Leopold IV, palpasi menemukan bahwa bokong menjadi bagian terendah janin. Kemudian dilakukan pengukuran TBJ menggunakan rumus Johnson dengan perhitungan: TFU-13 X 155  35-13 X 155 = 3410 gram. Station 13 dipilih karena ini merupakan presentasi bokong dan bagian terendah janin masih konvergen atau belum masuk PAP (Johnson-Toshach, 1954)  Selain karena jumlah anak yang dimiliki sudah terlalu banyak. Berat bayi yang lahir dapat dipengaruhi karena si ibu adalah grande multipara. Menurut Nahum GG et all tahun 2002, jumlah paritas juga berhubungan dengan berat janin. Semakin banyak jumlah paritas, semakin besar janin bakal dilahirkan. Pada kehamilan aterm akan bertambah berat 0.2-0.5 gram/hari untuk setiap penambahan jumlah 1 persalinan  Dalam penatalaksanaannya Ny. M pernah melakukan sujud/Knee Chest Position namun tidak menunjukkan hasil apapun. Ini sudah bersesuaian dengan teori dalam penanganan letak sungsang pada masa kehamilan. Menurut Mufdlilah (2009), langkah- langkah knee chest yaitu ibu dengan posisi menungging (seperti sujud), dimana : lutut dan dada menempel pada lantai, lutut sejajar dengan dada, lakukan 3 - 4 x/hari selama 15 menit, lakukan pada saat sebalum tidur, sesudah tidur, sebelum mandi dan selain itu juga telah melakukan posisi knee chest secara tidak langsung pada waktu melaksanakan sholat.  Ny. M disarankan untuk berKB atau menjarangkan kehamilannya setelah persalinan keenamnya ini dikarenakan usia yang sudah memasuki resiko tinggi untuk melakukan persalinan dan angka paritasnya yang sudah terlalu banyak (Manuaba, 1998)



2. Bentuk Persalinan Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut : a.       Persalinan spontan Bila persalinan sepenuhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. b.      Persalinan buatan Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar. c.       Persalinan anjuran Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai berikut: a)      Abortus - Terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kanduangan. -          Umur hamil sebelum 28 minggu. -          Berat janin kurang dari 1000gr b)      Persalinan prematuritas -          Persalinan sebelum umur 28 sampai 36 minggu. -          Berat janin kurang dari 2,499gr c)      Persalinan aterm -          Persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu -          Berat janin diatas 2,500gr d)     Persalinan serotinus -          Persalinan melampaui umur hamil 42 minggu. Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Konsep Dasar Teori Persalinan 1. Pengertian a. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup kedunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Sinopsis Obstetri 1998 : 91 ) b. Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu, persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. (Asuhan Persalinan Normal 2008 : 37) c. Persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi (janin dan Uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau malalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba 1998 : 157 ) d. Jadi Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (bayi, plasenta dan selaput ketuban) keluar dari uterus ibu.



-          Pada janin terdapat tanda maturitas. e)      Persalinan presipitatus Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3jam (Manuaba 1998 : 157) f)       Persalinan partus imaturus Penghentian kehamilan sebelum janin viable atau berat janin kurang dari 1000gr atau kehamilan dibawah 28 minggu. (Sinopsis Obstetri, 1998:92)



KETUBAN PECAH DINI Pengertian Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008). Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008). Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009).



Pecahnya selaput ketuban intrapartum terjadi disebabkan perlemahan keseluruhan karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang selaput berkurang pada spesimen yang diambil setelah persalinan dibandingkan dengan spesimen yang diperoleh setelah persalinan dengan operasi sesar tanpa proses persalinan. Perlemahan keseluruhan selaput ketuban sulit ditentukan bila KPD dibandingkan dengan selaput yang dipecahkan dalam proses persalinan. Namun selaput yang pecah prematur tampaknya disebabkan terdapatnya defek fokal daripada perlemahan keseluruhan. Area sekitar lokasi ruptur digambarkan sebagai “zona terlarang perubahan morfologi ekstrim” yang ditandai oleh pembengkakan nyata dan gangguan jaringan fibril kolagen didalam lapisan padat (kompakta), fibroblas dan spongiosa. Karena zona ini tidak termasuk seluruh lokasi ruptur, zona Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Mekanisme pecah ketuban sebelum dan selama persalinan



ini dapat timbul sebelum pecahnya ketuban dan menunjukkan titik pecah awal. Etiologi Sebab – sebab ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut: 



Faktor umum



1. 2. o 3. 4. o 5. o o 6. o o o  



Infeksi STD (Sexually Transmitted Diseases) Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah. Faktor Keturunan Kelainan genetik Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum. Faktor Obstetrik, antara lain: Overdistensi Uterus Kehamilan kembar Hidramnion Faktor obstetrik: Serviks inkompeten Serviks konisasi/ menjadi pendek Terdapat sefalopelvik disproporsi. Grandemultipara Tidak diketahui sebabnya



Dikemukakan bahwa kejadian ketuban pecah dini sekitar 5–8 %. Lima persen diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5 – 6 jam, sekitar 95% diikuti oleh persalinan dalam 72 – 95 jam dan selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif. ( Manuaba, 2008 ) Patofisiologi Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh (Saifuddin, 2009).



1



Mekanisme ketuban pecah dini adalah terjadi pembukaan prematur serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi dan nekrosis serta



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang.  Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim (enzim proteolitik, enzim kolagenase). Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin (Manuaba, 2008). 1.



Faktor Predisposisi



Beberapa faktor-faktor yang menjadi predisposisi antara lain:  Infeksi  Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang terlalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan,curetage).  Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (over distensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli.  Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.  Kelainan letak  Faktor lain: 1. 2. 3. 4.



Faktor golongan darah Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C ).



(Nugroho, 2010) 1.



Faktor Resiko



Beberapa faktor risiko dari KPD antara lain: Seviks inkompeten Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) Riwayat KPD sebelumnya Kelainan atau kerusakan selaput ketuban Trauma Serviks yang pendek (380C)



menggigil



Uterus nyeri Denyut jantung janin cepat



Nyeri perut



Perdarahan pervaginam sedikit



c)    Cairan vagina berbau



Gatal Vaginitis/ servisitis



Keputihan Tidak ada riwayat ketuban pecah d)   Cairan vagina berdarah  



Amnionitis



Disuria Nyeri perut Gerak berkurang



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Perdarahan antepartum janin 1



b)   Cairan vagina berbau (air ketuban keruh atau berbau)



Riwayat keluarnya cairan



Perdarahan banyak e)    Cairan berupa lendir dan darah



Pembukaan dan pendataran serviks



Awal persalinan aterm preterm



/



Sumber: Saifuddin, 2009 



Uji laboratories



1.



Uji pakis positif



Apus spesimen pada kaca objek mikroskop dan biarkan seluruhnya kering minimal selama 10 menit. Inspeksi kaca objek dibawah mikroskop untuk memeriksa pola daun pakis (Saifuddin, 2009). 1.



Uji kertas nitrazin positif



Kertas berwarna mustard – emas yang sensitif terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH vagina normal adalah ≤ 4,5. Selama kehamilan terjadi peningkatan jumlah sekresi vagina akibat eksfoliasi epitelium dan bakteri, sebagian besar Lactobacillus, yang menyebabkan pH vagina menjadi lebih asam. Cairan amnion memiliki pH 7,0 sampai 7,5 (Marmi,2011) 1.



Spesimen untuk kultur Streptokokus Grup B.



Jika wanita antara minggu ke-35 dan ke-37 gestasi, hasil kultur negatif dalam 5 minggu sebelumnya didokumentasikan, set spesimen lainnya untuk kultur tidak diperlukan dan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan (Varney, 2008). 



Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)



1. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam cavum uteri. 2. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun, sering terjadi kesalahan pada penderita



1



(Nugroho, 2010)



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Pemeriksaan laboratorium dan USG ini digunakan sebagai data penunjang dalam menentukan diagnosa dan rencana asuhan yang akan diberikan. Pemeriksaan Laboratorium ini diperlukan pada kasus ketuban pecah dini untuk menentukan apakah cairan yang keluar dari jalan lahir memang cairan ketuban sehingga tidak terdapat kesalahan diagnosis. Prognosis Delapan puluh sampai delapan puluh lima persen wanita pada semua usia gestasi yang mengalami ketuban pecah dini akan mengalami persalinan dalam 24 jam. Sedangkan 10 % lainnya mengalami persalinan dalam waktu 72 jam. Sementara sisanya, yaitu 5 % wanita akan mengalami periode laten yang lebih lama dari 72 jam. Angka infeksi dalam 24 jam pertama untuk kehamilan minggu ke-37 sampai ke-42 gestasi telah dilaporkan beragam dari 1,6% sampai 29% , bergantung pada ras, faktor sosial ekonomi, asuhan pranatal yang diterima dan usia gestasi. Pada usia kehamilan cukup bulan, terjadi peningkatan insiden intrapartum jika periode laten sejak pecah ketuban sampai awitan persalinan lebih dari 24 jam. Jika periode laten ini lebih dari 72 jam, terdapat peningkatan mortalitas perinatal yang signifikan. Namun, pada kehamilan yang kurang dari minggu ke-37 gestasi, angka itu bervariasi sesuai dengan usia gestasi dan resiko terkait prematuritas lebih besar dari pada risiko infeksi setelah ketuban pecah dini. (Varney, 2008) 



Prognosis Ibu



1. 2. 3. 4. 5.



Infeksi intra partal (dalam persalinan) Infeksi puerperalis (masa nifas) Partus lama Meningkatkan tindakan operatif obstetrik (khususnya SC) Morbiditas dan mortalitas maternal (Syaifuddin, 2010)







Prognosis Janin



1. 2. 3.



Prematuritas Infeksi Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)



1



Akibat dari kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1. 2.



Sindrom deformitas janin yang terjadi akibat dari oligohidramnion. Morbiditas dan mortalitas perinatal. (Syaifuddin, 2010) 



1.



Penatalaksanaan dan Pengobatan kasus KPD







Penatalaksanaan Konservatif



1. Rawat di Rumah Sakit 2. Berikan antibiotik (Ampisilin 4 x 500 mg atau Eritromisin bila tak tahan Ampisilin) dan Metronidasol 2 x 500 mg selama 7 hari. 3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada tanda infeksi, tes busa negatif diberikan Deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, kesejahteraan janin, dan terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37 ada infeksi, diberikan antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi antara lain suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin. (Saifuddin, 2010). 



