Laporan Kasus CHF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS CONGESTIVE HEART FAILURE



Disusun oleh: Siti Abila Zebadiah 030.14.177



Pembimbing: dr. Supris Yurit, Sp.PD



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA PERIODE 14 JANUARI – 23 MARET 2019



Laporan kasus: CONGESTIVE HEART FAILURE



Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang periode 14 Januari – 23 Maret 2019



Disusun oleh: Siti Abila Zebadiah 030.014.177



Telah diterima dan disetujui oleh dr. Supris Yurit, Sp. PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang



Karawang,



Maret 2019



dr. Supris Yurit, Sp.PD



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Congestive Heart Failure” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang Periode 14 Januari – 23 Maret 2019. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Supris Yurit, Sp. PD, selaku pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang. 2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang. 3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.



Karawang,



Januari 2019



Penulis



BAB I LAPORAN KASUS Nama



: Ny. S



No. RM



: 00758791



kelamin



: Perempuan



Usia



: 39 tahun



Tanggal Lahir



: 16 April 1979



Alamat



: Basmol RT 010 RW 006, Desa Kembangan Utara



Agama



: Islam



Suku bangsa



: Sunda



Pekerjaan



: Tidak bekerja



Pendidikan Terakhir



: SMA



Status Pernikahan



: Menikah



Tanggal Masuk



:Rabu, 30 Januari 2019 dari IGD



Ruangan



: Bangsal Rengas Dengklok



1.2 ANAMNESIS Dilakukan secara auto anamnesis pada tanggal 30 Januari 2019. Keluhan Utama



Pasien datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan SMRS.



Keluhan Tambahan



Keluhan disertai dengan sulit untuk bangun dari tempat tidur dan



Riwayat Penyakit Sekarang



Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan SMRS.



tidak bisa jalan sejak 6 bulan SMRS.



Sesak dirasakan semakin berat ketika pasien sedang dalam posisi berbaring. Keluhan disertai sulit untuk bangun dari tempat tidur dan perlu dibantu oleh beberapa orang serta tidak bisa berjalan sejak 6 bulan SMRS. Keluhan mulai muncul sejak berat badan pasien bertambah sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan batuk (+), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).



Riwayat Penyakit Dahulu



Riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit



Riwayat Penyakit Keluarga



Dalam anggota keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang



Riwayat Pengobatan Riwayat Kebiasaan



Tidak ada obat – obatan yang dikonsumsi secara rutin.



jantung tidak diketahui karena pasien tidak pernah memeriksakan kesehatannya sebelumnya.



sama. DM, HT, penyakit ginjal, pemyakit hati, penyakit paru dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.



Riwayat kebiasaan makan tidak terkontrol (+). Pasien mengaku setiap harinya mengkonsumsi mie dan minuman manis. Pasien juga jarang berolahraga dan lebih banyak beraktivitas di tempat tidur.



1.3 PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum



Kesadaran: Compos mentis Kesan sakit: Tampak sakit sedang



Tanda vital



Tekanan darah: 140/90 mmHg Respirasi: 26 x/menit



Status gizi



Nadi: 114 x/menit



Suhu: 36,8°C



SpO2: 98%



Berat badan: 148kg Tinggi badan: 150cm IMT: 65,8 (obesitas derajat 3)



Kepala



Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak terdapat jejas Mata: Pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, Telinga: Deformitas (-), hiperemis (-), oedem (-), serumen (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-) Hidung: Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), pernapasan cuping hidung (-) Tenggorokan: Uvula di tengah, arcus faring simetris, T1/T1, hiperemis (-) Mulut: Sianosis (-), mulut kering (-), gusi berdarah (-), gusi hiperemis (-), lidah tidak kotor (-) , plak gigi (-)



Leher



Tidak terdapat pembesaran KGB & pembesaran tiroid Peningkatan JVP 5 + 4 cm



Thorax



Paru-paru: Inspeksi: bentuk dada fusiformis, pergerakan dinding dada simetris, retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-), kelainan kulit (-), tipe pernapasan thorakoabdominal



Palpasi: gerak dinding dada simetris, nyeri tekan (-), benjolan (-), vocal fremitus tidak melemah atau meningkat di kedua lapang paru depan dan belakang Perkusi: batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas normal Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-



Jantung: Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak Palpasi: thrill (-), ictus cordis tidak teraba Perkusi: batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas normal Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-) Abdomen



Inspeksi: bentuk cembung, ikterik (-), hiperemis (-), spider nevi (-), benjolan (-), jejas (-) Auskultasi: bising usus 3x/menit, arterial bruit (-) Palpasi: massa (-), nyeri tekan diregio epigastrium (-), hepar dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-) Perkusi: shifting dullness (-), timpani seluruh kuadran



