Laporan Kasus Dementia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS PSIKIATRI DEMENSIA



DISUSUN OLEH dr. Martiana Helena M. Wio Periode Internship: 16 Oktober 2018- 16 Oktober 2019



PENDAMPING dr. Sarlly Veronica



DOKTER INTERNSIP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ANUNTALOKO PARIGI PARIGI MOUTONG 2019



LEMBAR PENGESAHAN



Nama Peserta



: dr. Martiana Helena M. Wio



Wahana



: RSUD Anuntaloko Parigi



Bidang



: Psikiatri



Judul Laporan Kasus



: Demensia



Tanggal Presentasi



:



Mengetahui :



Pendamping



dr. Sarlly Veronica



1



BAB I LAPORAN KASUS I.



II.



IDENTITAS PASIEN Nama



: Tn. T



Tanggal lahir



: 24 Agustus 1950 (69 tahun)



Jenis Kelamin



: Laki-laki



No RM



: 086260



Alamat



: Bondoyong



Status pernikahan



: Menikah



Pendidikan terakhir



: SMA



Pekerjaan



: Pensiunan



Agama



: Kristen



Tanggal masuk RS



: 27 Maret 2019



RIWAYAT PSIKIATRI Anamnesis (dilakukan secara alloanamnesis 27 Maret 2019) Keluhan Utama : Sulit tidur A. Sebab dibawa ke Rumah Sakit Pasien sulit tidur B. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit Anuntaloko Parigi karena sulit tidur. Hal ini dialami sejak ± 3 minggu SMRS. Menurut keluarga, pasien sulit untuk memulai tidur dan selalu terbangun tengah malam ketika tidur. Keluarga juga merasa emosi pasien sulit dikontrol, pasien sering marahmarah tanpa alasan yang jelas. Keluarga juga mengatakan bahwa pasien mulai lupa dengan anggota keluarganya. Pasien juga mengalami kesulitan bicara dan sulit untuk mengurus dirinya sendiri. Setiap diberi makan oleh istrinya, pasien pasti akan menghamburkan makanannya sendiri seperti anak kecil, pasien juga harus dimandikan setiap hari oleh istrinya, karena bila pasien mandi sendiri, pasien hanya akan bermain air. Pasien juga sering buang air besar dan buang air kecil di sembarang tempat. Perubahan perilaku ini diakui keluarga terjadi secara mendadak 3 minggu setelah pasien dirawat di Rumah 2



Sakit Anuntaloko Parigi karena stroke. Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Anuntaloko Parigi pada tahun 2010 karena stroke dan membaik setelah 1 minggu perawatan. Keluarga mengatakan bahwa setelah serangan stroke yang kedua, kondisi pasien masih baik dan tidak ada perubahan perilaku seperti sekarang ini.



Tiga minggu setelah stroke, pasien mulai sulit tidur, marah, dan terjadi perubahan perilaku.



Tingkat Keparahan Gangguan



Waktu



Pasien mengalami stroke yang kedua pada tahun 2019



Pasien pertama kali mengalami stroke di tahun 2010.



3



C. Riwayat Gangguan Sebelumnya 1. Riwayat Psikiatri Pasien tidak pernah mengalami gangguan psikiatri sebelumnya. Pasien juga tidak pernah mengalami perubahan mood yang mencolok. Riwayat gangguan bipolar atau skizofren disangkal. 2. Riwayat Medis Pasien pernah mengalami stroke pada tahun 2010 dan berulang kembali di tahun 2019, tiga minggu sebelum berobat ke dokter Spesialis Jiwa. 3. Riwayat Penyalahgunaan Zat Tidak ada



D. Riwayat Kehidupan Pribadi 1. Masa Prenatal dan Perinatal Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang direncanakan dan diinginkan oleh orangtuanya. Pasien lahir spontan, ditolong bidan. Pasien lahir dalam keadaan sehat dan langsung menangis. Riwayat komplikasi kelahiran, trauma, dan cacat bawaan disangkal. 2. Masa Kanak Awal (0–3 tahun) Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Riwayat pemberian ASI dan perkembangan (merangkak, berjalan, berbicara) sesuai umur. 3. Masa Kanak Pertengahan (3–11 tahun ) Pasien senang bermain dengan teman-temannya di sekolah maupun di dekat rumahnya. Pasien dirawat dan dibesarkan oleh kedua orangtuanya. 4. Masa Kanak Akhir ( Pubertas dan Remaja ) Pasien melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat SMA. Pasien tumbuh dan berkembang sewajarnya.