Penatalaksanaan Aktif



1. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan Misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Saifuddin, 2010). 2. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri: Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (Saifuddin, 2010).  Tabel 2.2. Skor Pelvis Menurut Bishop TABEL SKOR BISHOP Skor Bishop         0              1                   2             3 Pembukaan           0              1-2              3-4             5-6



1



Pendataran           0-30%     40-50%       60-70%     80%



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Konsistensi           Keras      sedang        lunak Stasion                 -3             -2                -1               +1, +2 Posisi serviks        Posterior   Central      Anterior      Anterior  



Bila skor total              Kemungkinan  :           Berhasil           Gagal 0-4                                                                   50-60%            40-50% 5-9                                                                   90%                 10% 10-13                                                               100%               0% Sumber : Norwitz, 2008 Pada keadaan CPD dan letak lintang dialakukan seksio sesaria (Nugroho, 2010) 



Penatalaksanaan Bidan dalam Penanganan KPD



1. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang berumur >37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk meminimalkan risiko infeksi intrauterin (Fadlun, 2012). 2. Tindakan konservatif dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan diantaranya dalam pemberian antibiotik Penisilin atau Ampisilin (Syaifuddin, 2009). 3. Batasi periksa dalam secara ketat untuk mengurangi insidenskorioamnionitis, terutama pada pasien yang memilih penatalaksanaan konservatif. Melibatkan pasien dalam proses pengambilan keputusan yaitu penatalaksanaan konservatif atau penatalaksanaan aktif. Induksi Persalinan



 Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan (Wiknjosastro, 2007). Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Pengertian



 Induksi persalinan adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan (Saifuddin, 2007). Indikasi dari ibu 1. o o o o o



Penyakit yang diderita Penyakit ginjal Penyakit jantung Penyakit hipertensi Diabetus Melitus Keganasan payudara dan porsio



(Norwitz, 2008) 1. o o 2. o o o



Komplikasi kehamilan Preeklamsia Eklamsia Kondisi fisik Penyempitan panggul Kelainan bentuk panggul Kelainan bentuk tulang belakang



(Manuaba, 2007)  1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Indikasi janin Kehamilan lewat waktu Plasenta previa Solusio plasenta Kematian intra uteri Kematian berulang dalam rahim Kelainan kongenital Ketuban pecah dini



1. o 2. 3. 4.



Kontra Indikasi Terdapat distosia persalinan Panggul sempit atau sefalopelvis dispropotion Kelainan posisi kepala janin Terdapat kelainan letak janin dalam rahim



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



(Manuaba, 2007)



5. 6. o 7. 8. 9. o o o



Kesempitan panggul absolut (Conjugata Diagonalis < 5,5 cm) Perkiraan bahwa berat janin >4.000 gram Terdapat kedudukan ganda Tangan bersama kepala Kaki bersama kepala Tali pusat menumbung terkemuka Terdapat anamnesis:perdarahan antepartum Pada grandemultipara atau kehamilan >5 kali Terdapat tanda – tanda atau gejala intra uterin fetal distress



(Manuaba, 2007) 



Terdapat overdistensi rahim



1. 2.



Kehamilan ganda Kehamilan dengan hidramnion



(Wiknjosastro, 2007) 



Terdapat bekas operasi pada otot rahim



1. 2.



Bekas sectio caesarea Bekas operasi mioma uteri



(Oxorn,2010) 1.



Syarat induksi



    



Janin mendekati aterm Tidak terdapat kesempitan panggul atau sefalopelvik disproportion Memungkinkan untuk lahir pervaginam Janin dalam presentasi belakang kepala Kepala janin harus sudah masuk panggul



(Oxorn, 2010) Faktor – faktor yang memengaruhi induksi persalinan







Kedudukan bagian terendah 1



1.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin kemungkinan keberhasilan induksi akan semakin besar karena dapat menekanPleksus Frankenhauser. 



Penempatan (Presentasi)



1. 2.



Letak kepala lebih berhasil dibandingkan kedudukan bokong Kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong







Kondisi servik



1. 2.



Servik yang kaku menjurus ke belakang sulit berhasil dengan induksi persalinan Servik lunak lurus atau kedepan lebih berhasil dalam induksi







Paritas



Dibandingkan dengan primigravida, induksi pada multipara akan lebih berhasil karena sudah terdapat pembukaan. 



Umur kehamilan



1. Ibu dengan umur yang relatif tua (diatas 30 – 35 tahun) dan umur anak terakhir yang lebih dari 5 tahun kurang berhasil. 2. Kekakuan serviks menghalangi pembukaan sehingga lebih banyak dikerjaan tindakan operasi. 3. Pada kehamilan yang semakin mendekati aterm induksi persalinan pervaginam akan semakin berhasil. Pertimbangan tersebut ditetapkan oleh Bishop dalam bentuk penilaian. (Manuaba, 2007)  1.



Metode Induksi Persalinan



Salah satu yang merupakan metode induksi persalinan adalah metode drip / infus oksitosin. 



Pengertian



1



Metode infus oksitosin merupakan metode yang paling lazim dilakukan. Menurut See-Saw Theory, Prof. I. Scapo dari Universitas Washington menyatakan bahwa:



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1. Prostaglandin banyak dijumpai dalam jaringan tubuh. 2. Progesteron menghalangi kerja prostaglandin sehingga tidak terdapat kontraksi otot rahim. 3. Oksitosin dianggap merangsang pengeluaran prostaglandin sehingga terjadi kontraksi otot rahim. 4. Pemberian prostaglandin secara langsung dapat meningkatkan kontraksi otot rahim  Metode drip oksitosin dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Dipasang infus Dekstros 5% atau ringer laktat dengan 5 unit oksitosin. 2. Tetesan pertama antara 8 – 12 tetes permenit dengan perhitungan setiap tetesan mengandung 0,0005 unit sehingga dengan pemberian 12 tetes/menit sebanyak oksitosin sebanyak 0,006 unit/menit. 3. Setiap 15 menit dilakukan penilaian, jika tidak terdapat his yang adekuat, jumlah tetesan ditambah 4 tetes, sampai maksimal mencapai 40 tetes permenit atau 0,02 unit oksitosin/menit. 4. Tetesan maksimal dipertahankan dalam 2 kali pemberian 500 cc Dekstros 5%. 5. Jika sebelum tetesan ke-40, sudah timbul kontraksi otot rahim yang adekuat, tetesan terakhir dipertahankan, sampai persalinan berlangsung. 6. Dalam literatur dikemukakan juga, bahwa pemberian oksitosin maksimal setiap menit adalah sekitar 30-40m IU atau tetesan sebanyak 40 tetes permenit dengan oksitosin sebanyak 10 IU.  Komplikasi pada induksi persalinan dengan oksitosin : 1. Pecahnya vasa previa dengan tanda perdarahan dan diikutifetal distress, darah merah segar. 2. Prolapsus bagian kecil janin terutama tali pusat. 3. Gejala terjadinya ruptur uteri immenens atau ruptur uteri. 4. Terjadinya fetal distress karena gangguan sirkulasi retro-plasenta pada tetani uteri atau solusio plasenta.



1



(Manuaba, 2007)



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Bab III B TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN DENGAN KPD DI RSUD KOJA Tanggal



KALA



1



: 19-11-15



jam: 14.00



V. SUBJEKTIF KLIEN Nama Usia Agama Pendidika n Pekerjaan Alamat



Ny. E 20 Islam SMA IRT/Wirausaha Jl. Lagoa rt 10/2



SUAMI Tn. S 25 Islam SMA Karyawan



1



 Ibu datang atas rujukan dari PKM dengan indikasi KPD sejak 05.30 dan mulesnya semakin sering.  Ibu mengatakan haid terakhirnya pada 8-2-15 dan perkiraan persalinannya pada tanggal 15-11-15  Ibu mengatakan ini adalah kehamilan pertamanya



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



 Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun sebelumnya.  Ibu mengatakan tidak memilik masalah dalam BAK/BAB.  Ibu mengatakan tidak memiliki keluhan dalam pola istirahat/tidur.  Ibu mengatakan tidak memiliki masalah dalam makan/minum.  Ibu mengatakan belum pernah ber-KB sebelumnya  Ibu mengatakan tidak memiliki kebiasaan buruk seperti mengonsumsi NAPZA/alkohol.



VII. ANALISA G3P2A0 Hamil 40 minggu Kala I fase aktif dengan KPD 8 jam Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



VI. OBJEKTIF  Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis  Tekanan darahh : 120/70 mmHg. Nadi : 81x/menit. Suhu : 36.6oc RR : 18 x/menit  Pemeriksaan Fisik h. Kepala: Normal, tidak oedema, tidak ada benjolan i. Wajah : Normal, tidak ada oedema, simetris, mata tidak anemis, gigi tidak ada caries, mulut bersih, hidung tidak ada sekret j. Leher : Normal, tidak teraba pembengkakan kelenjar tyroid/getah bening k. Dada/Payudara : Normal, putting susu menonjol, ASI +, tidak bengkak, tidak nyeri l. Ekstremitas : Normal, tidak ada oedema. m. Abdomen : ada striae gravidarum dan tidak ada bekas luka. Leopold I : di fundus teraba melenting (bokong) Leopold II : punggung teraba di sebelah kanan dan ekstremitas sebelah kiri Leopold III : bagian terbawah janin adalah kepala Leopold IV : penurunan kepala mencapai 3/5 TFU: 37 cm. DJJ : 140x/menit. His : 3x10’30” n. Anus : Normal, tidak ada hemoroid, tidak ada rasa ingin BAB. o. Genitalia : Normal, tidak ada pembengkakan, pengeluaran pervaginam: + lendir darah.  Pemeriksaan dalam : Porsio tebal lunak, ketuban (-) warna putih keruh, presentasi kepala, pembukaan 4 cm, penurunan kepala H II, penyusupan negatif, letak belakang kepala.



Janin tunggal hidup presentasi kepala. VIII. PENATALAKSANAAN 1. Memberitahukan kepada keluarga bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan Ibu dan janin dalam keadaan baik. 2. Memantau kesejahteraan janin. Melakukan pemantauan His dan DJJ. 3. Terpasang infus RL kosong sisa 500 ml 4. Menganjurkan untuk memenuhi nutrsi dah hidrasi. 5. Drips oksitosin 5 IU ke dalam RL dengan tetesan awal 8 tetesan 6. Menganjurkan untuk mobilisasi. 7. Menganjurkan untuk istirahat 8. Menganjurkan untuk mengatur nafas agar lebih tenang. 9. Mengingatkan ibu untuk tidak menahan jika merasa ingin BAK/BAB. 10. Mengingatkan ibu agar tidak mengedan sebelum waktunya. Jam: 18.00 S O



: Ibu merasa mulesnya bertambah : TD: 120/70mmHg Sh: 36,6oC N: 78x/m DJJ: 142x/m RR: 20 x/m His: 4x10’40” VT : porsio tipis lunak, pembukaan 8 cm, ketuban (-), presentasi kepala, H



III, A P



Molase: 0, UUK depan : G1P0A0 Hamil 40 minggu kala I fase aktif : 1. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah maju 2. Mengingatkan untuk tidak mengedan sebelum waktunya 3. Menganjurkan memenuhi nutrisi dan hidrasi 4. Tetesan infus dinaikkan menjadi 20 tpm dan menjadi dosis pemeliharaan



K A L A II



jam: 19.30



II. OBJEKTIF Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis. Tekanan Darah : 110/60 mmHg Nadi : 80x/menit Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



I. SUBJEKTIF Ibu mengatakan mules yang dirasa semakin sering dan ada rasa ingin meneran.



Suhu : 36,00c Rr : 22x/menit His : 4x10’45” DJJ : 150x/menit  Kandung kemih : Kosong  Genitalia : Vulva membuka, ada dorongan pada anus, perineum menonjol, keluar lendir bercampur darah, kepala ± 3-5 cm di depan vulva.  Pemeriksaan dalam : porsio tidak teraba, pembukaan 10 cm, presentasi kepala, UUK depan, penurunan H III +, penyusupan negatif III. ANALISA P1A0 dalam persalinan kala II IV. PENATALAKSANAAN 1. Memberitahu keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap. 2. Mempersilahkan ibu untuk memilih posisi yang nyaman. 3. Melihat adanya tanda & gejala kala II 4. Pastikan seluruh alat sudah lengkap dan gunakan APD lengkap. 5. Memantau DJJ untuk kesejahteraan janin. 6. Memberikan asupan nutrisi dan hidrasi 7. Memimpin ibu meneran saat ada his. 8. Dekatkan dan buka alat partus, lalu gunakan sarung tangan dan ambil duk steril. 9. Saat kepala crowning, letakkan tangan kiri diatas simfisis dan tangan kanan di depan perineum melakukan steneng dengan menggunakan duk steril untuk membantu melahirkan kepala bayi. 10. Setelah kepala lahir, pastikan ibu tidak lagi mengedan. Usap wajah bayi dan tunggu putaran paksi luar. 11. Kemudian lakukan biparietal-sangga-susur untuk melahirkan bahu dan seluruh tubuh bayi. Lahirkan bayi dan letakkan diatas perut ibu. 12. Bayi lahir spontan pukul: 19.50 WIB, langsung menangis. JK: Perempuan. 13. Menghangatkan bayi dengan bedong dibawah lampu sorot sambil mengusapusap dan lakukan rangsangan taktil jika bayi belum menangis keras. K A L A III



jam 20.00



II. OBJEKTIF Keadaan umum Kesadaran



: Baik : Compos mentis



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



I. SUBJEKTIF Ibu mengatakan merasa senang atas kelahiran bayinya, dan masih merasa mules.



Tekanan Darah Nadi Suhu RR TFU Kontraksi Kandung kemih



: 120/90 mmHg. : 78x/menit. : 36,20c : 23x/menit. : Sepusat. : (+) uterus membulat. : Kosong.



III. ANALISA P1A0 dalam persalinan Kala III IV. PENATALAKSANAAN 1. Memberitahu keluarga bahwa bayi sudah lahir dengan sehat. 2. Memberikan selamat atas kelahiran bayinya 3. Memeriksa fundus untuk memastikan tidak ada janin kedua dan kandung kemih kosong. 4. Menyuntikkan oksitosin secara IM di paha kiri. 5. Menjepit tali pusat ± 3 cm dari pusat bayi, kemudian urut tali pusat untuk menghambat aliran darah lalu letakkan klem kedua berjarak ± 2-3 cm dari klem pertama, kemudian potong tali pusat di dekat klem pertama dengan menggunakan gunting tali pusat. 6. Setelah tali pusat terpotong, letakkan bayi diatas dada ibu secara telungkup sebagai langkah IMD (inisiasi menyusu dini) selama ± 1 jam. 7. Melihat adanya tanda-tanda pelepasan plasenta. 8. Setelah ± 5-10 menit belum ada tanda-tanda pelepasan plasenta, ibu mendapat suntikan oksitosin kedua di paha kanan secara IM. 9. Jepit tali pusat dengan klem di dekat vulva, kemudian lakukan peregangan tali pusat terkendali sementara tangan kiri berada di atasa fundus untuk melakukan dorsokranial sambil menahan fundus ke arah atas. 10. Regangkan tali pusat dengan tangan kanan hingga plasenta terlihat di depan vulva, tangkap dan lahirkan plasenta dengan cara di pilin searah jarum jam hingga seluruh bagian plasenta lahir semua. 11. Massase fundur uteri selama 15x/15 detik. 12. Memeriksa kelengkapan plasenta dan evaluasi laserasi jalan lahir. K A L A IV



II. OBJEKTIF Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



I. SUBJEKTIF Ibu masih merasa mules dan lemas tapi tidak merasa pusing.



KU : baik Kesadaran : compos mentis Tekanan Darah : 110/80 mmHg. Nadi : 82x/menit. Suhu : 36,7oc RR : 20x/menit Kontraksi : + baik TFU : 2 Jari dibawah pusat. Perdarahan : normal Perineum : laserasi grade 2 III. ANALISA P1A0 dalam persalinan kala IV



1



IV. PENATALAKSANAAN 1. Memberitahukan kepada keluarga bahwa ibu dan bayi dalam keadaan baik 2. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik 3. Pastikan bayi masih skin to skin dengan ibu. 4. Setelah 1 jam, lakukan Asuhan BBL lengkap. Lakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik pada bayi serta pemberian suntik Vit K secara IM di paha kiri bayi dan olesan salep mata. 5. Letakkan kembali bayi di dekat ibu. 6. Lakukan pemantauan kontraksi dan cegah perdarahan. 7. Ajarkan ibu/keluarga untuk masase uterus. 8. Evaluasi pengeluaran darah 9. Lakukan pemantauan vital sign, nadi ibu per 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit kemudian pada 1 jam kedua. 10. Pastikan bayi bernapas normal dan suhu bayi tetap normal. 11. Buang bahan habis pakai ke tempat sampah yang sesuai. 12. Membereskan seluruh alat bekas pakai ke larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 13. Membersihkan tubuh dan bokong ibu dengan air DTT, bantu ibu memakai pakaian bersih. 14. Pastikan ibu merasa nyaman dan menganjurkan untuk memberikan ASI eksklusif. 15. Mendekontaminasikan tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5% 16. Celupkan sarung tangan di larutan klorin, lalu mencuci alat. 17. Cuci tangan kemudian sterilisasi alat selama 1 jam. 18. Dokumentasi & partograf.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Bab IV B PEMBAHASAN



Ny. E memasuki masa persalinan dengan usia kehamilan 40 minggu. Tidak ada kesenjangan antara teori dengan kenyataan dimana menurut teori persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu). (Saifuddin, 2002) Pada Kala I ibu datang sebagai rujukan dari puskesmas atas indikasi KPD lebih dari 6 jam. Dan Ibu sudah dipasang infus RL kosong dan saat dilakukan pemeriksaan dalam, pembukaan 4 cm. Kemudian memasukkan oksitosin 5 IU secara drips untuk induksi persalinan. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang dijabarkan Manuaba (2007) Dosis tetesan awal yang diberikan adalah 8 tpm. Kemudian karena setelah dipantau perkembangannya terdapat peningkatan his yang semakin adekuat, hingga tetesan ditambah menjadi 20 tpm dan dijadikan dosis pemeliharaan saat pembukaan mencapai 8 cm. Ini sudah sesuai dengan teori Manuaba (2007) Pada kala I juga dilakukan gerakkan asuhan sayang ibu, ibu diberikan dukungan dan kenyamanan posisi. Ibu memilih posisi berbaring miring kekiri, hal ini dilakukan setelah ibu mendapat informasi bahwa berbaring miring kekiri dapat membantu janin memdapatkan suplai oksigen yang cukup, sebaliknya jika ibu berbaring terlentang, maka bobot tubuh ibu akan menekan pembuluh darah yang membawa oksigen kejanin, sehingga suplai oksigen bayi dapat berkurang dan dapat



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



B. PERSALINAN



menyebabkan gawat janin. Selain pilihan posisi, ibu juga diberikan asupan nutrisi dan cairan, ibu diberikan segelas teh manis hangat, hal ini dapat membantu karena selama proses persalinan berlangsung ibu akan mudah mengalami dehidrasi. (Depkes RI, 2004). Persalinan kala II Ny. E berlangsung 20 menit. Pada teori  lamanya waktu persalinan kala II secara fisiologis pada primigravida berlangsung selama 2 jam dan pada multigravida berlangsung selama 1 jam. (Saifuddin). Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan kenyataan untuk lamanya waktu kala II. Selama proses persalinan, diterapkan prinsip pencegahan infeksi dengan menggunakan alat-alat yang steril atau yang sudah di desinfeksi tingkat tinggi. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada ibu, bayi dan penolong, untuk itu tindakan pencegahan infeksi harus bisa diterapkan dalam setiap aspek asuhan. (Depkes RI, 2004). Setelah dilakukan pemotongan tali pusat bayi diletakkan di dada ibu dengan posisi tengkurap untuk  IMD. Pada bayi Ny. E yang di lakukan IMD selama 1 jam. Tidak terjadi kesenjangan  teori dengan praktek yang karena memang IMD dilakukan selama 1 jam setelah bayi lahir. (Asuhan Persalinan Normal, 2014) Persalinan kala III berlangsung 10 menit dan menurut teori kala III pada primigravida 30 menit dan pada multigravida 15 menit. (Mochtar, 1998). Pada proses kala III, tidak ada suntikan oksitosin kedua dan kontraksi berjalan baik. Pada kala IV dilakukan observasi pada Ny. E selama 2 jam. Ibu dan bayi dalam keadaan normal. Perdarahan yang terjadi pada Ny. E berlangsung normal, dan jumlah perdarahan juga berada dalam batas normal. Menurut teori dianggap perdarahan normal jika jumlah darah kurang dari 400 sampai 500 cc. (Mochtar, 1998) Pada keseluruhan proses persalinan pada Ny. E berjalan dengan normal dan baik, hal ini terjadi karena adanya observasi dan tindakan serta asuhan yang tepat dari awal persalinan hingga bayi dapat lahir, kelancaran persalinan ini juga berkat adanya kerjasama yang baik dari ibu, ibu dapat mengontrol emosinya serta dapat meneran dengan baik. Ibu juga mau mengikuti anjuran yang diberikan bidan.



