Laporan KP HE [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang PT. Pertamina merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang



perminyakan baik itu kegiatan explorasi, pengolahan maupun pemasaran. Diantara ketiga kegiatan tersebut. pengolahan merupakan kegiatan yang sangat penting didalam pengolahan minyak mentah (Crude Oil) dari hasil pengeboran hingga mendapat produk-produk BBm maupun NBBM yang siap dipasarkan. Salah satu unit pengolahan yang ada di Sumatera Selatan adalah Rifinery Unit III. Pada umumnya di setiap proses industri seringkali banyak melibatkan proses perpindahan panas. Perpindahan panas yang berlangsung terjadi akibat adanya perbedaan temperatur antar media dengan sistem. Heat exchanger (HE) merupakan alat pendukung proses yang mempunyai peranan penting dalam usaha penghematan atau efisiensi energy atau panas dalam suatu proses. Apabila Heat Exchanger telah digunakan dalam waktu yang lama, maka akan ada endapan atau deposit di dalam dan di luar pipa yang akan menambah tahanan transfer panas. Penambahan ini mengurangi nilai dari koefisien transfer panas dan panas yang ditransfer mengalami pengurangan karena luas permukaan berkurang. Untuk itu perlu dilakukan pengecekan secara berkala pada HE tersebut.



1.2.



Tujuan 1







2



 Adapun tujuan dari praktek kerja lapangan di PT. Pertamina RU III Plaju ini adalah : 1.



Mengamati, membandingkan, menganalisa dan menerapkan hal-hal yang didapat dari bangku kuliah dengan yang ada di dunia kerja.



2.



Dapat mengetahui persoalan-persoalan yang timbul pada keadaan sebenarnya pada dunia industri.



3.



Memperluas wawasan mahasiswa dalam bidang teknik umumnya dan teknik mesin pada khususnya.



4.



Sebagai pengamalan dan wawasan kerja untuk menghadapi dunia kerja di kemudian hari.



5.



Dapat memahami operasi dan menganalisa penyebab kerusakan pada Heat Exchanger.



6.



Dapat memberikan solusi yang dapat diterapkan pada HE tersebut agar kinerja penukar panas tersebut lebih efektif dan efisien.



1.3.



Ruang Lingkup Permasalahan Dalam penyusunan laporan praktek kerja lapangan ini penulis membatasi



pokok permasalahan mengenai :



1.4.



-



Definisi dan bagian – bagian Heat Exchanger.



-



Masalah Kerusakan Pada Heat Exchanger.



-



Rekomendasi perawatan dan perbaikan.



Metode Penulisan







3



 Metode penulisan yang dipakai dalam penulisan laporan ini adalah dengan melaksanakan pengamatan secara langsung dan melakukan konsultasi dengan operator dan pembimbing kerja praktek juga melakukan studi perpustakaan. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting. Data yang terkumpul akan digunakan sebagai bahan analisa untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan sumbernya, data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. 1)



Data Primer Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan praktikan langsung



dari sumbernya. Adapun cara pengumpulan data yang penulis lakukan adalah :



a) Observasi Disini penulis mengamati dan mencatat langsung kejadian, secara cermat dan sistematis terhadap objek, dengan jalan ini penulis dapat mengumpulkan data yang benar-benar aktual. b) Wawancara Disini penulis berusaha untuk mengumpulkan data dengan mengadakan tanya jawab dengan pimpinan dan pekerja bagian-bagian tertentu yakni yang telah ditunjuk guna mendapatkan informasi yang akurat.



2)



Data Sekunder Data sekunder adalah informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak lain,



disini penulis hanya bertindak sebagai pemakai data. Data sekunder ini jika ditinjau dari sumbernya dapat dibagi menjadi data internal dan eksternal.



a) Data internal



  Data internal adalah data yang tersedia pada lingkungan perusahaan. Disini penulis mengumpulkan data-data dari buku yang tersedia di lingkungan Pertemina RU III Plaju.



b) Data eksternal Data eksternal adalah data yang terdapat dari pihak luar untuk menambah pengetahuan, maka penulis juga menggunakan buku-buku diluar lingkungan Pertamina RU III Plaju misalnya dari sumber pustaka lain yang relevan dengan topik yang dibahas.



1.5.



Waktu dan pelaksanaan Kerja praktek ini dilaksanakan selama satu bulan, mulai tanggal 21 Juli



2014 sampai 22 Agustus 2014 yang bertempat di PT. Pertamina RU III Plaju, Sumatera Selatan. Waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktek sebagai berikut :



Tanggal 24 Juli 2013



Waktu 09.00 – 13.30



Tempat/Bagian People Development



Uraian Penyelesaian ADM



25 Juli 2013



09.30 – 12.00



HSE



Safety Introduction



26 Juli - 16



07.00 – 15.30



Workshop Sungai



Praktek Kerja



Gerong



Mahasiswa



07.00 – 15.30



Bengkel Alat Berat



Orientasi Lapangan



07.00 – 15.30



People Development



Penyelesaian Laporan



Agustus 2013



19 Agustus – 22 Agustus 2013



23 Agustus 2013 1.6.



Sistematika Penulisan



4







5



 Untuk mempermudah proses pembahasan, penyusunan serta penulisan laporan pada Praktek Kerja Lapangan ini, penulis akan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :



BAB I



: Pendahuluan Membahas tentang penjelasan latar belakang tujuan pemilihan judul, tujuan, batasan masalah, pengambilan data dan sistematika penulisan.



BAB II



: Tinjauan Umum Perusahaan Membahas tentang sejarah singkat Refinery Unit III Plaju, tugas dan fungsi, struktur organisasi ME, Workshop ME serta sarana dan fasilitas Workshop ME.



BAB III



: Landasan Teori Membahas tentang teori dasar Heat Exchanger secara umum, klasifikasi Heat Exchanger, prinsip kerja Heat Exchanger, penyebab gangguan / kerusakan pemindah panas serta membahas tentang Heat Exchanger.



BAB VI



: Analisa Kerusakan Heat Exchanger. Membahas mengenai analisa kerusakan Heat Exchanger yang meliputi permasalahan, hasil pemeriksaan, evaluasi kerusakan dan rekomendasi perbaikan / solusi.



BAB V



: Penutup Meliputi Kesimpulan dan saran.















BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah dan Perkembangan Pabrik 2.1.1 Sejarah PT PERTAMINA (PERSERO) Upaya pencarian (eksplorasi) sumber minyak bumi di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Jhon Reenik (Belanda) pada tahun 1871 di kaki Gunung Ceremai, sedangkan eksploitasi minyak bumi pertama kali dilakukan di Telaga Tunggal pada tahun 1885, sumur ini merupakan sumur pertama di kawasan Hindia-Belanda yang berproduksi secara komersial. Seiring dengan semakin banyaknya sumber minyak mentah yang sudah ditemukan, pada akhir abad ke-18 mulai didirikan beberapa perusahaanperusahaan minyak asing, seperti Shell, Stanvac, Royal Dutch Company, dll yang melakukan pengeboran di Indonesia, baru setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, usaha untuk mengambil alih kekuasaan sektor industri minyak dan gas bumi mulai dilakukan. Berdasarkan Undang-Undang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, UU No.44/1961, dibentuklah tiga perusahaan negara (PN) di sektor minyak dan gas bumi, yaitu : PN PERTAMIN berdasarkan PP No.3/1961 PN PERMINA berdasarkan PP No.198/1961 PN PERMIGAN berdasarkan PP No.199/1961 Pada tahun 1965 PN.PERMIGAN dibubarkan, semua fasilitas produksinya diserahkan kepada PN PERMINA dan fasilitas pemasarannya diserahkan kepada PN PERTAMIN. Pada tahun 1968 didirikan PN PERTAMINA yang merupakan gabungan dari PN PERMINA dan PERTAMIN dan pada tanggal 17 September 2003 PN PERTAMINA berubah nama menjadi PT. PERTAMINA (PERSERO). Berdasarkan UU No.8 tahun 1971, PT. PERTAMINA memiliki tugas utama sebagai berikut: 1.



Melaksanakan pengusahaan migas – dalam arti seluas-luasnya, guna memperoleh hasil sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan Negara.



6















2.



Menyediakan dan melayani kebutuhan bahan-bahan minyak dan gas bumi dalam negeri yang pelaksanaannya diatur dengan aturan pemerintah (KEPPRES No. 11 tahun 1990). Dalam melaksanakan tugas tersebut, PT. PERTAMINA memilikiempat



kegiatan utama, yaitu : a.



Eksplorasi dan Produksi Kegiatan ini meliputi pencarian lokasi yang memiliki potensi ketersediaan minyak dan gas bumi, kemungkinan penambangannya, serta proses produksi menjadi bahan baku unit pengolahan



b.



Pengolahan Kegiatan ini meliputi proses distilasi, pemurnian, dan reaksi kimia tertentu untuk mengolah crude menjadi produk yang diinginkan seperti premium, solar, kerosin, LPG, dll.



c.



Pembekalan dan Pendistribusian Kegiatan pembekalan meliputi impor crude sebagai bahan baku unit pengolahan melalui sistem perpipaan sedangkan kegiatan pendistribusian meliputi pengapalan .



d.



Penunjang Contohnya rumah sakit dan penginapan



Dahulu PT. PERTAMINA (PERSERO) memiliki tujuh unit pengolahan akan tetapi Unit Pengolahan I di Pangkalan Brandan yang berkapasitas 5 MBSD berhenti beroperasi pada tahun 2007 karena permasalahan pasokan umpan. Keenam Unit Pengolahan yang masih beroperasi saat ini antara lain sebagai berikut :



1.



Unit Pengolahan II Dumai-Sei Pakning, Riau dengan kapasitas 170 MBSD



2.



Unit Pengolahan III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan dengan kapasitas 126,2 MBSD



7















3.



Unit Pengolahan IV Cilacap, Jawa Tengah dengan kapasitas 348 MBSD



4.



Unit Pengolahan V Balikpapan, Kalimantan Timur dengan kapasitas 260 MBSD



5.



Unit Pengolahan VI Balongan, Jawa Barat dengan kapasitas 125 MBSD



6.



Unit Pengolahan VII Kasim, Papua Barat dengan kapasitas 9,5 MBSD



Gambar 2.1 PetaRefineryUnit PT. PertaminadiIndonesia



2.1.2



Sejarah PT. PERTAMINA RU (III) PLAJU – SUNGAI GERONG Perusahaan NKPM berganti nama menjadi SVPM dan pada tahun 1959



berganti nama menjadi PT. Stanvac Indonesia. Kilang yang didirikan oleh NKPM beserta kilang BPM Shell yang didirikan di Plaju oleh Belanda merupakan cikal bakal kilang PERTAMINA RU (III). PT. PERTAMINA RU (III) Plaju – Sungai Gerong merupakan satu dari tujuh unit pengolahan yang dimiliki oleh PT. PERTAMINA dengan daerah operasi meliputi Kilang Musi Plaju yang terletak di Plaju Kotamadya Palembang dan Kilang Sungai Gerong yang berada di Kabupaten Musi Banyu Asin serta Terminal Pulau Sambu dan Tanjung Uban. Kilang minyak Plaju didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1903, kilang ini mengolah minyak mentah dari Prabumulih dan Jambi. Pada tahun 1957, kilang ini diambil oleh PTShell Indonesia dan pada tahun 1965 pemerintah



8















Indonesia mengambil alih kilang Plaju dari PT Shell Indonesia. Kilang ini mempunyai kapasitas produksi 100 MBCD (Million Barrel Calender Day). Sedangkan kilang Sungai Gerong didirikan oleh Stanvac pada tahun 1920. Kilang yang berkapasitas produk 70 MBCD ini dibeli oleh PT Pertamina (Persero) pada tahun 1970. Namun kapasitas kilang ini berkurang menjadi 25 MBCD sesuai dengan unit yang masih ada. Tabel 1.1 Sejarah PERTAMINA RU-III Plaju – Sungai Gerong Tahun



Sejarah



1903 1926 1957 1965



Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda) Kilang Sungai Gerong dibangun oleh STANVAC (AS) Kilang Plaju diambil alih oleh PT. Shell Indonesia Kilang Plaju/Shell dengan kapasitas 100 MBCD dibeli oleh



1970 1971



negara/PERTAMINA Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh negara/PERTAMINA Pendirian kilang polypropylene untuk memproduksi pellet polytam



1973 1982



dengan kapasitas 20.000 ton/th Integrasi operasi kilang Plaju – Sungai Gerong Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi



1982



(PKM I) yang berkapasitas 98 MBSD Pembangunan High Vacuum Unit (HVU) Sungai Gerong dan



1984



revamping CDU (konservasi energi) Proyek pembangunan kilang TA/PTA dengan kapasitas produksi



1986



150.000 ton/th Kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) mulai berproduksi dengan



1987



kapasitas 150.000 ton/th Proyek pengembangan konservasi energi/Energy Conservation



1988 1990 1994



Improvemant (ECI) Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi dan Produksi Kilang (UPEK) Debottlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/th PKM II: Pembangunan unit polypropylene baru dengan kapasitas 45.200 ton/th, revamping RFCCU Sungai Gerong dan unit alkilasi, redesign siklon RFCCU Sungai Gerong, modifikasi unit Redistilling I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex (GTGC) dan perubahan frekuensi listrik dari 60 Hz ke 50 Hz, dan pembangunan



9















Water Treatment Unit (WTU) dan Sulphuric Acid Recovery Unit (SARU) Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju



2002 2003



dengan Sungai Gerong diresmikan 2007 Kilang TA/PTA berhenti beroperasi (sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit PERTAMINA, Palembang) Tugas pokok PERTAMINA Refinery Unit III Plaju / Sungai Gerong sesuai dengan UU No.8 tahun 1971 yaitu: “ Menyediakan bahan baku bagi perkembangan dan pertumbuhan industri dalam negeri, Karena itu kegiatan PERTAMINA Unit Pengolahan III Plaju / S.Gerong hanya mengolah bahan bakar minyak (BBM) dan non BBM ”. PT PERTAMINA RU-III memiliki 2 buah kilang, yaitu : 1.



