Laporan Kasus CHF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus



Seorang laki-laki, 57 tahun, datang dengan sesak hebat 1 jam SMRS



Disusun oleh Fajar Ahmad Prasetya, S. Ked



04054821517080



Robby Juniadha, S. Ked.



04084821517042



Al Hafizh Utama,S.Ked.



04084821517064



Niken Kasati,S.Ked.



04084821517071



Pembimbing dr. H. Masdianto Musai, SpPD, KAI, FINASIM



BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PALEMBANG BARI UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015 Halaman Pengesahan



Laporan Kasus Seorang laki-laki, 57 tahun, datang dengan sesak hebat 1 jam SMRS Oleh Fajar Ahmad Prasetya, S. Ked



04054821517080



Robby Juniadha, S. Ked.



04084821517042



Al Hafizh Utama,S.Ked.



04084821517064



Niken Kasati,S.Ked.



04084821517071



Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang / Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.



Palembang, Oktober 2015 Pembimbing



dr. H. Masdianto Musai, SpPD, KAI, FINASIM



2



KATA PENGANTAR



Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Congestive Heart Failure et causa Hypertension Heart Disease. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. H. Masdianto Musai, SpPD, KAI, FINASIM, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, aamiin.



Palembang, Oktober 2015



Penulis



3



BAB I PENDAHULUAN Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% lakilaki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda–tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidu Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) yaitu ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.1 Untuk itu diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai gagal jantung kongestif ini. Itulah sebabnya, kasus ini perlu diangkat untuk dipelajari.



4



BAB II LAPORAN KASUS I.



IDENTIFIKASI



Nama



:



Tn.DBS



Umur



:



57 Tahun



Jenis kelamin :



Laki-laki



Alamat



:



Plaju



Status



:



Menikah



Pekerjaan



:



Swasta



Pendidikan



:



SD



Agama



:



Islam



MRS Tanggal :



10 Oktober 2015



No. R. Medik :



507332



Ruang



PDL laki-laki



II.



:



ANAMNESIS



(Auto dan Alloanamnesis) pada tanggal 10 Oktober 2015



Keluhan utama Sesak hebat sejak ± 1 jam SMRS. Riwayat Perjalan Penyakit Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh kaki bengkak pada kedua tungkai, bengkak pertama kali timbul di tungkai. Bengkak tidak bertambah saat aktivitas, bengkak tidak berkurang pada saat istirahat. Os juga mengeluh sesak napas hebat tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, bertambah hebat saat aktivitas seperti berjalan 50 m, sesak berkurang saat istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada terus menerus tidak berdahak, demam 5



disangkal, sembab di kemaluan ada, BAK dan BAB normal, Os lalu berobat ke RS Bari, dan dirawat 2 minggu. Sejak 1 jam SMRS, os mengeluh sesak bertambah hebat, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, bertambah berat saat aktivitas seperti berjalan 10 m, sesak tidak berkurang saat istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada tidak berdahak, keringat dingin disangkal, mual muntah disangkal, demam disangkal, sembab di kaluan ada, bengkak di kedua tungkai ada, bengkak pertama kali timbul di tungkai, asites ada, os lalu berobat ke RS Bari.



Riwayat Penyakit Dahulu 



Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.







Riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu







Riwayat kencing manis disangkal







Riwayat asma disangkal







Riwayat sakit ginjal disangkal







Riwayat Penyakit serupa dalam keluarga disangkal



III.



PEMERIKSAAN FISIK



Keadaan Umum



:



Tampak sakit sedang



Kesadaran



:



Compos Mentis



Tekanan Darah



:



150/100 mmHg



Nadi



:



96 x/m regular, isi dan tegangan cukup



Temperatur



:



36.8 ºC



RR



:



34 x/m, tipe thorakoabdominal



Berat Badan



:



56 kg



Tinggi Badan



:



156 cm



IMT



:



56/(1.56)2 = 23,3 6



Keadaan Spesifik Kulit Warna sawo matang, efloresensi tidak ada, scar tidak ada, pigmentasi dalam batas normal, ikterus pada kulit tidak ada, temperatur kulit normal, keringat umum tidak ada, keringat setempat tidak ada, pucat pada telapak tangan dan kaki tidak ada, sianosis tidak ada, dan lapisan lemak cukup. Kelenjar Getah Bening Kelenjar getah bening submandibular, leher, axilla, dan inguinal tidak ada pembesaran, dan nyeri tekan tidak ada. Kepala Bentuk normal, simetris, rambut rontok ada, deformitas tidak ada, perdarahan temporal tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada. Mata Eksopthalmus dan Endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra kedua mata pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor, refleks cahaya baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada, gerakan bola mata ke segala arah, dan simetris, lapangan penglihatan baik. Hidung Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik. Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan dan perdarahan. Pernapasan cuping hidung tidak ada. Telinga Tophi tidak ada, pada liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan pada processus mastoideus tidak ada, selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran baik. Mulut Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, bau pernapasan yang khas tidak ada.



Leher Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5+2) cm H2O, hipertrofi m. sternocleidomastoideus tidak ada.



7



Dada Bentuk thoraks normal. Tidak terdapat barrel chest, sela iga melebar tidak ada, retraksi dinding thoraks tidak ada, ginekomastia tidak ada, tidak ditemukan venektasi, dan spider nevi. Paru-paru 



Inspeksi



:



Statis dandinamis simetris kanan-kiri.







Palpasi



:



Stemfremitus kanan=kiri







Perkusi



:



Sonor di kedua lapangan paru







Auskultasi



:



Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di kedua basal paru, wheezing (-)



Jantung 



Inspeksi



:



Ictus cordis tidak terlihat







Palpasi



:



Ictus cordis tidak teraba







Perkusi



:



Batas atas jantung ICS II, kanan 1 jari lateral linea parasternalis dextra,







Auskultasi



kiri linea axillaris anterior sinistra



:



HR: 96x/m, BJ I dan II normal, murmur (+) sistolik, grade 4/6 pada katup pulmonal, gallop (-)



Abdomen 



Inspeksi



:



Cembung







Palpasi



:



Lemas, Nyeri Tekan (-) Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, Lien sulit dinilai, Undulasi (-)







Perkusi



:



Shifting Dullness (+)







Auskultasi



:



Bising Usus (+) Normal



Ekstremitas Atas Kedua ekstremitas atas tampak pucat tidak ada, palmar eritema tidak ada, nyeri otot dan sendi tidak ada, gerakan kesegala arah, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks



8



patologis tidak ada, jari tabuh tidak ada, eutoni, eutropi, tremor tidak ada, edema ada pada kedua lengan dan tangan tidak ada.



Ekstremitas Bawah Kedua ekstremitas bawah tidak tampak pucat, nyeri otot dan sendi tidak ada, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, eutoni, eutrophi, varices tidak dijumpai, jaringan parut tidak ada, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak ada, turgor cukup, edema pretibial ada. Genitalia Tidak diperiksa.



IV.



PEMERIKSAAN PENUNJANG



Pemeriksaan Laboratorium Hematologi (10 Oktober 2015) 



Hb



:



10,6 g/dl (normal : 11 – 15 g/dl)







RBC



:



3,46 * 106 /mm3 (normal : 4,20 – 4,87 /mm3)







Leukosit



:



6100 / mm3 (normal : 4000-10000/mm3)







Trombosit



:



256.000/mm3 (normal : 150.000-500.000/mm3)



Kimia Klinik (10 Oktober 2015) 



BSS



:



124 mg/dl







SGOT



:



29 U/L (normal : 0-32 U/L)







SGPT



:



11 U/L (normal : 0-31U/L)



Ginjal (10 Oktober 2015) 



Ureum



:



39 mg/dL (normal : 16,6-48,5 mg/dL )







Kreatinin



:



0,78mg/dL (normal : 0,50-0,90 mg/dL )







Glukosa



:



negatif 9



Elektrokardiograf (10 Oktober 2015)



Kesan : 10



Sinus rhytm with occasional, premature ventricular complexes, posible left atrial enlargement, prolonged QT, abnormal ECG



Rontgen Thorax PA (11 Oktober 2015) 1. Kondisi foto baik 2. Simetris kanan = kiri 3. Trakhea di tengah 4. Tulang-tulang baik 5. Sela iga tidak melebar 6. CTR > 50% 7. Sudut costophrenicus kanan dan kiri tumpul. 8. Parenkim paru : corakan vaskuler normal. Kesan : Kardiomegali dan efusi pelura bilateral.



V.



RESUME



Keluhan utama Sesak hebat sejak ± 1 jam SMRS. Riwayat Perjalan Penyakit Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh kaki bengkak pada kedua tungkai, bengkak pertama kali timbul di tungkai. Bengkak tidak bertambah saat aktivitas, bengkak tidak berkurang pada saat istirahat. Os juga mengeluh sesak napas hebat tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, bertambah hebat saat aktivitas seperti berjalan 50 m, sesak berkurang saat istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada terus menerus tidak berdahak, demam disangkal, sembab di kemaluan ada, BAK dan BAB normal, Os lalu berobat ke RS Bari, dan dirawat 2 minggu. Sejak 1 jam SMRS, os mengeluh sesak bertambah hebat, tidak dipengaruhi cuaca dan emosi, bertambah berat saat aktivitas seperti berjalan 10 m, sesak tidak berkurang saat istirahat, tidak ada mengi, os tidur dengan 3 bantal tersusun, sering terbangun malam hari 11



karena sesak, tidak ada nyeri dada, batuk ada tidak berdahak, keringat dingin disangkal, mual muntah disangkal, demam disangkal, sembab di kaluan ada, bengkak di kedua tungkai ada, bengkak pertama kali timbul di tungkai, asites ada, os lalu berobat ke RS Bari. Os menyangkal ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya, darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat penyakit ginjal disangkal, dan os juga menyangkal keluhan yang sama muncul pada keluarga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 140/100 mmHg, nadi 96 x/m reguler isi dan tegangancukup, frekuensi pernapasan 34 x/m, dan suhu 36.7ºC. Pada pemeriksaan JVP ditemukan hasil peningkatan, 5+2 cmH2O. Pada pemeriksaan paru ditemukan adanya ronkhi basah halus di kedua basal paru dan pada pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung membesar yaitu batas jantung kanan 1 jari lateral LPS dekstra, kiri pada linea axillaris anterior sinistra. Pada auskultasi ditemukan murmur sistolik grade 4/6. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan pada inspeksi tampak cembung, pada palpasi ditemukan hepar membesar, teraba 1 jari dibawah arcus costae. Lien tidak teraba, pada perkusi ditemukan adanya shifting dullness. Pada pemeriksaan ekstremitas tampak adanya edema pretibial. Skor Farmingham untuk pasien ini : Kriteria Mayor : 



Paroxysmal nocturnal dyspneu (+)







Distensi vena leher (+)







Ronkhi paru (+)







Kardiomegali (+)







Edema paru akut (+)







Gallop S3 (-)







Peninggian tekanan vena jugularis (+)







Refluks hepatojugular (-)



12



Kriteria Minor 



Edema ekstremitas (+)







Batuk malam hari (+)







Dispneu d’effort (+)







Hepatomegali (+)







Efusi pleura (-)







Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal (-)







Takikardi (>120 x/menit) (-)



VI.



DIAGNOSIS KERJA SEMENTARA CHF NYHA IV e.c HHD + Hipertensi stage II



VII.



VIII.



DIAGNOSIS BANDING 



CHF NYHA IV e.c ASHD + hipertensi stage II







CHF NYHA IV e.c RHD + hipertensi stage II



PENATALAKSANAAN



Non Farmakologis -



Istirahat ½ duduk, Bed rest



-



Diet Jantung II



-



O2 3 L/menit



-



Edukasi



Farmakologis 13



IX.



-



IVFD RL gtt X/menit mikro



-



Injeksi Furosemid 1 x 20 mg (iv)



-



Captopril 2 x 12.5 mg



-



Laxadine syr 3 x 1 c



-



Spironolakton 1 x 25 mg



RENCANA PEMERIKSAAN



X.



-



Echocardiograhy



-



Pemeriksaan enzim jantung (CK MB, CK NAC, Troponin T)



PROGNOSIS 



Quo ad vitam : dubia







Quo ad functionam : dubia ad malam



14



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI Gagal jantung adalah Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen..



Gambar 1. Gambaran CHF



Beberapa istilah dalam gagal jantung : 1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik: Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif. 2. Low Output dan High Output Heart Failure



15



Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –V, beri-beri, dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan. 3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF) Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda. 4. Gagal Jantung Akut dan Kronik Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tibatiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik. Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung.2



3.2 ETIOLOGI



16



Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paruparu dan emboli paru. Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid.2



3.3 PATOFISIOLOGI Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron,



dan



hipertrofi



ventrikel.



Mekanisme



ini



mungkin



memadai



untuk



mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif. 1



Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis : Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla 17



adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan



jantung. Selain itu juga terjadi



vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk



mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.



Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap 2



kerja ventrikel. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron : Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut: 



Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus







Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus







Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI







Konversi angotensin I menjadi angiotensin II







Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.







Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.



Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. 3



Hipertrofi ventrikel Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel. 18



Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.3



Gambar 2. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.



3.4 MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang 19



lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit. Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen. 



Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.







Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.







Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.







Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.







Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami 20



bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi. 



Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.







Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus.







Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mulamula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.







Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.







Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.3-5



3.5 DIAGNOSIS Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. Kriteria Diagnosis : Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 21



Kriteria Major : 1. Paroksismal nokturnal dispnea 2. Distensi vena leher 3. Ronki paru 4. Kardiomegali 5. Edema paru akut 6. Gallop S3 7. Peninggian tekana vena jugularis 8. Refluks hepatojugular Kriteria Minor : 1. Edema eksremitas 2. Batuk malam hari 3. Dispnea d’effort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal 7. Takikardi(>120/menit) Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2 kriteria minor. Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain:



22







NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.







NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.







NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.







NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.2,6,7



3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan. 1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid. 2. Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 3. Radiologi :



23



Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran



jantung dan



bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.



4. Penilaian fungsi LV : Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna ( 16 cm H2O dan refluks hepatojugular. Sedangkan yang termasuk kriteria minor yakni : edema pergelangan kaki, batuk pada malam hari, dispneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, kapisitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum dan takikardi (>120x/menit). Sedangkan pada pemeriksaan penunjang, dari hasil pemeriksaan fotorontgen toraks dapat mengarah ke kardiomegali dengan corakan bronkovaskuler yang meningkat. Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak dipengaruhi oleh aktifitas, pasien juga sering terbangun pada malam hari karena sesak, selain itu pasien juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan lain seperti 28



sakit kepala, mual, muntah, bengkak pada kelopak mata mendukung bahwa sesak yang dialami oleh pasien berhubungan dengan jantung bukan dari organ yang lain. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya perut yang membesar. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg. didapatkan pula adanya peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah halus (RBH) pada kedua basal paru, adanya pelebaran, batas jantung, serta adanya ascites. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria framingham sudah terpenuhi. selain itu berdasarkan JNC 7 os menderita hipertensi stage II Terapi utama yang diberikan adalah furosemid 1x 20 mg, pemberian diuretika ini bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan, di paru dan ascites yang ada pada pasien ini. dan untuk mengurangi beban awal jantung tanpa mengurangi curah jantung. Selain itu diberikan pulas captopril 2 x 12,5 mg guna menatalaksana hipertensinya.



29



DAFTAR PUSTAKA 1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org 2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7. 3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1638-45. 4. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia, Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology. American Journal of Gastroenterology. 5. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5. 6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8. 7. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5. 8. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. h. 83-6.



30