1



Observasi Kala IV pada Ny. E yaitu TTV batas normal 110/80 mmHg, suhu 36,7ºC, Tinggi fundus uteri setelah plasenta lahir 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, konsistensi keras, kandung kemih kosong, lochea rubra, pengeluaran darah selama proses persalinan yaitu pada kala I ± 30 cc, kala II ± 50 cc, kala III ± 75 cc, kala IV ± 150 cc, jumlah pengeluaran darah yang dialami yaitu ±305 cc. Teori mengatakan perkiraan pengeluaran darah normal ± 500 cc bila pengeluaran darah  ≥ 500 cc yaitu pengeluaran darah abnormal (Prawirohardjo, 2009).



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Meskipun pada Kala I sempat terjadi ketuban pecah dini yang mengharuskan Ny. E melakukan persalinan di RSUD Koja, namun secara keseluruhan proses persalinan berjalan baik tanpa ada komplikasi tambahan lainnya.



BAB II C TINJAUAN TEORI



A. Definisi 1.      Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali ke keadaan sebelum hamil. masa nifas berlangsung selama kira-kira 2-6 minggu. (Sarwono, 2002:122). 2.      Masa nifas adalah masa pulihnya kembali ke dalam keadaan sebelum hamil dan masa nifas berlangsung selama kira-kira 2-6 minggu. (Maternal dan Neonatal, 2002) 3. Masa nifas adalah masa pulihnya kembali mulai dari persalinan, sampai alatalat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya 6-8 minggu. (Mochtar, 1990) 4.      Masa nifas adalah masa dimulainya dari lahirnya plasenta sampai mencakup 6 minggu berikutnya. (Pusdiknakes, 2001) 5.      Dari ke-4 definisi tentang masa nifas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa yang dimulai setelah partus selesai serta lahirnya plasenta dan berakhir sampai alat-alat kandungan kembali kekeadaan seperti sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 2- 6 minggu.



1



B. Tujuan Asuhan Masa Nifas 1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik 2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. 4. Memberikan pelayanan keluarga berencana C. Masa Nifas Dibagi Dalam 3 Periode 1        Puerperium Dini Yaitu dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2        Puerperium Inter Medial Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. 3        Remote Puerperium Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Mochtar, 1998 : 115) D. Perubahan-perubahan Fisik Pada Masa Nifas Normal 1. Involusi Corpus Uteri Segera setelah placenta lahir, fundus korpus uteri berkontraksi, letaknya kira-kira ½ pusat dan symfisis atau sedikit lebih tinggi. Umumnya organ ini mencapai ukuran tidak hamil seperti semula dalam waktu ukuran sekitar 6-8 minggu. Proses involusio uterus meliputi 3 aktivitas, yaitu : a.      Kontraksi uterus b.      Autolysis sel-sel myometrium c.      Regenerasi epithelium Tabel tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusio (Mochtar, 1998) Involus Tinggi Fundus Uteri Berat i Uterus Setinggi pusat



Uri lahir



Pertengahan pusat dan symfisis



1 minggu



Tidak teraba di atas symfisis



2 minggu



Sebesar normal



2 jari dibawah pusat



Bertambah kecil



6 minggu



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram



1



Bayi lahir



8 minggu



30 gram



Terjadi proses involusi uterus (proses kembalinya uterus ke keadaan seperti sebelum hamil). Seteleh janin lahir lahir, uterus kira-kira setinggi umbilikus. Setelah plasenta lahir, uterus berada 2 cm dibawah umbilikus, kemudian turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. pada hari ke 6 fundus akan berada pada pertengan umbilikus dan simfisis, dan tidak dapat dipalpasi lagi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum. Setelah melahirkan keluar rabasa dari uterus yang disebut lokia. Pada hari 1-3 disebut lokia rubra yang bewarna merah terang, terdiri atas darah, debris desidua dan debris trofoblastik. Setelah hari ke3, lokia berubah menjadi merah muda atau kecoklatan dan bertahan selama 10 hari, lokia ini disebut lokia serosa dan terdiri dari old blood, serum, leukosit, dan debris jaringan. Kemudian lokia serosa berubah warna menjadi kuning sampai putih (lokia alba) yang mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.



1



2. Bekas Implantasi Uri Tempat placenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu keenam 2,4 cm dan akhirnya pulih. 3. Lochea Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Ada beberapa macam lochea antara lain : 1)      Lochea rubra (cruenta) Berwarna merah segar, berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan. 2)      Lochea sanguinolenta Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan. 3)      Lochea serosa Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan. 4)      Lochea alba Berupa cairan berwarna putih, berisi leukosit dan mukosa servik terjadi setelah 2 minggu pasca persalinan. 5)      Lochea purulenta Terjadi dikarenakan adanya infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk. 6)      Lochiostasis Yaitu lochea yang keluarnya tidak lancar.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



4. Perubahan Servik dan Segmen Bawah Rahim Segera setelah placenta lahir, servik dan segmen bawah rahim menjadi struktur yang tipis, kolaps dan kendur. Mulut servik mengecil perlahan-lahan sebelum beberapa hari mulut serviks mudah dimasuki oleh 2 jari, tetapi pada akhir minggu pertam telah menjadi sedemikian sempitnya sehingga jari sulit untuk masuk, sewaktu servik menyempit, servik menebal dan salurannya terbentuk kembali, tetapi masih ada tanda-tanda servik parut. Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah rahim yang sangat menipis berkontraksi dan beretraksi tetapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam perjalanan beberapa minggu segmen bawah rahim diubah dari struktur yang jelas dan cukup besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi isthmus yang hampir tidak dapat dilihat. 5. Perubahan Vagina dan Pintu Keluar Vagina Pada perlukaan jalan lahir akan sembuh dalam 6-7 hari, bila tidak disertai infeksi dan faktor gizi juga sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka jalan lahir tersebut, karena dengan gizi yang cukup akan mempercepat pertumbuhan sel-sel tubuh yang rusak. Vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan-lahan mengecil tetapi jarang kembali ke ukuran semula. Rugae terlihat kembali pada minggu ke 3 dan terdapat carunculae mirtiformis yang khas pada wanita yang pernah melahirkan.



7. Ligament-ligament Ligament fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan. Setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Setelah melahirkan, kebiasaan wanita Indonesia melakukan “berkusuk” atau “berurut” dimana sewaktu diurut tekanan intra abdomen bertambah tinggi. Karena setelah melahirkan ligamen, fasia dan jaringan penunjang menjadi kendor, jika dilakukan urut, banyak wanita akan mengeluh kandungannya turun atau terbalik. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan dan senam pasca Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



6. Rasa Sakit Yang disebut juga “after pains” (meriang atau mules-mules) disebabkan oleh kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu, mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obatan anti sakit dan anti mulas.



persalinan/senam nifas. Biasanya striae yang terjadi pada saat kehamilan akan berkurang. 8. Perubahan Saluran Kencing Peregangan dan dilatasi selama kehamilan yang menyebabkan perubahan permanen di pelvis renalis dan ureter, kecuali ada infeksi kembali normal pada waktu 2-8 minggu, bergantung pada : 1) Keadaan atau status sebelum persalinan 2) Lamanya partus kala II 3) Besarnya kepala yang menekan pada saat persalinan 9. Sistem Kardio Vaskuler Penurunan volume darah diasumsikan dengan kehilangan darah. Pada saat persalinan volume plasma menurun 1000 ml karena kehilangan darah dan diuresis. Setelah 3 hari volume darah meningkat 1200 ml sebagai akibar cairan ekstra seluler ke intra seluler. Total volume darah menurun 16% setelah persalinan. Perkiraan kehilangan darah dapat dibandingkan setelah persalinan. Kehilangan darah 500 ml akan menyebabkan pengurangan Hb 1%, nadi dan cardiac output meningkat selama 1-2 jam post partum. Segera setelah melahirkan, cardiac output meningkat 50-60 % dan menurun setelah 10 menit.



Perubahan Fisiologis Pada Postpartum Sectio Caesaria SC Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



10. Payudara Pada semua wanita setelah melahirkan, laktasi dimulai secara alami dan normal. Proses menyusui mempunyai 2 mekanisme fisiologis, yang meliputi: produksi susu dan sekresi susu atau let down. Fisiologi dari produksi ASI masih belum sepenuhnya dimengerti. Dipikirkan bahwa konsentrasi estrogen dan progesteron yang tinggi sebelum kehamilan menghambat produksi prolaktin, yang dibutuhkan untuk laktasi. Hal ini menjelaskan mengapa seorang wanita tidak memproduksi ASI sepanjang kehamilannya. Pada saat placenta lahir, terjadi perubahan drastis yang mendadak pada kadar estrogen dan progesteron. Keadaan ini membuat kelenjar hipofise anterior memproduksi prolaktin. Produksi ASI juga dipengaruhi oleh hisapan bayi yang dapat menyebabkan kenaikan atau kelanjutan dari pelepasan prolaktin dari hipofise anterior. Seorang bayi akan menekan sinus laktiferus sewaktu menghisap ASI. Hisapan ini akan mendorong air susu melalui ductus laktiferus menuju tempat akhir, yaitu mulut bayi. Aliran susu dan sinus laktiferus disebut let down dan dalam hal ini dapat dirasakan oleh ibu



Perubahan fisiologis pada masa post SC menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004) meliputi : a. Involusi Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karenacytoplasmanya yang berlebihan dibuang. 1) Involusi uterus Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri : a) Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi Fundus Uteri 1 - 2 jari dibawah pusat. b) Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada dipertengahan simphisis pubis dan pusat. c) Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba. 2) Involusi tempat melekatnya placenta Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan yang akan datang. 2. Adaptasi psikososial Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004) yaitu: a. Fase “taking in” (Fase Dependen) 1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.



1



2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan. b. Fase “taking hold” (Fase Independen) 1) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya. 2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya. 3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri dan bayinya. 3) Fase “letting go” (Fase Interdependen) 1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru. 2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat. 3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya



E.       Gambaran Klinis Masa Puerperium Segera setelah persalinan dapat terjadi peningkatan suhu badan, tetapi tidak boleh lebih dari 38oC. Bila terjadi peningkatan melebihi 38 oC berturut-turut selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi. Uterus yang telah menyelesaikan tugasnya akan menjadi keras karena kontraksinya, sehingga terdapat penutupan darah. Kontraksi uterus yang diikuti his pengiring menimbulkan rasa nyeri yang disebut dengan nyeri ikutan terutama pada multipara (Manuaba, 1998 : 192).