Genitalia



Jenis kelamin perempuan



Ekstremitas



Ekstremitas Atas Simetris kanan dan kiri, turgor kulit 2 detik, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat -/-, oedem +/+, ptekie -/-, jejas -/Ekstremitas Bawah Simetris kanan dan kiri, turgor kulit 2 detik, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat -/-, oedem +/+, ptekie -/-, jejas -/-



1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium (30/01/2019) PARAMETER



HASIL



SATUAN



NILAI RUJUKAN



Hemoglobin



13,2



g/dL



13,2-17,3



Eritrosit



4,09



x106/µl



4,5-5,9



Leukosit



8,35



x103/µl



4,4 – 11,3



Trombosit



224



x103/µl



150 – 400



Hematokrit



38,4



%



40-52



MCV



94



fl



80 – 100



MCH



32



pg



26 – 34



MCHC



34



g/dl



32 – 36



18,3



%



12,2 – 15,3



Glukosa Darah Sewaktu



112



mg/dl



70 – 110



Ureum



17,9



mg/dl



15,0 – 50,0



Creatinin



0,58



mg/dl



0,60-1,10



Cholestrol total



156



mg/dl



< 200



Trigliserida



132



mg/dl



< 200



HEMATOLOGI



RDW-CV KIMIA



b. EKG



c. Foto thorax



1.5 DIAGNOSIS DD: 



Sindrom metabolic







Kelainan tiroid







Aterosklerosis



WD: 



CHF







Obesitas derajat 3



1.6 TATALAKSANA a. O2 4 L/jam b. Candesartan 1 x 4 mg c. Lasix syringe pump 2 amp/24 jam d. Clopidogrel 1 x 75 mg



1.7 PROGNOSIS 



Ad vitam







Ad functionam : dubia ad malam







Ad sanationam : dubia ad malam



: dubia ad malam



1.8 FOLLOW UP Hari 1 (31/1/2019) S



Sesak (+), lemas (+), batuk (+), nyeri dada (+). BAB BAK dalam batas normal. Kaki tidak bisa berjalan,



O Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos Mentis TD : 120/80 mmHg



HR : 80 x/menit



T : 36,5˚C



RR : 21 x/menit



SpO2 : 99%



Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/Leher: pembesaran KGB (-) Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki -/-, wheezing -/Cor: BJ I/II reg, murmur (-), gallop (-) Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-)



Suppel



Ekstremitas: AH +



+



OE + +



+



+



+



A CHF Obesitas berat P



Candesartan 1 x 4 mg Lasix syringe pump 2 amp/24 jam Clopidogrel 1 x 75 mg



+



hiperpigmentasi di kedua ekstremitas



BAB II ANALISIS KASUS



Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan SMRS. Sesak dirasakan semakin berat ketika pasien sedang dalam posisi berbaring. Keluhan disertai sulit untuk bangun dari tempat tidur dan perlu dibantu oleh beberapa orang serta tidak bisa berjalan sejak 6 bulan SMRS. Keluhan mulai muncul sejak berat badan pasien bertambah sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan batuk (+), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung tidak diketahui karena pasien tidak pernah memeriksakan kesehatannya sebelumnya. Riwayat kebiasaan makan tidak terkontrol (+). Pasien mengaku setiap harinya mengkonsumsi mie dan minuman manis. Pasien juga jarang berolahraga dan lebih banyak beraktivitas di tempat tidur.



2.1 DASAR DIAGNOSIS 2.1.1 Temuan Pemeriksaan 1. Anamnesis Pada anamnesis didapatkan: 



Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan SMRS dan memberat saat posisi berbaring.







Keluhan disertai sulit untuk bangun dari tempat tidur dan tidak bisa berjalan sejak 6 bulan SMRS.







Keluhan mulai muncul sejak berat badan pasien bertambah sejak 2 tahun yang lalu.







Riwayat kebiasaan makan tidak terkontrol (+). Pasien mengaku setiap harinya mengkonsumsi mie dan minuman manis. Pasien juga jarang berolahraga dan lebih banyak beraktivitas di tempat tidur



2. Pemeriksaan Fisik Tanda vital: 



Tekanan darah: 140/90 mmHg







Nadi: 114 x/menit







Respirasi: 26 x/menit







Suhu: 36,8°C







SpO2: 98%



Status generalis:  Peningkatan JVP 5 + 4 cm  Oedem di keempat ekstremitas



3. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan kimia darah, ditemukan kadar:  Gula darah sewaktu 112 g/dL Pada foto thorax didapatkan gambaran kardiomegali.



