Laporan Kasus Pankreatitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANKREATITIS AKUT



Disusun Oleh: dr. Chandra Boby Pembimbing: dr. Efman EU Manawan, SpB-KBD



PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PROGRAM STUDI ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2020



BAB I LAPORAN KASUS 1.1



1.2



Identitas Pasien Nama



: Tn. SY



Nomor RM



: 740307



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Umur



: 53 tahun



Alamat



: Jl. Kebun Bunga, Komp BNI Blok C No 17



Bangsa



: Indonesia



Suku



: Sumatera Selatan



Agama



: Islam



Pekerjaan



: PNS



Status



: Menikah



Pendidikan



:-



Tanggal MRS



: 26 April 2020 pukul 14.55 WIB



Tanggal Pemeriksaan



: 26 April 2020 pukul 15.00 WIB



Anamnesis Keluhan Utama Nyeri Perut Riwayat penyakit sekarang Keluhan nyeri perut dirasakan tiba-tiba pada daerah epigastrium sejak 7 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan sangat sakit sehingga pasien tidak bisa berdiri. Nyeri dirasakan menjalar ke punggung tidak ada. Keluhan dirasakan terus menerus. Dikatakan keluhan memberat saat mau makan nasi atau minum air. Membaik saat tiduran dengan posisi setengah duduk. Awalnya pasien pergi ke toilet pada pagi harinya untuk buang air besar, lalu pasien tiba-tiba merasakan nyeri di perutnya. Sakit perutnya tidak tertahankan sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.



Keluhan lainnya yaitu mual. Mual disertai muntah (+) isi apa yang dimakan. Nafsu makan menurun (+). Riwayat sesak 3 sejak 3 hari SMRS. Riwayat TB disangkal. Riwayat penyakit lain disangkal. Riwayat dirawat di RS Siti Khadijah selama dua hari dengan keluhan kolik abdomen. Riwayat penyakit dalam keluarga Pasien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada mengalami hal yang sama dengan pasien. Tidak pernah mengalami penyakit hepatitis, penyumbatan saluran empedu, dan gangguan pankreas dalam keluarga. Tidak ada yang mengalami gangguan kolesterol dan penyakit diabetes mellitus. Riwayat sosial Pasien tidak bekerja. Pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasanya semenjak sakit. Sebelumnya pasien biasa menyapu taman di rumah, aktivitas makan dan mandi dilakukan secara mandiri. Pasien tidak ada riwayat minum alkohol. Pasien makan dan minum teratur tapi ketika remaja suka makanan berminyak, tape dan jeroan. Pasien jarang berolahraga ketika remaja hingga sekarang. 1.3 Pemeriksaan Fisik (26 April 2020) Status Present : Keadaan umum



: Sakit sedang



Kesadaran



: Kompos mentis (GCS : E4V5M6 )



Tekanan darah



: 120/80 mmHg



Nadi



: 108 kali/menit



Respirasi



: 24 kali/menit



Suhu badan VAS Tinggi badan



: 37º C : 5/10 : 170 cm



Berat badan



: 90 kg



BMI



:31.1 kg/m2



Status General : Mata



: Anemis -/-, ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-



THT Telinga



: : Bentuk dalam batas normal, hiperemis -/-, sekret



-/Hidung



: Bentuk dalam batas normal, hiperemis -/-, sekret -/-



Tenggorokan



: Tonsil T1/T1 hiperemi (-), faring hiperemi (-), lidah normal



Bibir



: Sianosis (-), kering (-)



Mulut



: Hipertrofi gusi (-), perdarahan gusi (-), Atrofi papil lidah (-)



Leher



: Pembesaran kelenjar (-), JVP PR + 0 cmH2O



Thorax



: Simetris (+), retraksi (-)



Cor Inspeksi



: Iktus cordis tidak



terlihat Palpasi : Iktus cordis tidak teraba Perkusi



: Batas atas



: ICS II



Batas bawah : ICS V Batas kanan : Parasternal line dekstra setinggi ICS V Batas kiri Auskultasi



: Midclavicular line sinistra ICS V



: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)



Pulmo Inspeksi



: Simetris, statis, dan dinamis, retraksi (-)



Palpasi



: Vocal fremitus N



N



N



N



N



N



Perkusi



:



Sonor Sonor Sonor



Auskultasi



Sonor Sonor Sonor



: Vesikuler (+) Menurun di kedua basal hemithorax, Rhonki (+) basah kasar



Abdomen Inspeksi



: Tampak cembung, darm contour (-), darm steifung (-)



Perkusi



: Tampak cembung, darm contour (-), darm steifung (-)



Palpasi



: Defans muskular(+),



Auskultasi : bising usus (+) menurun



Ekstremitas: Akral Hangat +



+



+



+



Edema -



-



-



1.4



Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium RSMH Tanggal 26-4-2020 Hb



: 16,3 gr/dl



Ht Leukosit Trombosit Diff. Count Ureum Kreatinin BSS Natrium Kalium LED CRP



: 49 vol % : 15.000/mm3 : 253.000/mm3 : 0/1/68/22/8 : 21 mg/dL : 1,1 mg/dL : 87 mg/dL : 141 mEq/L : 3,75 mEq/L :5 : 300 mg/L



b. Laboratorium RSMH Tanggal 28-4-2020 Hb



: 13.2 gr/dl



Ht Leukosit Trombosit Diff. Count Ureum Kreatinin BSS Natrium Kalium Kalsium



: 39 vol % : 15.410/mm3 : 273.000/mm3 : 0/0/83/9/8 : 118 mg/dL : 1,91 mg/dL : 156 mg/dL : 131 mEq/L : 3,9 mEq/L : 5.1



c. LaboratoriumRSMH Tanggal 29-4-2020 Hb



: 12.3 gr/dl



Ht Leukosit Trombosit Ureum Kreatinin BSS Natrium



: 36 vol % : 14.370/mm3 : 270.000/mm3 : 77 mg/dL : 1,08 mg/dL : 152 mg/dL : 137 mEq/L



Kalium Kalsium LDH 1.5



: 3,5 mEq/L : 6,3 : 703



Pemeriksaan Foto Toraks Kesan: Sudut costophenicus bilateral tumpul, corakan bronkovaskular



basal paru meningkat



Ro BNO 3 Posisi RS Siti Khadijah (26-4-2020) Kesan : Efusi pleura bilateral, Air fluid level (-), free air (-), Herring Bone (-) Tampak gambaran hiperechoic pada seluruh quadan abdomen



Pemeriksaan Ultrasonografi Abdomen RS Siti Khadijah, 26-4-2020



Kesan : • Ada cairan bebas intraabdomen intraperitoneal. • Fatty liver (+). • Ada hiperechoic didaerah empedu dengan diameter 1cm.



1.6 Diagnosis Kerja - Pankreatitis akut - Efusi pleura bilateral 1.7 Penatalaksanaan Terapi :  



Puasa Pasang NGT, kateter uretra  O NRM 10 L/menit  R hidrasi cairan RL 1 L/1 jam  I FD RL gtt 40x/menit



2



e



V



   



(Kebutuhan cairan 2400 cc/24 jam) NGT dan kateter urin Inj. Ceftriaxone 2 g/24 jam iv inj. Metronidazole 500 mg/8 jam iv Pro laparotomi eksplorasi



1.8 Intra Operatif 



Pada eksplorasi didapatkan cairan berwarna kuning kemerahan







Dilakukan identifikasi pada apendiks, didapatkan apendiks dalam batas normal.







Pada identifikasi lanjut didapatkan saponifikasi multipel pada omentum dan mesentrium diseluruh lapangan perut.







Diputuskan dilakukan eksplorasi pada pankreas, didapatkan dinding pankreas yang berwarna kekuningan dengan tepi kemerahan 10







Diputuskan untuk dipasang 2 drain yakni di sekitar pankreas dan di cavum pelvis.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan autodigestif pankreas. Pankreatitis mungkin bersifat akut atau kronis, dengan gejala ringan sampai berat. Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.1 Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Berdasarkan definisi, pada pankreatitis akut bersifat reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik 11



diartikan sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang bersifat ireversibel.2 2.2 Epidemiologi Di seluruh dunia, kejadian pankreatitis akut berkisar antara 5 sampai 80 per 100.000 penduduk, dengan insiden tertinggi tercatat di Amerika Serikat dan Finlandia. Di Eropa dan negara-negara maju lainnya, seperti Hong Kong, lebih banyak pasien cenderung memiliki pankreatitis batu empedu, sedangkan di Amerika Serikat, pankreatitis yang berkaitan dengan alkoholisme adalah yang paling umum.3 Usia rata-rata saat onset tergantung pada etiologi. Berikut ini adalah usia rata-rata onset untuk berbagai etiologi2: 



Terkait dengan alkohol: 39 tahun







Terkait gannguan atau kelainan saluran empedu: 69 tahun







Terkait dengan trauma: 66 tahun







Terkait penggunaan obat-obatan: 42 tahun







Terkait ERCP: 58 tahun







Tetkait penyakit HIV/AIDS: 31 tahun







Terkait penyakit vaskulitis: 36 tahun



12



Umumnya, pankreatitis akut lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Pada laki-laki, etiologi lebih sering berhubungan dengan alkohol. Pada wanita lebih sering berhubungan dengan penyakit saluran empedu.4 2.3 Etiologi Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang mungkin penting adalah terhalangnya aliran getah pankreas dan/atau refluks cairan empedu ke dalam duktus pankreatikus. Beratnya kerusakan pada pankreas bervariasi mulai dari peradangan ringan dengan edema hingga nekrosis. Pada pankreatitis kronik, peradangan yang terus berlangsung menyebabkan fibrosis yang mula-mula terjadi di sekitar duktus asinus namun kemudian di dalam sel-sel asinar.5 Faktor-faktor etiologi dijabarkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Etiologi pankreatitis akut3 Metabolik



Mekanis



Vaskuler



Infeksi



Alkoholisme



Trauma



Syok



Parotitis



Hiperlipoproteinemia



Batu empedu



Atheroembolisme



Coxsackievirus



Hiperkalsemia



Jejas iatrogenik



Poliarteritis



Mycoplasma pneumoiniae



nodosa Obat-obatan



Pasca ERCP



Genetik 2.4 Klasifikasi Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim, pankreatitis akut dapat dibedakan menjadi1: a. Pankreatitis akut tipe intertisial Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinar. b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada



jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati. 2.5



Patogenesis Pankreatitis Akut Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam



kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel asinar pankreas1. Enzim ini dikeluarkan melalui duktus pankreas. Gangguan sel asinar pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab1,2: 1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil (microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol. 2. Stimulasi hormon Cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol. 3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas. Gangguan di sel asinar pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating factor (PAF) dan sitokin proinflamasi (TNF- , IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) serta vascular adhesive molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya



sistem



komplemen,



dan



ketidakseimbangan



sistem



trombofibrinolitik (perdarahan). Neutrofil mempermudah pelepasan superoksida dan enzim proteolitik (Cathepsins B, D, dan G; kolagenase; serta elastase). Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja



terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik.5 Gambar 2.1 Patogenesis Pankreatitis Akut5



Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu: 1. inflamasi lokal pankreas, 2. peradangan sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS), 3. disfungsi multi organ atau multiorgan dysfunctions (MODS). Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan dimana sitokin proinflamasi lebih dominan daripada sitokin antiinflamasi (IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra)) dan soluble TNF receptor (sTNFR) keadaan yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.1 2.6



Diagnosis Diagnosis



pankreatitis



akut



dapat



dilakukan



melalui



anamnesis,



pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1 2.6.1 Anamnesis Berdasarkan anamnesis biasanya pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan berupa nyeri perut tiba-tiba pada kuadran kiri atas, regio periumbilikal, dan atau epigastrium.6,7 Nyeri dirasakan sangat sakit



kemudian dirasakan semakin konstan. Nyeri menjalar melalui perut ke dada atau punggung tengah. Nyeri memberat setelah makan atau minum seperti makanan berlemak. Membaik saat posisi duduk6. Keluhan lainnya seperti mual dan muntah memberat saat posisi terlentang. Sering juga merasa perut penuh, distensi, feses berwarna pucat, penurunan pengeluaran urin, dan mengalami cegukan. Selain itu bisa juga mengalami sinkop atau demam.7 2.6.2 Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada pasien dengan akut pankreatitis dapat normal atau demam, hipotensi, takikardi, takipnea, atau diaphoresis. Pemeriksaan perut secara tipikal mengalami nyeri tekan pada saat palpasi, kemungkinan adanya tanda iritasi peritoneal, distensi, atau keras. Suara usus menurun, ikterik bisa juga terjadi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran. Dua tanda fisik ditemukan berhubungan dengan pankreatitis yaitu Cullen sign (ekimosis dan edema pada jaringan subkutan sekitar umbilikal) dan Grey Turner sign (ekimosis di badan) .7 Tanda ini menunjukkan adanya pankreatitis akut berat dengan tingkat mortalitas yang tinggi.8 2.6.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, hal ini dapat mengklasifikasikan beratnya penyakit dan memprediksi prognosisnya.4 a. Pemeriksaan Laboratorium - Kadar Lipase dan Amilase Pemeriksaan tingkat lipase lebih sensitif dan spesifik daripada pemeriksaan tingkat amilase oleh karena amilase juga diproduksi oleh kelenjar saliva dan kadarnya dapat normal pada kondisi pankreatitis alkoholik recurrent. Pada hari 0-1 serum lipase memiliki sensitivitas 100% dibandingkan dengan serum amilase dengan sensistivitas 95%. Pada hari 2-3 sensitivitasnya mencapai 85% dan spesifitas lipase 82% dibandingkan serum amilase yang hanya 68%.6 Kadar amilase dan lipase lebih tinggi tiga kali lipat dari kadar normal menunjukkan adanya pankreatitis.4,7 Serum amilase akan kembali normal



dalam 3-5 hari. Rasio lipase dan amilase lebih besar dari 4 menunjukkan bahwa penyebabnya adalah alkoholik.7 - Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) Kadar serum CRP lebih dari 150 mg/dL atau 14.286 nmol/L dalam 48 jam masuk rumah sakit menunjukkan bentuk pankreatitis akut berat dari pankreatitis akut ringan. Jika tingkat serum CRP lebih dari 180 mg/dL dalam 72 jam berhubungan dengan adanya nekrosis pankreas. Serum CRP mencapai puncaknya pada 36-72 jam setelah gejala muncul sehingga tidak membantu jika dilakukan pada awal masuk rumah sakit.4 b. Pemeriksaan Radiologi Semua pasien yang mengalami pankreatitis akut dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)6,10. Hal ini akan sangat membantu diagnosis pankreatitis yang disebabkan oleh batu kelenjar empedu. Pada kondisi gas saluran pencernaan saling tumpang tindih atau batu empedu pada bagian distal saluran empedu akan sangat susah mendeteksinya.7 Pemeriksaan Contrast-enhaced computed tomography (CECT) merupakan standar diagnosis yang dapat digunakan. Merupakan pilihan utama yang dapat digunakan pada pasien dengan nyeri perut yang berat dan ketika diduga adanya pankreatitis nekrotik. Sangat baik dilakukan pada 48-72 jam 6. CT scan tidak perlu dilakukan pada kondisi pasien stabil dengan pankreatitis akut ringan.7 Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) memiliki sensitivitas 79% dan spesifitas 92% dibandingakan dengan pemeriksaan CT scan. Pemeriksaan ini sangat membantu pada kondisi penggunaan kontras dikontraindikasikan (disfungsi renal). Direkomendasikan pada pasien dengan peningkatan enzim hati dan Common Bile Duct (CBD) bila tidak dapat di evaluasi dengan USG.6 Pemeriksaan dengan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) dapat membantu dalam mendiagnosis penyebab pankreatitis akut oleh karena choledocholithiasis.7



2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Ringan Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan operasi. Pada tiga hari pertama penting untuk menentukan tingkat keparahan pankreatitis, memberikan terapi suportif dan evaluasi respons terapi. Pasien dengan skor APACHE > 8, komorbid berat dan gagal organ perlu dirawat di ruang perawatan intensif.1,7 Hidrasi intravena agresif sedini mungkin, kontrol nyeri, dan bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan non-operasi.6,7 Pankreatitis akut ringan dapat dirawat di rumah tapi kebanyakan memerlukan perawatan di rumah sakit. Nutrisi dan hidrasi dapat diberikan melalui cairan yang jernih dan kontrol nyerinya dengan narkotik oral.10 Hal ini perlu dilakukan karena kehilangan cairan sering akibat muntah, penurunan intake oral, cairan pada ruang ketiga, peningkatan kehilangan cairan melalui respirasi, dan diaphoresis.6 Hidrasi akan mencegah komplikasi serius dari nekrosis pankreatik. Hidrasi yang agresif dilakukan dalam 12-24 jam perawatan dengan monitoring hematokrit, BUN, dan kreatinin. Pemberian cairan dengan cairan Ringer Laktat lebih baik dibandingkan dengan Normal salin 0,9% oleh karena dapat lebih merusak sel asinar pankreas dan menimbulkan gap non-anion, serta hiperkloremia asidosis metabolik.6 Awalnya diberikan 20 ml per kg dalam waktu 60 sampai 90 menit. Lalu diikuti 250-500 ml per jam untuk 48 jam selanjutnya untuk mempertahankan urine output 0,5 ml per kg/jam dan menurunkan kadar BUN. Hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung dan ginjal.1 Pada kondisi usus harus diistirahatkan dalam waktu yang lama dapat diberikan nutrisi parenteral. Akan tetapi, nutrisi parenteral dapat menyebabkan atrofi jaringan limfoid usus (GALT), terganggunya fungsi limfosit sel T dan sel B, menurunnya



aktivitas



kemotaksis



lekosit



dan



fungsi



fagositosis,



serta



meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya translokasi bankteri, endotoksin, dan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi.1 Meta analisis menunjukkan nutrisi melalui nasojejunal dapat menurunkan infeksi, menurunkan intervensi bedah, dan memperpendek lama perawatan di rumah sakit dibandingkan melalui nasogastric tube (NGT).7 Hal ini karena pemberian nutrisi melalui NGT lebih berisiko menyebabkan pneumonitis aspirasi dan meningkatkan sekresi enzim.1 Nasogastrik dan nasojejunal memiliki keamanan dan efektivitas yang mirip.10 Pemberian cairan oral dapat dilakukan



bila nyeri sudah terkontrol atau tidak memerlukan obat-obatan narkotik. Diet yang dianjurkan yaitu bentuk cair atau padat lunak kemudian bertahap dengan rendah lemak diet regular.1,7 Pada pankreatitis akut berat diberikan nutrisi enteral. Nutrisi parenteral dapat diberikan apabila nutrisi enteral tidak bisa diberikan. Nutrisi enteral dapat ditunda pada pasien syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruktif intestinal, fistula jejunum, dan enteroparalisis berat.1 Sekitar 1/3 pankreatik nekrotik akan mengalami infeksi. Penyebab infkesi terbanyak yaitu Escherechia coli (34%), Enterococcus (25%), Klebsiella sp. (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%), Pseudomonas (7%), dan Candida sp. (11%). Lebih banyak infeksi monomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%).1 Infeksi dapat pada pankreas (nekrosis infeksi) dan ekstrapankreas (kolangitis, infeksi yang didapat dari kateter, bakteremia, infeksi saluran kencing, dan pneumonia). Nekrosis infeksi 27% terjadi dalam 14 hari, studi lain menunjukkan bahwa setengah dari infeksi dapat terjadi dalam 7 hari setelah masuk rumah sakit.9 Berdasarakan review Cochrane, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemberian profilaksis antibiotik dan nonprofilaksis antibiotik terhadap mortalitas dan nekrosis pankreatitis. Namun pemberian imipenem/cilastatin (Primaxin) sebagai monoterapi dapat menurunkan infeksi pankreas. Imipenen dengan dosis 0,5 gram/8 jam intravena. 7 Sedangkan menurut



The



American



Gastroenterological



Association



guidelines



merekomendasikan profilaksis antibiotik pada infeksi ekstrapankreas tapi tidak pada pankreatitis akut berat atau nekrosis steril.6 Menurut Gang et al, dalam 10 tahun perawatan 47 dari 80 pasien sukses diobati dengan pemberian antibiotik pada infeksi nekrosis pankreas. Mortalitas dengan penggunaan antibiotik hanya 23% jika dibandingkan dengan metode operasi yaitu mencapai 54%.6 Antibiotik yang bisa digunakan yaitu karbapanem, quinolon, metronidazol dan sefalosporin dosis tinggi.1 Adanya nekrosis terinfeksi harus dipertimbangkan pada pasien dengan pankreatitis atau nekrosis ekstrapankreas yang tidak membaik setelah perawatan selama 7–10 hari. Pada pasien ini diperlukan tindakan aspirasi jarum halus dengan panduan Ultrasonography (USG) atau CT scan sebagai dasar panduan pemberian antibiotik atau antibiotik empiris segera diberikan seandainya tidak dilakukan aspirasi jarum halus.1,9 Pemeriksaan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotik yang tepat.1



Dalam 48-72 jam perawatan dilakukan monitoring keadaan pasien. Tekanan darah, denyut nadi, saturasi oksigen, jumlah urin diperiksa setiap satu hingga dua jam9. Kebutuhan cairan tubuh dinilai setiap 6 jam selama 24-48 jam. 1 Jika terjadi hipotensi, hipoksemia, atau oligouria yang menunjukkan tidak responsif terhadap pemberian cairan, maka sebaiknya dikirim ke unit intensif. 9 Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 4-8 jam, perhatikan adanya gangguan status mental atau kekakuan pada perut yang dapat menunjukkan abdominal compartment syndrome atau cairan dalam rongga ketiga. Pemeriksaan darah lengkap, kalsium, magnesium, glukosa serum, dan tingkat BUN sebaiknya diperiksa setiap 12 jam (tergantung kondisi pasien). Computed tomography (CT) awal dilakukan setelah 72-96 jam dari onset sakit. CT dapat diulang apabila respon terhadap standar terapi tidak bagus untuk mengevaluasi komplikasi atau perburukan pankreatitis1,10. Hasil dari pemeriksaan CT dapat dinilai berdasarkan CT Severity Indeks (CSI). Skor ≥5 menunjukkan mortalitasnya 15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan skor dibawah 5.7 Penatalaksanaan bedah sering dilakukan pada pankreatitis yang berhubungan dengan batu empedu. Kolesistektomi pada dalam 48 jam setelah keluhan dapat mengurangi waktu dirawat di rumah sakit.7 Selain itu, kolesistektomi yang dilakukan seawal mungkin tidak meningkatkan risiko komplikasi sekunder dari operasi. Operasi tidak dilakukan pada pankreatitis akut nekrosis sampai inflamasinya berkurang dan akumulasi cairan tidak lagi meningkatkan ukurannya.7 Penatalaksanaan operasi melalui ERCP berkorelasi dengan koledokolitiasis. Tetapi konsensus menyarankan pelaksanaan ERCP tidak rutin dilakukan. Pada kolangitis akut atau serum bilirubin >5 mg/dl ERCP masih bermanfaat. ERCP dapat digunakan mengidentifikasi disrupsi ductus pankreatik pada pankreatitis akut berat dan intervensi pada sindrom dislokasi ductus.8,9 ERCP dapat mengurangi perkembangan pankreatitis akut menjadi berat jika dilakukan prosedur ini dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit. 6 ERCP juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kolangitis sebesar 61%. Komplikasi yang ditimbulkan dalam 24 jam setelah dirawat di rumah sakit dengan ERCP lebih rendah dibandingkan dengan tidak dilakukan prosedur ini yaitu 15%:54%. Selain itu, ERCP juga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada komplikasi pankreatitis akut hingga 96,97%. Tetapi sebaiknya prosedur ini tidak dilakukan pada pankreatitis akut berat9. ERCP dengan sphincterotomy dapat



menurunkan mortalitas hingga 4%. Pada pankreatitis akut berat atau nekrosis infeksi atau koleksi cairan persisten diperlukan aspirasi perkutan dengan bantuan CT atau operasi debridement.10



Gambar 2.2 Bagan Penanganan Awal Pankreatitis Akut (0-72 jam)1 2.7.2 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat Pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi. Intervensi untuk mengatasi komplikasi lokal pankreatitis akut berat adalah: (1) ERCP dan sfingterotomi untuk menghilangkan sumbatan dan evakuasi batu di duktus koledokus, (2) kolesistektomi laparoskopi ditujukan untuk mengangkat



batu empedu, (3) drainase cairan menggunakan kateter perkutan baik dengan panduan USG maupun CT scan atau transluminal endoskopik, (3) nekrosektomi melalui transluminal endoskopik, nekrosektomi transabdomen laparoskopi, atau debridement retroperitoneal yang dipandu dengan video (video-assisted retroperitoneal debridement), (4) laparotomi terbuka direkomendasikan untuk mengevakuasi timbunan cairan yang sudah dibungkus dengan kapsul yang tebal (walled–off).10 Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan utama apabila rumah sakit tidak mempunyai fasilitas, peralatan dan keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi metode invasif minimal. Indikasi intervensi pankreatitis akut adalah (1) pankreatitis nekrosis terinfeksi, (2) pankreatitis nekrosis steril dengan penyulit (misalnya adanya obstruksi duktus koledokus, gastric outlet obstruction), (3) gagal organ multipel yang tidak membaik dengan terapi yang diberikan selama di ICCU, (4) pseudokista pankreas simptomatik, (5) pankreatitis biliar akut dengan kolangitis, (6) pankreatitis akut dengan batu empedu.5,10,11 2.7.2.1 Manajemen Traktus Biliar Berdasarkan studi kohort dan satu uji klinis yang melibatkan 998 pasien pankreatitis biliar yang tidak atau yang menjalani tindakan kolesistektomi, 95 pasien (18%) yang tidak menjalani kolesistektomi mengalami rekurensi dalam waktu 90 hari sejak keluar rumah sakit dibandingkan yang menjalani kolesistektomi tidak mengalami rekurensi sama sekali (p < 0,0001). 10 International Association of Pancreatology (IAP) (2013) dan ACG (2013) merekomendasikan agar segera dilakukan tindakan kolesistektomi pada pasien dengan pankreatitis biliar ringan sebelum pasien keluar dari rumah sakit.8 ERCP direkomendasikan pada pankreatitits biliar akut ringan yang disertai kolangitis dan dilakukan segera ( 8 minggu setelah onset pankreatitis akut) .12 Waktu intervensi pankreatitis nekrotik menentukan respon klinis. Pendapat bahwa intervensi harus dilakukan sedini mungkin pada kasus pankreatitis nekrotik terinfeksi mulai ditinggalkan. Dari studi retrospektif disimpulkan bahwa 53 pasien dengan pankreatitis nekrotikan terinfeksi yang diobati secara operatif, penundaan pembedahan menurunkan 22% kematian. Meskipun pasien dengan pankreatitis nekrosis yang tidak stabil memerlukan tindakan debridement segera, konsensus terkini merekomendasikan agar pasien yang stabil harus diberikan antibiotik terlebih dahulu sebelum intervensi untuk menekan reaksi inflamasi. Apabila keadaan pasien masih belum membaik dan nekrosis infeksi belum mereda, nekrosektomi invasif minimal melalui radiologi, endoskopis atau laparoskopi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan.5 Van Santvoort dkk (2010) melakukan penelitian mengenai metode nekrosektomi terbuka dibandingkan pendekatan bertingkat atau stepup approach (intervensi drainase perkutan dan bila perlu ditindaklanjuti dengan nekrosektomi



retroperitoneal invasif minimal) pada pasien dengan pankreatitis nekrosis terinfeksi. Mereka menyimpulkan bahwa prosedur invasif minimal pada pankreatitis nekrosis terinfeksi menurunkan komplikasi utama (gagal organ, perforasi organ viseral atau perdarahan) dan kematian dibandingkan pembedahan terbuka.6 Menurut IAP (2013), untuk pasien yang terbukti atau dicurigai menderita pankreatitis nekrosis infeksi, tindakan intervensi (drainase kateter perkutan, nekrosektomi/



drainase



transluminal



endoskopis,



invasif



minimal



atau



nekrosektomi terbuka) sedapat mungkin ditunda paling tidak 4 minggu sejak onset sakit sampai jaringan nekrotik dan cairan sudah terkapsulasi menjadi walled–off necrosis.8 Pada umumnya pankreatitis edematosa interstisial dengan timbunan cairan akan diresorpsi dalam waktu 7–10 hari, hanya 6,8% kasus kemudian menjadi pseudokista. Pseudokista asimptomatik tidak memerlukan intervensi, tetapi dalam perjalanannya pseudokista dapat berubah karakter menjadi simptomatik. Apabila pseudokista menimbulkan gejala pilihan terapi adalah dekompresi melalui drainase perkutan atau endoscopic cyst gastrostomy dengan panduan ultrasound endoskopi. Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan apabila pseudokista bersifat kompleks, multipel, atau adanya komplikasi seperti fistula, ruptur dan perdarahan.9



Gambar 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat1



2.8



Komplikasi Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi



menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ yang dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal. Frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan saluran cerna (10,8%). Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor dari Marshall (Tabel 2.4). Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut1. Tabel 2.2 Sistem Skor Marshall untuk Menilai Gagal Fungsi Organ1



Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Bentuk dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut, organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi. Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran homogen, terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute collection of peripancreatic fluid.. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pankreas1.



Pseudokista terjadi sekitar 10% dari pankreatitis akut dan menyebabkan sekitar 80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa tunggal atau multipel, dan berada di dalam atau di luar pankreas dengan ukuran bervariasi. Pankreatitis nekrosis merupakan komplikasi lokal yang terjadi pada sekitar 10%–20% pasien dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis ditandai dengan adanya jaringan nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis pankreatitis nekrosis ditegakkan melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya > 30% kurang atau



tidak



adanya



penyangatan



(non-enhancement)



pada



pemeriksaan



menggunakan CECT.1 Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari parenkim pankreas atau jaringan peripankreas dan secara morfologis berupa debris atau cairan yang terlokalisir, dikenal sebagai acute necrotic collection. Pankreatitis nekrosis dapat bersifat steril (sterile necrosis) atau terinfeksi (infected necrosis). Pankreatitis nekrosis steril terbentuk sekitar 10-14 hari dari onset sakit. Setelah kurang lebih 4 minggu acute necrotic collection mengecil (namun jarang sekali menghilang) dan dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang berisi debris dan cairan, dikenal sebagai walled-off necrosis.1,12 Pada kondisi tertentu pankreatitis nekrosis yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi mikroorganisme yang berubah menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang mempunyai risiko mortalitas mencapai 20%–30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi ditegakkan melalui aspirasi jarum halus dipandu dengan CT scan. Selain itu, adanya infeksi dapat diduga apabila pada pemeriksaan CECT didapatkan gambaran gas di parenkim pankreas atau peripankreas.1 2.9 Prognosis Pankreatitis Akut Mortalitas pada pankreatitis akut mencapai 21%. Pankreatitis akut berat mortalitasnya mencapai 45,63% dibandingkan pankreatitis akut ringan



yang



hanya 2,22%. Kematian pada minggu pertama perawatan di rumah sakit sering akibat Multi Systemic Organ Failure (MSOF). Sedangkan kematian pada fase lambat sering akibat komplikasinya yaitu nekrosis pankreas dan MSOF.10 Menentukan prognosis dapat dengan menggunakan kriteria Ranson atau Apache II. Kriteria prognostik Ranson dibagi menjadi saat masuk rumah sakit dan 48 jam setelah dirawat di rumah sakit. Selama 48 jam perawatan, bila terdapat ≥3 pada kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut berat.



Tabel 2.3 Kriteria Ranson9



Penggunaan skor APACHE II ≥ 8 (Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation), disfungsi organik (syok, SBP 2 mg/dl setelah hidrasi), komplikasi lokal (nekrosis, pseudokista atau abses), komplikasi lokal (DIC, platelet 72 jam, serta perubahan akut status klinis.13 Pada pasien ini skor ransonnya 1 dan gejala klinis tidak menunjukkan pankreatitis akut yang berat. Tapi etiologi yang belum jelas sehingga perlu dilakukan CT scan abdomen. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis sirosis hati yaitu pemeriksaan ultrasonografi. Gambaran USG yang dinilai meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.7 Rencana selanjutnya untuk menegakkan diagnosis pasien ini adalah melakukan pemeriksaan HbsAg dan Anti HBV serta CT Scan Abdomen. Tujuan pemeriksaan HbsAg adalah untuk mengetahui adanya penyebab transaminitis. CT scan abdomen dilakukan untuk mengetahui penyebab pankreatitis akut pada pasien ini.1 4.5



Etiologi Penyebab dari pankreatitis akut beraneka ragam, namun mayoritas



penyebab dari pankreatitis akut adalah adanya batu pada saluran empedu dan alkohol. Batu pada saluran empedu menyebabkan pankreatitis akut sekitar 4070% kasus, sedangkan alkohol sekitar 25-35% kasus. Pada pasien ini penyebabnya adalah adanya batu pada saluran empedu sehingga dilakukan perlu



dilakukan kolesistektomi untuk mencegah serangan kembali7. Pola hidup pasien ini yang jarang berolah raga, gemuk, jenis kelamin perempuan, serta umur yang lebih dari 40 tahun menjadi penyebab terjadinya sumbatan pada saluran empedu.14 .Selain itu penggunaan pil KB juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya sumbatan saluran empedu. 20 % orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan mengalami batu kandung empedu sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun risikonya meningkat menjadi 30%4. Batu yang terjadi pada koledokus sekitar 38% akan menyebabkan pankreatitis akut1. Sumber lain mengatakan risikonya meningkat menjadi 40%.7



4.6



Terapi Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan



operasi. Penting untuk memberikan terapi suportif dan mengevaluasi respon terapi serta menghindari adanya komplikasi. Hidrasi intravena agresif sedini mungkin, kontrol nyeri, dan bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan nonoperasi.6,7 Pada pasien ini diberikan cairan NaCl 0,9% dan Clinimix N9G15E dengan perbandingan 2:1 16 tetes per menit. Berdasarkan teori, hidrasi sebaiknya diberikan secara agresif dalam 12-24 jam perawatan dengan cairan Ringer Laktat (RL) oleh karena tidak merusak sel asinar pankreas dan tidak menimbulkan gap non-anion, serta tidak menimbulkan hiperkloremia asidosis metabolik.6 Berat pasien ini adalah 70 kg jadi sebaiknya diberikan hidrasi 20 ml per kg berat badan yaitu 1400 ml dalam waktu 60-90 menit. Lalu diikuti 250-500 ml per jam untuk 48 jam selanjutnya. Itu berarti diberikan cairan maintenance 12 botol hingga 24 botol infus RL per 24 jam untuk mempertahankan urine output 0,5 ml per kg/jam dan menurunkan kadar BUN. Pada pasien ini diberikan 16 tetes per menit, itu berarti jumlah hidrasi yang diberikan per jam mencapai 48 ml masih kurang dari standar optimal yaitu 1400 ml dalam 60-90 menit pertama perawatan. Selain itu masih belum jelas rencana hidrasi selanjutnya pada 48 jam perawatan. Secara teori pemberian cairan pada 60-90 menit perawatan pasien ini dilakukan dalam 466 tetes per menit atau digrojol. Perawatan 48 jam selanjutnya membutuhkan cairan RL sebanyak 80 tetes per menit sehingga komplikasi tidak terjadi.1



Pipa nasogastrik dan nasojejunal memiliki keamanan dan efektivitas yang mirip.7 Pemberian cairan oral dapat dilakukan bila nyeri sudah terkontrol atau tidak memerlukan obat-obatan narkotik. Diet yang dianjurkan yaitu bentuk cair atau padat lunak kemudian bertahap dengan rendah lemak diet regular. 1,7 Pada pasien ini dilakukan puasa dan pemasangan NGT oleh karena adanya gastritis akut. Akan tetapi pada pankreatitis akut tidak perlu dipuasakan jika nyerinya sudah terkontrol. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan apabila nutrisi enteral tidak bisa diberikan. Pada pasien ini diberikan Clinimix N9G15E yang merupakan nutrisi parenteral yang mengandung asam amino dengan nitrogen total 9 gram/L, glukosa 15 gram/100 ml, dan elektrolit. Sebaiknya diberikan 1.750 Kkal per hari pada pasien ini dengan kecepatan 3 ml/kgBB/jam.14 Menurut



teori



pemberian



imipenem/cilastatin



(Primaxin)



sebagai



monoterapi dapat menurunkan infeksi pankreas7. Imipenen dengan dosis 0,5 gram/8 jam intravena1. Sedangkan menurut The American Gastroenterological Association guidelines merekomendasikan profilaksis antibiotik pada infeksi ekstrapankreas tapi tidak pada pankreatitis akut berat atau nekrosis steril.6,7 Antibiotik yang bisa digunakan yaitu karbapanem, quinolon, metronidazol dan cephalosporin dosis tinggi.1 Imipinen merupakan antibiotik karbapanem yang mengganggu pembentukan dinding sel bakteri melalui berikatan dengan protein tempat



terikatnya



penisilin.



Sedangkan



Cilastatin



berfungsi



sebagai



dehydropeptidase I yang mencegah pemecahan Imipinen.15 Akan tetapi tidak dianjurkan diberikan pada pasien yang mengalami gangguan clearance kreatinin.16 Antibiotik diberikan pada pasien ini yaitu Cefoperazone sulbactam 1 gram tiap 12 jam intravena. Cefoperazone menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga terjadi kebocoran sel bakteri dan bakteri lisis. Sulbaktam meningkatkan efektivitas Cefoperazone dengan melindungi dari enzim beta laktamase. Imipenem/cilastatin dan Cefoperazone sulbactam memiliki mekanisme kerja yang sama.17 4.7



Prognosis Prognosis pankreatitis akut sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah



faktor, diantaranya beratnya kerusakan pankreas, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Metode prognosis yang digunakan yaitu menggunakan kriteria Ranson



atau Apache II. Kriteria prognostik Ranson dibagi menjadi saat masuk rumah sakit dan 48 jam setelah dirawat di rumah sakit.9



BAB III PEMBAHASAN Keluhan yang dominan pada pasien adalah nyeri seluruh perut, awalnya lokasi nyeri di epigastrium sejak 5 hari yang lalu. Gejala lain yakni mual, muntah-muntah dan demam. Pasien memiliki kebiasaan makan-makanan berlemak seperti gorengan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BMI 31,1 kg/m2. Hubungan antara terjadinya pankreatitis akut pada pasien obesitas telah dipaparkan pada beberapa studi. Salah satu studi menyebutkan konsentrasi beberapa jenis interleukin meningkat pada pasien pankreatitis akut. Beberapa jenis interleukin ini ternyata juga mengalami peningkatan pada keadaan obesitas. Interleukin tersebut adalah interleukin-1α (IL-1α), IL-1 receptor antagonist (IL1-ra), IL-6, IL-8, IL-10 dan IL-12p70. Salah satu studi menyebutkan bahwa obesitas menginduksi keadaan peradangan kronis.1 Hipotesis kedua adalah bahwa pasien obesitas memiliki peningkatan akumulasi lemak di dalam dan di sekitar pankreas dimana nekrosis sering terjadi. Risiko infeksi pankreas dan peradangan akan sebanding dengan meningkatnya jumlah lemak peri-pankreas. Pada pasien obesitas, ekspresi sitokin juga lebih tinggi pada visceral daripada lemak subkutan, sitokin yang diproduksi terutama oleh makrofag terletak di fraksi stroma- vaskular dari jaringan lemak. Peningkatan lemak di peripankreas dan intrapankreas dan kehadiran sel-sel inflamasi di jaringan adiposa mungkin menjelaskan tingginya insiden peradangan pankreas dan nekrosis pada pasien obesitas.2 Hipotesis yang ketiga adalah bahwa mikrosirkulasi pankreas lebih rendah pada obesitas dibandingkan pada pasien non-obesitas, yang meningkatkan risiko cedera iskemik dan infeksi lokal. Selain itu, pasien obesitas mungkin mengalami imunodefisiensi, suatu kondisi yang meningkatkan risiko infeksi lokal. Pada akhirnya, karena obesitas membatasi pergerakan dinding dada dan diafragma, kapasitas inspirasi dari pasien obesitas berkurang. Ventilasi/perfusi mismatch dapat menyebabkan hipoksemia yang selanjutnya akan mengurangi oksigenasi jaringan pankreas.3 Studi di Korea Selatan menunjukkan keadaan overweight dan obesitas memiliki hubungan dengan risiko terjadinya pankreatitis akut yang parah. Studi ini membandingkan pasien normal (BMI 18,5 – 22,9) dengan seluruh katagori dengan BMI ≥23 memiliki risiko menjadi akut pankreatitis



parah (p=0,003) dan semua katagori dengan BMI ≥25 secara signifikan menunjukkan prediksi mengalami pankreatitis akut parah (p