Tabel Frekuensi Kunjungan Masa Nifas (Anonim, 2002 : N23) Kunjunga Waktu Tujuan n 6-8 jam - Mencegah perdarahan masa nifas 1 setelah karena atonia uteri



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



F. Program dan Kebijakan Teknis Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan BBL dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.



2



6 hari setelah persalina n



3



2 minggu setelah persalina n 6 minggu setelah persalina n



4



- Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut - Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri - Pemberian ASI awal - Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir - Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia - Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil - Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau - Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal - Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat - Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit - Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari - Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)



- Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami - Memberikan konseling untuk KB secara dini



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



persalina n



G. Diagnosis 1)      Apakah masa nifas berlangsung normal/tidak seperti involusio uterus, pengeluaran lochea, pengeluaran ASI dan perubahan sistem tubuh, termasuk keadaan psikologis normal. 2)      Adakah keadaan gawat darurat pada ibu seperti perdarahan, kejang dan panas. 3)      Adakah penyulit/masalah dengan ibu yang memerlukan rujukan/ perawatan seperti perawatan payudara  (Sarwono, 2002 : 125) H. Perawatan pasca operasi 1.Perawatan luka insisi Proses sterilisasi yang baik pada alat-alat operasi dan kamar bedah, ditambah dukungan antibiotik yang adekuat membuat perawatan luka operasi menjadi jauh lebih mudah. Luka pasca operasi dapat diolesi salep antibiotik atau dilapisi Sofratulle®, lalu ditutup dengan plester plastik sekali pakai (disposable), yang salah satunya dikenal dipasaran dengan nama dagang Tegaderm®. Penggunaan plester plastik tersebut sangat memudahkan pasien karena pasien dapat mandi meskipun plester baru dibuka pada hari ketujuh atau hari kedelapan. 2. Komplikasi luka operasi Secara umum, luka operasi yang ditata laksana secara adekuat jarang mengalami komplikasi, tetapi pada kasus-kasus tertentu, dapat dijumpai luka operasi yang basah. a. Luka operasi yang mengeluarkan darah, eksudat, atau nanah. Ditata laksana dengan melakukan pemijatan untuk mengeluarkan semua darah, eksudat ataupun nanah yang masih ada dibawah kulit. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, luka operasi yang basah dirawat secara basah pula, dengan menggompres luka dengan kasa lembab. Kasa dilembabkan dengan meneteskan cairan steril ditambah antibiotik atau dengan menambahkan Rivanol tiap 15 menit untuk menarik cairan bawah kulit yang tersisa. Kasa diganti 2x sehari atau jika telah terlihat kotor.



Apabila masih ada cairan darah atau nanah, luka yang berlubang tersebut tetap tertata laksana seperti pada penjelasan nomor 1. Pemeriksaan kultur ditambah uji Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



b. Luka operasi yang berlubang.



sensitifitas antibiotik pada spesimen nanah akan sangat membantu untuk memilih antibiotik. c. Apabila luka terbuka terbuka lebih dalam sampai kelapisan fascia, atau lebih dalam lagi hingga menembus rongga abdomen, luka ditata laksana dengan melakukan penutupan luka (penjahitan) sekunder di kamar bedah.



I.Pembengkakan payudara (Breast Engorgement) 1. Pengertian pembengkakan payudara Pembengkakan payudara adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu. Pembengkakan payudara diartikan peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran laktasi sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. 2. Patofisiologi pembengkakan payudara



3. Etiologi pembengkakan payudara



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar payudara terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul jika bayi menyusu. Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, maka dapat terjadi pembendungan air susu. Sejak hari ketiga sampai keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis, dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi bendungan, payudara terasa penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dan alveoli meningkat. Payudara menjadi bengkak dan edematous.



Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi lakteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan pengembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor reguler untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan merupakan overdistensi sistem lakteal oleh air susu. Menurut Suradi dan Kristina payudara yang terbendung terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran getah bening akibat ASI terkumpul pada payudara. Kejadian ini timbul karena produksi ASI yang berlebihan, bayi disusui terjadwal, bayi tidak menyusu dengan adekuat, posisi menyusui yang salah, atau karena puting susu yang datar/terbenam. Hal ini bisa juga terjadi karena terlambat menyusui dini, perlekatan yang kurang baik, atau mungkin kurang seringnya ASI dikeluarkan. Penyebab terjadinya pembengkakan payudara menurut Bobak adalah: 1) Posisi menyusui yang tidak benar 2) Pengosongan payudara yang tidak baik 3) Pemakaian BH yang terlalu ketat 4) Tekanan jari ibu pada waktu menyusui 5) Kurangnya pengetahuan cara perawatan payudara dan cara pencegahan pembengkakan payudara (bendungan ASI) 4. Tanda dan gejala pembengkakan payudara Pada payudara penuh dengan ASI, terasa berat, panas, dan keras. Bila diperiksa ASI keluar, dan tidak demam. Pada payudara bengkak, payudara oedem dan sakit, puting kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila diperiksa atau dihisap ASI tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam. Menurut Winknjosastro, tanda dan gejala pembengkakan payudara adalah: a. Payudara terasa panas b. Payudara terasa nyeri c. Payudara bengkak d. Suhu badan tidak naik



a. b. c. 6.



Infeksi akut kelenjar susu Mastitis Abses payudara sampai dengan septicemia Pencegahan



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



5. Komplikasi Tindakan untuk meringankan gejala pembengkakan payudara sangat dibutuhkan. Apabila tidak ada intervensi yang baik maka akan menimbulkan :



Menurut Suradi & Kristina untuk mencegah pembengkakan payudara maka diperlukan menyusui dini, perlekatan yang baik, menyusui “ on demand” bayi lebih sering disusui, apabila payudara terasa tegang, atau bayi tidak dapat menyusui maka sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu sebelum menyusui, agar ketegangan menurun. Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pembengkakan payudara adalah: a. Bila memungkinkan, susui bayi segera setelah lahir. b. Susui bayi tanpa dijadwal. c. Keluarkan ASI secara manual atau dengan pompa, bila produksi ASI melebihi kebutuhan bayi. d. Lakukan perawatan payudara masa nifas secara teratur. Menurut Varney untuk mencegah pembengkakan payudara, ibu harus dianjurkan untuk menyusui bayinya menurut isyarat bayi, dengan posisi yang nyaman. 7. Penatalaksanaan Pengobatan secara farmakologis yang dilakukan oleh Snowden et al 2001. Analisa ini mengidentifikasi delapan percobaan dengan responden 424 orang. Didapatkan bahwa terapi farmakologis lebih baik daripada non farmakologis. Terapi farmakologis yang digunakan adalah obat anti inflamasi serrapeptase (danzen) yang merupakan agen enzim anti inflamasi 10 mg tiga kali sehari atau Bromelain 2500 unit dan tablet yang mengandum enzim protease 20.000 unit. Sedangkan menurut Amru terapi pembengkakan payudara diberikan secara simtomatis yaitu mengurangi rasa sakitnya (analgetik) seperti paracetamol atau ibuprofen. Penggunaan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa sakit dari pembengkakan payudara adalah sebagai berikut akupuntur, (perawatan payudara tradisional) yaitu kompres panas dikombinasikan dengan pijatan, kompres panas dan dingin secara bergantian, kompres dingin, daun kubis dan terapi ultrasound.



Menurut Suradi dan Kristina, penanganan pembengkakan payudara adalah: a. Kompres payudara dengan air hangat, lalu masase ke arah puting payudara Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Menurut Bahiyatun, penatalaksanaan pembengkakan payudara adalah sebagai berikut: a. Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum menyusui. b. Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah vena dan rasa nyeri. Dapat dilakukan secara bergantian dengan kompres hangat untuk melancarkan pembuluh darah pada payudara. c. Menyusui lebih sering dan lebih lama untuk melancarkan aliran ASI dan menurunkan tegangan payudara.



agar terasa lebih lemas dan ASI dapat dikeluarkan melalui puting. b. Susukan bayi tanpa terjadwal sampai payudara terasa kosong c. Urutlah payudara mulai dari tengah, lalu kedua telapak tangan ke samping, ke bawah, dengan sedikit ditekan ke atas dan lepaskan tiba-tiba. d. Keluarkan ASI sedikit dengan tangan agar puting susu menonjol keluar. e. Susukan bayi lebih sering. f. Ibu harus rileks. g. Pijat leher dan punggung belakang (sejajar dengan payudara). h. Stimulasi payudara dan puting. i. Kompres payudara dengan air dingin setelah menyusui, untuk mengurangi oedem. j. Pakailah BH atau bra yang sesuai. k. Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik. J. Perawatan Payudara 1. Pengertian Merupakan suatu tindakan perawatan payudara yang dilaksanakan, baik oleh pasien maupun dibantu oleh orang lain yang dilaksanakan mulai hari pertama atau kedua setelah melahirkan. Sedangkan menurut Huliana perawatan payudara masa nifas adalah perawatan payudara yang dilakukan terhadap payudara setelah melahirkan. 2.



Tujuan perawatan payudara



Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan tetapi juga setelah melahirkan. Perawatan payudara yang dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Tujuan dari perawatan payudara yaitu: 1) Memelihara kebersihan payudara 2) Melancarkan keluarnya ASI 3) Mencegah bendungan pada payudara 4) Menangani payudara bengkak



4.



Persiapan alat



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



3. Waktu pelaksanaan Pertama dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan minimal dua kali dalam sehari.



Alat-alat yang pelu disiapkan yaitu: 1) Baby oil atau minyak kelapa 2) Dua waskom berisi air hangat 3) Dua waslap, kapas dan dua handuk 5. Langkah-langkah pengurutan Menurut Anggraini, langkah-langkah pengurutan pada perawatan payudara adalah sebagai berikut: 1) Tuangkan minyak secukupnya, sokong payudara kiri dengan tangan kiri, payudara kanan dengan tangan kanan, 3 jari dari tangan yang berlawanan membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada puting susu, setiap payudara minimal 2x gerakan. 2) Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara. Urutlah payudara dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan kedua payudara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini 30 kali. 3) Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurutkan payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi ke arah puting susu. Lakukan gerakan ini 30 kali. 4) Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian ganti dengan kompres waslap dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama 3x berturut-turut dengan kompres air hangat.



Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat puting susu. a. Kompres kedua puting susu dengan kapas yang telah dibasahi minyak selama 5 menit agar kotoran disekitar puting mudah terangkat. b. Jika puting susu normal, lakukan perawatan dengan mengoleskan minyak pada ibu jari dan telunjuk, lalu letakkan keduanya pada puting susu. Lakukan gerakan memutar ke arah dalam sebanyak 30 kali putaran untuk kedua puting susu. Gerakan Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



6. Perawatan puting susu Puting susu memegang peran penting pada saat menyusui. Air susu ibu akan keluar dari lubang-lubang pada putting susu. Oleh karena itu putting susu perlu dirawat agar dapat bekerja dengan baik. Tidak semua wanita mempunyai puting susu yang menonjol (normal). Ada wanita yang mempunyai puting susu dengan bentuk datar atau puting yang masuk ke dalam. Ketiga bentuk puting susu tersebut dapat mengeluarkan ASI jika dirawat dengan benar. Huliana juga menambahkan, sebaiknya perawatan puting susu dilakukan 4-5 hari pada pagi dan sore hari, dan tidak menggunakan bahan-bahan seperti alkohol atau sabun untuk membersihkan puting susu karena akan menyebabkan kulit menjadi kering dan lecet.



ini untuk meningkatkan elastisitas otot puting susu. c. Jika puting susu datar atau masuk ke dalam, lakukan tahap-tahap berikut:  Letakkan kedua jari di sebelah kiri dan kanan puting susu, kemudian tahan dan hentakkan ke arah luar menjauhi puting susu secara perlahan  Letakkan kedua ibu jari di atas dan di bawah puting susu, lalu tekan serta hentakan ke arah luar menjauhi puting susu secara perlahan. 7. Perawatan payudara untuk mengurangi pembengkakan payudara Pada saat ASI mulai diproduksi, payudara mulai terasa kencang, bengkak, dan tidak nyaman, karena itu segera susui bayi dan sesering mungkin. Namun agar tidak mengalami kesulitan selama periode menyusui, maka perlu melakukan perawatan payudara. Perawatan payudara setelah melahirkan dapat dengan melakukan beberapa pemijatan. Perawatan payudara secara tradisional tersebut dapat digunakan untuk mencegah dan menangani pembengkakan payudara. Menurut Anggraini untuk mencapai hasil yang baik sesuai dengan tujuan dari perawatan payudara maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah: a. Pemijatan/ pengurutan hendaknya dilakukan secara teratur dan sistematis b. Memperhatikan makanan dan minuman dengan menu yang seimbang c. Menggunakan BH yang bersih dan menopang payudara d. Istirahat yang cukup dan pikiran yang tenang e. Menghindari rokok dan minuman yang beralkohol



Gerakan pada perawatan payudara bermanfaat melancarkan reflek pengeluaran ASI selain itu juga merupakan cara efektif meningkatkan volume ASI dan terakhir tidak



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Perawatan payudara dengan menggunakan masase payudara yang sebelumnya diberikan kompres panas dapat menggunakan handuk kecil atau waslap yang telah dibasahi dengan air hangat dengan tujuan memberikan efek vasodilatasi pada pembuluh darah. Kemudian dilanjutkan pemijatan pada payudara. Pemijatan payudara dengan gerakan ke bawah tidak dianjurkan untuk penanganan pembengkakan payudara. Cara sederhana untuk mengurangi pembengkakan payudara pada daerah areola payudara dengan melakukan gerakan tekanan mundur.



kalah pentingnya dapat mencegah dan menangani pembengkakan payudara Penanganan dengan menggunakan kompres daun kubis 1. Pilih daun kubis yang masih segar 2. Daun kubis hijau diambil secara utuh perlembar, usahakan tidak robek. 3. Cuci bersih daun kubis 4. Daun kubis didinginkan dalam frezzer sekitar 20-30 menit 5. Tutupi semua area payudara yang bengkak dan kulit yang sehat, 6. Kompres payudara berlangsung selama 20-30 menit atau sampai daun kol tersebut layu. (Dapat dilakukan di dalam bra). 7. Lakukan dua kali sehari selama 3 hari



Berdasarkan bukti ilmiah bahwa daun kubis dapat mengurangi pembengkakan payudara tanpa efek samping dan dapat meningkatkan durasi pemberian ASI. Namun beberapa literatur menunjukkan bahwa terlalu sering menggunakan kompres daun kubis dapat mengurangi produksi ASI. Daun kubis tersebut juga tidak boleh dikompreskan pada daerah kulit yang rusak seperti putting susu lecet. Jika puting susu lecet maka menempatkan daun kubis disekitar payudara tanpa menutupi kulit yang rusak tersebut. Kompres daun kubis dingin selalu digabungkan dengan perawatan rutin untuk pembengkakan misal perawatan payudara, kubis juga tidak disarankan untuk individu yang alergi terhadap sulfa atau kubis. Kubis mengandung senyawa sulfur, tetapi ini tidak sama dengan sulfa. Jika ibu alergi terhadap sulfa, sebaiknya disarankan sebelum dikompres dengan daun kubis pada payudaranya dilakukan tes alergi terlebih dahulu. Faktor yang mempengaruhi penurunan tinggi fundus uteri yaitu paritas dan menyusui (Maritalia, 2012). Menurut Mayuni (2009) penurunan tinggi fundus uteri dipengaruhi oleh faktor usia, status gizi, paritas dan menyusui. Sedangkan menurut Palupi (2009) penurunan tinggi fundus uteri dipengaruhi oleh faktor mobilisasi dini, senam nifas, proses laktasi, usia, status gizi, paritas dan pekerjaan. KONSEP DASAR SEKSIO CAESAREA Pengertian a.       Suatu Persalinan Buatan,Dimana Janin Dilahirkan Melalui Suatu Insisi Pada   Perut Dan Dinding Rahim Dengan Syarat Rahim Dalam Keadaan Utuh Serta Berat Janin Diatas 500 Gram (Prawirohardjo,Sarwono,1998,133)



1



b.          Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh (Prawirohardjo,Sarwono,1998,134)



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



c.       Persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umur kehamilan > 28 minggu (Manuabua : 1999,257 ) Etiologi Menurut (Sugeng, 2012), terdapat beberapa etiologi mengenai letak lintang yaitu: 1. Indikasi yang berasal dari ibu (etiologi) Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai kelainan letak pada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/ panggul) ada, sejajar kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi pada kehamilan yaitu preeklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM ), gangguan perjalan persalinan ( kista ovarium, mioma uteri dan sebagian nya). 2. Indikasi yang berasal dari janin Fetal disteress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forsep ekstraksi. Indikasi SC a.       Plasenta previa b.       Panggul sempit c.        Dispropporsi cephalopelvik d.       Ruptur uteri mengancam e.        Partus lama f.        Distosia servik g.        Preeklamsi dan hipertensi h.       Kelainan letak (sungsang,lintang) (Hanifa,2000) Patofisiologi Akibat terjadi malpresentasi pada janin dalam uterus mengakibatkan persalinan tidak dapat ditolong pervaginam tetapi diharuskan dilakukannya SC (Sectio Cesarea). Komplikasi a.   Infeksi puerpuralis (nifas)



1



1)  Ringan dengan kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



2) Sedang dengan peningkatan lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung 3) Berat dengan peritolisis sepsis dan, hal ini sering disertai post partum terlambat dimana sebelumnya terjadi infeksi intra partial karena ketuban yang telah pecah terlalu lama, penanggulangan adalah dengan pemberian cairan elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat b.   Perdarahan disebabkan karena: 1)      Banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka 2)      Atonia uteri 3)      Perdarahan plasenta yang berat c.  Luka,kandung kemih, emboli paru d.  Kemungkinan rupture spontan pada kehamilan mendatang (Hanifa,2000) Nasehat bagi ibu yang telah dilakukam SC 1.  Sedapat-dapatnyan jangan hamil dulu selama 2 tahun setelah SC



1



2.  Kehamilan dan persalinan berikutnya harus diawasi dan berlangsung di RS yang lebih lengkap, untuk mengetahui apakah pada persalinan berikutnya dilaksanakan SC lagi atau tergantung dari indikasi dilakukan SC sebelumnya (Sastra winata, sulaiman,1996)



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



BAB III C TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN NIFAS 7 HARI POST SC DENGAN BREAST ENGORGEMENT DI RSUD KOJA Tanggal : 11-11-15 RM 00.26.95.51 SUBJEKTIF KLIEN Nama Usia Agama Pendidika n Pekerjaan Alamat



Ny. I 32 Islam SMP



SUAMI Tn. W 35 Islam SMA



IRT Karyawan Jl. Gedung Rubuh No. 24, Sunter Jaya



 Ibu mengatakan tubuhnya terasa panas dingin, payudaranya nyeri dan putting lecet  Ibu mengatakan ini merupakan anak ketiganya. Anak pertamanya lahir spontan tahun 2011, laki-laki dengan berat lahir 3500gr. Anak keduanya lahir spontan tahun 2012, perempuan dengan berat lahir 3000 gr.  Persalinan ketiganya ini melalui proses persalinan SC atas indikasi letak lintang. Bayinya lahir pada tanggal 4-11-15 dengan berat lahir 2350 gram dan jenis kelamin perempuan. Tidak ada masalah dalam proses persalinan maupun perawatan post SC.  Ibu mengatakan tidak memiliki masalah dalam BAK/BAB  Ibu mengatakan tidak ada masalah dalam pola istirahat/tidur  Ibu mengatakan tidak ada masalah dalam pola makan/minum  Ibu mengatakan bahwa ASInya sudah keluar. Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



I.







Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit/penyakit keturunan apapun



II. OBJEKTIF 1) Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis Keadaan emosi : Stabil 2) Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit RR : 21x/menit Suhu : 36,6oc 3) Kepala : Rambut bersih, tidak rontok, tidak ada benjolan 4) Wajah : Tidak oedema, tidak pucat, konjungtiva mata tidak anemis, mata normal, hidung tidak ada sekret, gigi dan mulut bersih. 5) Telinga : simetris, tidak ada pengeluaran sekret 6) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening/tyroid 7) Payudara : Simetris, putting menonjol, ASI (+), terasa nyeri, putting lecet 8) Abdomen : Tampak luka SC secara horizontal sudah kering, lukanya baik dan bersih, tidak ada pus dan jahitan luka baik. 9) Ekstremitas : Tidak ada oedema, jari lengkap 10) Genitalia : Lokhea Sanguinolenta, tidak berbau dan vagina tampak bersih 11) Kontraksi : (+) baik 12) TFU : Pertengahan pusat dan simfisis.



