LAPORAN KASUS Impetigo Krustosa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Impetigo Krustosa



DisusunOleh: Tommy 406162012



Pembimbing: dr. Silvi, Sp.KK



KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RS HUSADA, JAKARTA PERIODE 04 DESEMBER 2017 – 06 JANUARI 2018



HALAMAN PENGESAHAN Nama NIM Fakultas Tingkat Bagian Periode Pembimbing Diajukan



: Tommy : 406162012 : Kedokteran Universitas Tarumanagara : Program Studi Profesi Dokter (PSPD) : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : 4 Desember 2017- 6 Januari 2018 : dr. Silvi, Sp.KK : Desember 2017



Telah diperiksa dan disahkan tanggal:………………………………………………



Mengetahui, Kepala SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS Husada



dr. Hendrik Kunta Ajie, SpKK



Pembimbing



dr. Silvi, Sp.KK



BAB I KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. L



Umur



: 28 tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Alamat



: Mangga Dua Selatan Sawah Besar



Tgl / Jam Masuk



: 15 Desember 2017 / 11.00 WIB



Status Pekerjaan



: Ibu rumah tangga



Status Pernikahan



: Menikah



Agama



: Kristen



B. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 15 Desember 2017 pukul 11.00 WIB Keluhan Utama



:



Kerompeng pada kaki kanan disertai rasa gatal dan perih Keluhan Tambahan



:



Tidak ada Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien datang ke poli kulit RS Husada dengan keluhan kerompeng disertai gatal dan perih pada kaki sebelah kanan sejak 7 hari yang lalu. Pasien mengatakan awalnya hanya berupa bercak merah kecil pada kaki kanan, kemudian timbul bintil-bintil kemerahan yang disertai gatal di kaki kanan. 3 hari kemudian bintil tersebut makin meluas, kemudian pecah mengeluarkan cairan dan lama kelamaan timbul kerompeng berwarna kekuningan. Daerah tersebut menjadi perih jika tersentuh. Pasien sudah berobat ke klinik dan diberikan obat salep, namun keluhan tidak membaik. Pasien tidak memiliki riwayat alergi apapun. Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada



Riwayat pengobatan : Obat salep Riwayat Alergi : Tidak ada Riwayat Trauma : Disangkal



C. STATUS GENERALIS Keadaan Umum



: Tampak sakit ringan



Kesadaran



: Compos mentis



Tekanan Darah



: 110/80 mmHg



Nadi



: 82 x / menit, reguler



Pernapasan



: 22 x / menit, reguler



Suhu



: 36,5oC



Mata



: CA (-/-), SI (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan/kiri



Gigi dan mulut



: Karies gigi (-), mukosa mulut normal dan tidak hiperemis



THT



: Telinga:normotia, liang telinga lapang, serumen (-) Hidung: bentuk normal, mukosa hidung normal, sekret(-).



Kepala



Tenggorokan: faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 : Normocephali



Leher



: trakea di tengah, jejas (-)



Jantung



: dalam batas normal



Paru



: dalam batas normal



Abdomen



: dalam batas normal



Genitalia



: dalam batas normal



D. STATUS DERMATOLOGIKUS Regio



: Ekstensor pretibial dextra



Distribusi



: Lokalisata



Efloresensi Primer



: Plak



Warna



: Eritematosa



Batas



: Tegas



Ukuran



: Plakat



Efloresensi Sekunder



: Krusta kuning



Jumlah



: Soliter



Konfigurasi



: Tidak ada



Palpasi lesi



: Suhu pada lesi normal, kulit teraba kering dan perih



E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang F. RESUME Pasien datang ke poli kulit RS Husada dengan keluhan kerompeng disertai gatal dan perih pada kaki sebelah kanan sejak 7 hari yang lalu. Pasien mengatakan awalnya hanya berupa bercak merah kecil pada kaki kanan, kemudian timbul bintil-bintil kemerahan yang disertai gatal di kaki kanan. 3 hari kemudian bintil tersebut makin meluas, kemudian pecah mengeluarkan cairan dan lama kelamaan timbul kerompeng berwarna kekuningan. Daerah tersebut menjadi perih jika tersentuh. Pasien sudah berobat ke klinik dan diberikan obat salep, namun keluhan tidak membaik. Pasien tidak memiliki riwayat alergi apapun.



G. DIAGNOSIS Diagnosis Banding



: Ektima



Diagnosis Kerja



: Impetigo Krustosa



H. PENATALAKSANAAN



Non Medikamentosa 1. Edukasi kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi dan memotong kuku tangan yang panjang, karena dengan menggaruk akan memperparah lesi dan menimbulkan luka sehingga terjadi infeksi sekunder. 2. Jangan menggosok lesi dengan sabun karena berpotensi terjadi iritasi kulit. 3. Memperhatikan hiegene tubuh. Medikamentosa 1. Kompres terbuka larutan NaCl 0,9% 2. H2O2 3% 3. Gentian Violet 2% 4. Pirotop Cream 5. Antibiotik Sistemik : Cefditoren 200 mg tablet 2x1 I. PROGNOSIS Ad vitam



: Bonam



Ad functionam



: Bonam



Ad Sanationam



: Bonam



Ad kosmetikum



: Dubia ad bonam



J. PEMERIKSAAN LANJUTAN Melakukan kontrol kembali setelah 7 hari



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapat menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat di sekolah, tempat penitipan anak atau pada tempat dengan hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang padat penduduk1,2,3 Impetigo krustosa merupakan jenis infeksi piogenik yang paling banyak ditemukan di dunia (70% dari kasus impetigo).2,3,4Impetigo krustosa harus diobati secara cepat dan tepat karena dapat menyebabkan beberapa komplikasi terutama glomerulonefritis akut.5 Terapi antibiotik topikal merupakan pilihan pertama impetigo terutama bila lesi yang terbatas, tanpa gejala sistemik atau komplikasi sementara terapi sistemik dipertimbangkan bila diperlukan.1,5 1.2 DEFINISI Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus group A beta-hemolitikus (GABHS), atau kombinasi keduanya dan digambarkan dengan perubahan vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta mengering membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang mudah dilepaskan.1,5 1.3 ETIOLOGI Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus (Streptococcus pyogenes).Banyak penelitian yang menemukan 50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo krustosa adalah Streptococcus pyogenes.4,5,6 Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit impetigo krustosa2



1.4 PATOFISIOLOGI Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.6 Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder. Infeksi Primer Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.4 Infeksi sekunder Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur2,7. Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa2. Keluhan biasanya gatal dan nyeri4 Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitutukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak yang telah terinfeksi5. 1.5 GEJALA KLINIS Impetigo krustosa dapat terjadi dimana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul



tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.1,4,5,8 Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).1,4



Gambar 1. impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak1.



Gambar 2. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak4. 1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeniksaan sebagai berikut: a. Pemeriksaan Laboratorium 



Pewarnaan gram, Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan kuman coccus



gram positif berbentuk rantai atau kelompok. 



Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan ditemukan adanya Streptococcus. aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri sendiri.



b. Pemeriksaan Lain: 



Titer anti-streptolysin-O (ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan







Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri8,6



1.7 DIAGNOSIS Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.2,8 Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila pemeriksaan dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi kuman.Pada pemeriksaan serologi didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma streptococcus.Leukositosis ditemukan pada sebagian penderita impetigo krustosa. 2,8 1.8 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari: a. Dermatitis Atopik Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.3,9 b. Dermatitis Kontak Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan. 3 c. Herpes Simpleks Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati. 3,9 d. Ektima



Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis. 3 e. Gigitan serangga Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 3 1.9 PENATALAKSANAAN Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.3 1. Non medikamentosa 



Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9







Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena untuk mencegah infeksi. 9







Mengurangi kontak dekat dengan penderita 9







Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: 9 -



Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir serta membalut lesi.



-



Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan peralatan harian bersama-sama.



-



Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu mencuci tangan sampai bersih.



-



Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.



-



Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.



2. Medikamentosa Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1 a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam) Golongan Penicilin (bakterisid) 



Amoksisilin+ Asam klavulanat



Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.3 Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)







Sefaleksin



Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3 



Kloksasilin



Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.3 b. Pilihan Kedua Golongan Makrolida (bakteriostatik) 



Eritromisin



Dosis 30-50mg/kgBB/hari. 4 



Azitromisin



Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke2 sampai hari ke-4.4 2.Terapi Topikal Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6 



Mupirocin Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.10







Asam Fusidat Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.11







Bacitracin



Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat



sehingga



aktif



melawan



coccus



Gram



positif



seperti



StaphylococcusdanStreptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.10 



Retapamulin Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.6



PROGNOSIS Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemia.4,7



DAFTAR PUSTAKA 1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C (eds). Rook’s Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15. 2. Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds). Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77. 3. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Academy of Family



Physician.



Vol.75.



No.6.



2007.



p.859-864.



Diunduh



dari:



http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf 4. Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial Cutaneous Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.1695-1705. 5. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston D.M (eds). Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6. 6. Amini Sadegh. Impetigo. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1109204-treatment.Last update: May 20, 2010. 7. Norrby A, Teglund, Kotb M. Host Microbe Interactions in The Pathogenesis of Invasive Group A Streptococcal Infections. Journal Medical Microbiology. Vol.49. 2000. p.84952. 8. Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In: Skolnik N.S (eds). Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide. New Jersey: Humana Press. 2006. p.317-23. 9. Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical Dermatology. Part 3rd. 9th Ed. New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604. 10. Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.2113-15. 11. Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General Practice: Double Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British Medical Journal.2002. Vol.324. p.203.