4



5. Masa Dewasa a.



Riwayat Pendidikan Pasien menjalani pendidikan hingga bangku pendidikan SD. Pasien mengawali kegiatan sekolah saat berusia 6 tahun. Pasien menyelesaikan pendidikan SD selama 6 tahun tanpa kendala yang berarti. Setelah itu pasien tidak melanjutkan sekolahnya karena faktor biaya.



b. Riwayat Pekerjaan Pasien pernah bekerja di perusahaan. c. Riwayat Keagamaan Pasien beragama Kristen, pasien taat melaksanakan ibadah. d. Kehidupan Perkawinan Kehidupan rumah tangga pasien dengan istrinya baik. e. Riwayat Militer Belum pernah ikut militer. f. Riwayat Pelanggaran Hukum Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum. g. Riwayat Sosial Sebelum sakit pasien sering bergaul dan bersosialisasi dengan tetangga. h. Situasi Hidup Sekarang Pasien tinggal bersama istri, anak, dan cucu. Pasien saat ini berkebun, sedangkan istri adalah seorang ibu rumah tangga. Anak-anak dan cucu pasien sering datang dan menjenguk ke rumah



5



6. Riwayat Psikoseksual Pasien sejak kecil diasuh sebagai laki-laki. Pasien menikah saat umur 30 tahun, menikah selama 39 tahun. Hubungan dengan istri baik. 7. Riwayat Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang menderita gangguan jiwa. E. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya Tidak dapat dinilai karena pasien tidak menjawab pertanyaan dokter.



III.



STATUS MENTAL (Pemeriksaan tanggal 15 Januari 2018) A. Deskripsi Umum : 1. Penampilan : Tampak seorang laki-laki memakai kemeja kotak-kotak berwarna biru muda dan celana panjang warna putih. Penampakan rapi dan terawat. Wajah sesuai umur. 2. Kesadaran: Sadar penuh 3. Perilaku dan aktivitas psikomotor: Gelisah 4. Pembicaraan: Tidak banyak bicara, bicara tidak nyambung 5. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif



B. Keadaan Afektif : 1. Mood



: Sulit dinilai



2. Afek



: Hipotimia



3. Keserasian : Tidak dapat dinilai 4. Empati



: Tidak dapat dirabarasakan.



C. Fungsi Intelektual 1.



Taraf pendidikan, pengetahuan, dan kecerdasan: Tidak dapat dinilai



2.



Daya konsentrasi: Baik



3.



Orientasi



:



 Waktu



: Baik



 Tempat



: Baik



 Orang



: Baik



6



4.



Daya ingat :  Jangka Panjang



: Tidak baik



 Jangka Sedang



: Tidak baik



 Jangka Pendek



: Baik



 Jangka Segera



: Baik



5.



Pikiran Abstrak



: Tidak dinilai



6.



Bakat kreatif : Tidak ada



7.



Kemampuan menolong diri sendiri : Kurang



D. Gangguan Persepsi 1.



Halusinasi



: Tidak ada



2.



Ilusi



: Tidak ada



3.



Depersonalisasi



: Tidak ada



4.



Derelisasi



: Tidak ada



E. Proses Berfikir 1.



Arus berfikir Produktivitas: Tidak dapat dinilai Kontinuitas : Asosiasi longgar, irrelevan



2.



Isi pikiran Gangguan isi pikir : Tidak ada



F. Pengendalian Impuls Terganggu



G. Daya Nilai 1.



Norma sosial



: Terganggu



2.



Uji daya nilai



: Sulit dinilai



3.



Penilaian realitas



: Terganggu



H. Tilikan Tidak dapat dinilai



7



I.



Taraf dapat dipercaya Tidak dapat dinilai



IV.



PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT A. Status Internus Kesadaran



: Compos Mentis



Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi



: 98x/ menit



Suhu



: 36,8 oC



Pernafasan



: 20 x/ menit



Kulit



: Kuning langsat, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, efloresensi primer/sekunder (-)



Kepala



: Normocephal, rambut warna putih, distribusi merata



Mata



: Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-



Hidung



: Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-), sekret -/-



Telinga



: Sekret -/-, membran timpani intak +/+, nyeri tekan -/-.



Mulut



: Bibir kecoklatan, agak kering, sianosis (-), trismus (-),



Lidah



: Normoglossia, warna merah muda, lidah kotor (-).



Gigi geligi



: dalam batas normal



Uvula



: Letak di tengah, hiperemis (-)



Tonsil



: T1/T1, tidak hiperemis



Tenggorokan



: Faring tidak hiperemis



Leher



: Pembesaran KGB (-)



Thorax  Paru Inspeksi



: Bentuk dada normal, simetris, retraksi (-).



Palpasi



: Vocal fremitus simetris



Perkusi



: Sonor pada semua lapangan paru



Auskultasi



: Suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru



8



 Jantung Inspeksi



: Ictus cordis tidak tampak



Palpasi



: Ictus cordis tidak teraba



Perkusi



: Tidak dilakukan



Auskultasi



: S1 – S2 reguler, murmur (-), gallop (–)



Abdomen Inspeksi



: Bentuk datar, tampak combutio



Auskultasi



: Bising usus (+)



Perkusi



: Timpani pada keempat kuadran abdomen, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)



Palpasi



: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, balotemen (-)



Ekstremitas -Atas



: Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)



-Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-) Genitalia



: Tidak diperiksa karena tidak ada indikasi.



B. Status Neurologis 1. Saraf kranial (I-XII)



: Sulit dinilai



2. Tanda rangsang meningeal



: Tidak dilakukan



3. Refleks fisiologis



: (+) normal



4. Refleks patologis



: Tidak ada



5. Motorik



: Sulit dinilai



6. Sensorik



: Sulit dinilai



7. Fungsi luhur



: Sulit dinilai



8. Gangguan khusus



: Tidak ada



9. Gejala EPS



: Akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas



(+),



tonus otot (N), tremor (+), distonia



(-),



disdiadokokinesis (-)



9



V.



IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Seorang laki-laki berusia 69 tahun dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit Anuntaloko Parigi karena sulit tidur. Hal ini dialami sejak ± 3 minggu SMRS. Menurut keluarga, pasien sulit untuk memulai tidur dan selalu terbangun tengah malam ketika tidur. Keluarga juga merasa emosi pasien sulit dikontrol, pasien sering marah-marah tanpa alasan yang jelas. Keluarga juga mengatakan bahwa pasien mulai lupa dengan anggota keluarganya. Pasien juga mengalami kesulitan bicara dan sulit untuk mengurus dirinya sendiri. Setiap diberi makan oleh istrinya, pasien pasti akan menghamburkan makanannya sendiri seperti anak kecil, pasien juga harus dimandikan setiap hari oleh istrinya, karena bila pasien mandi sendiri, pasien hanya akan bermain air. Pasien juga sering buang air besar dan buang air kecil di sembarang tempat. Perubahan perilaku ini diakui keluarga terjadi secara mendadak 3 minggu setelah pasien dirawat di Rumah Sakit Anuntaloko Parigi karena stroke. Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Anuntaloko Parigi pada tahun 2010 karena stroke dan membaik setelah 1 minggu perawatan. Keluarga mengatakan bahwa setelah serangan stroke yang kedua, kondisi pasien masih baik dan tidak ada perubahan perilaku seperti sekarang ini. Tidak ditemukan gangguan selama masa prenatal hingga dewasa. Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan perubahan perilaku berupa bicara tidak nyambung, lebih banyak diam ketika ditanya, jarang merespon pertanyaan, gelisah, tidak bias duduk diam berlama-lama. Pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan fungsi intelektual sulit dinilai karena pasien kurang kooperatif.



10



11



VI.



EVALUASI MULTIAKSIAL A. Aksis I Berdasarkan alloananmnesa dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala klinik bermakna yaitu kesulitan memulai tidur, sering terbangun tengah malam, sering marah tanpa alasan yang jelas, lupa dengan anggota keluarga, kesulitan bicara, dan sulit untuk mengurus dirinya sendiri. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya, keluarganya dan lingkungannya serta adanya hendaya (dissability) pada fungsi sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan jiwa. Pada riwayat penyakit sebelumnya ditemukan adanya riwayat penyakit stroke. Riwayat penyakit stroke ini diduga menjadi pemicu timbulnya gangguan pada pasien, sehingga dapat didiagnosa Gangguan mental organik. B. Aksis II Ciri kepribadian tidak khas C. Aksis III Ciri kepribadian tidak khas D. Aksis IV Stressor tidak jelas E. Aksis V GAF scale 50-41 (gejala berat/serius, disabilitas berat)



12



VII.



DAFTAR MASALAH A. Organobiologik: Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikofarmakoterapi. B. Psikologik: Tidak ditemukan hendaya maka pasien tidak memerlukan psikofarmasi. C. Sosiologi: Ditemukan hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang maka pasien membutuhkan sosioterapi.



VIII.



DIAGNOSIS Demensia



IX.



Rencana Terapi 1. Haloperidol 1,5 mg 2. Trihexiphenidyl 1 mg



Capsul 2x1



3. Lorazepam 0,5 mg 1x1 tablet



X.



Prognosis Quo Ad Vitam



: dubia ad bonam



Quo Ad Fungsionam



: dubia ad bonam



Quo Ad Sanationam



: dubia ad bonam



13



14



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



DEFINISI Definisi lain yaitu menurut Perdossi, demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.4



EPIDEMIOLOGI Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang menggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas harian seseorang.5 Penyakit Alzheimer (AD) merupakan penyebab yang paling sering, ditemukan pada 50-60% pasien demensia; penderitanya diperkirakan berjumlah 35,6 juta di seluruh dunia (2010), yang akan meningkat mencapai 65,7 juta di tahun 2030,6 sehingga diantara penduduk usia lanjut dunia, penyakit Alzheimer diidap oleh setidaknya 5% populasi.7 Demensia vaskular merupakan jenis demensia terbanyak ke-2 setelah demensia Alzheimer, dengan angka kejadian 47% dari populasi demensia secara keseluruhan. Sisanya disebabkan demensia lainnya.



KLASIFIKASI Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit:8 a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia AIDS, dan sebagainya. b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan sejenisnya. c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick 15



Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang reversibel dan irreversibel (tabel). Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal.9 Ciri



Demensia Kortikal



Demensia Subkortikal



Penampilan



Siaga, sehat



Abnormal, lemah



Aktivitas



Normal



Lamban



Sikap



Lurus, tegak



Bongkok, distonik



Cara berjalan



Normal



Ataksia, festinasi, seolah berdansa



Gerakan



Normal



Tremor, khorea, dyskinesia



Output verbal



Normal



Disatria, hipofonik, volum suara lemah



Berbahasa



Abnormal, parafasia,



Normal



anomia Kognisi



Memori



Kemampuan visuo-spasial



Keadaan emosi



Abnormal (tidak mampu



Tak terpelihara



memanipulasi pengetahuan)



(dilapidated)



Abnormal (gangguan



Pelupa (gangguan



belajar)



retrieval)



Abnormal (gangguan



Tidak cekatan (gangguan



konstruksi)



gerakan)



Abnormal (tak



Abnormal (kurang



memperdulikan, tak



dorongan drive)



menyadari) Contoh



Penyakit Alzheimer, Pick



Progressive Supranuclear Palsy, Parkinson, Penyakit Wilson, Huntington.



Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang irreversible.9 Primer degenerative -



Penyakit Alzheimer 16



-



Penyakit Pick



-



Penyakit Huntington



-



Penyakit Parkinson



-



Degenerasi olivopontocerebellar



-



Progressive Supranuclear Palsy



-



Degenerasi cortical-basal ganglionic



Infeksi -



Penyakit Creutzfeldt-Jakob



-



Sub-acute sclerosing panencephalitis



-



Progressive multifocal leukoencephalopathy



Metabolik -



Metachromatic leukodyntrophy



-



Penyakit Kuf



-



Gangliosidoses Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat reversible.10



Obat-obatan



anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); antikonvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi (Clonidine, Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol, Phenothiazine); dll (mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).



Metabolik-gangguan



gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-hiperglikemia;



sistemik



anemia berat; polisitemia vera; hiperlipidemia; gagal hepar; uremia; insufisiensi pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal, atau paratiroid; disfungsi kardiak; degenerasi hepatolenticular.



Gangguan intrakranial



insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau encephalitis chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor, abscess, hematoma subdural, multiple sclerosis, normal pressure hydrocephalus.



Keadaan defisiensi



vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).



Gangguan collagen-



systemic lupus erythematosus, temporal arteritis,



vascular



sarcoidosis, syndrome Behcet. 17



Intoksikasi eksogen



alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene, trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic, thallium, manganese, nitrobenzene, anilines, bromide, hydrocarbons.



ETIOLOGI Demensia Alzheimer dan demensia vaskular merupakan demensia yang paling banyak kasusnya. Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.4 1. Demensia Alzheimer11,12,13 Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron secara progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan berpikir dan berbahasa, serta perubahan perilaku. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset. Faktor resiko penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab Alzheimer adalah: a. Usia Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penyakit Alzheimer, namun begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang pada semua usia. 96% diderita pada yang berusia 40 tahun keatas. b. Genetik Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer. c. Jenis kelamin Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. d. Pendidikan Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset manifestasi klinis.



18



Secara makroskopik, perubahan otak pada alzheimer melibatkan kerusakan berat pada neuron korteks dan hipokampus serta penimbunan amiloid pada pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologis (struktural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari dua ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenari soma (badan) dan/atau akson dan dendrit neuron. Dua ciri khas lesi tersebut yaitu kekusutan neurofibrilaris dan plak senile. Neurofibrillary Tangle merupakan suatu struktur intraseluler yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein "tau". Dalam sistem saraf pusat, protein "tau" sebagian besar sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitoskeleton sel neuron. Pada alzheimer ini, terjadi fosforilasi abnormal dari protein "tau" yang secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak lagi dapat terikat pada mikrotubulus secara bersamasama. Tau yang abnormal dapat terpuntir masuk ke filamen heliks ganda. Dengan kolapsnya sistem transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak ini yang salah satunya menyebabkan alzheimer. Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekursor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membran neuron yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh enzim protease yang salah satu fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang lengket dan berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer, gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran tersebut membeku 19



menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Selain itu, A-beta mengganggu hubungan interselular dan menurunkan respons pembuluh darah sehingga menyebabkan makin rentannya neuron-neuron terhadap stressor (missal iskemia). Kemungkinan lain adalah bahwa A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan rentannya neuron terhadap stressor. Perubahan biokimia dalam sistem saraf pusat adalah temuan mikroskopis khas lain yang ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia terdiri dari sejumlah besar akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang mana merupakan kunci neurotransmitter dalam fungsi kognitif yang kemudian pada penderita alzheimer ini terjadi penurunan pada neurotransmitter ini berhubung akson kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah satu obat-obatan yang bekerja berupa inhibitor kolinesterase yang bekerja menghambat enzim tersebut agar tidak mendegradasi asetilkolin sehingga tidak memperparah kondisi. 2. Demensia Vaskular12,13 Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan fungsi kognitif mulai dari yang ringan sampai paling berat dan tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol. Demensia vaskular diakibatkan oleh adanya penyakit pembuluh darah serebral. Adanya infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi, leukoaraiosis, infark komplit, dan perdarahan juga dapat menyebabkan timbulnya kelainan kognitif. Sindrom demensia yang terjadi pada demensia vaskular merupakan konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia, atau adanya perdarahan di otak. Tingkat prevalensi demensia adalah 9 kali lebih tinggi pada pasien yang telah mengalami stroke. Satu tahun setelah stroke, 25% pasien masuk dengan onset baru dari demensia. Prevalensi demensia vaskular akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan resiko terjadinya demensia vaskular pada laki-laki (khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya) sebesar 34,5% dan perempuan sebesar 19,4%. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak 20



arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh sebagai contohnya katup jantung. 3. Penyakit Pick14 Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku yang terjadi secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada lobus frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa dengan otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi intraneunoral yang disebut “badan Pick” yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada Alzheimer. Diagnostik penyakit demensia penyakit Pick: 



Adanya gejala demensia yang progresif.







Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, apatis, gelisah.







Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat.



4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob14,15 Suatu kelainan otak yang ditandai dengan penurunan fungsi mental yang cepat, disertai kelainan pergerakan, terutama menyerang usia dewasa diatas 50 tahun. Penyakit yang mirip terjadi pada domba dan sapi, jadi penularan bisa terjadi karena memakan jaringan hewan yang terinfeksi. Terjadi kerusakan jaringan otak oleh suatu organisme yang menyerupai virus (protein yang bisa ditularkan, yang disebut prion). Gejalanya ditandai dengan kemunduran mental yang cepat, biasanya dalam beberapa bulan. Meliputi perubahan kepribadian, depresi, kecemasan, demensia, penuruanan kemampuan intelektual, kesulitan berbicara dan menelan, serta gerakan tersentak-sentak yang tiba-tiba. 5. Penyakit Parkinson15 Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai dengan gejala: 



Disfungsi motorik.







Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan.







Lobus frontalis dan defisit daya ingat.







Depresi.



21



6. Penyakit Huntington15 Suatu penyakit yang diturunkan, dimana sentakan atau kejang dan hilangnya sel-sel otak secara bertahap mulai timbul pada usia pertengahan dan berkembang menjadi korea, atetosis serta kemunduran mental. Disebabkan oleh adanya degenerasi bagian otak pada ganglia basalis dan kortex serebral. Gejala muncul pada usia 35-40 tahun berupa demensia progresif, hipertonisitas mascular, gerakan koreiform yang aneh. 7. Human Immunodeficiency Virus (HIV)15 Adalah suatu infeksi oleh salah satu dari 2 jenis virus (retrovirus), yaitu HIV-1 atau HIV-2, yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit CD4+, dan menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. Gejala pada otak biasanya berupa hilangnya memori, kesulitan berpikir dan berkonsentrasi, demensia, lemas, tremor atau kesulitan berjalan. GAMBARAN KLINIK11,16 Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya. a. Gangguan memori Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan terhadap namanya sendiri. b. Gangguan orientasi Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. c. Gangguan bahasa 22



Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika penderita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya". d. Apraksia Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga. e. Agnosia Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam. f. Gangguan fungsi eksekutif Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca dingin. g. Perubahan Kepribadian Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan terhadap anggota keluarga dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/ membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah, keluyuran), dan 23



gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri individu). DIAGNOSIS4,17,18 Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis. a. Anamnesis Wawancara sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya, mendadak/progresif lambat dan adanya perubahan perilaku dan kepribadian. 



Riwayat kesehatan/medis umum Ditanyakan faktor resiko demensia, riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dab sifilis), gangguan endokrin (hiper/ hipotiroid), diabetes mellitus, neoplasma, penyakit



jantung,



penyakit



kolagen,



hipertensi,



hiperlipidemia,



dan



aterosklerosis. 



Riwayat neurologis Untuk mencari etiologi demensia seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma kapitis, infeki SSP, epilepsy, tumor serebri, dan hidrosefalus.







Riwayat gangguan kognitif Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang: gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat; gangguan berbahasa/ komunikasi (meliputi kelancaran, menyebut nama benda, maupun gangguan komprehensi); gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis dan visuospasial. Selain itu perlu ditanyakan mengenai aktivitas harian, di antaranya melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mepersiapkan keperluan harian, melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial.







Riwayat Gangguan Perilaku dan Kepribadian Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat 24



ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, miss-identifikasi, depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresivitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi. 



Riwayat Intoksikasi Adanya riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida, dan lem; alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis obat antidepresan dan antidepresan dan narkotik perlu diketahui pula.







Riwayat keluarga Adakah keluarga



yang mengalami demensia atau riwayat penyakit



serebrovaskular, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, Sindrom Down dan retardasi mental. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, neurologis dan neuropsikologis.  



Pemeriksaan fisik umum Terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagaimana yang dilakukan dalam praktek klinis. Pemeriksaan neurologis Adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal, misalnya: gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi, gangguan penglihatan,



pendengaran,



keseimbangan,



tonus



otot,



gerakan



abnormal/apraksia, dan adanya refleks patologis dan primitif. c. Pemeriksaan neuropsikologis Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial, dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan penapisan yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai efektivitas pengobatan, dan untuk menentukan progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kuurang dari 27, terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu pula dilakukan pemeriksaan aktivitas harian dengan pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL) dan Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, social, dan budaya.



25



d. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan otak, elektroenseflografi dan pemeriksaan genetika. 



Pemeriksaaan laboratorium Pemeriksaaan yang dianjurkan oleh American Academy of Neurology berupa pemeriksaan darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormone tiroid, dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis pada penderita dengan resiko tinggi. Pemeriksaa cairan otak dilakukan hanya atas indikasi.







Pemeriksaaan pencitraan otak Pemeriksaan ini berperan dalam menunjang diagnosis, menentukan beratnya penyakit, meupun prognosis.



Computerized Tomography (CT)- Scan atau Metabolic Resonance Imaging (MRI) dapat mendeteksi adanya kelainan structural, sedangkan Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission Tomography (SPECT) digunakan untuk mendeteksi pemeriksaan fungsional. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya: 



Gambaran normal sesuai dengan usia







Atrofi serebri umum







Perubahan pada pembuluh darah kecil yang tampak sebagai leukoensefalopati







Atrofi fokal terutama pada lobus temporal medial yang khas pada demensia Alzheimer







Infark serebri, perdarahan subdural, atau tumor otak



MRI dapat menunjukkan kelainan struktur hipokampus secara jelas & berguna untuk membedakan demensia Alzhimer dengan demensia vaskular pada stadium awal. 



Pemeriksaaan EEG EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut dapat ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks periodik.







Pemeriksaaan Genetika Pemeriksaan genetika belum merupakan pemeriksaan rutin, dalam penelitian dilakukan untuk mencari maka APOE, protein Tau, dll.



26



TATALAKSANA4 Penatalaksanaan farmakologis pada penderita dementia reversibel bertujuan untuk pengobatan kausal, misalnya pada hiper/ hipotiroidi, defisiensi vitamin B12, intoksikasi, gangguan nutrisi, infeksi dan ensefalopati metabolik. Progresifitas demensia vaskuler dapat dihentikan dengan pengobatan terhadap faktor resiko dan pengobatan simptomatis untuik substitusi defisit neurotransmitter. Namun hal ini tidak dapat menyembuhkan penderita. Pada demensia Alzheimer pengobatan bertujuan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan mempertahankan kualitas hidup. Beberapa golongan obat



yang



direkomendasikan, antara lain: a. Pengobatan simptomatis: Pengobatan dengan golongan penghambat asetilkoloinesterase (seperti donepezil hidroklorida, rivastigmin dan galantamin) bertujuan untuk mempertahankan jumlah asetilkolin yang produksinya menurun. Obat golongan NMDA seperti memantin dipasarkan di Indonesia saat ini. b. Pengobatan dengan disease modifiying agents: 



Obat golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)



Pada proses pembentukan senile plaque dan neurofibrillary tangle dapat diidentifikasi adanya elements of cell mediated immune response, sehingga pemakaian OAINS dapat mengurangi proses ini. 



Antioksidan



Antioksidan berfungsi menghambat oksidasi oleh radikal bebas yang berlebihan sehingga merusak sel neuron. Antioksidan ini terdapat pada sayuran dan buah-buahan, vitamin E, A, dan C. 



Neurotropik



Obat golongan ini merupakan derivate neurotransmitter GABA yang mempunyai efek fasilitasi neurotransmisi kolinergik dengan stimulasi sintesis dan pelepasan asetilkolin. 



Obat yang bekerja pada beta amiloid protein tau, dan presenilin Penatalaksanaan non-farmakologis ditujukan untuk keluarga, lingkungan, dan



penderita dengan tujuan: 



Menetapkan program aktivitas harian penderita







Orientasi realitas







Modifikasi perilaku 27







Memberikan informasi dan pelatihan yang benar pada keluarga, pengasuh dan penderita.







Mepertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi.



Program Harian Penderita: 



Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain- gym)







Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna, penyajian menarik dan praktis







Mencegah/ mengelola faktor resiko yang dapat memperberat penyakit, misalnya: hipertensi, gangguan vascular, diabetes, dan merokok.







Melaksanakan hobi dan aktivitas social sesuai dengan kemampuan







Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatian, dan Asosiasi)







Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan cahaya cukup



Orientasi realitas: 



Penderita diingatkan akan waktu dan tempat







Beri tanda khusus untuk tempat tertentu, misalnya kamar mandi







Pemberian stimulasi melalui latihan/ permainan, misalnya permainan monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dll. Hal ini member manfaat yang baik pada predemensia (Mild Cognitive Impairment)







Menciptakan lingkungan yang familiar, aman, dan tenang. Hindari keadaan yang membingungkan dan menimbulkan stress. Berikan keleluasaan bergerak.



PROGNOSIS Perkembangan demensia pada setiap orang berbeda. Demensia karena AIDS biasanya dimulai secara samar tetapi berkembang terus selama beberapa bulan atau tahun. Sedangkan demensia karena penyakit Creutzfeldt-Jakob biasanya menyebabkan demensia hebat dan seringkali terjadi kematian dalam waktu 1 tahun. Pada demensia stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi otak yang hamper menyeluruh. Penderita tidak mampu mengendalikan perilakunya, suasana hati sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan. Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.



28



PENCEGAHAN 



Jaga agar pikiran selalu aktif. Seperti teka-teki dan permainan kata, belajar bahasa, bermain alat music, membaca, menulis, melukis atau menggambar.







Aktif secara fisik dan sosial. Hal ini dapat menunda mulainya demensia dan juga mengurangi gejala.







Kejarlah pendidikan. Para peneliti berpendapat bahwa pendidikan dapat membantu seseorang mengembangkan jaringan sel saraf otak yang kuat yang mengkompensasi kerusakan sel saraf yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer.







Menurunkan kadar kolesterol, tekanan darah dan mengendalikan diabetes adalah upaya untuk mengurangi faktor resiko pada demensia vaskular.







Pola makan yang sehat. Studi menunjukan bahwa makanan yang kaya buah-buahan, sayuran dan omega-3 asam lemak, dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan resiko demensia.



29



DAFTAR PUSTAKA



1. Shirdev, E.B & Levey, D.A. 2004. Cross-Cultural Psychology, Critical Thinking and Contemporary Application, Boston: Pearson Education Inc 2. Schaie K.W. & Willis, S.L. 1991. Adult Development and Aging, New York: HarperCollins Publishers 3. Jefferies, K and Agrawal, N. 2009. Early-Onset Dementia. Jurnal of Continuing Professional Development. 15: 380-388. 4. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta: PERDOSSI. 5. Assosiasi



Alzheimer



Indonesia.



Konsensus



Nasional



Pengenalan



dan



Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Ed 1, Asosiasi Alzheimer Indonesia. Jakarta. 2003. 6. Alzheimer’s Disease International. World Alzheimer Report 2010 Executive Summary. London, 2010. 7. WHO. Active Ageing: a policy framework. Genveva: WHO, 2002. 8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533. 9. Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994: 67-69. 10. Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992: 194-195. 11. http://www.alzfdn.org/AboutAlzheimers/definition.html (Alzheimer’s Foundation of America). Diakses 08 Mei 2019. 12. H, Juebin. Dementia. Merck Manual Home Health Handbook. 2008. 13. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, ECG, Jakarta, 2006: 1134-1138. 14. Bird, Thomas D. Miller, Bruce L. 2006. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine: Alzheimer Disease and Other Dementias. McGrawHill. 30



15. Little, Ann A., Gomez-Hassan, Diana. 2010. Oxford American Handbook of Neurology: Dementia. New York: Oxfor University Press. 16. Duus, Peter. 2005. Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: ECG 17. Clark, David G., Cummings, Jeffrey. The Diagnosis and Management of Dementia. Los Angeles, ISN 148-4196. 18. Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGrawHillCompanies, Inc. Singapore.



31