IV. PENATALAKSANAAN 1. Memberitahukan bahwa hasil pemeriksaan E/ Ibu mengerti 2. Membuka perban dan melakukan perawatan pada luka dengan membersihkan menggunakan NaCl kemudian mendesinfeksi dengan kassa yang dibubuhi betadine E/ Luka tampak kering dan bersih, tidak terdapat pus atau jahitan terbuka 3. Mengajarkan ibu tekhnik merawat payudara (breast care) E/ Ibu mengerti dan bersedia melakukannya 4. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar (posisi menyusui) E/ ibu mengerti dan bersedia melakukannya 5. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi dan hidrasi yang cukup dan menyarankan untuk banyak makanan mengandung protein seperti putih telur, ikan, ayam E/ ibu mengerti Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



III. ANALISA P3A0 postpartum seksio caesarea 7 hari dengan payudara bengkak dan putting lecet



1



6. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dengan ASI eksklusif E/ ibu mengerti 7. Menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri E/ ibu mengerti dan bersedia melakukan 8. Mengajarkan ibu untuk merawat lukanya dengan baik E/ Ibu mengerti dan akan melakukannya 9. Mengajarkan ibu cara menampung ASI bila putting susu masih terasa nyeri E/ ibu mengerti 10. Mengingatkan ibu untuk mengenali tanda bahaya nifas seperti nyeri kepala hebat, perdarahan banyak, pandangan kabur. Serta tanda bahaya pada luka seperti berair, keluar nanah atau berbau E/ Ibu mengerti 11. Memberikan penyuluhan tentang KB agar menjarangkan kehamilannya mengingat ini sudah persalinan ketiga dan usia ibu yang masuk kategori resiko tinggi untuk melakukan persalinan E/ Ibu mengerti



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



C. MASA NIFAS 1) Ny. I melahirkan anak ketiganya secara SC pada tanggal 4-11-15 atas indikasi letak lintang. Pada persalinan sebelumnya, Ny. I melahirkan dengan persalinan normal. Letak lintang merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan operasi bedah SC (Hanifah, 2002). Hal ini tidak bertentangan dengan teori. 2) Dalam pengukuran fisik dalam batas normal. Kontraksi uterus serta involusi uterus berlangsung baik. Ditemukan TFU di pertengahan simfisis-pusat bersesuaian dengan teori bahwa di hari ketujuh berat rahim 500 gram (Buku Sinopsis Obstetri). Tidak ada perbedaan involusi uteri pada ibu nifas dengan persalinan spontan ataupun persalinan SC. Hal ini bersesuaian dengan teori tentang faktor yang mempengaruhi involusi uteri yaitu paritas dan menyusui (Maritalia, 2012). Menurut Mayuni (2009) penurunan tinggi fundus uteri dipengaruhi oleh faktor usia, status gizi, paritas dan menyusui. 3) Pengeluaran Lokhea pada Ny. I berjalan dengan normal, sesuai dengan kepustakaan dari hasil pengawasan yang dilakukan lochea yang keluar sampai 2 minggu post partum didapat hasil, pada hari pertama darah berwarna merah segar, pada hari keenam didapat lochea sanguinolenta berwarna merah kecoklatan, pada kunjungan hari keempat belas didapat lochea serosa berwarna kuning. (Bahan Kuliah Fisiologi Nifas FKUH 2008). 4) Ny. I merasa payudaranya nyeri dan terasa bengkak. ASI nya sudah keluar banyak disertai dengan putting lecet. Ny. I sudah diajarkan untuk merawat payudaranya dengan breast care yang dilakukan minimal sehari 2x untuk menangani nyerinya. Juga diajarkan mengenai posisi menyusui yang benar agar putting susu tidak lecet lagi. (Asuhan Kebidanan Nifas). Menurut Anggraini, langkahlangkah pengurutan pada perawatan payudara adalah sebagai berikut:  Tuangkan minyak secukupnya, sokong payudara kiri dengan tangan kiri, payudara kanan dengan tangan kanan, 3 jari dari tangan yang berlawanan membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada puting



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



BAB IV C PEMBAHASAN



susu, setiap payudara minimal 2x gerakan.  Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara. Urutlah payudara dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan kedua payudara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini 30 kali.  Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurutkan payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi ke arah puting susu. Lakukan gerakan ini 30 kali.  Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian ganti dengan kompres waslap dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama 3x berturut-turut dengan kompres air hangat. Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat puting susu. a. Kompres kedua puting susu dengan kapas yang telah dibasahi minyak selama 5 menit agar kotoran disekitar puting mudah terangkat. b. Jika puting susu normal, lakukan perawatan dengan mengoleskan minyak pada ibu jari dan telunjuk, lalu letakkan keduanya pada puting susu. Lakukan gerakan memutar ke arah dalam sebanyak 30 kali putaran untuk kedua puting susu. Gerakan ini untuk meningkatkan elastisitas otot puting susu. (Zuhana, 2014)



1



5) Luka bedah SC terlihat bersih dan kering setelah dibersihkan menggunakan NaCl dan kassa yang dibubuhi betadine. Luka tidak ditutup menggunakan perban lagi karena sudah kering. Ibu diajarkan untuk merawat luka dan menjaga kebersihan diri agar penyembuhan luka berjalan cepat (Pemulihan Pasca Operasi 2005, KDPK untuk kebidanan). 6) Ny. I dianjurkan berKB untuk menjarangkan kehamilannya. Minimal 2 tahun setelah SC. Selain itu faktor usia yang sudah memasuki resiko tinggi untuk melakukan persalinan lagi. (Sastra winata, sulaiman,1996)



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



BAB II D TINJAUAN TEORI ASFIKSIA Pengertian Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas spontan dan teratur setelah lahir (Wiknjosastro, 2004). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta berakhir dengan asidosis (Arief dkk, 2009). Etiologi dan faktor predisposisi Menurut Arief dkk (2009), penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir Pembagian penyebab kegagalan pernapasan menurut Dewi (2011) adalah sebagai berikut: a.



Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:



Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, disebabkan oleh beberapa hal yaitu:



o



Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang menggunakan narkosa.



b.



Faktor dari ibu selama hamil.



o Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat menyebabkan hipertoni. o Adanya pendarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak. Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



o Gangguan aliran pada tali pusat, kali ini biasanya berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat menumbung, dan kehamilan lebih bulan ( post-term).



o Vasokonstriksi arteria pada kasus hipertensi kehamilan dan pre eklampsia dan eklampsia. o Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang). Patofisiologi Menurut Hasan (2005), pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode atau (Primary apnoea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoea). Pada tingkat ini di samping bridakardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.



Asfiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 ) a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit. b. Usaha napas lambat. c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik. d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan. e. Bayi tampak sianosis. f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan. Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Tanda dan gejala Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 ) a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit. b. Tidak ada usaha napas. c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada. d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan. e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu. f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.



Asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-10 ) a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit. b. Bayi tampak sianosis. c. Adanya retraksi sela iga. d. Bayi merintih ( grunting ) e. Adanya pernapasan cuping hidung. f. Bayi kurang aktifitas. g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif (Dewi, 2011). Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia berat. (Hasan, 2005). Penanganan Menurut Dewi (2011), tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut: a. Bersihkan jalan napas dengan pengisap lendir dan kassa steril. b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik. c. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk atau kain kering yang bersih dan hangat. d. Nilai status pernapasan. Lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-tanda asfiksia. (A) Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong berdiri disisi kepala bayi dari sisa air ketuban. (B) Miringkan kepala bayi. (C) Bersihkan mulut dengan kassa yang dibalut pada jari telunjuk. (D) Isap cairan dari mulut dan hidung. e. Lanjutkan menilai status pernapasan Nilai status pernapasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya dengan menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil). Bila tidak ada perubahan segera berikan nafas buatan. Menurut Hasan (2004), tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia sedang adalah sebagai berikut:



a. b.



Kepala bayi sedikit ekstensi Beri oksigen 1-2 liter/menit melalui kateter dalam hidung.



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



o Rangsangan refleks pernafasan (hisap lendir, beri rangsangan selama 30-60 detik). o Bila gagal lakukan pernafasan selama 2 menit



c. Buka dan tutup mulut serta hidung, dagu keatas dan ke bawah teratur dengan frekuensi 20x/menit Penatalaksanaan Asfiksia yaitu dengan cara mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi, meletakan posisi bayi sedikit ekstensi, membersihkan jalan nafas, menilai bayi (Saifudin, 2005). Tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dengan asfiksia yaitu tujuan mengenal bayi dengan asfiksia neonatus. Sehingga tindakan bidan dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bidan harus dapat mengenali dengan baik pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan melakukan tindakan yang di mulai dari resusitasi, membebaskan jalan nafas, mengusahakan bantuan medis, merujuk dengan benar serta memberikan perawatan lanjutan pada bayi secara tepat dan sistematis (Kriebs, 2008). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Asfiksia Neonatorum



2.      Partus Lama Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 1-2 jam pada primi, dan lebih dari 1 jam pada multi (Wiknjosastro, 2005) Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



Faktor-faktor yang diteliti 1.      Umur ibu Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia mudah/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil (Prawirohardjo, 2004). Beberapa penelitian menyatakan semakin matang usia ibu dihadapkan pda kemungkinan terjadinya beberapa resiko tertentu, trmasuk resiko kehamilan, yang dapat berakibat buruk pada janin. Pada peneliti menyatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih rawan dibandingkan wanita berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah tinggi, yang merupakan salah satu faktor predisposisi dari ibu yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum wanita yang hamil pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebanyak 60% menderita tekanan darah tinggi dibandingkan wanita yang berusia 20 tahun pada penelitian di University Of California pada tahun 1999. (hakimi, 2003)



Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia, karena seperti kita ketahui, bahwa 80% daripersalinan masih ditolong oleh dukun. Dan baru sedikit sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun. Persalinan pada primi lebih lama 5-6 jam dari pada multi. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Menurut Harjono partus lama merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala-gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksi dan kematian janin dalam kandungan (KJDK), dan insiden partus lama menurut penelitian adalah 2,8 – 4,9%. (Mochtar, 1998) 3.      Umur Kehamilan a.      Umur kehamilan adalah lama kehamilan yang dihitung mulai dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT sampai dengan pada saat dirawat di rumah sakit). b.      Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai sejak kontrasepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Saifuddin, 2002). Umur kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari (40 Minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 Minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 Minggu disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 Minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan yang terakhir ini akan mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda mempunyai progenesis buruk. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi 3 bagian. Masing-masing kehamilan triwulan pertama (antara 0-12 minggu), kehamilan triwulan ke dua (antara 12-28 Minggu), dan ketiga kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu). (Winjosastro, 2005)



1



Faktor-faktor yang tidak diteliti 1.      Persalinan Preterm Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau kurang, merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang potensial meningkatkan kematian perinatal. Kematian perinatal umumnya bekaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh bayi preterm dan pertumbuhan janin yang terlambat (Wiknjosastro, 2005). Kehamilan Praterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Kesulitan utama dalam persalinan praterm adalah perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbilitas dan mortabilitasnya. Karena



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



disamping harapan hidup perlu dipikirkan pula kualitas hidup bayi tersebut. (Prawirohardjo, 2002). 2.      Plasenta Previa Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dari menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup (Saifuddin, 2002).   Jika plasenta terdapat di depan, telurusri plasenta dan lahirkan bayi dengan meluksir kepala atau dengan ekstraksi kaki. Sesudah bayi lahir, jika plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual, diagnosis adalah plasenta akreta. Sering didapatkan pada lokasi bekas seksio sesarea. Lakukan histerektomi. Kasus dengan plasenta previa berisiko tinggi untuk pendarahan postpartum, jika ada pendarahan pada bekas implementasi, lakukan jahitan jelujur atau angka 8 dengan catgut gromik atau poligrikolik. (Prawirohardjo, 2002). Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus. (Wiknjosastro, 2005).