Kilang minyak Plaju, yang berbatasan dengan Sungai Musi di sebelah selatan dan Sungai Komering di sebelah barat



2.



Kilang minyak Sungai Gerong, yang terletak di persimpangan Sungai Musi dan Sungai Komering.



2.1.3



Sejarah dan Perkembangan Kilang Polypropylene Kilang Polypropylene pertama dibangun pada tahun 1972, dimana Unit



Purifikasi Propylene didesain oleh L.H.Manderstam & Partnes (London) dan dikontruksi oleh Pertamina, sedangkan Polypropylene Plant yang menggunakan proses patent dari Phillips Petroleum Coy disainnya oleh Bechtel International Limited (London) dan kontruksinya oleh Pacifik Bechtel Corporation. Kilang Polypropylene lama didisain dengan kapasitas 20.000 ton per tahun homopolymer polypropylene. Pada tahun 1982 dilaksanakan pembangunan proyek Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi 1 (PKM I). Kedua proyek ini dibangun secara terintegrasi yang berupa proyek pipanisasi di dalam penyediaan sistem penunjang (utilitas) dan fasilitas lindungan lingkungan. Plaju Aromatic Center didirikan di area kilang Plaju. Pembangunan kilang Musi berlanjut dengan



10















pembangunan High Vacuum Distilation Unit II (HVU-II) pada tahun 1983 namun mulai beroperasi tahun 1986. PKM I diwujudkan dengan melakukan revamping dan pembangunan unit baru. Upaya yang telah dilakukan pada PKM tahap I adalah sebagai berikut: 1. Revamping dapur dan beberapa peralatan CD Plaju untuk menurunkan pemakaian bahan bakar. 2. Revamping FCCU dan unit Light End Sungai Gerong. 3. Pembangunan distilasi bertekanan hampa (New VacumDistilation Unit) NVDU di Sungai Gerong dengan kapasitas produksi 48 MBCD long residue. 4. Mengganti koil pemanas tangki. 5. Melengkapi fasilitas transfer produk antara kilang Plaju dankilang Sungai Gerong. Pada tahun 1994 Pertamina melalui Proyek Kilang Musi II (PKM-II) memperluas usahanya dengan membangun diantaranya Unit Polypropylene baru yang menggunakan teknologi dari Mitsui Petrochemical Industries, Ltd dengan kapasitas produksi 45.200 ton per tahun dan mengadakan revamping Unit Purifikasi Propylene yang dilaksanakan oleh JGC dengan mengadakan penambahan Depropanizer Coloumn (C-302C), Depropanizer Reboiler (E-304), Purified Propylene Storage Sphere (T-104), penggantian seluruh pompa-pompa, perubahan instrumentasi dan sebagainya. Pemakaian refineryfuel menurun dari 11,07 % menjadi TSRF/ton crude. Proyek Kilang Musi I diselesaikan pada bulan September 1986. PKM II dilaksanakan pada tahun 1991 dengan melakukan pembaruan sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas produksi-produksi kilang Polypropylene menjadi 2. 3. 4. 5.



45.000 ton/tahun. Revamping RFCCU dan unit alkilasi. Redesign siklon FCCU Sungai Gerong. Modifikasi unit Re-distiller I/II Plaju. Pemanasan Gas Turbine Generator Complex (GTGC) dan perubahan



frekuensi listrik dari 60 Hz ke 50 Hz. 6. Pembangunan Water Treatment Unit (WTU) dan Sulphur Acid Recovery Unit (SAU). Tujuan utama Kilang Polypropylene dibangun adalah untuk mengolah Raw Propane Propylene yang dihasilkan dari Fluid Catalytic Cracking Unit (FCCU) Kilang Sungai Gerong menjadi Pellet Polypropylene (Polytam), sehingga



11















akan lebih meningkatkan nilai keekonomian khususnya bagi Pertamina dan bangsa Indonesia pada umumnya untuk membantu memenuhi kebutuhan Polypropylene di dalam negeri dan menghemat devisa negara. Pada tahun 1972, didirikan Asphalt Blowing Plant (Demolish) dengan kapasitas produksi 45.000 ton/tahun. Pada tahun 1973, didirikan pabrik Polypropylene yang mengolah Propylene menjadi Polypropylene dengan produk berbentuk pellet. Bersamaan dengan dibangunnya pabrik Polypropylene, dibangun jembatan pipa integrasi yang menghubungkan kilang Plaju dan kilang Sungai Gerong (dikenal kilang Musi).



2.1.4 Visi dan Misi PT PERTAMINA (PERSERO) RU-III Visi Pertamina RU (III) Plaju : “Menjadi Kilang Minyak dan Petrokimia Nasional Terkemuka di Asia Tenggara Tahun 2015” Misi Pertamina RU-III Plaju: “Menghasilkan



Produk



Minyak



dan



Petrokimia



dengan



Kualitas



Internasional” Tata nilai yang berlaku di Pertamina RU (III) Plaju : 1. Clean (Bersih) Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi



suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas, dan



berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik. 2. Competitive (Kompetitif) Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong



pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar



biaya dan menghargai kinerja. 3. Confident (Percaya Diri) Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa. 4. Customer Focused (Fokus pada Pelanggan)



12















Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. 5. Commercial (Komersial) Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial dan mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat. 6. Capable (Berkemampuan) Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun riset dan pengembangan. 2.1.5 Arti Logo



Arti makna logo : 1. Elemen logo membentuk hurup P yang secara keseluruhan merupakan representasi bentuk panah,dimaksudkan sebagai PERTAMINA yang bergerak maju dan progresif 2. Warna-warna yang berani menunjukan langkah beasar yang diambil PERTAMINA dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis dimana: a. Biru



: mencerminkan andal,dapat dipercaya,dan bertanggung jawab,



b. Hijau



: mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan,



c. Merah : mencerminkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai macam kesulitan.



13















2.2



Lokasi Dan Tata Letak PT. PERTAMINA RU-III Dasar pemilihan lokasi kilang minyak adalah :



1. Dekat dengan sumber minyak mentah sebagai bahan baku. 2. Dekat dengan pasar yang dituju. 3. Tersedianya cadangan air yang cukup karena kilang minyak bumi memerlukan air dalam jumlah yang cukup besar. 4. Dekat dengan prasarana umum yang ada seperti jaringan transportasi, jaringan listrik, dan jaringan telekomunikasi. 5. Tersedianya areal tanah yang luas dan cukup tersedia untuk kemungkinan perluasan. Pertamina RU III Plaju dan Sungai Gerong berlokasi di Palembang, Sumsel. Pertamina RU III Sungai Gerong menempati lokasi seluas 912 Ha. Daerah RU III Plaju-Sungai Gerong yang dipisahkan oleh Sungai Komering. Kilang Plaju terletak disebelah barat Sungai Komering. Disebelah Utara berbatasan dengan Sungai Musi. Sedangkan Kilang Sungai Gerong terletak di sebelah timur Sungai Komering. Pertamina RU III memiliki dermaga Plaju dan dermaga Sungai Gerong sebagai transportasi bahan baku dan produk. Untuk lebih jelasnya, lokasi PT. Pertamina (Persero) RU (III) dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.



Gambar 2.2 Lokasi dan Tata Letak PT. Pertamina (Persero) RU III



14















Luas wilayah kerja PT. PERTAMINA RU (III) sebesar 1812,6 ha, sedangkan wilayah efektif yang digunakan oleh PT. PERTAMINA RU (III) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 1.2 Luas Wilayah Pertamina No 1



Tempat Area perkantoran dan kilang Plaju



Luas (Ha) 229,6



2



Area kilang Sungai Gerong



153,9



3



Pusdiklat fire dan safety



34.95



4



RDP an Lapangan Golf Bagus Kuning



51,4



5



RDP Kenten



21,1



6



Lapangan Golf Kenten



80,6



7



RDP Plaju, Sungai Gerong dan 3 Ilir 349,37 Total 921,02 Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit Pertamina. Palembang, 2012 2.2.1



Kilang Unit Operasi Plaju Kilang Unit Operasi Plaju terletak di sebelah selatan Sungai Musi dan



disebelah barat Sungai Komering. Berdasarkan tata letak, kilang unit operasi Plaju terdiri dari unit – unit : a. Pengilangan utara Unit – unit yang terdapat di Pengilangan utara adalah : CD – II, CD – III, dan b.



CD – IV. Pengilangan tengah Unit – unit yang terdapat di Pengilangan tengah : CD – V, Redistiller I/II,



c.



Stabilizer C/A/B, Straight Main Gas Compressor (SMGC). Pengilangan selatan Unit – unit yang terdapat dalam Pengilangan Selatan adalah Butane Butylen Motor Gas Compressor (BBMGC), Butane Butylen Distiller, Butane Butylen Treating, Polymerisasi, Alkilasi, Storage, dan Blending Musicool.



d.



Kilang petrokimia Kilang Petrokimia yang terdapat di PT. PERTAMINA RU (III) ini terdiri atas 2 unit kilang, yaitu : kilang Polypropylene dan unit Silo dan Bagging.



2.2.2 Kilang Unit Operasi Sungai Gerong Kilang unit operasi Sungai Gerong terletak di persimpangan Sungai Musi dan Sungai Komering. Kilang minyak Sungai Gerong terdiri dari unit – unit CD –



15















VI, Redistiller III/IV, High Vacum Unit II, Residue Fluid Catalytic Cracking Unit, Stablizer III, Caustic Treater Unit, dan Merichame Unit. 2.3



Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan



2.3.1



Struktur Organisasi PT PERTAMINA RU-III Dalam melaksanakan kegiatan administrasi dan mengatur jadwal sehari-



hari General Manager(GM) PT Pertamina (Persero) RU-III dibantu oleh sekretaris.Sedangkan dalam menjalankan tugas yang terkait dengan manajemen perusahaan dan produksi, GM dibantu oleh beberapa staf manager. Adapun bidang-bidang yang dibawahi GM RU III antara lain: 1.



Engineering and Development Tanggung jawab yang dimiliki oleh Engineering and Development adalah :  Mengupayakan kemajuan dan pengembangan kilang.  Mengupayakan kondisi operasi kilang yang optimum agar diperoleh



2.



produk yang bernilai jual tinggi. Reliability Reliabilitybertugasdalamhal-halberikutini :  Menganalisakehandalanataukinerjainstrumentpadakilang.  Melakukanperawatanterhadapinstrumen yang sudahtidak optimal.  Mengujikehandalaninstrumentsetelahdilakukanperawatan.



3.



4.



Refinery Planning and Optimization Tugas yang dimiliki oleh Refinery Planning and Optimization antara lain :  Merencanakan pengolahan untuk mencari groos margin sebesar-besarnya.  Menyiapkan dan menyajikan secara perspektif perekonomian kilang.  Mengembangkan perencanaan yang dapat memaksimumkan pendapatan berdasarkan pasar dan kondisi kilang. Production Bagian ini memiliki fungsi-fungsi dalam hal berikut :  Melaksanakan (operator) pengolahan minyak mentah menjadi produk BBM.  Mengupayakan proses pengolahan minyak mentah yang memiliki biaya



5.



operasi yang murah dan efisien. Maintenance Planning and Support Tanggung jawab yang dimiliki oleh Maintenance Planning and Support antara lain :



16















 Memelihara peralatan kilang yang tersedia agar proses pengolahan berjalan lancar.  Mengupayakan operasi pengolahan yang maksimal agar target pengolahan



6.



dapat tercapai.  Memperbaiki peralatan kilang yang rusak.  Merencanakan pelaksanaan TA (Turn Arround) dan Non-TA. General Affairs and Legal General Affairs and Legal bertanggung jawab dalam hal :  Pengamanan aset-aset yang dimiliki kilang, perijinan, pengkajian undangundang, dan menganalisa peraturan.  Sebagai media penghubung publik (public relations) yang mencakup



relations, CSR, internal relations and protokoler, dan media relations. 7. HSE(Health Safety and Environment) Tugas dan fungsi HSE antara lain :  Melindungi keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja karyawan melalui unit HSE.  Sebagai pengelola lingkungan hidup. 8.



9.



Procurement Kegiatan utama Procurement bergerak dalam bidang-bidang antara lain :  Pengendalian persediaan (inventory controlling).  Pengadaan material(purchasing).  Kontrak jasa (officers).  Service and warehousing. Turn Around Turn Around memiliki kegiatan dalam hal :  Pemeliharaan peralatan kilang dalam skala besar (extraordinary maintenance activites) yang dilakukan secara berkala (3-4 tahun) pada saat



unit dalam keadaan berhenti operasi. 10. OPI (Operational Performance Improvement) Tugas dan fungsi OPI adalah memberikan pelatihan yang berguna dalam hal :  Meningkatkan performance pekerja.  Mengubah budaya kerja yang tidak baik.  Menjaga sustainability dari improvement yang sudah terlaksana. 11. Maintenance Execution Maintenance execution berperan dalam hal :  Melaksanakan program pemeliharaan yang telah direncanakan oleh MPS, reliability, dan turn around.



17















 Mengeksekusi maintenance harian.



18















Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero) RU III



19















2.3.2



Struktur Organisasi dan Manajemen Kilang Polypropylene Struktur organisasi kilang Polypropylene, dipimpin oleh seorang Kepala



Bagian yang dibantu oleh : a. Kepala Produksi Polypropylene yang dibantu oleh asisten Kepala Produksi. 1. Kepala Produksi Polypropylene membawahi pengawas jaga 2. Pengawas jaga membawahi Asisten jaga Consule Polypropylene, Pemuka jaga Finishing dan Asisten jaga Consule Propylene (dibantu oleh operator di seksinya masing-masing) 3. Operator di tiap-tiap seksi, bekerja dengan system 3 hari dan 1 hari libur serta terbagi menjadi 3 shift. Adapun pembagian shift operator kilang Polypropylene sebagai berikut : a. Shift pagi, pukul 07.00-16.00 b. Shift sore, pukul 16.00-24.00 c. Shift malam, pukul 24.00-08.00 b. Operator Engineer c. Pengawas Produk Lifting dan Material Operasi Pengawas Produk Lifting dan Material Operasi membawahi Asisten Produk Lifting dan kontrak d. Penata Admnistrasi dan Chemical Penata administrasi dan chemical ini bekerja mengurusi perkantorannya kilang Polypropylene. Mereka menggunakan system 5 hari kerja (SeninJum’at), dimana jam kerjanya dapat dilihat sebagai berikut : a. Senin-Kamis, pukul 07.00-.15.30, istirahat pukul 12.00-13.00 b. Jum’at, pukul 07.00-15.30, istirahat pukul 11.30-13.00



STRUKTUR ORGANISASI KILANG POLYPROPYLENE / UNIT PRODUKSI II PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-III PLAJU



20















Gambar 2.4 Struktur Organisasi Kilang Polypropylene 2.4



Distribusi dan Pemasaran Produk PT. PERTAMINA RU (III) bergerak di sector hilir yang mengoperasikan



Kilang BBM dan Petrokimia. Bahan baku crude oil yang berasal dari daerah Prabumulih, Pendopo, dan Jambi disalurkan melalui : 1. Pipa-pipa 2. Kapal-kapal tanker 3. Mobil-mobil pendistribusian Sedangkan produk BBM, non –



BBM,



bahan



bakar



khusus



dan



Petrokimiadidistribusikan dan dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produksi minyak di Indonesia, khususnya Sumatera Bagian Selatan yang mencakup empat provinsi antara lain Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, dan



21















Lampung, kemudian Pangkal Pinang, Medan, Pontianak, Jakarta, dan sebagian ada yang diekspor.Pemasaran produk PT Pertamina (Persero) RU III dilakukan oleh Unit pemasaran dan Pembekalan Dalam Negeri (UPPDN). .



BAB III LANDASAN TEORI



3.1. Teori Dasar Heat Exchanger Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah bentuknya dari suatu bentuk ke bentuk yang lain atau dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Salah satu bentuk energi adalah panas. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat atau perubahan tekanan, reaksi kimia, dan kelistrikan.



22















Heat Exchanger adalah alat untuk memindahkan panas antara dua fluida yang berbeda suhunya, dimana fluida yang memiliki suhu lebih tinggi akan memberikan panasnya pada fluida yang lebih rendah suhunya. Perpindahan panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 1. Perpindahan panas secara konduksi Merupakan perpindahan panas antara molekul-molekul yang saling berdekatan antara yang satu dengan yang lain dan tidak diikuti oleh perpindahan molekulmolekul tersebut secara fisik. Molekul-molekul benda yang panas bergetar lebih cepat dibandingkan dengan molekul-molekul benda yang bergetar dalam keadaan dingin. Getaran-getaran yang cepat ini tenaganya dilimpahkan kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih cepat maka akan memberikan panas. 2. Perpindahan panas secara konveksi Perpindahan panas dari suatu zat ke zat lain disertai dengan gerakan partikel atau zat tersebut secara fisik. 3. Perpindahan panas secara radiasi Merupakan perpindahan panas tanpa melalui media (tanpa melalui molekul). Suatu energi dapat menghantarkan dari suatu tempat ke tempat lain (dari benda panas ke benda dingin) dengan gelombang elektromagnetik dimana tenaga ini akan diubah menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda lain.



3.2. Alat Perpindahan Panas Alat perpindahan panas banyak digunakan untuk berbagai proses dalam industri, alat ini berfungsi untuk memindahkan panas antara dua fluida dimana fluida yang memiliki suhu lebih tinggi akan memberikan panasnya pada fluida yang lebih rendah suhunya. Dari penggunaan dan fungsinya, alat perpindahan panas



23















memiliki sebutan yang berbeda - beda antara lain: pemanas (heater), pendingin (cooler), pengembun (condensor), reboiler, chiller, dan lain-lain. Dalam menangani alat-alat perpindahan panas, ada dua hal pokok yang berkaitan yang perlu diperhatikan dan ditetapkan batasnya yaitu : a. Hal yang berkaitan dengan kemampuan alat untuk mengalihkan panas dari fluida dingin lewat dinding tube. b. Hal yang berkaitan dengan penurunan tekanan yang terjadi pada masingmasing fluida ketika mengalir melalui alat tersebut. Suatu alat perpindahan panas dinilai mampu berfungsi dengan baik untuk penggunaan tertentu, apabila memenuhi dua ketentuan sebagai berikut : a. Mampu memindahkan panas sesuai dengan kebutuhan proses operasi dalam keadaan kotor (Fouling factor = Rd). Rd adalah gabungan maksimum terhadap perpindahan panas yang diperlukan oleh kotoran yang menempel pada bagian permukaan dinding shell dan tube (yang apabila tidak dibersihkan, setelah maksimum tercapai, panas yang dialihkan menjadi lebih kecil dari yang diperlukan proses/operasi )



b. Penurunan tekanan yang terjadi pada masing-masing aliran berbeda dalam batas-batas yang diizinkan/ditentukan. Ketentuan tersebut harus diperhatikan baik dalam melaksanakan evaluasi atau analisis dari perfomance suatu alat perpindahan panas yang sudah ada maupun dalam melaksanakan rancangan alat yang baru.



3.3. Jenis dan Fungsi Alat Penukar Panas



24















1. Heat Exchanger Alat penukar panas ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk memanaskan fluida yang lain maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu memanaskan fluida yang dingin dengan menggunakan fluida yang panas yang didinginkan. 2. Reboiler Berfungsi untuk memanaskan kembali hasil dasar suatu kolom dengan menggunakan steam atau media pemanas lain. 3. Cooler Berfungsi untuk mendinginkan fluida cair dengan menggunakan air sebagai media pendingin. 4. Heater Berfungsi untuk mamanaskan fluida cair, contohnya: furnace. 5. Condensor Berfungsi untuk mengkondensasikan uap hasil pengolahan sebelumnya dengan menggunakan air pendingin atau fan (udara). 6. Evaporator Pada evaporator fluida cair diuapkan dengan menggunakan steam atau pemanas lainnya. 3.4. Jenis-jenis Heat Exchanger Berdasarkan bentuknya, jenis heat exchanger antara lain: 1. Double Pipe Heat Exchanger (DPHE) Heat exchanger ini adalah tipe yang paling sederhana, terdiri dari dua buah pipa dengan ukuran diameter yang berbeda, pipa dengan diameter lebih kecil diletakkan di dalam pipa yang dikenal dengan nama tube dengan diameter lebih



25















besar dan kedua pipa disusun secara konsentris (sesumbu). Heat exchanger jenis ini hanya digunakan untuk luas perpindahan panas yang kecil, dapat digunakan untuk gas-liquid atau gas-gas. Perpindahan panas terjadi pada saat fluida kerja yang satu mengalir di dalam pipa diameter kecil, dan fluida kerja lainnya mengalir di luar pipa tersebut. Arah aliran fluida dapat didesain berlawanan arah untuk mendapatkan perubahan temperatur yang tinggi, atau jika diinginkan temperatur yang merata pada semua sisi dinding heat exchanger maka arah aliran fluida dapat didesain searah.



Gambar 3.1 Double Pipe Heat Exchanger Kelemahan DPHE adalah terbatasnya jumlah panas yang dapat ditransfer. Namun karena kemudahan dalam pembersihan dan konstruksinya maka penggunaannya menjadi lebih umum. Untuk perpindahan panas yang besar, penggunaan DPHE tidak ekonomis karena jumlah hairpins yang besar akan memakan tempat yang besar dan kebocoran akan sulit dikendalikan. Untuk itu digunakan shell and tube.



2. Shell and Tube Exchanger Pada Heat Exchanger jenis ini terdapat banyak pipa-pipa kecil (tube) yang tersusun di dalam sebuah pipa besar (shell). Shell and Tube Exchanger memiliki penampang perpindahan panas yang lebih besar dibandingkan tipe yang lain sehingga banyak digunakan dalam industri minyak dan gas bumi. Heat exchanger tipe shell dan tube pada dasarnya terdiri dari berkas tube(tube bundles) yang dipasangkan di dalam shell yang berbentuk silinder. Bagian ujung



26















dari berkas tube dikencangkan pada dudukan tube yang disebut tube sheet dan sekaligus berfungsi untuk memisahkan fluida yang mengalir di sisi shell dan di sisi tube. Tipe heat exchanger yang paling umum digunakan dalam industri adalah tipe shell and tube, karena memiliki beberapa keunggulan diantaranya : a. Memiliki permukaan perpindahan panas per satuan volume yang lebih besar. b. Mempunyai susunan mekanik yang baik dengan bentuk yang cukup baik untuk operasi bertekanan. c. Tersedia dalam berbagai bahan konstruksi, dimana dapat dipilih jenis material yang dipergunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. d. Dapat digunakan dalam rentang kondisi operasi yang lebar. e. Prosedur pengoperasian lebih mudah. f. Metoda perancangan yang lebih baik telah tersedia. g. Pembersihan dapat dilakukan dengan mudah. Heat exchanger tipe shell and tube terdiri dari kumpulan tube didalam suatu shell. Satu fluida mengalir di dalam tube sedang fluida yang lain mengalir di ruang antara bundle tube dan shell.



Gambar 3.2 Bagian Shell and Tube Heat Exchanger Komponen penyusun Heat Exchanger jenis Shell and Tube adalah : a) Shell



27















Merupakan bagian tempat untuk tube bundle (tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain yang mengalir di dalam tube). Antara Shell dan tube bundle terdapat fluida yang menerima atau melepaskan panas. Yang dimaksud dengan lintasan shell adalah lintasan yang dilakukan oleh fluida yang mengalir ke dalam melalui saluran masuk (inlet nozzle) melewati bagian dalam shell dan mengelilingi tube kemudian keluar melalui saluran keluar (outlet nozzle). Untuk kemungkinan korosi tebal shell sering diberi kelebihan 1/8 in. Pembagian tipe shell dibagi berdasarkan front-end stationary heat type, shell type, dan rear head type. Bagian ini menjadi Umumnya shell didesain berbentuk silinder dengan penampang melingkar. Material untuk membuat shell ini adalah pipa silindris jika diameter desain dari shell tersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika lebih dari 0,6 meter, maka digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris dan disambung dengan proses pengelasan.



28















Gambar 3.3 Design TEMA untuk shell and tube exchanger Tipe-tipe desain dari shell ditunjukkan pada gambar di atas. Tipe E adalah yang paling banyak digunakan karena desainnya yang sederhana serta harga yang relatif murah. Shell tipe F memiliki nilai efisiensi perpindahan panas yang lbih tinggi dari tipe E, karena shell tipe E didesain untuk memiliki dua aliran (aliran U). Aliran sisi shell yang dipecah seperti pada tipe G, H, dan J, digunakan pada kondisi-kondisi khusus seperti pada kondenser dan boiler thermosiphon. Shell tipe



29















K digunakan pada pemanas kolam air. Sedangkan shell tipe X biasa digunakan untuk proses penurunan tekanan uap. b) Tube Pipa tube berpenampang lingkaran menjadi jenis yang paling banyak digunakan pada heat exchanger tipe ini. Desain rangkaian pipa tube dapat bermacam-macam sesuai dengan fluida kerja yang dihadapi.



Gambar 3.4 Macam-macam Rangkaian Pipa Tube Pada Heat Exchanger Shell & Tube Diameter dalam tube merupakan diameter dalam aktual dalam ukuran inch dengan toleransi yang sangat tepat. Tube dapat diubah dari berbagai jenis logam, seperti besi, tembaga, muniz metal, perunggu, 70-30 tembaga-nikel, aluminium perunggu, aluminium dan stainless steel. Ukuran ketebalan pipa berbeda-beda dan dinyatakan dalam bilangan yang disebut Birmingham Wire Gage (BWG). Ukuran pipa yang secara umum digunakan biasanya mengikuti ukuran-ukuran yang telah baku. Semakin besar bilangan BWG, maka semakin tipis tubenya. Lubang-lubang pipa pada penampang shell dan tube tidak disusun secara begitu saja namun mengikuti aturan tertentu. Jumlah pipa dan ukurannya harus disesuaikan dengan ukuran shell-nya, ketentuan ini mengikuti aturan baku dan lubang-lubang pipa disusun berbentuk persegi atau segituga. Bentuk susunan lubang-lubang pipa secara persegi dan segitiga ini disebut sebagai tube pitch.



30















Jenis-jenis tube pitch yang utama adalah : 1. Square pitch 2. Triangular pitch 3. Square pitch rotated 4. Triangular pitch with cleaning lanes



Gambar 3.5 Jenis tube pitch c) Pass divider Komponen ini berupa plat yang dipasang di dalam channels untuk membagi aliran fluida tube bila diinginkan jumlah tube pass lebih dari satu. d) Baffle Baffle / Sekat digunakan untuk mengatur aliran lewat shell sehingga turbulensi yang lebih tinggi akan diperoleh. Adanya baffle dalam shell menyebabkan arah aliran fluida dalam shell akan memotong kumpulan tubes secara tegak lurus, sehingga memungkinkan pengaturan arah aliran dalam shell maka dapat meningkatkan kecepatan liniernya. Sehingga akan meningkatkan harga koefisien perpindahan panas lapisan fluida di sisi shell. Selain itu baffle juga berfungsi untuk menahan tube bundle untuk menahan getaran pada tube dan untuk mengontrol serta mengarahkan aliran fluida yang mengalir di luar tube sehingga turbulensi yang lebih tinggi akan diperoleh. Dengan adanya turbulensi aliran maka koefisien perpindahan panas akan meningkat sehingga laju perpindahan panas juga akan meningkat.



31















Dasar pertimbangan untuk fluida yang mengalir di bagian shell dan tube adalah sebagai berikut: 1. Fluida yang kotor selalu melalui bagian yang mudah dibersihkan, yaitu tube terutama bila tube bundle bisa diambil, tetapi dapat juga melalui bagian shell bila kotorannya banyak mengandung coke karena lebih mudah dibersihkan. 2. Fluida yang lebih cepat memberikan kotoran, tekanan tinggi, dan korosif selalu ditempatkan di tube karena tube tahan terhadap tekanan tinggi dan biaya pemeliharaannya lebih murah. 3. Fluida yang berbentuk campuran non condensable gas dilalui ke tube agar tidak terjebak. 4. Fluida yang berpotensi menimbulkan korosi ditempatkan pada tube, dengan tujuan dapat menekan biaya penggantian shell yang lebih mahal daripada tube jika terjadi kerusakan akibat korosi. 5. Fluida yang mempunyai volume besar dilewatkan melalui tube karena adanya cukup ruangan dan fluida yang mempunyai volume kecil dilewatkan melalui shell karena dapat dipasang baffle untuk menambah transfer rate tanpa menghasilkan kelebihan pressure drop. 6. Fluida yang viskos atau yang mempunyai low transfer rate dilewatkan melalui shell karena dapat digunakan baffle. e. Nozzle. Titik masuk fluida ke dalam heat exchanger, entah itu sisi shell ataupun sisi tube, dibutuhkan sebuah komponen agar fluida kerja dapat didistribusikan merata di semua titik. Komponen tersebut adalah nozzle. Nozzle ini berbeda dengan nozzle-nozzle pada umumnya yang digunakan pada mesin turbin gas atau pada berbagai alat ukur. Nozzle pada inlet heat exchanger akan membuat aliran fluida yang masuk menjadi lebih merata, sehingga didapatkan efisiensi perpindahan panas yang tinggi. f. Tuberplate Pipa-pipa tubingyang melintang longitudinal membutuhkan penyangga agar posisinya bisa stabil. Jika sebuah heat exchanger menggunakan buffle transversal,



32















maka ia juga berfungsi ganda sebagai penyangga pipa tubing. Namun jika tidak menggunakanbuffle, maka diperlukan penyangga khusus. 3.5. Tipe Aliran Dalam Alat Penukar Panas Ada empat tipe aliran dalam alat penukar panas, yaitu: 1. Counter current flow (berlawanan arah) 2. Parallel flow cocurrent (searah) 3. Cross flow (silang) 4. Cross counter flow (silang berlawanan) Untuk tipe counter current flow ini memberikan panas yang lebih baik bila dibandingkan dengan aliran searah atau parallel. Sedangkan banyaknya pass (lintasan) juga berpengaruh terhadap efektifitas dari alat penukar panas yang digunakan.



BAB IV PEMBAHASAN



33















4.1 Masalah – masalah pada Heat Exchanger 1 Faktor pengotor (Fouling factor)



Gambar 4.1 Fouling pada Heat Exchanger Fouling factor adalah angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir di dalam Heat Exchanger yang melapisi bagian dalam dan luar tube. Berdasarkan proses terbentuknya endapan atau kotoran, factor pengotoran dibagi menjadi 5 jenis yaitu:



34















1. Pengotoran akibat pengendapan zat padat dalam larutan (precipication fouling) Pengotoran jenis ini biasanya terjadi pada fluida yang mengandung garam-garam yang terendapkan pada suhu tinggi, seperti garam kalsium sulfat, dll. 2. Pengotoran akibat pengendapan partikel padat dalam fluida (particulate fouling). Pengotoran ini terjadi akibat pengumpulan partikel-partikel padat



yang



terbawa



oleh



fluida



diatas



permukaan



perpindahan panas, seperti debu, pasir,dll. 3. Pengotoran akibat reaksi kimia (chemical reaction fouling) pengotoran terjadi akibat reaksi kimia di dalam fluida diatas permukaan perpindahan panas, dimana material bahan permukaan perpindahan panas tidak ikut bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi. 4. Pengotoran akibat korosi (corrosion fouling) pengotoran ini terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan material bahan permukaan perpindahan panas. 5. Pengotoran akibat aktifitas biologi, pengotoran ini berhubungan dengan aktifitas organisme biologis yang terdapat atau terbawa dalam aliran fluida, seperti lumut, jamur, dll. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pengotoran pada alat penukar kalor : 



Jenis penukar kalor







Material yang dipergunakan untuk pembuatan alat penukar kalor,



35



















Jenis fluida kerja,







Temperature fluida,







Luju alir massa







Jenis dan konsentarsi kotoran yang ada dalam fluida.



Fakta Yang Perlu diperhatikan tentang Pembentukkan Endapan (Fouling) Pada saat perancangan alat Heat Exchanger Untuk mencegah fouling harus diperhitungkan / diusahakan supaya panas yang diberikan pada penukar panas tersebut, setelah jangka waktu tertentu masih tetap sama dengan panas yang diserap. Beberapa fakta tentang pencegahan fouling yang perlu diperhatikan pada saat merancang alat penukar panas : 1. Terjadinya fouling tidak terlalu besar pada suhu di bawah 250˚F. 2. Kemungkinan terjadi fouling pada pemanasan hidrokarbon adalah lebih besar daripada pendinginan. 3. Terjadinya penguapan dalam penukar panas dapat memperbesar kemungkinan terjadinya fouling. 4. Kecepatan yang makin besar dapat mengurangi fouling. 5. Feed untuk suatu catalytic reformer dan catalytic cracking unit yang disimpan terlebih dahulu pada storage tank biasanya dapat menyebabkan fouling yang besar dikarenakan terjadi reaksi organis antara oksigen dengan feed itu. 6. Produk bawah dari menara crude distiller, walaupun suhunya tinggi dan terdiri dari fraksi berat, tidak menunjukkan adanya fouling.



36















2.Korosi



Gambar 4.2 Korosi Pada Heat Exchanger Masalah korosi yang sering dijumpai pada unit heat exchanger dalam lingkungan air pendingin diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain: disain, temperatur operasi, laju alir, kualitas air pendingin, pemilihan material logam, jenis dan dosis inhibitor korosi dan anti kerak yang kurang tepat. Sampai saat ini, masalah tersebut sering terjadi di sektor industri seperti industru pupuk, petrokimia, pembangkit listrik, minyak dan gas serta sarana transportasi kapal laut. Unit heat xchanger merupakan salah satu urat nadi proses di lingkungan industri yang sangat diperlukan sebagai sarana perpindahan



37















panas. Oleh karena itu unit perlu dipelihara seoptimal mungkin untuk memperpanjang umur pelayanannya.



4.2 Kerugian-kerugian akibat Kerusakan Heat Exchanger 1. Akibat fouling : - mengakibatkan kenaikan tahanan heat transfer, sehingga meningkatkan biaya, baik investasi, operasi maupun perawatan. - ukuran Heat Exchanger menjadi lebih besar, kehilangan energi meningkat, waktu shutdown lebih panjang dan biaya perawatan meningkat. 2. Akibat dari adanya korosi - mengakibatkan kerusakan pada alat-alat atau bagian-bagian dari heat exchanger tersebut - menimbulkan kebocoran pada suatu komponen Heat Exchanger tersebut dan dapat menyebabkan kebakaran



4.3 Perbaikan pada Heat Exchanger Biasanya Heat Exchanger dihitung faktor kekotorannya setelah beberapa periode, maka jika sudah akan mendekati periode tersebut,heat exchanger akan bekerja tidak maksimal karena adanya kotoran - kotoran yang melekat pada dinding shell atau tube, hal ini dapat diatasi dengan cara berhenti sejenak dan kemudian dilkukan pembersihan heat exchanger tersebut. 1. Mengatasi Pengotoran (Fouling) 



Memilih fluida yang akan dimasukkan kedalam alat penuka kalor.



38



















Melakukan pembersihan secara berkala untuk membuang kotoran-kotoran yang ada di dalam selubung atau tabung alat penukar kalor.







Mempergunakan bahan yang cocok agar kotoran yang terdapat pada alat penukar kalor benar-benar bersih dan ketika membersihkan alat penukar kalor tersebut tidak mengalami kerusakan pada dindingmya.







3 tipe pembersihan HE :  Chemical / Physical Cleaning metode pembersihan dengan mensirkulasikan agent melalui peralatan biasanya menggunakan HCl 5-10%.  Mechanical Cleaning - Drilling atau Turbining Pembersihan dilakukan dengan mendrill deposit yang menempel pada dinding tube. - Hydrojeting Pembersihan dilakukan dengan cara menginjeksikan air ke dalam tube pada tekanan yang tinggi, untuk jenis deposit yang lunak.



2. Mengatasi Korosi Dalam proses pemurnian minyak bumi, sering didapati cake dan kotoran lainnya. Hal ini dapat menyebabkan suatu produk yang korosif dan dapat merusak alat. Untuk meminimkan kadar korosi serta deposit garam, maka digunakan suatu katalisator negatif dalam sistem pengoperasiannya. Korosi dapat dikendalikan atau diminimalisir dengan cara : 



Lapis lindung : dengan melapisi logam dengan bahan lain yang lebih tahan karat, sehingga proses korosi dapat diperlambat,



39



















Reaksi katodik (perlindungan) : dengan cara arus tanding dan dengan anoda karbon







Inhibitor adalah substansi kimia, bila ditambahkan dalam konsentrasi yang relative sedikit ke lingkungan korotif, secara efektif dapat menurunkan laju korosi logam.



4.4 FREKWENSI DAN WAKTU PEMERIKSAAN HEAT EXCHANGER 1). Peraturan Pemerintah pertimbangan legalitas yaitu adanya PP 11 tahun 1979 dimana untuk setiap peralatan di kilang minyak INDONESIA harus memiliki SKPP (Surat Kelayakan Penggunaan Peralatan) yang berlaku selama 3 tahun. Dengan demikian setiap 3 tahun peralatan heat exchanger haruslah diperiksa guna memenuhi aspek legalitasnya. 2). Pemeriksaan saat cleaning Umumnya peralatan yang memerlukan cleaning rutin adalah pada preheat system, cooler dan condensor dengan air laut. Disamping itu juga umumnya peralatan dapat distop individu tanpa harus menggangu jalannya operasi secara keseluruhan. 3). Schedule pemeriksaan. Schedule pemeriksaaan umumnya dirancang sedemikian rupa yang melibatkan semua departemen sehingga dapat terencana secara detail dan matang dengan demikian hasil pemeriksaannya diharapkan akan memenuhi kebutuhan kelangsungan operasi sesuai dengan rencana operasi kedepan.



40















BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN - Dari semua tahapan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut dalam pelaksanaan kerja praktek di PT.PERTAMINA Plaju : 1. Heat exchanger (HE) merupakan alat pendukung proses yang mempunyai peranan penting dalam usaha penghematan atau efisiensi energy atau panas dalam suatu proses. 2. Mengetahui dan menganalisa masalah-masalah dan kerusakan-kerusakan yang terjadi pada Heat Exchanger, sehingga bisa dilakukan langkah antisipasi dini oleh operator lapangan. 3. Kerusakan pada Heat Exchanger bisa diminimalisir dengan dilakukan pengecekan dan perawatan secara berkala.



5.2 Saran 1. Mahasiswa yang akan melaksanakan kerja praktek pada gelombang yang akan datang harus lebih aktif dan tekun dalam melaksanakan ketja praktek. 2. Pihak mahasiswa dan pembimbing di lapangan sebaiknya saling berkoordinasi agar terciptanya kerja sama yang baik dan menghasilkan suasana yang nyaman.



DAFTAR PUSTAKA



41















1. Ir.Taryono, 2003. Peralatan Pengolahan Minyak Bumi (Alat Penukar Panas & Furnace) : PT Pertamina UP-III 2. Hadiyanto, Titus, 1997. Evaluasi Heat Exchanger E-1-06 di CDU IV Pertamina UP. V Balikpapan 3. http://engineering-display.blogspot.com/2012/05/inspeksi-heatexchanger.html 4. Romadona, Hamada Alfafa. Laporan Kerja Praktek : PT.Pertamina RU IV Cilacap 5. Dwi, Indra Wibawa, 2012. Heat Exchanger, Universitas Lampung



42