Laporan Kasus Kontraktur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB 1 PENDAHULUAN



Kontraktur didefinisikan sebagai pemendekan jaringan secara permanen sehingga menyebabkan deformitas atau distorsi jaringan. Kontraktur dapat terjadi pada kehilangan kulit yang luas yang diikuti dengan kontraksi miofibroblas serta deposisi kolagen. Kontraktur lebih sering terjadi pada parut hipertrofik terutama jika mengenai daerah persendian. Posisi yang nyaman bagi pasien menrupakan posisi yang menjurus kearah kontraktur, oleh sebab itu harus dilakukan pembidaian pada posisi yang melawan kecenderungan kontraktur dan mobilisasi sendi yang bersangkutan. Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah akibat luka bakar. Data penderita kontraktur pasca luka bakar yang ditangani di SMF/Departemen Bedah plastik RSUD Dr. Soetomo –FK Unair pada tahun 2007 dan 2008 didapatkan 65 kasus. Penderita dewasa sebanyak 38 kasus (58,5%) dan anak 27kasus (41,5%). Area yangterkena adalah daerah leher dan wajah 18kasus(27,7%),



aksila



5kasus(7,7%),



tangan



36



kasus



(55,4%),



lainnya



6kasus(9,2%). Penderita anak yang mengalami kontraktur leher adalah 5kasusatau sekitar 27,8% dari jumlah seluruh kontraktur leher. Sebagian besar penanganankasus kontraktur tersebutadalah pembebasan kontraktur, eksisi parut dan penutupan.



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kontraktur



adalah



pemendekan



jaringan



secara



permanen



sehingga



menyebabkan deformitas atau distorsi jaringan. Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang sering dijumpai adalah kontraktur akibat luka bakar, kontraktur Dupuytren dan kontraktur iskemik Volkmann.1,3 2.2 Klasifikasi 1. Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi: a. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi. b. Kontraktur Tendogen atau Myogen Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.



c. Kontraktur Arthrogen .



3



Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri. 2. Derajat kontraktur berdasarkan derajat keparahan 4 Derajat I



: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang



Derajat II



lingkup gerak maupun fungsi. : sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,



Derajat III



tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena. : terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal



pada daerah yang terkena.. Derajat IV : kehilangan fungsi dari daerah yang terkena. 3. Derajat berdasarkan fungsi dalam kehidupan sehari-hari: A : Excelent (fungsi normal) B: Good (fungsi abnormal, tetapi dapat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari) C : Poor (tidak dapat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari) 2.3 Etiologi Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar. Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:4 1. Trauma suhu 2. Trauma zat kimia



4



3. 4. 5. 6.



Trauma elektrik Post-trauma (Volkmann’s) Idiopatik (Dupuytren’s) Kongenital (camptodactyly)



2.4 Penegakan Diagnosis Kontraktur Penegakan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat menggunakan bagan sebagai berikut: Bedakan antara kontraktur jaringan lunak dan ankilosis persendian



Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan kontraktur miogenik atau neurogenik



Diagnosis banding kontraktur dari struktur anatomi: Kontraktur kutan, subkutan, atau fasial Kontraktur tendon Gambar 2.1 Bagan Diagnosis KontrakturBanding ligamentKontraktur Akibat Luka Bakar 2.5 Patofisiologi Kontraktur otot



Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui namun Nilai dan klasifikasi parut kontraktur untuk banyak faktor yang berkontribusi terhadap metode proses terapi fibroproliferatif kulit tersebut. memutuskan



Paradigma yang sering digunakan adalah “benih dan tanah”. Komponen selular Evaluasi secara fungsional dan estetika dari sendi atau jaringan pada sebelum dan sesudah terapi



5



seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel inflamasi merupakan benih sedangkan komponen nonseluler seperti matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan oksigen, dan cytokine milieu adalah tanah. 6 Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai macam etiologi yaitu kongenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan oleh aktifnya miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik seperti otot polos yang terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Miofibroblas ini muncul pada proses awal penyembuhan luka dan membangkitkan usaha kontraksi untuk menarik tepi luka hingga luka menyusut. Perubahan regulasi dari miofibroblas membuatnya tetap berada dalam kulit dan terus menarik luka yang menyebabkan munculnya jaringan parut dan kontraktur. Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling berhubungan untuk mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis, kegagalan diferensiasi jari-jari menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menyebakan fleksi proksimal sendi interfalang yang mengakibatkan camptodactyly.4 Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area anatomi dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan dari luka terbuka. Kontraktur adalah produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur mengganggu secara fungsional dan estetik. 2.6 Prevensi Kontraktur Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur banyak disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi pencegahan



6



primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan insidensi luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam kebakaran, dan edukasi tentang zat yang menyebabkan trauma panas di sekolah atau komunitas. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui edukasi terhadap pertolongan pertama. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas terhadap luka bakar.7 Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama adalah area yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal lingkup gerak sendi tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas tahun terakhir berkontribusi terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal ini semakin dikembangkan.7 Secara umum terdapat berbagai cara pencegahan kontraktur, yaitu:8 1. Posisi yang mencegah kontraktur Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan terhadap semua pasien baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini penting karena dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi yang nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan posisi kontraktur. Tanpa dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian awal memiliki



7



esesnsi untuk memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu pula untuk meringankan nyeri. Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional lain), dukungan keluarga sangat penting. Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut: a. Leher depan Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.



Gambar 2.2. Kontraktur pada Leher Depan



b. Leher belakang



8



Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di belakang kepala.



Gambar 2.3. Kontraktur pada Leher Belakang c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 90 0 ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.



9



Gambar 2.4. Kontraktur pada Aksila



d. Siku depan Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.



Gambar 2.5. Kontraktur pada Siku e. Punggung tangan Posisi yang dapat



menyebabkan



kontraktur



adalah



hiperekstensi



metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.



10



Gambar 2.6. Kontraktur pada Punggung Tangan f. Telapak tangan Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP, ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.



Gambar 2.7. Kontraktur pada Telapak Tangan g. Groin Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi menyamping.



11



Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.



Gambar 2.8. Posisi yang Menyebabkan Kontraktur h. Belakang lutut Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat berbaring dan duduk.



Gambar 2.9. Kontraktur pada Belakang Lutut i. Kaki Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbedabeda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas yang tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pergelangan



12



kaki diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan duduk maka posisi kakinya datar di lantai (tanpa edem).



Gambar 2.10. Kontraktur pada Kaki j. Wajah Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk melawan kontraktur mulut. 2. Bidai Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif. Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area



13



luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak cukup. 7,9



Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi jaringan parut karena membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan remodelling jaringan. Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.



Gambar 2.11. Contoh Pembidaian 3. Peregangan dan mobilisasi awal Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak yang



14



memerlukan perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien perlu mengembangkan kebiasaan tersebut dari hari ke hari. 4. Melakukan aktivitas sehari-hari Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting untuk melatih pasien dapat hidup mandiri. 5. Pijat dan pemberian moisturiser Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan luka parut meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan adalah: a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak tanpa parfum pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal. b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat dan dalam menggunakan ibu jari atau ujung jari untuk mengurangi kelebihan cairan pada tempat tersebut. c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar dapat meningkatkan kesegarisan luka parut. d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin dan sentuhan pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang sebelumnya hipersensitif



15



e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa tidak enak dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar bagaimana menerima keadaannya. 6. Terapi tekanan Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut akibat luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti. Pemberian tekanan pada area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan mempercepat maturasi parut dan mendorong reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola parallel yang bertentangan dengan pola luka yang berputar pada parut. Mekanisme yang diduga adalah, pemberian tekana dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan parut sehingga mereduksi aliran darah yang sebelumnya hipervaskuler pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya influks kolagen dan penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian tekanan. 7. Silicon Silicon digunakan untuk mengobati parut hipetrofik. Mekanisme dalam mencegah dan penatalaksanan parut hipertrofik masih belum jelas namun kemungkinan silicon mempengaruhi fase penyembuhan remodelling kolagen. Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus membiasakan untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di air yang hangat. Semua hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien harus didorong untuk menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk kembali ke pekerjaan mereka. Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:



16



1. 2. 3. 4. 5.



Antagonis TGF-β Interferon α, β, γ Bleomycin 5-fluorouracil kortikosteroid Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap penyembuhan



dan menentukan hasil fibrotic atau regeneratif pada luka. Terapi tunggal dalam melawan parut bekas luka banyak yang tidak berhasil karena rumitnya interaksi antara sel luka dengan lingkungannya.6 2.7 Penatalaksanaan Kontraktur Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama kontraktur derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II tidak memerlukan tindakan operasi.4 Untuk menentukan terapi dari parut kontraktur maka klasifikasi tempat terjadinya kontraktur harus dinilai. Bentuk dan kedalaman luka sebelum atau dalam operasi. Penilaian setelah operasi juga penting untuk mengevaluasi metode penatalaksanaan.5 Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut immature dan banyak vaskularisasinya tidak dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu tahun atau lebih. Luka harus menjadi matur, supel, dan avaskuler sebelum dilakukan operasi.9 1. Pembebasan kontraktur Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain. Insisi dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu daerah yang paling



17



kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan garis persendian. Insisi diperdalam sampai jaringan yang tidak ada parutnya. 2. Penutupan kulit Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area dibuangnya



setelah



dibuangnya



jaringan



kontraktur



akan



ditutup



dengan



menggunakan skin grafts. Skin graft yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat yang lain supaya hidup di tempat baru tersebut dan dibutuhkan suplai darah baru (neovaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan hidup kulit yang dipindahkan tersebut. Penutupan menggunakan flap digunakan pada situasi yang khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan menggunakan tautan. Teknik yang dapat digunakan adalah Full Thickness Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft yang menyertakan seluruh bagian dari dermis. Karakteristik kulit normal dapt terjada setelah proses graft selesai karena komponen dermis dipertahankan selama proses graft. Teknik lain yang dapat digunakan adalah Split Thickness Skin Graft (STSG). Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan membuka persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat digunakan adalah Z plasty. Z plasty adalah tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang garis luka sehingga dapat mencegah kontraktur terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan dengan cara transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih panjang. Teknik lain yang dapat digunakan adalah V-Y plasty, V-M plasty, split skin graft (SSG) dan lain sebagainya. 3. Perawatan postoperatif



18



Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai kurang lebih 3 minggu atau sampai garis tepi flap sembuh. Perawatan postoperatif menggunakan bidai statis atau dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk menjaga ruang lingkup gerak persendian. 2.8 Prognosis Prognosis pasien dengan kontraktur bergantung pada penanganan dan perawatan luka postoperative. Pada pasien dengan skin graft bila diyakini tindakan hemostasis darah resipien telah dilakukan dengan baik dan fiksasi skin graft telah dilakukan dengan baik, balutan dibuka pada hari ke-5 untuk mengevaluasi take dari skin graft dan benang fiksasi dicabut. Take dari skin graft maksudnya adalah telah terjadi neovaskularisasi, dimana skin graft memperoleh cukup vaskularisasi untuk hidup. Disarankan pada penderita paska tindakan skin graft di ekstremitas tetap memakai pembalut elastis sampai pematangan graft kurang lebih 3-6 bulan. Bila diduga akan adanya seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah kulit sebaiknya dalam waktu 24-48 jam dilakukan pengamatan skin graft, oleh karena bila terjadi seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah skin graft akan mengurangi kontak graft dengan resipien sehingga akan menghalangi take dari skin graft tersebut.pada pengamatan ini dilakukan pembukaan balutan dengan hati-hati jangan sampai merusak graft (terangkat atau tergeser). Seroma, hematoma atau bekuan darah harus segera dievakuasi dengan melakukan insisi kecil pada skin graft tepat diatas seroma, hematoma atau bekuan darah tersebut dan selanjutnya dilakukan pembalutan kembali. Bila evakuasi tersebut dilakukan dalam waktu 24 jam pertama maka graft masih dapat terjamin take 100%. 10



19



BAB III LAPORAN KASUS



3.1 Identitas Nama



: An PY



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Umur



: 15 tahun



Alamat



: Jl. Nunbaun Sabu



Agama



: Kristen protestan



Pekerjaan



: Pelajar



3.2 Anamnesis (15/03/2018) Keluhan Utama



: Leher susah untuk digerakkan



Riwayat Penyakit Sekarang: Keluhan dirasakan sejak bulan Mei 2017. Awalnya pasien terkena luka bakar akibat tersiram minyak tanah dan terbakar pada bulan febuari 2017. Lalu saat luka



20



sembuh muncul bekas luka yang menebal pada daerah leher, dada dan lengan atas sebelah kiri. Sejak saat itu pasien susah untuk mengerakan leher ke sebelah kanan karena akan terasa nyeri. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat operasi kontraktur release sekitar bulan Mei 2017 di RSUD Prof.Dr W Z Yohanes. Riwayat gangguan pembekuan darah sejak Mei 2017. Riwayat Penyakit Keluarga: 2.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Suhu Respirasi



: Sakit sedang : Compos Mentis : 120/80 mmHg : 84 x/m : 36.5⁰C : 20 x/m



Kepala – Leher -



Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/Leher : Scar hipertrofik (+), Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)



Thorax -



Inspeksi



: Pergerakan dada simetris kiri dan kanan, scar (+)



-



Palpasi



: Nyeri tekan (-)



-



Perkusi



: Sonor kedua lapang paru,



-



Auskultasi : bunyi paru vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-. BJ I/BJ II murni reguler. Murmur -/-.



Abdomen



21



-



Inspeksi



: Datar, benjolan (-), warna kulit rata (-)



-



Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal



-



Palpasi



: Hepatomegali (-), nyeri tekan (-)



-



Perkusi



: Timpani, nyeri ketuk(-)



Ekstremitas



: Edema -/-, akral hangat



Status Lokalis Scar + pada regio coli sinistra, hemitoraks sinistra, brachii sinistra



2.4 Pemeriksaan Penunjang (16-01-2018) RBC



6,09 x 106/mm3



HGB



12,6 g/dL



PLT



311 x 103/mm3



HCT



36,8%



WBC



8,37 x 103/mm3



22



Glukosa



124 mg/dL



Kreatinin



0,99 mg/dL



Ureum



25.3 mg/dL



PT



11,1 detik



APTT



45,8 detik



2.5 Diagnosis: Kontraktur regio Coli Hipertropik Scar regio Coli 2.6 Penatalaksanaan: - Rencana operasi release kontraktur + multiple Z Plasty 2.7 Post Operasi



DAFTAR PUSTAKA



23



1. Solomon. L., Warwick. D., Nagayam. S. Apley’s System of Orthopedic and Fractures 9th Ed. Hodder Arnold. London. 2010. 2. Morris. P.J., Wood. W.C. Oxford Textbook of Surgery 2nd Ed. Oxford Press : 2000. 3. Perdanakusuma, DS. Surgical management of contracture in head and neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia & Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya. 2009.



4. Adu EJK. Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72. 2011.



5. Ogawa R & Pribaz JJ. Diagnosis, assessment, and classification of scar contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork : 2010.



6. Wong VW & Gurtner GC. Strategies for skin regeneration in burn patients. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork: 2010.



7. Schwarz RJ. Management of postburn contractures of the upper extremity. Journal of Burn Care Research 28:212-219. 2007.



8. Procter F. Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113. 2010.



9. Goel. A., Shrivastava. P. Postburn Scar and Scar Contractures. Indian J Plast Surg. Vol 43. Pp 63-71. 2010. 10. Lubis,



RD.



Skin



graft.



Available



from:



http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3401/1/08E00894.pdf. FK USU. 2008.