2. 2 RENCANA PENJAJAKAN 



Pemeriksaan kadar kolestrol LDL, HDL, gula darah puasa, dan gula darah 2 jam post prandial.







Pemeriksaan urinalisa.







Konsul ahli gizi.







Evaluasi kelainan hormonal sebagai penyebab obesitas.



BAB III TINJAUAN PUSTAKA



3.1



Definisi gagal jantung Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat. Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti : 



Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktivitas, kelelahan, edema tungkai; dan







Tanda khas gagal jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegaly; dan







Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat, kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas



dalam



gambaran



ekokardiografi,



kenaikan



konsentrasi peptida natriuretic.



3.2



Etiologi Penyebab dari gagal jantung kongestif secara umum dibagi menjadi dua, yaitu karena kausal kardiak dan kausal sistemik/non kardiak.10



Tipe



Contoh



Kardiak Infark miokard



Kerusakan miokardial



Miokariditis Kardiomiopati : familial/genetic, restiriktif,



toksik/obat,



metabbolik Stenosis aortic



Kelainan katup/valvular



Regurgitasi mitral Bradiarritmia



Arritmia



Takiaritmia Block nodus AV



Gangguan konduksi



Left bundle branch block ketersediaan Iskemia



Menurunnya substrat/zat-zat



(glukosa,



asam



lemak bebas) Kelainan infiltratif atau kelainan Amilodisosis, Sarcoidosis matriks



Fibrosis kronik Hemokromatosis



Sistemik Kelainan-kelainan



yang Anemia



meningkatkan kebutuhan output Hipertiroid kardiak Kelainan-kelainan



Penyakit Paget yang Stenosis aortic



meningkatkan resistensi terhadap Hipertensi output (afterload) Tabel 1. Etiologi gagal jantung



Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi, beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung.15 Dilatasi, hipertrofi, takikardi,



dan



redistribusi



cairan



badan



merupakan



mekanisme



kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan



sirkulasi



badan.



Bila



semua



kemampuan



mekanisme



kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam tubuh tidak terpenuhi, maka hal itulah yang disebut sebagai kegagalan fungsi jantung15.



3.3



Klasifikasi Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association



(NYHA). Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA Klasifikasi Fungsional NYHA (Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik) Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.



Kelas



Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi



II



aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.



Kelas



Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang



III



dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.



Kelas



Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.



IV



Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan akan semakin meningkat.



Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. 1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis. 2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.



3.4 Patofisiologi Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : (1) gangguan kontraktilitas ventrikel, (2) meningkatnya afterload, atau



(3) gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik. Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung. Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.



Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema. Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi, meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi ginjal untuk mengambil natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan untuk mengkompensasi tersebut menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan terjadi remodeling. Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin II, aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor neurohormonal yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi periferal. Gejala yang ketiga terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau pada malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paru-paru (kongesti) atau odema periferal. Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.



1. Mekanisme Frank-Starling Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular end-diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini



menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang berlebihan Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi jantung.



2. Neurohumeral a. Sistem saraf adrenergik Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkan



kadar



norepinefrin (NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan vena sistemik.



b. Sistem renin angiotensin aldosteron Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem reninangiotensin



aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang



mencapai



makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular. Renin



memecah



empat asam



amino



dari



angiotensinogen



I,



dan



Angiotensin -converting enzyme akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1, aktivasi reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin, sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi,



inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin. c. Stres oksidatif Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan



mempengaruhi



sirkulasi



perifer



dengan



cara



menurunkan



bioavailabilitas NO.



3. Remodelling dan hipertrofi ventrikular Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek penting pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri. Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan meningkatkan rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload dengan tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta, mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik



yang secara



parallel menigkatkan tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan hipertrofi konsentrik. Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang kemudian secara seri pada sarkomer dan kemudian terjadi pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang mengakibatkan hipertrofi eksentrik.



Homeostasis kalsium merupakan hal yang penting dalam perkembangan gagal jantung. Hal ini diperlukan dalam kontraksi dan relaksasi jantung.



3.5



1,2,3



Gambaran klinis Gejala dan tanda yang biasa ditemukan pada gagal jantung adalah Gejala



Tanda



Tipikal



Spesifik



- Rasa sesak nafas



- peningkatan tekanan vena



- Sesak nafas yang dipengaruhi posisi



jugular



(orthopnea)



- hepatojugular reflux



- Sesak nafas yang lebih parah saat



- bunyi jantung III (irama



malam hari (Paroxysmal nocturnal



gallop)



dyspnea)



- Impuls apikal yang bergeser ke



- Penurunan toleransi aktivitas



lateral



- Cepat lelah, memerlukan waktu lebih - murmur kardiak banyak untuk beristirahat - pembengkakan ankle Kurang tipikal



Kurang Spesifik



- Batuk pada malam hari (nocturnal



- Edema perifer ( ankle, sakral,



cough)



scrotal)



- Mengi (wheezing)



- Krepitasi pulmonal



- Peningkatan BB (>2kg/minggu)



- udara yang masuk berkurang,



- Penurunan BB (gagal jantung tahap



dull pada perkusi basal paru



lanjut)



(efusi pleura)



- Perasaan kembung



- takikardi



- Penurunan nafsu makan



- denyut yang irregular



- Berdebar-debar



- takipneu



- confused / kebingungan (terutama



- hepatomegali



pada usia lanjut)



- ascites



- depresi



- cachexia



- Pingsan Tabel 5. Manifestasi klinis gagal jantung menurut European Society of Cardiology



3.6 Diagnosis Diagnosis



dibuat



berdasarkan



anamnesis,



pemeriksaan



fisik,



dan



pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.



Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor. Kriteria Mayor: 1. Paroksismal nocturnal dyspnea 2. Distensi vena pada leher 3. Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada) 4. Edema paru akut 5. S3 ( Suara jantung ketiga ) 6. Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan) 7. Hepatojugular refluks



8. Kehilangan berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari sebagai respon terhadap pengobatan Kriteria Minor: 1. Bilateral ankle edema 2. Batuk nocturnal 3. Dyspnea pada aktivitas biasa 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam 7. Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.) Kriteria Minor diterima hanya jika mereka tidak dapat dikaitkan dengan kondisi medis yang lain (seperti hipertensi paru, penyakit paru-paru kronis, sirosis, asites, atau sindrom nefrotik). Kriteria Framingham Heart Study adalah 100% sensitif dan 78% khusus untuk mengidentifikasi orang dengan gagal jantung kongestif yang pasti.4 2. Pemeriksaan Fisik A. Tekanan darah dan Nadi Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada CHF ringan, namun biasanya berkurang pada CHF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih. Pernapasan CheyneStokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah



komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara B. Jugular Vein Pressure Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada CHF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). C. Ictus cordis Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex. D. Suara jantung tambahan Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.



E. Pemeriksaan paru Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura kanan. F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect. G. Edema tungkai Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan.



Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada kulit.



3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.5



4. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi/Rontgen. Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardiothoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru. b. Pemeriksaan EKG. Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut (infark miocard, emboli paru). c. Ekhokardiografi. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark



miokard



anterior,



hipertensi



tak



terkontrol,



atau



aritmia).



Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli. 6



3.7 Penatalaksanaan gagal jantung kongestif A. Terapi non farmakologi a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk gagal jantung berat. b. Merokok : Harus dihentikan. c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien. d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.



B. Terapi farmakologi 1. Diuretik Tabel 4. Contoh Obat Diuretik KELAS DAN CONTOH:



KEUNTUNGAN



THIAZIDES:



Perananannya



KERUGIAN telah Dihubungkan



dengan







Hydrochlorothiazide



dikembangkan







Indapamide



pengobatan hipertensi, hyperuricaemia ,







Chlorthalidone



khususnya pada orang- glycemia, tua.



LOOP DIURETICS: 



Furosemide



dalam hypomagnes-aemia,



atau



hyperlipidaemia.



Mempunyai efek yang Dapat kuat, onset cepat



hyper-



hypokalemia



menyebabkan atau







Ethacrynic acid



hypomagnesaemia







Bumetamide



dihubung-kan



dengan



kekurang



patuhan



pemakaian obat. POTASSIUM-SPARING



Hasil positif terhadap Dapat



DIURETICS:



survival tampak pada hyperkalemia dan azotemia,







Spironolactone



pemakaian







Amiloride



lactone;







Triamterene



kehilangan



menyebabkan



spirono- khususnya jika pasien juga menghindari memakai ACE-inhibitor. potassium



dan magnesium



2. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk penderita disfungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya gejala.Tetapi, dengan pertimbangkan side effects seperti simtomatik hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk dan angioedema, maka terdapat hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing maupun underdosing obat tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian klinik menunjukkan bahwa hal



yang



menimbulkan



ketakutan-ketakutan



tersebut



tidak



ditemui,



dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang rendah dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target memberi hasil yang efektif sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan baik.







ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa memandang beratnya simptom.







Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.







Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien yang memakai ACE inhibitors.







Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa Natrium, Kalium dan Creatinine serum.







Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada hiponatremia, dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik