7 0 2 MB
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor genetik dan non genetik. Insidensi vitiligo rata-rata 1% diseluruh dunia.1 Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada
laki-laki,
tetapi
perbedaan
ini
dianggap
berasal
dari
banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10–30 tahun.2 Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau secara autosomal dominan. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari 30% dari penderita vitiligo mempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik.2,3 Vitiligo biasanya bermula pada masa anak-anak atau dewasa muda, dengan jenjang usia antara 10 dan 30 tahun. Sekitar setengah dari kasus bermula sebelum usia 20 tahun. Pada laporan kasus ini akan di bahas sebuah kasus wanita berusia 54 tahun dengan kecurigaan vitiligo berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan dermatologis yang ditemukan. Pembahasan terbatas pada keadaan klinis yang ditemukan baik melalui anamnesis maupun pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan serta prognosis pasien setelah mendapatkan terapi.4
2
BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama
: Ny. S
Umur
: 54 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Semarang
Tanggal Pemeriksaan
: Selasa, 17 Desember 2019
2.2 Anamnesis Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien, dilakukan pada hari Selasa tanggal 17 Desember 2019 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin Tugurejo Semarang. 1) Keluhan Utama Bercak putih pada kepala sejak 25 tahun yang lalu. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan mengeluhkan bercak putih pada kepala sejak 25 tahun yang lalu. Awalnya bercak hanya di sekitar kepala dengan cepat meluas hingga leher, punggung, tangan dan kaki. Sejak 2 bulan yang lalu pasien berobat ke RS Kariadi dan mendapat terapi namun pasien tidak tahu nama obatnya dan pasien merasa tidak cocok dengan obat tersebut. Keluhan dirasakan tidak ada perbaikan tetapi dirasakan bertambah luas, gatal pada daerah leher, nyeri (-), baal (-). Pasien menyangkal adanya luka sebelumnya dibercak kulit yang memutih. Penderita kemudian kontrol ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo semarang. 3) Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat dengan keluhan serupa disangkal b. Riwayat alergi obat disangkal c. Riwayat alergi makanan disangkal
3
d. Riwayat keluhan penyakit kulit lain atau luka disangkal e. Riwayat Diabetes mellitus disangkal f. Riwayat Hipertensi disangkal 4) Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan bahwa dirumah tidak ada yang merasakan keluhan yang sama dengan pasien. 5) Riwayat Pribadi, sosial Pada saat beraktivitas di luar rumah pada siang hari pasien menggunakan pakaian tertutup menggunakan
dan lotion
berjilbab.
Pasien
berkata
tidak
pernah
yang mengandung perlindungan terhadap sinar
matahari. Pasien sering beraktivitas di bawah sinar matahari. 6) Riwayat Pengobatan Pasien telah berobat ke RS Kariadi dan diberi obat namun pasien tidak tahu nama obat yang diberikan dokter, dan belum ada perubahan pada keluhannya. 2.3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Desember 2019 pukul 11.00 WIB di ruang Poli kulit RSUD Tugurejo Semarang. a. Status Generalis Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis (GCS 15: E4V5M6)
Tanda vital Tekanan Darah : 138/80 mmHg Nadi
: 72 x /menit, irama reguler
Pernapasan
: 20 x / menit, reguler
Suhu
: 36.5C
b. Status Antropometri Berat badan
: 52,5 kg
Tinggi badan
: 155 cm
4
c. Status Internis Kepala
Normocephal, tidak ada tanda trauma atau benjolan. Warna rambut hitam, Distribusi rambut tidak merata, terdapat bercak putih di puncak kepala, rambut di sekitar bercak putih mudah dicabut.
Mata
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, diameter pupil 3 mm/ 3 mm.
Telinga
Bentuk normal, sekret-/-, tidak ada kelainan kulit.
Hidung
Deviasi septum -/-, sekret -/-, epistaksis -/-.
Mulut
Bibir tampak normal, sianosis -, dan mukosa mulut basah.
Leher
Tidak tampak adanya luka maupun benjolan, pembesaran kelenjar getah bening-/- pembesaran kelenjar tiroid- .
Toraks
Inspeksi: Dada terlihat simetris kanan dan kiri, pergerakan dinding dada terlihat simetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal, tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan. Pulsasi ichtus kordis tidak terlihat. Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, ekspansi pernapasan simetri kanan dan kiri, fremitus taktil sama kuat kanan dan kiri. Ichtus kordis teraba. Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru, batas paru-hepar di ICS VI, batas kanan jantung di ICS IV linea parasternalis dextra, apeks jantung di ICS VI linea aksilaris anterior sinistra, dan pinggang jantung di ICS IV parasternalis sinistra. Auskultasi: Paru
: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, Murmur (-). Gallop (-).
5
Abdomen
Inspeksi: Supel, turgor baik, dinding abdomen simetris, tidak terlihat penonjolan massa. Auskultasi : Bising Usus normal 12x/menit, normal Perkusi
: Timpani seluruh lapang perut, asites (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-. d. Status Dermatologis: Regio
: Kepala, leher, punggung, tangan dan kaki.
Efloresensi
:Patch
depigmentasi,
batas
tegas,
bentuk
tidak
beraturan. e. Dokumentasi
Lokasi : Regio Capitis UKK : makula hipopigmentasi, berbatas tegas, bentuk tidak beraturan.
6
Lokasi : Regio Colli dextra et sinistra UKK : makula hipopigmentasi berbatas tegas bentuk tidak teratur, ukuran plakat
Lokasi : Regio vertebralis dan regio scapularis dextra et sinistra UKK : makula hipopigmentasi berbatas tegas, bentuk bulat, ukuran numular dan plakat.
7
Lokasi : Regio Cruris anterior dextra et sinistra UKK : makula hipopigmentasi berbatas tegas dan bentuk lonjong ukuran miliar.
8
Lokasi : Regio dorsum pedis dextra et sinistra UKK : makula hipopigmentasi berbatas tegas dan bentuk bulat, ukuran miliar
Lokasi : Regio dorsum manus dextra et sinistra UKK : makula hipopigmentasi berbatas tegas bentuk ireguler ukuran 2 cm 2.4 Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan
9
2.5 Resume Pasien datang dengan mengeluhkan bercak putih pada kepala sejak 25 tahun yang lalu. Awalnya bercak hanya di sekitar kepala dengan cepat meluas hingga leher, punggung, tangan dan kaki. Sejak 2 bulan yang lalu pasien berobat ke RS Kariadi dan mendapat terapi namun pasien tidak tahu nama obatnya dan merasa tidak cocok dengan obat tersebut. Keluhan dirasakan tidak ada perbaikan tetapi dirasakan bertambah luas, gatal pada daerah leher, nyeri (-), baal (-). Pasien menyangkal adanya luka sebelumnya dibercak kulit yang memutih. Penderita kemudian kontrol ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo semarang. Status Generalis : Dalam Batas Normal Status Dermatologi :
Lokasi I
: Regio Capitis
UKK
: makula hipopigmentasi, batas tegas, bentuk tidak
beraturan.
Lokasi II
: Regio Colli dextra at sinistra
UKK
: makula hipopigmentasi berbatas tegas bentuk tidak
teratur, ukuran plakat.
Lokasi III
: Regio vertebralis dan regio scapularis dextra et sinistra
UKK
: makula hipopigmentasi berbatas tegas, bentuk bulat,
ukuran numular.
Lokasi IV
: Regio Cruris anterior dextra at sinistra
UKK
: makula hipopigmentasi berbatas tegas dan bentuk lonjong
ukuran milier.
Lokasi V
: Regio dorsum pedis dextra at sinistra
UKK
: makula hipopigmentasi berbatas tegas dan bentuk bulat,
ukuran miliar
10
Lokasi VI
: Regio dorsum manus dextra at sinistra
UKK
: makula hipopigmentasi berbatas tegas bentuk ireguler
ukuran 2 cm 2.6 Diagnosis Banding 1) Piebaldism 2) Pitriasis Versicolor 3) MH 2.7 Usulan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Histopatologi 2.8 Diagnosis Kerja Vitiligo 2.9 Penatalaksanaan a. Non medikamentosa 1) Menerangkan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien 2) Menyarankan pasien untuk menggunakan tabir surya jika pergi keluar rumah saat siang hari 3) Memberikan informasi kepada pasien untuk bersabar karena pengobatan yang cukup lama. 4) Rujuk ke spesialis kulit dan kelamin. b. Medikamentosa 1) Narrowband UVB 2) Kortikosteroid topikal : triamnisolon asetonid 0,1% atau fusinolon asetat 0,01%. 1-2 bulan kemudian diturunkan bertahap menjadi kortikosteroid potensi rendah (hydrocortisone butyrate cream 0.1%) 3) Salep tacrolimus topical 0,03-0,1% 2 kali sehari 2.10 Prognosis a. Quo ad vitam
: ad bonam
b. Quo ad functionam
: ad bonam
c. Quo ad sanactionam
: dubia ad Bonam
11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan fungsi melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun.1 Vitiligo adalah kondisi kulit jangka panjang yang ditandai dengan bercakbercak kulit yang kehilangan pigmennya . Bercak kulit yang terkena menjadi putih dan biasanya memiliki margin yang tajam. Rambut dari kulit juga bisa menjadi putih. Bagian dalam mulut dan hidung mungkin juga terlibat. Biasanya kedua sisi tubuh terpengaruh. Seringkali bercak dimulai pada area kulit yang terkena sinar matahari. Ini lebih terlihat pada orang dengan kulit gelap.5 3.2 Etiologi dan Patogenesis Vitiligo adalah kelainan pilogenik, dengan patogenesis yang kompleks yang hingga sekarang belum dimengeri secara pasti. Walaupun banyak teori
yang
mencoba menjelaskan mengenai kehilangannya melanosit
epidermal pada vitiligo namun penyebab pastinya tidak diketahui. Teori yang paling dapat diterima adalah faktor genetik dan non-genetik yang berikatan mempengaruhi fungsi dan kehidupan melanosit, walaupun pada akhirnya mengarah pada kerusakan autoimun dari melanosit.1 Masih belum pasti apa yang menyebabkan kerusakan pada melanosit sehingga menghilang dan mempengaruhi kulit.6 Ada
4
mekanisme
yang
mungkin
bisa
menjelaskan
mengenai terjadinya vitiligo, yaitu autoimun, neurogenik, genetik, dan pajanan bahan kimia. a. Hipotesis Autoimun
12
Terdapat perdebatan mengenai fakta yang mendukung autoimun sebagai dasar terjadinya vitiligo generalisata. Vitiligo generalisata sering terjadi pada orang yang memiliki
riwayat
penyakit
autoimun
sebelumnya.
Imunitas humoral adalah yang pertama terlibat dengan ditemukannya
pada
beberapa
autoantibodi melanosit antigen related
melanosit, protein-1,
lainnya
yang
yang
kasus
terdapatnya
menyerang
termasuk
berbagai
tirosinase, tyrosinase-
dopachrome
tautomerase
dan
memiliki kekuatan untuk membunuh
melanosit secara in vitro dan in vivo. Terdapat hubungan antara vitiligo dengan kondisi autoimun. Gangguan tiroid seperti tiroiditis hashimoto dan Grave’s disease biasanya muncul dengan vitiligo.1 Autoantibodi organ spesifik untuk tiroid, sel parietal lambung, dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada serum pasien dengan vitiligo dibandingkan dengan populasi umum. Antibodi terhadap melanosit
orang
menggunakan
normal
dapat
dideteksi
dengan
tes immunoprecipitation spesifik yang
memiliki pengaruh sitolisis. Didapati profil sel-T yang abnormal pada pasien vitiligo dengan penurunan sel Thelper.3 b. Hipotesis Neurogenik Pada hipotesis ini dijelaskan bahwa adanya bahan campuran yang dilepaskan di sekitar neuralcrest yang menghambat melanogenesis dan memberikan efek toksik pada melanosit. Walaupun terkadang vitiligo timbul
pada
distribusi
dermatom
dan
secara
mikroskopik
menunjukknya adanya kelainan pada saraf sekelilingnya, penelitian terakhir mengenai neuropeptid dan neuronal pada vitiligo menjelaskan bahwa neuropeptide Y memiliki keterlibatan.3 c. Genetik pada vitiligo
13
Survey epidemiologi dalam jumlah besar menunjukkan bahwa kebanyakan kasus vitiligo timbul secara jarang, walaupun sekitar 15%-20% dari pasien memiliki satu bahkan
lebih
tingkat
yang
pertama.
dipengaruhi Pada
oleh
kerabat
penelitian terbanyak
mengatakan bahwa genetik pada vitiligo berfokus pada vitiligo generalisata. Beberapa gen yang terkait dengan fungsi imun, termasuk loci dalam MHC, CTLA4, PTPN22, IL10,
MBL2,
keterlibatan
dan
pada
NALP1
diduga
memiliki
vitiligo generalisata dalam hubungan
genetik. Vitiligo segmental memiliki perbedaan genetik yang
berbeda
dari
vitiligo
generalisata
dilihat
dari
perkembangan dan ketahanan hidup melanoblast dan melanosit, walaupun hipotesis tersebut masih harus dikonfirmasi kembali.1 d. Hipotesis pajanan bahan kimiawi Terdapat
beberapa bukti bahwa vitiligo merupakan penyakit yang
menyerang seluruh keterkaitan
dengan
epidermis
kulit,
kemungkinan
memiliki
abnormalitas biokimia dari melanosit dan
keratinosit. Kelainan spesifik dari fungsi dan morfologi dipantau
pada
melanosit dan keratinosit vitiligo yang memiliki dasar genetik. Kelainan bentuk keratinosit dari lesi vitiligo memiliki hubungan pada kerusakan aktivitas mitokondria, dan memiliki efek pada produksi dari faktor
pertumbuhan melanosit dan sitokin yang mengatur kehidupan
melanosit. Pajanan bahan kimiawi tersebut menekan kadar H2O2 yang memberikan dampak terhadap epidermis, sehingga menyebabkan berkurangnya sebagian dari enzim antioksidan pada keratinosit dan melanosit.1 3.3 Faktor Pencetus a. Faktor Endogen
14
1) Faktor genetik sebanyak 18-36% pasien mempunyai pola familial 2) Tekanan emosional berat: kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, perceraian, masalah sekolah, perpindahan sekolah 3) Penyakit-penyakit internal seperti gangguan autoimun, misalnya: tiroid, anemia pernisiosa, diabetes mellitus, lebih banyak dialami oleh populasi vitiligo dibanding populasi umum. 4) Penyakit-penyakit kulit, sebanyak 14% kasus vitiligo dimulai dari suatu halo nevus. b. Faktor Eksogen Sebanyak 40% pasien vitiligo diawali dengan trauma fisik yang dialami, misalnya: garukan, pembengkakan, benturan,
laserasi
dan
misalnya:
betadrenergik
luka
bakar.
bocking
agent
Obat-obatan dan
19%
berkaitan dengan zat-zat melanositotoksik, seperti film developers, rubber, kuinon, dan agen pemutih. 3.4 Diagnosis Diagnosis vitiligo ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dari pasien dengan adanya makula berbatas tegas, “chalk-white”, bilateral (biasanya simetris), progresif dan didapat.2 Gambaran klinis Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo menunjukan gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau oleh hiperpigmentasi.4 Pada vitiligo, ditemukan makula dengan gambaran seperti “white-milk” makula dengan depigmentasi homogen dan batas yang tegas. Memiliki dasar dari distribusi polimorfik, melebar dan banyak bercak putih.1
15
Gambar 3.1 Bercak depigmentasi pada bagian atas bibir.7
Tabel 3.1 Klasifikasi Vitiligo menurut Ortonne.2 Vitiligo Lokalisata 1. Fokalis: > 1 makula dalam 1 area tetapi tidak jelas segmental atau zosteriformis. 2. Segmentalis: > 1 makula dengan pola quasidermatomal 3. Mukosa: hanya mengenai daerah mukosa
Vitiligo generalisata
Vitiligo Universalis
1. Akrofasial: Depigmentasi > 80% distal ekstremitas & wajah 2. Vulgaris: Makula tersebar pada seluruh tubuh dengan pola distribusi asimetris 3. Mixed akrofasial dan/atau vulgaris dan/atau segmentalis
16
Gambar 3.2 Vitiligo Akrofasial.
1
Gambar 3.3 Vitiligo
vulgaris.1
Gambar 3.4 Vitiligo Universal.1
Gambar 3.5 Vitiligo segmental.1
17
Gambar 3.6 Vitiligo fokal.1
Gambar 3.7 Lokasi predileksi vitiligo.1
Fenotip klinis langka tertentu1 1) Vitiligo Thrichrome dikarakteristikan dengan adanya bercak yang berukuran sedang hipopigmentasi diantara kulit normal dan depigmentasi kulit keseluruhan 2) Vitiligo Quadrichrome dikarakteristikan dengan adanya empat warna (coklat gelap) pada repigmentasi folikuler. Sering pada pasien dengan fototerapi kulit gelap. 3) Vitiligo Pentachrome merupakan vitiligo dengan lima bayangan warna: putih, gelap, coklat sedang, coklat gelap, dan hitam. 4) Vitiligo Conferri atau vitiligo Ponture seperti makula depigmentasi dalam makula hiperpigmentasi pada kulit normal. 5) Vitiligo Red lesi depigmentasi yang memiliki batas eritematous. 6) Vitiligo Blue muncul warna kulit biru keabu-abuan oleh karena hilangnya melanosit epidermal. 3.5 Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan histopatologi.1 Biopsi diagnosis
kulit
sangat
jarang
diperlukan
untuk
menegakkan
vitiligo. Biasanya pada pemeriksaan histologi didapati pada
area lesi tidak adanya melanosit pada epidermis dan dermal yang tipis, perivaskular, dan infiltrat limfosit perifolikular pada batas lesi baru dan
18
lesi aktif, dengan adanya proses cell-mediated immune menghancurkan melanosit insitu.
Gambar 3.8 (A) makula depigmentasi dengan distribusi simetris pada batang tubuh dan ekstremitas. (B) infiltrat yang sangat halus dari limfosit pada epidermis. (C) melanosit mengalami
kerusakan pada
epidermis.8 2) Pemeriksaan Lampu Wood Pada pemeriksaan dibutuhkan untuk mengevaluasi makula, biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki tipe kulit cerah, dan untuk mengidentifikasi makula pada bagian yang dilindungi matahari.2 3.6 Diagnosis Banding Pada
vitiligo
diagnosis
banding
dapat
berupa
Pitiriasis
Versikolor, Pitiriasis Alba, Lepra, Piebaldism, skleroderma, Nevus Pigmentous oleh karena memiliki lesi berupa makula soliter hipopigmentasi, batas tegas, dengan tepi
ireguler,
ukuran yang sama, sering timbul pada bayi baru lahir lalu dapat
juga
dengan Nevus Anemicus
karena memliki lesi
pucat hipokromik dengan batas tegas dan tepi ireguler, biasanya soliter berlokasi di batang tubuh.1 3.7 Penatalaksanaan Kunci ulang
dari
terapi vitiligo
dari
adalah
memfasilitasi
bercak depigmentasi pada epidermis dengan
mengaktivasi
melanosit agar dapat
hidup
berpopulasi
untuk
populasi
pada
bermigrasi, bertahan
kulit
yang
mengalami
19
depigmentasi,
dan
membawa
keluar
biosintesi
dari
melanin.1 Tabel 3.2 Strategi terapi untuk vitiligo.11 TOPIKAL FISIKAL SISTEMIK BEDAH Lini Pertama
Kortikosteroid Kalsinieurin inhibitor
Ultraviolet B (gelombang pendek) Psoralen sistemik dan sinar Ultraviolet A
Lini Kedua
Calcipotriol
Psoralen topikal dan sinar ultraviolet A Excimer laser
Kortikosteroid (Pulse therapy) Cangkok melanosit transplantasi
a. Terapi Topikal Terapi dengan steroid topikal memberikan 50-75% repigmentasi
dan
membutuhkan
untuk
tidak
praktis
dikarenakan
mengaplikasikan
pada
kulit
dengan frekuensi yang sering dan juga membutuhkan waktu setahun atau lebih untuk hasil yang signifikan. Terapi topikal seperti takrolimus dan calcipotrien juga memberikan hasil yang sama dengan kortikostertoid topikal.9 1. Kortikosteroid Topikal Indikasi
pada
lesi
vitiligo
yang
terbatas
dan
merupakan lini pertama pada anak-anak. Respon terbaik didapatkan pada lesi daerah wajah, dan juga baik untuk lesi pada leher dan ekstremitas kecuali jari tangan dan kaki. Respon yang baik terjadi karena pada daerah tersebut permeabilitas kulitnya tinggi, banyak tersedia melanosit residual, follicular
20
reservoir
yang
banyak
atau
melanosit
mudah
diperbaiki. Lesi lokal diterapi dengan fluorinated corticosteroid potensi tinggi (clobetasol propionate ointment,
0.05%)
perlahan
selama
1-2
diturunkan
kortikosteroid
potensi
bulan
kemudian
bertahap rendah
menjadi
(hydrocortisone
butyrate cream 0.1%). Lesi yang lebih besar diterapi dengan
non-fluorinated
corticosteroid
potensi
menengah.11 Monitor respon pengobatan dengan pemeriksaan Wood’s lamp. Jika tidak ada respon dalam 3 bulan, terapi dihentikan. Repigmentasi maksimum terjadi 4 bulan atau lebih (30-40% dalam 6 bulan). Pasien dengan pigmen gelap memiliki respon yang lebih bagus
daripada
yang
berpigmen
Keuntungan terapi ini adalah kepatuhan tinggi
dan
adalah
terjadi kekambuhan
obat
dan
harga efek
terjangkau.
samping
yang
Kekurangannya
setelah steroid
terang.
penghentian (atrofi
kulit,
telangiectasis, striae, dermatitis kontak). Semua pasien terutama anak-anak harus dimonitor secara ketat terhadap efek samping obat.11 2. Kalsineurin Inhibitor Salep tacrolimus topical 0,03-0,1% (pimecrolimus ointment 1%)
dua kali sehari efektif menghasilkan
repigmentasi vitiligo lesi local terutama pada wajah dan leher. Lebih efektif jika dikombinasi dengan ultraviolet B (UVB) atau terapi laser excimer (308 nm). Lebih aman daripada steroid topical pada anak-anak.11
21
3. Calcipotriol Topikal Vitamin D analog-Calcipotriol topical 0,005% efektif secara kosmetik pada beberapa pasien. Dapat dikombinasi dengan kortikosteroid topical pada anak dan dewasa untuk mempercepat dan stabilitas repigmentasi.11 4. Pseudocatalase Katalase adalah enzim normal yang ditemukan pada kulit berfungsi untuk mengurangi kerusakan oleh radikal bebas. Kadarnya rendah pada pasien vitiligo. Terapi dengan pseudocatalase dapat diberikan pada pasien
dikombinasi
dengan
narrowband
UVB
(NBUVB) fototerapi.11 b. Terapi Fisik12 1. Sunscreen Membantu mencegah terbakarnya kulit karena sinar matahari,
mengurangi
photodamage
sehingga
mencegah fenomena Koebner, dan mengurangi perbedaan warna kulit normal dengan lesi vitiligo. 2. Kosmetik Penggunaan kosmetik berguna bagi pasien dengan vitiligo focal. Kosmetik dapat
menutupi
dan
menyamarkan
lesi
pada
wajah, leher, dan tangan. Keuntungannya harga murah, efek samping sedikit, dan mudah digunakan. 3. Radiasi Narrowband Ultraviolet B NB (311nm)-UVB radiasi dipertimbangkan sebagai terapi pilihan pertama untuk sebagian besar pasien. Pada vitiligo generalisata terapi ini lebih efektif daripada PUVA topical. Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 6 bulan, terapi dihentikan. Pigmentasi terbaik terjadi di wajah, badan, dan ekstrimitas proksimal.11 4. Psoralen dan Terapi Ultraviolet A
22
8-methoxypsoralen oral atau topical dikombinasi dengan UVA (320-400nm) iradiasi vitiligo. fototerapi melanosit folikel
PUVA
menjadi
hiperaktif.
(PUVA)
efektif
untuk
bekerja dengan
hipertropi
dan
penanganan
cara membuat
melanosom
menjadi
Juga meningkatkan produksi melanosit dalam
rambut
dan melepaskan keratinosit dari faktor yang
merangsang prtumbuhan melanosit dan mengurangi terbentuknya antigen melanosit dalam membran melanosit. Terapi pilihan Psolaren, yaitu Methoxsalen
diberikan secara oral engan
dosis 0,4mg/KgBB, 1 hingga 2 jam sebelum terapi UVA. Untuk PUVA topical, Methoxsalen 0,1% diaplikasikan pada lesi 30-60 menit sebelum terapi UV. Topikal PUVA
biasa
digunakan pada pasien dengan vitiligo 12 minggu. Dosis awal 50-100 mJ/cm. Hasil paling baik pada daerah wajah.9 c. Terapi sistemik Kortikosteroid
sistemik
tidak
terlalu
berguna
sebagai terapi untuk mendapatkan pigmentasi ulang pada Vitiligo. Akan tetapi Kortikosteroid sistemik dapat menekan
aktivitas
dari
Vitiligo.
Dengan
dosis
23
2,5mg/hari dari dexamethason untuk Vitiligo yang cepat
menyebar.
Terapi
optimal
untuk
dapat
memberhentikan progresi dari Vitiligo sekitar 3 dan 6 bulan.10 d. Pembedahan12 1. Autologous skin Grafts Terapi
ini
merupakan
stabil. Epidermis termasuk
pada
Vitiligo
yang mengalami
papillary
dermabrasi
opsi
dermis
superficial.
yang
depigmentasi
disingkirkan
dengan
Kemudian
lapisan
dermoepidermal yang sangat tipis yang dibiakkan menurut dermatom ditanamkan. Dapat menangani area 6-100cm. 2. Melanocyte culture Transplantation. Terapi ini sama dengan cangkok kulit dimana, cangkok kulit diambil dari wilayah donor kultur
agar
melanosit
dan
dapat
diinkubasi tumbuh
dalam
media
atau kombinasi dari
melanosit dan keratinosit dapat tumbuh secara in vitro. Hasil dari terapi ini sangat bagus dan pada area luas kulit dapat diterima dari satu cangkok donor. 3.8 Prognosis Vitiligo merupakan penyakit kronik dengan perjalanan penyakit yang beragam, tetapi memiliki onset
cepat yang
diikuti dengan periode stabil atau progresifitas lambat adalah karakteristik dari Vitiligo. Hingga 30% dari penderita vitiligo dilaporkan bahwa terjadi
pigmentasi ulang yang spontan
pada
(biasanya
beberapa
matahari).13 3.9 Komplikasi
wilayah
area
yang
terpapar
24
Vitiligo yang tidak ditangani dapat terus berkembang dan mengakibatkan beberapa komplikasi seperti kanker kulit dan penyakit autoimun seperti hipertiroidisme atau lupus.13
BAB IV KESIMPULAN Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan fungsi melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun. Insidensi vitiligo rata-rata 1% diseluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo
25
yang terjadi pada perempuan
lebih
perbedaan
berasal
ini
dianggap
berat
daripada
laki-laki,
tetapi
dari banyaknya laporan dari pasien
perempuan oleh karena masalah kosmetik. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10–30 tahun. Ada mengenai
4
mekanisme
terjadinya
yang
vitiligo,
mungkin yaitu
bisa
menjelaskan
autoimun,
neurogenik,
genetik, dan pajanan bahan kimia. Faktor pencetus vitiligo berasal dari endogen dan eksogen. Gambaran klinis Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo menunjukan gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau oleh hiperpigmentasi. Klasifikasi vitiligo dibagi menjadi 3 yaitu lokalisata, generalisata, dan universal. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi biasanya pada pemeriksaan histologi didapati pada area lesi tidak adanya melanosit pada epidermis dan dermal yang tipis, perivaskular, dan infiltrat limfosit perifolikular pada batas lesi baru dan lesi aktif, dengan adanya proses cell-mediated immune menghancurkan melanosit insitu. Pada vitiligo diagnosis banding dapat berupa Pitiriasis Versikolor, Pitiriasis Alba, Lepra, Piebaldism, skleroderma, Nevus Pigmentous oleh karena memiliki lesi berupa makula soliter hipopigmentasi, batas tegas, dengan tepi ireguler, ukuran yang sama. Strategi penatalaksanaan terapi pada vitiligo terdapat 2 lini pertama Kortikosteroid, Kalsinieurin inhibitor, Ultraviolet B (gelombang pendek), Psoralen sistemik dan sinar Ultraviolet A., dan lini kedua calcipotriol, Psoralen topikal dan sinar ultraviolet A Excimer laser, Kortikosteroid (Pulse therapy) dan Cangkok melanosit transplantasi. Hingga 30% dari penderita vitiligo dilaporkan bahwa terjadi pigmentasi ulang yang spontan pada beberapa wilayah (biasanya area yang terpapar matahari).
26
Daftar Pustaka 1. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. NewYork. McGrawHill;p.792-803. 2012. 2. Wolff K and Johnson RA. Vitiligo. In: Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. NewYork. McGrawHill:p.335-41. 2009.
27
3. Burns T, Breathnach S, Cox N. Disorders of Skin Colour. In: Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. Malden. Blackwell Science;p.39.53-7. 2004. 4. James WD, Berger TG, Elston DM. Disturbances of Pigmentation. In: Andrew’s Disease of The Skin. 11th ed. Philadelpia. Saunders Elsevier;p.854-70. 2011. 5. Ezzedine,
K; Eleftheriadou,
V; Whitton,
M; van
Geel,
N
(4
Juli
2015). "Vitiligo". Lancet . 386 (9988): 74-84. doi : 10.1016 / s0140-6736 (14) 60763-7 . PMID 25596811 6. Author : Bilal A, Irfan A : Guidlines for the Management of Vitiligo. In :
Journal of Pakistan Association of Dermatologist : 2014. 7. Shaffrali F,
Gawkrodger
D
(2000)
Management of
Vitiligo.
Clinical and Experimental Dermatology 25(8): 575-579. 8. M.Grant, Jane. Kels. Color Atlas of Dermatopathology. NewYork.
Vanderbilt Avenue;2007.p.16. 9. Mouzakis A MD, Lie S, et al : Rapid Response of Facial Vitiligo to 308nm
Excimer Laser and Topical Calcipotriene. In : The Journal of Clinical an Aesthetic Dermatology: 2011 10. Majid I : Vitiligo Management an Update. In : BJMP : 2010 11. Njoo and Westerhof W. Therapeutic guidelines for vitiligo. In: Lotti T,
Hercogova J. Vitiligo Problem and Solution. NewYork, Basel: Marcel Dekker;p.231-51. 2004 12. Whitton ME, Aschcroft DM, and Gonzales U. Therapetic interventions for
vitiligo. J Am Acad Dermatol. 713-7. 2008. 13. Barclay L. Task Force Issues Guidline for management of vitiligo.
Medscape education Clinical Brief. CME/CE Released: 08/16/2012; Valid for credit through 08/16/2013. Downloaded 07/02/2014.