1



3.      Solusio Plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya dalam desiuda basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Saifuddin, 2002).   Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat melekatnya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. (Prawirohardjo, 2002). Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya plasenta itu secara normal terlepas setelah anak lahir. Akan tetapi pelepasan plasenta sebelum minggu ke 22 disebut abortus dan kalau terjadi pelepasan plasenta pada plasenta yang rendah implantasinya maka bukan disebut solusio plasenta, tetapi plasenta previa pada solusio plasenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar antara selput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks, terjadilah perdarahan keluar atau pendarahan nampak. (FKUP, 2001). 



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Bab III D TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA BERAT DI RSUD KOJA Tanggal



I.



: 17-11-15 00.27.10.26



SUBJEKTIF



Nama Bayi : By. Ny. A Jenis kelamin: Laki-laki



Nama Usia Agama Pendidika n Pekerjaan Alamat



Ny. A 27 Islam SMP IRT Sunter Agung ½



SUAMI Tn. D 31 Islam SMA Karyawan



 Riwayat persalinan sekarang: Ditolong oleh Bidan pada tanggal 17-11-15 dengan persalinan spontan dengan PK II lama. Bayi tidak langsung menangis, tonus otot lemah, pernapasan lemah, warna ketuban hijau encer, kulit kebiruan  Riwayat penyakit ibu : Asma Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



KLIEN







HPHT : 20-2-15



II. OBJEKTIF 1) Keadaan umum : Tidak baik 2) Pemeriksaan Antropometri Heart Rate 130x/m



LK



Respiratory Rate Suhu



45x/m



LD



36,6oc



Berat Lahir Panjang Badan



3000 g 48 cm



Apgar Skor LP



32 cm 31 cm 3/5 29



3) Pemeriksaan Fisik Kepala Normal, tidak ada jejas persalinan, rambut hitam Mata Normal, konjungtiva tidak pucat Hidung Normal, lubang (+), tidak ada pernapasan cuping hidung Mulut Normal, tidak pucat, tidak ada kelainan. Leher Normal, tidak ada pembesaran kelenjar Telinga Normal, simetris, lubang (+) Dada Normal, ada retraksi dinding dada Ekstremitas Normal, jari lengkap, kuku tidak pucat Abdomen Normal, tidak kembung, tali pusat bersih dan tidak berbau Anus Normal, lubang (+) Genitalia Normal, lubang (+), testis sudah berada di dalam skrotum Kulit Elastis, kebiruan 4) Reflek Moro Reflek Rooting Reflek Sucking Reflek Babinsky Reflek Graphs Reflek Tonikneck



: ada, lemah : ada, lemah : ada, lemah : ada, lemah : ada, lemah : ada, lemah



IV. PENATALAKSANAAN Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



III. ANALISA Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan usia 10 menit



1



1. Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa bayi dalam keadaan baik. 2. Memberikan pertolongan pertama pada bayi asfiksia o Bersihkan jalan napas dengan pengisap lendir dan kassa steril. o Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik. o Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk atau kain kering yang bersih dan hangat. o Nilai status pernapasan. Lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-tanda asfiksia. o Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong berdiri disisi kepala bayi dari sisa air ketuban. o Miringkan kepala bayi. o Bersihkan mulut dengan kassa yang dibalut pada jari telunjuk. o Isap cairan dari mulut dan hidung. o Lanjutkan menilai status pernapasan o Nilai status pernapasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya dengan menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil). 3. Mengganti kain yang basah dengan yang baru 4. Setelah bayi menangis, pindahkan bayi ke ruang bayi/perinatologi untuk tindakan lebih lanjut 5. Jaga kehangatan bayi dengan memasukkannya ke dalam inkubator 6. Menyuntikkan Vit K secara IM, olesan salep mata dan menyuntikkan HB O 7. Memasang oksigen 2 Liter per nasal kanule 8. Memasang infus RL 12 tpm 9. Memberikan cefotaxim via IV 1x125 mg 10. Mengobservasi tanda bahaya 11. Memantau tanda-tanda vital bayi 12. Dokumentasi



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



BAB IV D PEMBAHASAN D. BAYI BARU LAHIR



1



 Bayi Ny. E lahir melalui proses persalinan spontan dengan penyulit PK 2 memanjang yang mengakibatkan asfiksia. Hal ini sesuai dengan faktor pendukung terjadinya asfiksia (Sarwono, 2013)  Penilaian awal terdapat tonus otot lemah, kulit kebiruan, menangis lemah, tidak ada usaha nafas, terdapat kesulitan bernafas sesudah persalinan. Hal ini termasuk kategori nilai apgar 0-3 pada 1 menit pertama. Di menit kelima, sudah terjadi kenaikan frekuensi nafas sekitar 60-80x/menit, sudah mulai ada usaha nafas, bayi masih menerima reflek saat terjadi rangsangan, kulit sianosis, tonus otot mulai menunjukkan keaktifan. Ini berada pada nilai apgar 4-6 (Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak, 2013)  Penanganan awal, dengan kolaborasi bersama dokter setempat bayi di resusitasi sesuai dengan protap. (Manuaba, 2008)  Di lapangan, ketika bayi sudah masuk ruang perinatologi, bayi dipasang oksigen, infus dan pemberian cefotaxim. Kemudian bayi dimasukkan ke dalam inkubator untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjutan dan menghindari hipotermi. Pemberian ASI diberikan melalui sendok kecil sebagai kebutuhan nutrisi dan hidrasi yang masih diperlukan.  Melakukan perawatan talipusat dengan membalutnya menggunakan kassa sesuai dengan langkah pemeriksaan fisik BBL (Asuhan kebidanan bayi baru lahir).



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



Secara keseluruhan saat ini kondisi bayi mulai membaik dalam asuhan di ruang perinatologi. Dan masih butuh perawatan lebih lanjut.



BAB V PENUTUP KESIMPULAN Setelah penulis melakukan asuhan manajemen kebidanan dengan menggunakan pendekatan  dan pendokumentasian secara SOAP dari kehamilan, bersalin, nifas dan BBL. Maka dapat disimpulkan :  



a. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kehamilan patologis dengan masalah sungsang dan mengetahui tatalaksana dalam masa kehamilan b. Mahasiswa mampu menolong 58 langkah Asuhan Persalinan Normal dengan ketuban pecah dini dan mengetahui cara penanganannya di RS c. Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Nifas patologis dengan breast engorngment dan mengetahui tatalaksananya



B. SARAN 1) Bagi Penulis             Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari kasus-kasus pada saat praktik dalam bentuk manajemen SOAP serta menerapkan asuhan  sesuai Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



d. Mahasiswa mampu melakukan asuhan bayi baru lahir dengan masalah asfiksia berat dan bisa melakukan resusitasi dengan baik



standar pelayanan kebidanan yang telah di tetapkan sesuai dengan kewenangan bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan. Serta diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif terhadap klien. 2) Bagi Institusi Pendidikan             Diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi mahasiswa dengan penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan kompetensi mahasiswa sehingga dapat menghasilkan  bidan yang berkualitas. 3) Bagi Lahan Praktek             Asuhan yang sudah diberikan pada klien sudah cukup baik dan hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan agar dapat memberikan asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar asuhan kebidanan serta dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan agar dapat menerapkan setiap asuhan kebidanan sesuai dengan teori



DAFTAR PUSTAKA



1



1. Hanifa Wiknjosastro, 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal : Jakarta 2. Standar asuhan kebidanan dan standar operasional prosedur pelayanan kebidanan (bidan) ruang bersalin. 2007. Mataram 3. Doddy ario K, dkk (dr), 2001. Standar pelayanan medik SMF obstetri dan ginekologi. RSUD Mataram 4. Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC 5. Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC 6. Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo 7. Bobak, dkk. 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC 8. C. Benson, Ralph dkk.2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC 9. Mandriwati, Gusti Ayu. 2012. Asuhan Kebidanan Antenatal Edisi 2. Jakarta : EGC 10. Mufdililah .2009. Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Yogyakarta:Mitra Cendikia Offset 11. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41532/4/Chapter%20II.pdf tentang Pengukuran Berat Janin. Diakses pada 15-11-15 12. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/10/01-gdl-nurulmalik465-1-nurulma-h.pdf tentang Knee Chest Position. Diakses pada 15-11-15



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis



1



13. Verney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta. EGC. Hal : 36-39 14. WHO. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta : Media Aesclapius Press 15. Depkes RI. 2007. Perawatan Kehamilan (ANC). http://www.depkes.com.id 16. library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-daulat.pdf Sibuea, D. 2003. Problema Ibu Menyusui Bayi. 17. idai.or.id/asi/artikel.asp?q=2009421101430 2009. Payudara Bengkak. 18. Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. (hlm: 105-107) 19. Buku Ajar Sinopsis Obstetri Edisi 2 20. Wahyani, 2013. Case Study Reseach: Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post SC STIKES AISYIYAH YOGYAKARTA. 21. Crissie Gallager – Maudy, 2005, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, Erlangga, Jakarta. 22. Jitowoyono & Kristiyanasari, 2010, Asuhan Keperawatan Post Operasi : Dengan Pendekatan Nanda, Nic, Noc, Nuha Medika, Yogyakarta. 23. Musrifasul Uliyah dan A.Aiz Alimun Hidayat . 2006. KDPK untuk Kebidanan . Surabaya: Salemba-Medika 24. eprints.undip.ac.id/43152/3/BAB_II_bendungan.pdf oleh N. Zuhana tahun 2014. Diakses pada 15-11-15



Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis