Laporan Kasus CHF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Congestive Heart Failure Makalah ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Jantung RSUD Amri Tambunan



Oleh: Kalista Nabillah Widiya Raran (2108320050) Rizki Ananda Aladin (2108320048) Amelia Ayuni Putri (2108320038) Cut Aulia Zahra (2108320065) Algar Niffari Rais (2108320079) Pembimbing : dr. Zulfahmi, Sp.JP KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT JANTUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA RSUD AMRI TAMBUNAN 2022



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior Rumah Sakit Umum Daerah Amri Tambunan. Makalah ini bertujuan agar bagian SMF Ilmu Penyakit Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Amri Tambunan dengan judul “Congestive Heart Failure” penulis dapat memahami lebih dalam teoriteori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Amri Tambunan dan mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Zulfahmi, Sp.JP yang telah membimbing penulis dalam makalah ini. Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan yang membangun agar penulisan dapat lebih baik dikemudian harinya.



Medan, 26 April 2022



Penulis



ii



BAB I PENDAHULUAN  1.1 Latar Belakang  Gagal jantung adalah stadium akhir dari semua penyakit jantung dan merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masyarakat, mempengaruhi sekitar 26 juta orang di seluruh dunia. Prevalensi keseluruhan dari gagal jantung yang diidentifikasi secara klinis diperkirakan 3-20 kasus/1000 populasi, namun kemudian meningkat menjadi >100 kasus/1000 populasi pada mereka yang berusia 65 tahun. Insiden tahunan keseluruhan dari gagal jantung yang nyata secara klinis pada pria dan wanita paruh baya adalah sekitar 0,1% -0,2%. Untuk setiap tambahan satu dekade pada usia seseorang, ada perkiraan dua kali lipat dari angka ini dan kejadian gagal jantung pada mereka yang berusia> 85 tahun adalah sekitar 2% -3%. (Hajar, R. 2019) Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat. World Health Organization  (WHO) menggambarkan bahwa meningkatnya jumlah penyakit gagal jantung di dunia, termasuk Asia diakibatkan oleh meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes. Angka kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia. (PERKI, 2020) Menentukan penyakit jantung penyebab yang mendasari merupakan carauntuk mendiagnosis gagal jantung. Hal ini biasanya merupakan kelainan miokard yang menyebabkan disfungsi ventrikel sistolik dan/atau diastolik. Namun, kelainankatup, perikardium, endokardium, irama jantung dan konduksi juga dapatmenyebabkan gagal jantung (dan lebih dari satu kelainan sering muncul). Identifikasimasalah jantung yang mendasari sangat penting untuk alasan terapeutik, karena patologi yang tepat menentukan pengobatan spesifik yang digunakan (misalnya perbaikan katup atau penggantian penyakit katup, terapi farmakologis spesifik untuk gagal jantung dengan penurunan EF, pengurangan denyut jantung pada takikardiomiopati, dll) (Ponikowski et al., 2016) 1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gagal jantung bukanlah diagnosis patologis tunggal, tetapi suatu sindrom klinis yang terdiri dari gejala utama (misalnya sesak napas, pembengkakan pergelangan kaki, dan kelelahan) yang dapat disertai dengan tanda-tanda (misalnya peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru, dan edema perifer). Hal ini disebabkan oleh kelainan struktural dan/atau fungsional jantung yang mengakibatkan peningkatan tekanan intrakardiak dan/atau curah jantung yang tidak adekuat saat istirahat dan/atau selama berolahraga. Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung atau fungsi yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh. Secara klinis, gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks dimana seseorang memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung; tanda khas gagal jantung dan adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. 2.2 Etiologi Gagal jantung kongestif disebabkan oleh banyak kondisi yang merusak otot jantung, antara lain: ● Serangan Jantung Serangan jantung terjadi ketika arteri koroner tiba-tiba tersumbat, sehingga terjadi penghentian aliran darah ke otot jantung. Serangan jantung akan merusak otot jantung dan menghasilkan area bekas luka atau fibrosis yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.



2



3



● Penyakit Arteri Koroner Penyakit arteri koroner yang memompa darah dan oksigen ke jantung, menyebabkan penurunan aliran darah ke otot jantung. Jika arteri tersumbat atau sangat sempit, maka jantung akan kekurangan oksigen dan nutrisi. ● Kardiomiopati Kerusakan otot jantung dari penyebab selain arteri atau masalah aliran darah, seperti dari infeksi atau alkohol atau penyalahgunaan obat. ● Kondisi yang membuat jantung bekerja terlalu keras ○ Tekanan darah tinggi. ○ Penyakit katup. ○ Penyakit tiroid. ○ Penyakit ginjal. ○ Diabetes. ○ Cacat jantung sejak lahir. Selain itu, gagal jantung dapat terjadi ketika beberapa penyakit atau kondisi hadir sekaligus 2.3 Faktor Risiko a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah 1) Usia Semakin tinggi usia maka semakin mudah mengalami gagal jantung. karena perubahan fungsi endotel vaskular dan trombogenesis. Pada orang tua ditandai dengan peningkatan sirkulasi fibrinogen dan faktor VII. Kerusakan fungsi ginjal pada orang tua juga dapat berkontribusi untuk meningkatkan trombogenesis melalui efek rusaknya fungsi endotel dengan konsekuensi terganggunya aktivitas fibrinolitik dan respons vasodilator koroner.



4



2) Jenis kelamin Pria lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan wanita yang belum mengalami menopause. Tetapi pada wanita yang telah menopause atau sekitaran 50 tahun keatas, angka kejadian gagal jantung hampir sama dengan lakilaki. Hal ini dikarenakan kadar estrogen pada wanita menopause berkurang. 3) Riwayat keluarga Keluarga dengan riwayat penyakit jantung usia muda yaitu pria di bawah 55 tahun dan wanita dibawah 65 tahun beresiko 3-5 kali lebih sering untuk terkena gagal jantung dibanding keluarga yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. b. Faktor resiko yang dapat diubah (non tradisional) 1) Merokok Nikotin yang terdapat didalam rokok dapat menyebabkan heart rate lebih cepat dan gas CO akan mengikat hemoglobin lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga oksigenasi jantung relative berkurang. 2) Hipertensi Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Tekanan darah yang tinggi dalam jangka waktu lama akan menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik. 3) Kurangnya aktifitas fisik Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal itu mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.



5



4) Hiperkolesterolemia Kolesterol arterosklerosis.



serum yang Aterosklerosis



tinggi coroner



dapat menyebabkan dapat



pembentukan



mengakibatkan



disfungsi



miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan asam laktat. Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. 5) Hiperglikemia Kelebihan kadar gula dalam darah mempermudah tertimbunnya plak pada pembuluh darah. Hiperglikemia atau gula darah tinggi dapat menyebabkan peningkatan adhesi trombosit, yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus. 6) Obesitas Kelebihan berat badan bisa menyebabkan jantung memompa darah lebih banyak, yang akan menyebabkan beban kerja jantung bertambah. 2.4 Epidemiologi Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat. Prevalensi dari gagal jantung sendiri semakin meningkat karena pasien yang mengalami kerusakan jantung yang bersifat akut dapat berlanjut menjadi gagal jantung kronik. World Health Organization (WHO) menggambarkan bahwa meningkatnya jumlah penyakit gagal jantung di dunia, termasuk Asia diakibatkan oleh meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes. Angka kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia.2,3 Menurut studi yang dilakukan Framingham, insiden tahunan pada laki–laki dengan gagal jantung (per 1000 kejadian)



6



meningkat dari 3 pada usia 50 - 59 tahun menjadi 27 pada usia 80 – 89 tahun, sementara wanita memiliki insiden gagal jantung yang relatif lebih rendah dibanding pada laki–laki (wanita sepertiga lebih rendah) Menurut data WHO, pada tahun 2015 sebanyak 17,7 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular yang mana mewakili 31% kasus kematian yang terjadi di dunia. Berdasarkan data Global Health Data Exhange Registry, prevalensi terjadinya gagal jantung kongestif di seluruh dunia saat ini mencapai 64,43 juta kasus. CDC Amerika Seritat melaporkan, sekitar 5,7 jutaorang dewasa menderita gagal jantung dan setangah dari kasusmenderti gagal jantung yang akan meninggal dalam 5 tahun. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun2018, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter diperkirakansebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 29.550 orang. Paling banyak terdapat di provinsi Kalimantan Utara yaitu 29.340 orang atau sekitar 2,2% sedangkan yang paling sedikit penderitanya adalah pada provinsi Maluku Utara yaitu sebanyak 144 orang atau sekitar 0,3%. 2.5 Klasifikasi Heart Failure A. Berdasarkan Lokasi 1.Gagal Jantung Kanan Gagal jantung kanan yaitu kegagalan jantung mengalirkan darah yang deoksigenasi darisistemik ke sirkulasi pulmonal sehingga terjadi penurunan jumlah darah ke sirkulasi pulmonal hingga ke ventrikel kiri yang menyebabkan penurunan CO serta terjadiakumulasi atau kongesti darah pada vena sistemik yang menyebabkan peningkatan EDV ventrikel kanan, atrium kanan, dan tekanan vena cava sehingga terjadi edema perifer.Selain itu, darah dapat kembali ke vena hepatica



melalui



vena



cava



inferior



sehingga



hatidapat



mengalami



pembengkakan/hepatomegaly yang menimbulkan nyeri pada kuadrankanan atas abdomen.



Apabila



terjadi



dalam



jangka



waktu



lama



maka



hepatosit



7



dapatmengalami kematian. Kongesti sirkulasi portal juga dapat mengakibatkan pembesaran lien. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan yaitu: a. Gagal jantung kiri b. Hipertensi pulmonal c. Penyakit paru kronis seperti pneumonia berat, emboli paru, stenosis aortal atau mitral. d. Kelainan katup tricuspid atau pulmonal e. Infark ventrikel kanan. f. Kardiomiopati. g. Tetralogy of fallot atau VSD 2. Gagal Jantung Kiri Gagal jantung kiri adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah daridaerah yang bertekanan tinggi ke rendah sehingga terjadi penurunan CO ke sirkulasi sistemik. Darah yang terakumulasi di ventrikel kiri, atrium kiri, dan sirkulasi pulmonal menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonal (normalnya 10mmHg) melebihi tekanan osmotik kapiler (normalnya 25mmHg) sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrakapiler ke interstitium paru. Beberapa keadaan yang menyebabkan gagal jantung kiri yaitu: a. Hipertensi b. Infark miokard akut c. Stenosis atau regurgitasi aorta atau katup mitral B. Berdasarkan Curah Jantung 1. High Outflow Heart Failure High Outflow Heart Failure adalah tipe yang jarang terjadi, tipe ini disebabkan oleh kebutuhan cardiac output yang berlebih. Pada tipe ini, fungsi jantung dapat melebihi normal tapi tidak mampu menyesuaikan dengan kebutuhan metabolik. Keadaan-



8



keadaan yang dapat menyebabkan tipe ini yaitu anemia berat, tiroroksikosis, arteriovenous shunting , dan Paget disease. 2. Low Outflow Heart Failure Tipe ini disebabkan oleh penyakit akibat disfungsi pompa jantung seperti iskemik atau kardiomiopati. Tipe ini memiliki karakteristik adanya vasokontriksi sistemik,dingin, pucat, bahkan sianosis. Pada tahap lanjut, penurunan stroke volume dapat ditandai dengan perbedaan jauh tekanan darah sistolik dan diastolik. 15 C. Berdasarkan Fungsi 1. Gagal Jantung Sistolik/ Heart Failure with Reduced Ejection Fraction (HFrEF) Gagal jantung sistolik adalah penurunan kontraktilitas miokard, ditandai dengan fraksi ejeksi kurang dari 40%. Jantung yang normal mengejeksikan darah sekitar 65% dari darah yang ada ventrikel di ujung diastol. Pada gagal jantung sistolik,fraksi ejeksi menurun secara progresif dengan meningkatnya derajat disfungsi miokard. Penurunan fraksi ejeksi akan meningkatkan preload sehingga ventrikel berdilatasi dan ketegangan dinding ventrikel dan EDV meningkat. Gagal jantung sistolik dapat diakibatkan oleh: a. Gangguan kontraktilitas jantung seperti iskemik atau kardiomiopati b. Overload volume, seperti insufisiensi katup atau anemia c. Peningkatan tekanan berlebih seperti hipertensi dan stenosis katup. 2. Gagal Jantung Diastolik/ Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (HFpEF) Pada gagal jantung diastolic terjadi disfungsi diastolik ventrikel baik gangguan relaksasi diastolik awal (proses aktif yang bergantung padaenergi), peningkatan kekakuan dinding ventrikel (properti pasif), ataukeduanya. Saat diastol, pengisian ventrikel terjadi pada tekanan yang lebihtinggi dari normal karena bagian bawah loop bergeser ke atas sebagai hasildari penurunan komplians bilik. Pasien dengan disfungsi diastolik seringmenunjukkan tanda-tanda kongesti vaskular karena peningkatan tekanandiastolik



9



ditransmisikan ke vena pulmonal dan sistemik. 4 Lily I, Leonard S. LILY Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. Beberapa kondisi yang menyebabkan gagal jantung diastolic yaitu: A. Iskemik otot jantung B. Hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis, atau kardiomiopatic. C. Tamponade jantung D. Berdasarkan Derajat Keparahan 1.Klasifikasi NYHA 7 



Kelas I : Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak ada pembatasanaktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan berlebihan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.







Kelas II : Pasien dengan penyakit jantung dengan sedikit pembatasanaktivitas fisik. Merasa nyaman saat istirahat. Hasil aktivitas normalfisik kelelahan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.







Kelas III : Pasien dengan penyakit jantung yang terdapat pembatasan aktivitasfisik. Merasa nyaman saat istirahat. Aktivitas fisik ringanmenyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina







Kelas IV : Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung dapat muncul bahkan pada saat istirahat.



Tabel Klasifikasi Gagal Jantung Kronik berdasarkan New York Heart Association



10



1. Gagal Jantung Akut Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung. Berbeda dengan gagal jantung kronis, pasien dengan gagal jantung akut adalah mereka yang datang dengan urgensi dan seringkali simtomatologi yang mengancam jiwa. Gagal jantung akut dapat berkembang pada pasien tanpa gejala (misalnya, sebagai akibat dari sindrom koroner akut, hipertensi derajat berat , atau regurgitasi katup akut), atau mungkin komplikasi gagal jantung yang kompensasi setelah dipicu pencetus). Ada 2 jenis persentasi gagal jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali (de novo) dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil. Sedangkan klasifikasi pasien dengan gagal jantung akut, serta terapi, dapat disesuaikan berdasarkan ada atau tidak adanya dua temuan utama yaitu : (1) volume overload (yaitu, "basah" vs. "kering") sebagai refleksi peningkatan tekanan pengisian LV, dan (2) tanda-tanda penurunan curah jantung dengan penurunan perfusi jaringan (ekstremitas "dingin" vs. "hangat"). Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolume atau hipertensi pada pasien dengan HFPEF.



11



Gambar 2.1 Klasifikasi Gagal jantung Kronis berdasarkan ada tidaknya gejala kongesti & hipoperfusi 2. Gagal Jantung Kronik Gagal jantung kronis didefinisikan ketika gejala kegagalan jantung berkembang perlahan dalam beberapa hari hingga bulan dan mungkin disebabkan oleh penyakit jantung miokard, perikardial atau katup. Systolic (Heart Failure with Reduced Ejection Fraction— HFREF) dan diastolic heart failures (Heart Failure with Preserved Ejection Fraction—HFPEF) adalah subset klinis umum dari gagal jantung kronis. 2.6 Patofisiologi Gagal Jantung Gagal jantung (HF) adalah sindrom klinis kompleks yang dihasilkan dari gangguan struktural dan fungsional pengisian atau ejeksi darah ventrikel. Meskipun sindrom klinis gagal jantung dapat terjadi akibat kelainan atau kelainan yang melibatkan semua aspek struktur dan fungsi jantung, sebagian besar pasien memiliki gangguan fungsi miokard, mulai dari ukuran dan fungsi ventrikel yang normal hingga dengan yang



12



dilatasi dan fungsi berkurang. Gejala HF sering tergantung pada adanya peningkatan tekanan pengisian jantung sisi kiri atau kanan, tetapi istilah "gagal jantung kongestif" tidak lagi dipilih, karena banyak pasien tidak memiliki kongesti yang jelas pada evaluasi, dan gejalanya mungkin disebabkan oleh faktor lain, seperti penurunan curah jantung Gagal jantung kronis dapat terjadi akibat berbagai gangguan kardiovaskular. Etiologinya dapat dikelompokkan menjadi (1) Rusaknya kontraktilitas ventrikel, (2) peningkatan afterload, atau (3) Gangguan pengisian dan relaksasi ventrikel. Pada orang yang sehat, curah jantung akan sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh total. Cardiac output (CO) adalah Volume darah yang dikeluarkan dari ventrikel per menit. Cardiac output sama dengan produk stroke volume (volume darah yang dikeluarkan dengan setiap kontraksi) dan denyut jantung (HR). Maka : CO = SV x HR Tiga penentu utama stroke volume (SV) adalah preload, afterload, dan kontraktilitas miokard. Dimana Preload adalah ketegangan dinding ventrikel pada akhir diastole. Dalam istilah klinis, yaitu peregangan pada serat-serat ventrikel sesaat sebelum kontraksi, seringkali didekati dengan volume akhir diastolik atau tekanan diastolik akhir. Volume akhir diastolik ini dipengaruhi oleh chamber’s compliance. Sedangkan Afterload adalah Ketegangan dinding ventrikel selama kontraksi; resistensi yang harus diatasi agar ventrikel mengeluarkan isinya. Sering didekati dengan tekanan ventrikel (atau arteri) sistolik. Volume akhir sistolik ventrikel tergantung pada afterload dan kontraktilitas tetapi tidak untuk preload. Kontraktilitas Miokard ialah sifat otot jantung yang bertanggung jawab atas perubahan kekuatan kontraksi, independen dari preload dan afterload. Mencerminkan bahan kimia atau pengaruh hormonal (misalnya, katekolamin) untuk kekuatan kontraksi jantung. Pada dasarnya SV akan meningkat



ketika ada



peningkatan preload, penurunan afterload, atau ditambah kontraktilitas. (Lily LS. Pathophysiology of Heart Disease: 5th Ed. Lippincott William & Wilkins. 2011)



13



Gambar 2.1 Kondisi yang menyebabkan gagal jantung sisi kiri melalui gangguan fungsi sistolik atau diastolik ventrikel. Pada tahap kronis kondisi dalam ini bisa mengakibatkan HFpEF, karena kompensasi hipertrofi ventrikel dan peningkatan kekakuan diastolik (disfungsi diastolik). Gagal jantung diklasifikasikan berdasarkan gejala dan perhitungan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF). Gagal jantung akibat disfungsi ventrikel kiri dikategorikan menjadi gagal jantung dengan fraksi ejeksi berkurang (reserved) / HFrEF, gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan (preserved) /HFpEF, dan gagal jantung dengan fraksi ejeksi mid-range/ HFmrEF. HFmrEF mungkin terdiri dari disfungsi ventrikel kiri campuran (kombinasi dari gagal jantung sistolik dan diastolik). Definisi HFrEF bervariasi tetapi umumnya didefinisikan sebagai fraksi ejeksi (EF) kurang dari 40%. Gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan (HFpEF) umumnya didefinisikan sebagai gagal jantung dengan EF lebih besar dari 50%. Sedangkan HFmrEF didefinisikan sebagai gagal jantung dengan EF 40% sampai 50%. (Malik A, Brito D, Vaqar S, et al. Congestive Heart Failure. [Updated 2021 Nov 2]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2022). Ejection Fraction adalah Fraksi volume akhir diastolik yang dikeluarkan dari ventrikel selama kontraksi sistolik (rentang normal 55% sampai 75%).



14



Mekanisme Kompensasi Pada tahap awal gagal jantung kongestif, fisiologi jantung



akan mencoba



beradaptasi melalui beberapa mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dan memenuhi kebutuhan sistemik. Hal ini termasuk mekanisme Frank-Starling, perubahan regenerasi miosit, hipertrofi miokard, dan hiperkontraktilitas miokard. Dengan meningkatnya tegangan dinding, miokardium mencoba untuk mengkompensasi melalui remodeling eksentrik, yang selanjutnya memperburuk kondisi pembebanan dan tegangan dinding.



Gambar 2.2 Mekanisme Kompensasi pada Jantung. Mekanisme Frank-Starling (dipicu oleh kenaikan volume diastolik akhir ventrikel) dan hipertrofi miokard (sebagai respons terhadap tekanan



atau



kelebihan



volume)



berfungsi



untuk



mempertahankan



stroke



volume.



Penurunan curah jantung juga merangsang sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), menyebabkan peningkatan retensi garam dan air, bersama dengan peningkatan vasokonstriksi. Hal ini selanjutnya memicu mekanisme maladaptif di jantung dan menyebabkan gagal jantung progresif. Selain itu, sistem RAAS melepaskan angiotensin II, yang telah terbukti meningkatkan hipertrofi seluler miokard dan fibrosis interstisial. Fungsi maladaptif dari angiotensin II ini akan meningkatkan remodeling miokard. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, RAAS, dan hormon antidiuretik berfungsi untuk mendukung curah jantung dan tekanan darah. Namun, konsekuensi yang



15



merugikan dari aktivasi ini adalah peningkatan dalam afterload dari vasokonstriksi berlebihan (yang kemudian dapat menghambat curah jantung) dan retensi cairan berlebih, yang kemudian berkontribusi terhadap edema perifer dan kongesti. Sebagian mekanisme ini berfungsi untuk meningkatkan resistensi vaskular sistemik, yang membantu mempertahankan perfusi arteri untuk organ vital, bahkan dalam kondisi penurunan curah jantung. Artinya, karena tekanan darah (BP) sama dengan produk jantung output (CO) dan resistensi perifer total (TPR), yaitu : BP= CO x TPR Peningkatan TPR yang disebabkan oleh mekanisme kompensasi ini hampir dapat menyeimbangkan penurunan CO dan, pada tahap awal gagal jantung, mempertahankan BP cukup normal. Selain itu, aktivasi neurohormonal menghasilkan retensi garam dan air, yang pada kemudian akan meningkatkan volume intravaskular dan preload ventrikel kiri, memaksimalkan stroke volume melalui mekanisme Frank–Starling. Namun pada akhirnya terbukti sering merusak dan berkontribusi pada penurunan progresif dari gagal jantung.



16



Gambar 2. 3 Stimulasi kompensasi neurohormonal. Penurunan curah jantung akan merangsang sistem neuroendokrin dengan pelepasan epinefrin, norepinefrin, endotelin-1 (ET-1), dan vasopresin. Mereka akan menyebabkan vasokonstriksi yang menyebabkan peningkatan afterload. Juga terdapat peningkatan siklik adenosin monofosfat (cAMP), yang menyebabkan peningkatan kalsium sitosol dalam miosit. Hal ini meningkatkan kontraktilitas miokard dan selanjutnya mencegah relaksasi miokard. Peningkatan afterload dan kontraktilitas miokard dengan gangguan relaksasi miokard menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kebutuhan paradoks untuk peningkatan curah jantung untuk memenuhi permintaan miokard akhirnya menyebabkan kematian sel miokard dan apoptosis. Saat apoptosis berlanjut, penurunan curah jantung dengan peningkatan permintaan menyebabkan siklus peningkatan stimulasi neurohumoral dan respons hemodinamik dan miokard yang maladaptif.



17



Dari



perubahan



neurohormonal



natriuretik



peptida



adalah



hormon



“menguntungkan” alami yang disekresikan pada gagal jantung sebagai respons terhadap peningkatan tekanan intrakardiak. Terdapat atrial natriuretic peptide (ANP) dan Peptida natriuretik tipe-B (BNP). ANP disimpan di sel atrium dan dilepaskan sebagai respons terhadap distensi atrium. BNP tidak terdeteksi pada jantung normal tetapi diproduksi ketika miokardium ventrikel mengalami stres hemodinamik (misalnya, pada gagal jantung atau selama infark miokard). Studi terbaru menunjukkan hubungan antara kadar BNP serum dan derajat keparahan klinis gagal jantung. Pola kompensasi hipertrofi dan remodeling yang berkembang tergantung pada apakah ventrikel mengalami kelebihan volume atau tekanan kronis. ruang kronis dilatasi karena kelebihan volume (misalnya, regurgitasi mitral atau aorta kronis) yang menyebabkan sintesis sarkomer baru secara seri dengan tua, menyebabkan miosit memanjang. Radius ruang ventrikel yang membesar, secara proporsional dengan peningkatan ketebalan dinding, disebut dengan hipertrofi eksentrik. Kelebihan tekanan kronis (mis., Disebabkan oleh hipertensi atau stenosis aorta) menghasilkan sintesis sarkomer baru secara paralel dengan yang lama (yaitu, miosit menebal), disebut dengan hipertrofi konsentris. Hipertrofi dan remodeling ini membantu untuk mengurangi tekanan dinding dan mempertahankan kekuatan kontraktil, tetapi pada akhirnya, fungsi ventrikel mungkin menurun. Ketika ini terjadi, beban hemodinamik yang berlebihan pada unit kontraktil dan menghasilkan kerusakan kegagalan jantung yang progresif.



18



2.7 Diagnostik Gagal Jantung 2.7.1 Gejala dan Tanda



19



Diagnosis berdasarkan kriteria Framingham, gagal jantung dapat ditegakkan dari 2 kriteria major; atau 1 kriteria major dan 2 kriteria minor. 2.7.2 Pemeriksaan Fisik Peningkatan aktivitas simpatis sering terjadi pada pasien dengan gagal jantung. Mungkin ada pucat dan dingin tungkai dan sianosis jari karena vasokonstriksi. Pasien mungkin juga mengalami diaforesis dan distensi abnormal vena superfisial. Takikardia sinus sering diamati dan biasanya berkembang dalam upaya untuk mempertahankan curah jantung ketika gagal jantung dekompensasi atau volume sekuncup menurun secara signifikan. Pitting edema sering terjadi, dengan akumulasi cairan secara simetris; secara umum, awalnya melibatkan bagian tubuh yang bergantung dengan tekanan vena yang lebih tinggi. Ini biasanya terlihat di kaki dan pergelangan kaki pasien rawat jalan dan di area sakral pasien yang terbaring di tempat tidur. Di akhir perjalanan gagal jantung, edema bisa menjadi masif dan menyeluruh (anasarca); dapat melibatkan ekstremitas atas, dinding dada dan perut, dan area genital. Kadang-kadang, dengan akumulasi akut dari edema atau trauma terkait, ruptur kulit dan ekstravasasi cairan dapat terjadi. Edema



20



kronis menyebabkan peningkatan pigmentasi, kemerahan, dan indurasi pada kulit ekstremitas bawah. Kardiomegali, dengan perpindahan ke lateral, pembesaran, dan impuls ventrikel yang menetap dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, tetapi ini adalah temuan yang tidak spesifik dan dapat tidak ditemukan, terutama pada pasien dengan gagal jantung akut. Penurunan komplians ventrikel pada awalnya dapat terlihat dengan adanya suara atrium diastolik akhir (gallop S4). Bunyi protodiastolik (S3 gallop) terjadi pada pasien dengan gagal jantung yang lebih lanjut dan disebabkan oleh deselerasi akut aliran masuk ventrikel setelah fase pengisian awal. Namun, gallop S3 juga dapat dideteksi pada kondisi lain seperti regurgitasi mitral dan trikuspid dan pirau kiri-ke-kanan. Bunyi gallop lebih mudah terdengar dengan adanya denyut jantung yang cepat. Pulsus alternans sering terjadi pada pasien dengan CHF; bila parah, dapat dideteksi dengan sphygmomanometry atau dengan palpasi nadi perifer, terutama nadi femoralis. Tanda ini ditandai dengan ritme teratur dari denyut kuat dan lemah yang bergantian. Kadang-kadang denyut lemah mungkin begitu kecil sehingga katup aorta tidak terbuka dan tidak ada denyut aorta atau arteri yang dihasilkan, menghasilkan alternans total dan denyut yang hanya setengah dari denyut apikal. Dengan alternans total, suara jantung pertama akan terjadi, tetapi tidak ada suara jantung kedua jika katup aorta dan pulmonal gagal membuka. Pulsus alternans tampaknya disebabkan oleh pergantian volume sekuncup ventrikel kiri, mungkin karena pemulihan sel miokard yang tidak lengkap dan dengan demikian penurunan responsivitas sel yang berkontraksi pada denyut alternatif. Ini bisa persisten atau paroksismal, atau mungkin terjadi hanya setelah detak prematur atau dengan manuver Valsava.



21



2.7.3 Pemeriksaan Penunjang 1. Elektrokardiografi (EKG) Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia. Perubahan pada elektrokardiogram (EKG) 12 sadapan umumnya tidak spesifik. Takikardia sinus biasanya muncul pada gagal jantung tak terkompensasi atau pada penyakit stadium akhir dengan volume sekuncup rendah yang memerlukan takikardia untuk mempertahankan curah jantung. Denyut ventrikel prematur terisolasi sering terjadi, dan aritmia ventrikel kompleks dapat dideteksi pada sebagian besar pasien selama pemantauan Holter yang berkepanjangan (24 hingga 48 jam). Temuan EKG sugestif pembesaran atrium dan ventrikel mungkin jelas. Keterlambatan konduksi intraventrikular juga sering terjadi dan termasuk blok cabang berkas kiri serta perubahan repolarisasi nonspesifik lainnya.Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolikdandiastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.



22



2. Foto Thoraks Pada pemeriksaan foto toraks sering kali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungandengan fungsi ventrikel kiri.



3. Echocardiography Pemeriksaan ekokardiografi Doppler dianggap sebagai tes yang paling berguna dalam mengevaluasi pasien dengan gagal jantung, dalam menentukan jenis kardiomiopati (dilatasi, restriktif, hipertrofi) dan dalam mengevaluasi kemungkinan penyebab primer atau sekunder (penyakit katup, aneurisma LV, pirau intrakardiak) dari gagal jantung. Ini tidak hanya dapat memberikan informasi tentang ukuran semua ruang jantung dan fungsi sistolik ventrikel kiri, tetapi juga memberikan informasi tentang fungsi katup, lesi stenotik atau regurgitasi serta perkiraan yang wajar dari tekanan sisi kanan dan kiri.



23



4. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR) glukosa, tes fungsi hepar, dan urinalisa. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai gambaran klinis. Gangguan hematologi atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diberikan terapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/ atau ACE-I (angiotensin converting enzyme inhibitor), ARB (angiotensin receptor blocker), ARNI (angiotensin receptor nephrilysin inhibitor), atau antagonis aldosteron. 5. Radionuclide ventriculography Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner. 6. Kateterisasi Kateterisasi jantung kiri dan angiografi diperlukan ketika keberadaan dan luasnya CAD perlu ditentukan. Kateterisasi jantung kanan mungkin berguna dalam mengevaluasi



24



dan memilih pasien dengan gagal jantung refrakter yang memerlukan perawatan khusus. Selain itu, kateterisasi jantung kanan juga dapat membantu mengevaluasi adanya pirau intrakardiak yang berhubungan dengan defek septum atrium/ventrikular kongenital atau didapat. 7. Troponin I dan T Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinis disertai dengan dugaan sindrom koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering terjadi pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard. 2.8 Tatalaksana Congestive Heart Failure Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.



25



Gambar 2.4 Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simtomatik (NYHA fc II-IV). Diuretik untuk kongesti, dititrasi sampai dosis terkecil yang efektif untuk mencapai euvolemia. The Canadian Cardiovascular Society Heart Failure Companion : Bridging Guidelines to Your Practice 2016)



26



1. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) ACE-I harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri< 40% kecuali ada kontraindikasi. ACE-1 terkadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk, dan angioedema (jarang). ACE-I hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.1 Indikasi pemberian ACE-I ● Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan tanda dan gejala gagal jantung Kontraindikasi pemberian ACE-I ● Riwayat angioedema ● Stenosis renal bilateral ● Stenosis aorta berat ● Kadar kalium serum >5,5 mmol/L ● Serum kreatinin > 2,5 mg/dL (relatif)



2. β Blocker



27



β Blocker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Indikasi pemberian β Blocker.Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan atau tanpa gejala gagal jantung.1 ●



Fraksi ejeksi ventrikel kiri > 40 % dengan tanda dan gejala gagal jantung.



● Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) ●



ACE-I/ARB/ARNI (dengan atau tanpa antagonis aldosteron) sudah diberikan



● Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat. Kontraindikasi pemberian β Blocker ● Asma berat ● Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindrom sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi 5,5 mmol/L



○ Serum kreatinin > 2,5 mg/dL (relatif) ○ Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium ○ Kombinasi ACE-I dan ARB atau ARNI



4. Angiotensin reseptor blocker (ARB) ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACE-I dan penyekat B dosis optimal, kecuali terdapat kontraindikasi, dan juga mendapat antagonis aldosteron Indikasi pemberian ARB : ●



Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %



● Sebagai



pilihan



alternatif



pada



pasien dengan



gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran pada ACE-I



29



● ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama seperti ACE-I, tetapi ARB sedikit menyebabkan batuk Kontraindikasi pemberian ARB ● Sama seperti ACE-I, kecuali angioedema ● pasien yang diterapi ACE-I dan antagonis aldosteron bersamaan ● Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial bila ARB digunakan bersamaACE-I



5. Angiotensi receptor-neprilysin inhibitor (ARNI) Pada pasien yang masih simtomatik dengan dosis pengobatan ACEI/ARB, penyekat B, dan MRA, dapat juga diberikan terapi baru sebagai pengganti ACE-I / ARB yaitu Angiotensin Receptor–Neprilysin Inhibitor (ARNI) yang merupakan kombinasi molekuler valsartan- sacubitril.Sacubitril merupakan penghambat enzim nefrilisin yang akan menyebabkan memperbaiki remodeling miokard, diuresis dan natriuresis serta mengurangi vasokontriksi, retensi cairan dangaram. Dosis yang dianjurkan adalah 50 mg (2 kali per hari) dan dapat ditingkatkan hingga 200 mg(2 kali per hari).1 6. Ivabradine Ivabradine bekerja memperlambat laju jantung melalui penghambatan kanal If di nodus sinus, dan hanya digunakan untuk pasien dengan irama sinus. Ivabradine menurunkan mortalitas dan perawatan rumah sakit akibat gagal jantung pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang menurun (LVEF



30



≤35%, irama sinus, dan denyut nadi ≥70 kali/menit). Dosis yang dianjurkan adalah 5 mg (2 kali per hari) dan dapat ditingkatkan hingga 7,5 mg (2 kali per hari).1 7. Hydralazin dan isosorbide Dinitrate (H-ISDN) Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACE-I/ARB/ ARNI. Dosis awal yangdianjurkan adalah hydralazin 12,5 dan ISDN 10mg (2-3 kali per hari) dan dapat ditingkatkanhingga hydralazin 50 mg dan ISDN 20 mg (3-4 kali per hari). Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN.1 ● Pengganti ACE-I/ARB/ARNI jika tidak dapat ditoleransi ● Sebagai terapi tambahan ACE-I jika ARB atau antagonis aldosteron tidakdapat ditoleransi ● Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACE-I/ARB, penyekat B dan atau antagonis aldosteron Kontraindikasi pemberian H-ISDN ● Hipotensi simtomatik ● sindrom lupus ● gagal ginjal berat 8. Digoxin Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoxin dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat B) lebihdiutamakan.Dosis awal yang digunakan 0,25 mg 1x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungs iginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg 1 x/hari. 9. Diuretik Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti. Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit,



31



Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong dan Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan thiazide karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.



1.) Algoritma Terapi Farmakologi pada Pasien HFREF



Gambar 2.5 Algoritma Terapi Farmakologis pada pasien HFrEF(PERKI.2020)



32



2.) Terapi farmakologi pada HFPEF Sampai saat ini belum ada terapi yang terbukti secara khusus dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas pada pasien dengan HFPEF. Diuretik digunakan untuk mengatasiretensi cairan serta mengatasi keluhan sesak nafas. Terapi iskemia miokard dan hipertensiyang adekuat sangat penting dalam tatalaksana kelainan ini, termasuk tatalaksana pengaturanlaju nadi, terutama pada pasien denga fibrilasi atrial. Semua obat yang tidak dianjurkanpemberiannya ataupun yang harus dihindari pada pasien dengan HFREF, juga berlaku pada HFPEF, terkecuali CCB dihidropiridin, karena mempunyai efek kontrol laju nadi.1 2.8.1 Tatalaksana Non Farmako ● Manajemen Perawatan Mandiri Manajemen perawatan mandiri dapat didefenisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilisasi fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran penting dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna untuk perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas, dan prognosis. ● Ketaatan pasien berobat Ketaatan pasien untuk berobat dapat mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20-60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi. ● Pemantauan berat badan mandiri Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter



33



● Asupan Cairan Restriksi cairan 900 ml–1,2 liter/hari (sesuai berat badan) dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis ● Pengurangan berat badan Pengurangan berat badan pasien obesitas dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. ● Kehilangan berat badan tanpa rencana Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka mortalitas. Jika selama 6 bulan terakhir terjadi kehilangan berat badan >6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefenisikan dengan kaheksia. Status nutrisi pasien harus dinilai dengan hati-hati. ● Latihan Fisik Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah. ● Aktivitas Seksual Penghambat 5-phosphodiesterase (Contoh : sildenafil) mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat.



34



2.9 Prognosis Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitandengan derajat keparahannya. Data Framingham yang dikumpulkan sebelum penggunaanvasodilatasi untuk gagal jantung menunjukkan mortalitas 1 tahun rerata sebesar 30% bilasemua pasien dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada sebagian besar kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung. 2.10 Aorta Regurgitasi 2.10.1 Definisi AR Regurgitasi Aorta ialah merupakan salah satu kelainan katup jantung dimana terdapat volume regurgitan di ventrikel kiri akibat kebocoran katup aorta, sehingga menyebabkan kombinasi tekanan dan volume yang berlebihan pada ventrikel kiri. Proses yang berlangsung secara kronis menyebabkan perubahan struktural di ventrikel kiri (remodelling) sebagai kompensasi untuk untuk mempertahankan curah sekuncup. Namun pada jurnal lain memiliki definisi Regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta merupakan kelainan katup aorta yang menjadi lemah ataupun membesar sehingga katup tidak dapat menutup dengan baik, sehingga mengakibatkan timbulnya aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. 2.10.2 Etiologi AR Etiologi dari penyakit ini bermacam-macam mulai dari diakibatkan oleh dilatasi pangkal aorta, penyakit katup artifisial.Selain itu, ada juga beberapa penyakit lain yang jadi penyebab regurgitasi aorta seperti dibawah ini: 1. Penyakit katup jantung bawaan Beberapa orang dilahirkan dengan katup aorta yang hanya memiliki dua katup (katup bikuspid) atau katup yang menyatu daripada tiga katup normal terpisah, terkadang katup hanya memiliki satu cusp (unikuspid) atau empat kuspid (quadrikuspid) namun ini jarang terjadi.



35



2. Penyempitan katup aorta Hal ini dapat diakibatkan oleh deposit kalsium yang dapat menumpuk di katup aorta seiring bertambahnya usia,menyebabkan katup aorta menjadi sempit. kondisi ini disebut dengan stenosis aorta yang dimana ia mencegah katup membuka, sehingga menyebabkan penyumbatan. Stenosis aorta juga dapat mencegah katup menutup dengan benar. 3. Peradangan lapisan bilik dan katup jantung Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi yang merusak katup aorta. 4. Demam rematik merupakan komplikasi dari radang tenggorokan yang menjadi penyakit anakanak yang umum terjadi di AmerikaSerikat. Hal ini dapat menyebabkan katup aorta menjadi kaku dan menyempit atau stenosis menyebabkan darah bocor. 5. Penyakit lainnya Beberapa penyakit autoimun seperti lupus, atau kondisi langka yang dapat memperbesar aorta dan katup aorta sehingga menyebabkan masalah termasuk sindrom marfan dan penyakit jaringan ikat. 6.Robekan atau cedera pada arteri utama tubuh. Cedera dada traumatis atau robekan aorta (diseksi) dapat menyebabkan aliran balik darah melalui katup aorta. 2.10.3 Faktor Risiko AR 1.



Usia



Seiring bertambahnya usia maka jantung akan mengalami perubahan fisiologi sehingga mengalami penurunan fungsi dan bekerja kurang efisien. 2.



Hipertensi



Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan beban kerja jantung, sehingga menyebabkan otot jantung menebal dan menjadi kaku. Pria dengan hipertensi memiliki resiko dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan wanita. 3.



Penyakit jantung bawaan



Adanya penyakit jantung dari genetik atau keturunan keluarga. 4. Riwayat infeksi yang bisa berpengaruh pada jantung Seperti endokarditis atau aterosklerosis atau pasien yang memiliki riwayat demam rematik.



36



5. Mempunyai kondisi tertentu seperti sindrom marfan, hipertensi, atau stenosiskatup aorta. 2.10.4 Patofisiologi dan Patogenesis AR Pada AR terjadi regurgitasi (reflux) abnormal darah dari aorta kembali ke ventrikel kiri selama proses diastol. Normalnya setiap kali kontraksi, ventrikel kiri harus memompa darah yang diberikan oleh atrium kiri. Kompensasi dalam mempertahankan hemodinamika jantung bergantung kepada hukum Frank-Starling untuk memperkuat isi sekuncup (stroke volume). Abnormalitas dinamik dari dari AR dan gejala ditentukan oleh kondisi AR itu sendiri, seperti pada keadaan akut dan kronis. Pada akut AR ventrikel kiri berukuran normal dan secara relatif tidak memenuhi komplians jantung. melainkan jumlah volume dari regurgitasi menyebabkan tekanan diastolik ventrikel kiri meningkat. Tingginya tekanan diastolik ventrikel kiri secara mendadak akan ditransmisikan kembali ke atrium kiri dan sirkulasi pulmonal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema pulmonal dan dyspnea. Dalam keadaan akut AR biasanya dibutuhkan operasi emergency dan membutuhkan penggantian katup segera. Pada kronik AR, ventrikel kiri sudah mengalami kompensasi dan adaptasi untuk respon terhadap regurgitasi yangmenetap. Pada regurgitasi katup aorta darah yang dipompakan ke katup aorta kembali lagi ke dalam ventrikel kiri selama fase diastol. Normalnya dalam setiap kontraksi ventrikel kiri harus memompakan darah yang berasal dari atrium kiri ke aorta melalui katup aorta. Kompensasi hemodinamika jantung bergantung kepada mekanisme hukum Frank-Starling untuk memperkuat isi sekuncup (stroke volume).Adapun faktor yang mempengaruhi keparahan regurgitasi katup aorta ialah: 1.



Ukuran dari regurgitas aortic orifice



2.



Tekanan gradien yang melewati katup aorta selama diastol



3.



Durasi fase diastol



Abnormalitas hemodinamika jantung dan gejala yang ditimbulkan tergantung dari kejadian akut AR atau kronik AR. Seiring waktu, dilatasi jantung meningkatkan komplians ventrikel kiri dan memungkinkannya untuk mengakomodasikan volume regurgitasi yang lebih besar dengan



37



sedikit peningkatan tekanan diastolik dan berkurangnya tekanan yang ditransmisikan ke atrium kiri dan sirkulasi paru. Namun, dengan mengakomodasi volume regurgitasi yang besar, tekanan diastolik aorta (dan juga arteri sistemik) turun secara substansial. Kombinasi antara volume sekuncup ventrikel kiri yang tinggi (dan tekanan arteri sistolik yang tinggi) dengan penurunan tekanan diastolik aorta menghasilkan tekanan nadi yang melebar.8 Sebagai akibat dari penurunan tekanan diastolik aorta, semua tekanan arteri koroner menurun dan berpotensi mengurangi suplai oksigen miokard. Hal ini, ditambah dengan peningkatan ukuran ventrikel kiri (yang menyebabkanpeningkatan tekanan dinding dan kebutuhan oksigen miokard), dapat menyebabkan angina, bahkan tanpa adanya penyakit koroner aterosklerotik. Kompensasi dilatasi dan hipertrofi ventrikel umumnya cukup untuk memenuhi kebutuhan AR kronis atau bertahun-tahun, di mana pasien yang terkena tidak menunjukkan gejala. Secara bertahap, bagaimanapun, remodeling progresif LV tetap terjadi, menghasilkan disfungsi sistolik jantung. Hal ini menyebabkan berkurangnya curah jantung, meningkatnya tekanan atrium kiri dan vaskuler paru. Pada fase ini pasien akan menimbulkan gejala gagal jantung.



38



Gambar 2.2 Patofisiologi AR. Gambar 2.3 Patofisiologi dan Patogenesis Regurgitasi Katup Aorta. 2.10.5 Penegakan Diagnosis Gagal Jantung dan Regurgitasi Aorta 1.



Gagal Jantung



Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung. Gagal jantung dapat ditegakkan apabila dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor terpenuhi. Tabel 2.1 Kriteria Framingham Kriteria Major Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Distensi Vena Leher Ronki Paru Kardiomega li Edema Paru Akut



Kriteria Minor Edema Ekstremitas Batuk malam hari Dyspnea d’effort Hepatomegali



39



Gallop S3 Peninggian TVJ Refluks Hepatojugular



Efusi pleura Penurunan Kapasitas vital ⅓ dari normal Takikardia (>120/menit)



Apabila diagnosis gagal jantung sudah dapat ditegakkan, ia dapat dijabarkan lagi kepada dua kategori yaitu kelainanstruktur jantung dan gejala yang berkaitan dengan kelainan kapasitas fungsional jantung. 9 Tabel 2.2 Klasifikasi Gagal Jantung Kelainan Struktur Jantung (AHA)



Kelainan Kapasitas Fungsional (NYHA)



Stadium A ● Risiko tinggi berkembang menjadigagal jantung ● Tidak ada gangguan struktural/fungsional jantung ● Asimptomatik



Kelas I



Stadium B ● Telah terbentuk kelainan struktur jantung ● Asimptomatik



Kelas II ●



Stadium C ● Gagal jantung berhubungandengan penyakit struktural jantung yang mendasari ● Simptomatik



Kelas III ●







Tidak ada batasan aktivitas fisik ● Aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas



Terdapat batasan aktivitas ringan ● Saat istirahat, tidak ada keluhan ● Aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, berdebar, sesak nafas



Terdapat batasan aktivitas yang bermakna ● Saat istirahat, tidak ada keluhan



40







Stadium D ● Penyakit jantung struktural lanjut ● Simtomatik, gejala gagal jantungsangat bermakna muncul saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi farmakologi maksimal



2.10.6



Aktivitas fisik ringanmenimbulkan kelelahan, berdebar, sesak nafas



Kelas IV ●



Tidak dapat melakukan aktivitasfisik tanpa keluhan ● Saat istirahat, terdapat gejala ● Keluhan meningkat saatmelakukan aktivitas



Regurgitas Aorta Gejala umum regurgitasi aorta kronis termasuk dispnea saat aktivitas, ortopnea,



dispnea nokturnal paroksismal, angina pektoris, palpitasi, kelelahan, penurunan toleransi latihan dan sensasi tidak nyaman karena detak jantung yang kuat terkait dengan tekanan nadi tinggi.10 Regurgitasi aorta berkaitan dengan wide pulse pressure yang didefinisikan sebagai perbedaan >100 mmHg antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Pada palpasi, impuls pada apex ventrikel kiri bersifat hiperdinamik dan bergeser ke lateral dan inferior.10 Pada auskultasi, thrill sistolik dapat teraba di dasar jantung, suprasternal notch dan di atas arteri karotis. Hal inidisebabkan oleh volume sekuncup ke depan yang besar dan tekanan diastolik aorta yang rendah. S1 normal, tetapi pada S2, frekuensi suara tinggi, bersifat blowing, decrescendo dan murmur diastolik terdengar paling kuat di ruang interkostal ketigasepanjang batas sternum kiri. Murmur tersebut bermakna pada akhir ekspirasi saat pasien duduk mengarah ke depan. Murmurini awalnya dijumpai pada awal diastolik pada kasus regurgitasi aorta ringan dan menjadi holo diastolik pada regurgitasi aorta berat. Intensitas murmur bisa dibagi menjadi 6 derajat.10



41



Tabel 2.3 Derajat Intensitas Murmur Derajat



Penjelasan 1



Bising yang sangat lemah



2



Bising yang lemah tetapi mudah didengar



3



Bising agak keras tapi tidak disertai getar bising



4



Bising cukup keras disertai getaran bising



5



Bising sangat keras yang tetap terdengar bila stetoskop ditempelkan sebagian saja pada dinding data



6



Bising paling keras dan tetap terdengar meskipun stetoskop diangkat dari dinding dada Pada pemeriksaan fisik lainnya, tanda-tanda perifer hasil regurgitasi aorta kronis yang berat



dikarenakan wide pulse pressure antaranya dijumpai: i. Pulsus bisferiens: Dua denyut terdeteksi dalam sistol. Yang pertama disebabkan oleh peningkatan tekanan yang berhubungan dengan ejeksi ventrikel kiri. Pulsasi sistolik kedua disebabkan oleh recoil arteri yang dipantulkan dari perifer, atau diastolik awal dari aliran balik darah. ii. Austin Flint murmur: Murmur mid-diastolik bernada rendah terdengar paling baik di apeks. Diperkirakan disebabkan oleh penutupan dini katup mitral karena pancaran regurgitasi aorta. iii. Corrigan Sign: Water hammer pulse dengan distensi tiba-tiba dan kolaps cepat. iv. Quincke Sign: Pulsasi kapiler ketika tekanan diberikan pada ujung kuku. v. Durozier Sign:



42



Murmur sistolik terdengar di atas arteri femoralis ketika dikompresi secara proksimal dan murmur diastolik ketika dikompresi secara distal dengan stetoskop. vi. Traube Sign: Bunyi sistolik dan diastolik "pistol-shot" yang terdengar di arteri femoralis. vii. De Muller Sign: Pulsasi sistolik uvula viii. Hill Sign: Tekanan darah pada ekstremitas bawah lebih besar dari pada tekanan darah pada ekstremitas atas ix. De Musset Sign: Kepala terombang-ambing dengan masing-masing dengan denyut arteri.



2.10.7 Kriteria Penegakan Diagnosis AR Umumnya kriteria yang diterima untuk definisi regurgitasi aorta berat adalah volume regurgitasi > 60mL /siklus jantung atau Effective Regurgitant Orifice Area (EROA) > 0,3 cm2. Namun, parameter ini sangat sulit untuk diukur; karena itu, banyak parameter alternatif digunakan untuk mendefinisikan keparahan regurgitasi aorta. 11



Gambar 2.4 Kriteria penegakan diagnosis regurgitasi aorta.11 4.



Diagnosis Banding i. Pada AR murni; Patent Ductus Arteriosus, Regurgitasi pulmonal



43



ii. Pada AR dengan AS: Regurgitasi mitral, Ventricular septal defect, HOCM, stenosis pulmonal, Aneurisma arkus aorta 2.10.8 Pemeriksaan Penunjang Regurgitasi Aorta 1.



Foto polos dada tampak pembesaran jantung akibat dilatasi LV, dilatasi LA dan



kongesti paru bila ada payah jantung,kadang bila kombinasi dengan stenosis aorta akan tampak kalsifikasi. 12 2.



EKG : LVH dengan volume overload yang menonjol, biasanya irama sinus,



kadang disertai gangguan konduksi AV.12 3. Ekokardiografi memperlihatkan anatomi katup, anulus, aortic root, dimensi, massa, fungsi LV. Fluttering Anterior Mitral Leaflet akibat regurgitasi menabrak daun katup mitral anterior, adanya dilatasi aorta menunjukkan proses yang kronis, diseksi aorta bila tampak 2 lumen di aorta ascendens.13 4.



Kateterisasi dan angiografi LV untuk mengetahui perubahan hemodinamik.13



5.



Colour Doppler, Pemeriksaan colour Doppler merupakan langkah pertama dalam



pemeriksaan ekokardiografi untukmendeteksi ada/tidaknya AR. Posisi yang digunakan adalah parasternal dan apical. Dengan colour Doppler dapat dilihat adanya aliran regurgitan melalui katup aorta pada saat diastole. Teknik ini memiliki sensitivitas lebih dari 95% dan spesifisitas hampir 100% untuk mendeteksi ada atau tidaknya AR. Area dan panjang dari colour jet berkorelasi lemah dengan severitas AR, dan tidak direkomendasikan untuk menilai severitas AR. 2.9.9 Tatalaksana Regurgitasi Aorta 1.



Regurgitasi Aorta Akut



Untuk AR berat akut, operasi darurat diindikasikan. Manajemen medis terbatas dan digunakan untuk menstabilkan pasien untuk sementara waktu. Diuretik intravena digunakan untuk mengurangi afterload. -



Furosemid drip IV sampai 20mg/jam atau sampai 3x 80 mg (oral)



-



Kalium sparing diuretik (Spironolactone) sampai 1 x 100mg



44



ii. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan forward flow -



ACEI: Captopril 3x 12.5 -100mg



-



ARB: Valsartan 1-2 x 20-160 mg



-



Hydralazine 4x 12.5-100mg



iii. Inotropik digunakan untuk meningkatkan curah jantung -



Digoxin oral: 1 x 0.125-0.25



mg tab Iv. Suplemen elektrolit: -



Kalium klorida PO 3x2 tablet



-



KCL drip intravena sesuai rumus koreksi (tidak boleh >20 mEq/jam



v. Antikoagulan / Anti trombosit oral: -



Warfarin 1-6 mg / hari, target INR 2-3 Aspirin 1x 0-160 mg (AF usia 45mm atau penambahan ukuran >2 mm/tahun



-



Disfungsi LV (ekokardiografi): ESD >55mm, EDD >75mm dan atau EF < 50%



45



-



Pasien yang akan menjalani operasi bedah pintas koroner atau bedah manipulasi



aorta atau operasi katup lainnya. Jenis tindakan pembedahan antaranya adalah perbaikan atau reparasi katup dan penggantian katup bioprostetik atau prostetik mekanik.



2.9.10 Komplikasi AR Regurgitasi aorta dilaporkan terjadi sebanyak 40-75%. Adanya kerusakan pada katup jantung dan iskemia pada otot jantung, dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan syok kardiogenik. Komplikasi lainnya yang sering terjadi ialah iskemik pada organ sekitar seperti iskemik miokard dan iskemia pada pembuluh darah mesenterika. Komplikasi neurologi juga dapat terjadi yang ditandai dengan penurunan kesadaran. Komplikasi neurologi ini disebabkan oleh penurunan aliran darah ke otak, sehingga menyebabkan malperfusi serebral, hipotensi, dan thromboemboli distal. 2.9.11 Prognosis Angka mortalitas dan morbiditas pada aorta regurgitasi akut cukup tinggi dibanding aorta regurgitasi kronik. Pasien dengan regurgitasi aorta tipe A yang sudah menjalani pembedahan memiliki angka mortalitas sebesar 30%, sedangkan angkamortalitas didapati lebih tinggi pada pasien yang hanya mendapat penanganan farmakoterapi yaitu sebesar 60%. Pada regurgitasi aorta tipe B, pasien yang sudah mendapat pengobatan memiliki angka mortalitas sebesar 10%. Dan angka mortalitas didapatkan lebih tinggi pada pasien yang menjalani tindakan pembedahan, yaitu sebesar 30%.



46



48



BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Status Pasien Nama



: Efendy Erysten Sihombing



No Rekam Medik



: 370495



Umur



: 55 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Status Kawin



: Kawin



Agama



: Kristen



Pekerjaan



: Petani



Tanggal Masuk



: 18-04-2022, 16:55:42



3.2 Anamnesis Pasien Keluhan utama



: Sesak nafas berat dialami 2 hari ini, terus menerus nyeri dada



dikeluhkan 1 hari ini. Lemas dialami 1 hari ini, kedua kaki bengkak dialami sebulan ini. RPT



: CHF ec Mitral Regurgitasi



RPO



: Furosemid 1x40 mg, Spironolactone, Simvastatin



RPK



: Tidak ada



R.Alergi



: Tidak Ada



R.Kebiasaan



: Merokok



Kriteria Framingham Kriteria Major Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Distensi Vena Leher Ronki Paru Kardiomegali Edema Paru Akut Gallop S3 Peninggian TVJ Refluks Hepatojugular



Kriteria Minor Edema Ekstremitas Batuk malam hari Dyspnea d’effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan Kapasitas vital ⅓ dari normal Takikardia (>120/menit)



49 Klasifikasi Gagal Jantung Kelainan Struktur Jantung (AHA) A



● ● ●



B



● ●



C



● ●



D



● ●



Kelainan Kapasitas Fungsional (NYHA) Kelas I ● Tidak ada batasan aktivitas fisik ● Aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas



Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung Tidak ada gangguan struktural/fungsional jantung Asimptomatik



Kelas II ● Terdapat batasan aktivitas ringan ● Saat istirahat, tidak ada keluhan ● Aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, berdebar, sesak nafas



Telah terbentuk kelainan struktur jantung Asimptomatik



Gagal jantung berhubungan dengan penyakit struktural jantung Simptomatik



Kelas III ● Terdapat batasan aktivitas yang bermakna ● Saat istirahat, tidak ada keluhan ● Aktivitas fisik ringan menimbulkan kelelahan, berdebar, sesak nafas Kelas IV ● Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan ● Saat istirahat, terdapat gejala ● Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas



Penyakit jantung struktural lanjut Simptomatik, gagal jantung sangat bermakna muncul saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi farmakologi maksimal



3.3 Tanda-tanda Vital dan Pemeriksaan Fisik Tanda Vital Berat Badan



: 60 kg



Tinggi Badan



: 168 cm



Keadaan TTV



Tanggal



Keadaan



TD



HR



RR



Temperatur



SpO2



18/04/22



CM



130/40



92



30



36



99%



19/04/22



CM



120/40



85



32



36,4



99%



50



20/04/22



CM



110/40



87



20



36



100%



22/04/22



CM



120/70



68



24



35,5



100%



23/04/22



CM



100/40



62



24



36,4



100%



Pemeriksaan Fisik



:



1. Kepala Mata : konjungtiva palpebra pucat (-) cahaya direk (-/-) indirek (-/-), Ikterus (-/-) Telinga : Dalam Batas Normal Hidung : Dalam Batas Normal Mulut : Lidah : Atrofi Papil Lidah (-), Gigi Bergerigi: Dalam Batas Normal, Tonsil/Faring : Dalam Batas Normal Leher : Struma(-), Pembesaran Kel Limfe(-), TVJ (+), Bruit (+) 2. Torak Depan Inspeksi :Simetris, pergerakan kanan = kiri Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri Jantung (Batas Atas Jantung : Linea Midclavicularis Sinistra III), (Batas Bawah Jantung : Linea Midclavicularis pada ICS V), (Batas Kanan Jantung : Linea Parasternalis Dextra pada ICS IV-V) Perkusi: Paru (sonor) di seluruh lapangan paru Auskultasi : S1 normal S2 dijumpai murmur (+) , gallop (-) 3. Torak Belakang Inspeksi : Dalam Batas Normal Palpasi : Dalam Batas Normal Perkusi : Dalam Batas Normal Auskultasi : Dalam Batas Normal



51 4. Abdomen Inspeksi : simetris , bentuk datar. Tipe pernafasan: Pernafasan perut. Palpasi : Nyeri Tekan (-),Pembesaran Organ (-) Perkusi : timpani (-) Auskultasi : Peristaltik usus (- ) 5.Hati Pembesaran : Tidak dijumpai Permukaan : Tidak dijumpai Pinggir : Tidak dijumpai Nyeri tekan : Tidak dijumpai 6.Limfa Pembesaran : Hackett (-) dan Schuffner (-) 7. Ginjal : Ballotement (-) 8. Pinggang : Nyeri ketok costovertebral (-) 9. Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan 10. Genital Luar : Tidak dilakukan pemeriksaan 11. Ekstremitas atas Deformitas sendi : (-) Lokasi : (-) Jari tubuh



: (-)



Tremor ujung jari



: (-)



Telapak tangan sembab : (-) Sianosis



: (-)



Eritema palmaris



: (-)



12. Ekstremitas bawah Edema



: Tanggal 19/04/22 (+) Tanggal 20/04/22 membaik Tanggal 22/04/22 semakin membaik Tanggal 23/04/22 (-)



52 Arteri komunis :(-/-) Arteri dorsalis pedis



: (-/-)



Reflek fisiologis



: (+/+)



Reflek patologis



: (-/-)



Lain-lain



: (-)



3.4 Pemeriksaan Penunjang 1. EKG Nama: Efendy Erysten Sihombing Tanggal Pemeriksaaan: 18-04-2022 EKG



53



● ● ● ● ● ●



Sinus rhythm with 1st degree AV block Right Axis Deviation Pulmonary Disease Pattern Nonspecific intraventricular conduction delay T wave abnormality, consider inferior ischemia Abnormal ECG



2. Echocardiography Nama: Efendy Erysten Sihombing Tanggal Pemeriksaaan: 18-04-2022 Echocardiography



54



55



● ● ● ● ● ● ● ● ●



LV dilatasi Fungsi sistolik LV menurun (LVEF 51%) RWMA (+) Disfungsi diastolik gangguan relaksasi MR moderate AR moderate TR mild Kontraktilitas RV baik SEC (+) LV



3. Foto Thoraks Nama: Efendy Erysten Sihombing Tanggal Pemeriksaaan: 02-12-2021 Foto Thoraks



56



● CTR >50% ● Kesan Cardiomegali ● Adanya pembesaran hepar (Hepatomegali)



4. Pemeriksaan Laboratorium



57



Nama: Efendy Erysten Sihombing Tanggal Pemeriksaaan: 22-04-2022 Pemeriksaan Laboratorium Albumin : 3,2 g/dL Ureum : 157 mg/dL Creatinin : 1,8 mg/dL Asam Urat : 22.0 mg/dL Kejernihan : Agak keruh Berat Jenis : 1.020 g/dL pH/Reaksi : 6.0 Blood : Negatif Lekosit : Positif Nitrit : Negatif Protein : Positif 1+ Bilirubin : Negatif Keton : Negatif Glukosa : Negatif Urobilinogen : Normal Eritrosit : 1-2/LBP Lekosit : 4-8/LBP Epitel : Positif Silinder : Negatif Kristal : Negatif Bakteri : Negatif



3.5 Resume Seorang pasien laki-laki a/n EE berusia 55 tahun datang ke RSUD Amri Tambunan dengan



58 keluhan sesak nafas yang berat dialami selama 2 hari ini terus menerus. Sesak juga di alami Ketika tidur dimalam hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada selama 1 hari ini, lemas 1 hari ini, dan kedua kaki bengkak dialami sebulan.



Pasien juga mengeluhkan kesulitan BAK dan BAB. Pasien



mengatakan perut dan kedua paha terasa keras. Keluhan tambahan yang dimiliki pasien ini ialah nyeri pada punggung belakang dan terasa pegal.



3.6 Diagnosa CHF ec Regurgitasi Aorta Berat 3.7 Tatalaksana



       



3way Inj Furosemid 20mp/6jam ISDN (KLP) Sepironolaktone 1x25mg Bisoprolol 1x2,5mg Farmasal 1x100mg Inj Easprimer 1fls Noerd 3x2 tab



3.8 Kesimpulan Telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik terhadap pasien A/N Effendy dengan diagnosis Regurgitasi Aorta. Secara umum data yang didapat berasal dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.



Referensi



59



1.



Mazurek JA, Jessup M. Understaning Heart Failure. Card Electrophysiol Clin 7 (2015)



557–575. 2.



Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of



heart failure: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association task force on practice guidelines. J Am Coll Cardiol 2013;62(16):e155. 3.



Panggabean. M. Buku Ilmu Penyakit Dalam: Gagal Jantung. Volume2. Jakarta: 2019



4.



Kemenkes Ri. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Published Online 2018:148.



5.



Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. 2018. Diakses pada 2



September 2020 6.



Lily I, Leonard S. LILY Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition.



7.



Lily LS. Pathophysiology of Heart Disease: 5th Ed. Lippincott William & Wilkins. 2011



8.



Zipes, Libby, Bonow, et al. Braunwald’s Heart Disease; 11th Ed. Elsevier. 2019



9.



Malik A, Brito D, Vaqar S, et al. Congestive Heart Failure. [Updated 2021 Nov 2]. In:



StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2022. 10. PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung 2020. 2nd ed. Perhimpun Dr Spes Kardiovask Indones 2020. 2020;6(11):951-952 11. Franklin RB. Current Cardiology. Vol 146.; 1981. doi:10.1093/milmed/146.6.409a