Laporan PBL 1 Finish [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN (PBL-1) PRODI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JAMBI



KAJIAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI DESA MUARO PIJOAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG SUNGAI DUREN KECAMATAN JAMBI LUAR KOTA KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2016



Penyusun : Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi



PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2016



LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN (PBL-1) PRODI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JAMBI



KAJIAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI DESA MUARO PIJOAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG SUNGAI DUREN KECAMATAN JAMBI LUAR KOTA KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2016



Penyusun : Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi Laporan PBL-1 ini telah disetujui untuk diujikan di depan Tim Penguji Jambi, 22 Desember 2016



Menyetujui, Koordinator PBL-1



ASPARIAN, SKM., M.Kes NIP :19710101 199603 1 007



Mengetahui, Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi



M. RIDWAN, SKM, MPH. NIP. 197509201999031000



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................



i



HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................



ii



DAFTAR ISI ................................................................................................



iii



KATA PENGANTAR ...................................................................................



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................



1



1.2 Tujuan ....................................................................................................



2



1.3 Manfaat .................................................................................................



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indikator Keluarga Sehat .......................................................................



3



2.2 Perencanaan Masalah Kesehatan Masyarakat ......................................



18



2.3 Pendekatan Cross Sectional ..................................................................



19



2.4 Metode USG ..........................................................................................



21



BAB III METODE KEGIATAN PBL 3.1 Metode PBL ...........................................................................................



22



3.2 Tahapan Perencanaan Masalah Kesehatan Masyarakat .......................



22



3.3 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data ....................................................



22



3.4 Pengolahan dan Analisis Data ...............................................................



24



BAB IV HASIL PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi PBL ...............................................................



27



4.2 Hasil dan Pembahasan ..........................................................................



29



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................................



45



5.2 Saran .....................................................................................................



45



DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................



v



iii



KATA PENGANTAR



Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karena hanya atas Berkah dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan pengerjaan laporan Praktek Belajar Lapangan 1 (PBL 1) Kajian Masalah Kesehatan Masyarakat Di Desa Muaro Pijoan Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Sungai Duren Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2016.



Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak M. Ridwan, MPH, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi. 2. Ibuk dr. Eva Elvita Syofyan, selaku Kepala Puskesmas Simpang Sungai Duren yang telah membimbing dan mendukung kegiatan PBL 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi. 3. Bapak Asparian, SKM., M.Kes, selaku Koordinator Praktek Belajar Lapangan 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi. 4. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan informasi dan manfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan. Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini.



Jambi , 8 Desember 2016



Penulis



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan Satu (PBL-1) adalah salah satu bentuk proses pembelajaran yang bertujuan umtuk mengaplikasikan teori dasar kesehatan masyarakat dalam melakukan kajian terhadap masalah kesehatan masyarakat. Kegiatan ini merupakan bagian dari proses pembelajaran yang dikembangkan oleh Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi. Adapun lokasi yang telah ditetapkan untuk kegiatan PBL-1 adalah di kota Jambi Desa Muaro Pijoan. Daerah tersebut dirasa tepat karena mulai mengalami transisi kesehatan, transisi epidemiologi maupun transisi perilaku. Dalam pelaksanaan PBL-1 ini, lebih difokuskan



dalam



masalah



kesehatan masyarakat yang berbasis keluarga dengan 12 indikator seperti keluarga memakai KB, Ibu bersalin di Faskes, bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, bayi diberi asi eksklusif selama 6 bulan, pertumbuhan balita dipantau tiap bulan, penderita TB Paru berobat sesuai standar, penderita hipertensi berobat teratur, gangguan jiwa berat tidak ditelantarkan, tidak ada anggota keluarga yang merokok, keluarga memiliki/memakai air bersih, keluarga memiliki/memakai jamban sehat, dan sekeluarga menjadi anggota JKN/Askes. Indikator keluarga sehat tersebut didapatkanlah prioritas masalah di Desa Muaro Pijoan yaitu tidak semua anggota keluarga menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Padahal program JKN tidak hanya bertujuan untuk membantu mengurangi beban masyarakat saat pembayaran atau biaya saat berobat, namun juga beberapa manfaat lainnya yang akan didapatkan jika setiap masyarakat menjadi anggota JKN, begitu juga dengan keluarga miskin atau kurang mampu jika sakit dapat menerima pengobatan dan keringanan saat pengobatan di rumah sakit maupun tempat – tempat yang telah menjalankan pelayanan JKN. Oleh karena itu, mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi melaksanakan pengumpulan data untuk baseline data pada salah satu RT di kelurahan Kenali Asam Bawah ,kota Jambi mengenai 12 indikator keluarga sehat. Praktek Belajar Lapangan 1 (PBL1) tersebut sebagai salah satu bentuk pembelajaran langsung mahasiswa kesehatan masyarakat pada mata kuliah PBL-1.



1



1.2 Tujuan 1.2.1



Tujuan Umum Praktek Belajar Lapangan 1 (PBL-1) ini bertujuan untuk memahami 12



indikator keluarga sehat dan permasalahan terkait keluarga sehat yang ada di wilayah kerja Pusekesmas Simpang Sungai Duren Desa Muaro Pijoan. 1.2.2



Tujuan Khusus



Setelah melaksanakan PBL-1 ini diharapkan : 



Mengetahui gambaran umum Puskesmas Simpang Sungai Duren Desa Muaro Pijoan.







Memahami dan mengetahui prioritas masalah kesehatan dari 12 indikator keluarga sehat yang ada di Desa Muaro Pijoan.







Mampu menguasai proses perencanaan masalah indikator keluarga sehat yang ada di Desa Muaro Pijoan.







Mampu merancang instrumen dalam melakukan kajian indikator keluarga sehat di Desa Muaro Pijoan.







Mampu mempraktekan cara pengumpulan dan pengolahan data indikator keluarga sehat di Desa Muaro Pijoan.



1.3 Manfaat Adapun manfaat dari Praktek Belajar Lapangan 1 (PBL-1) ini yaitu : 



Manfaat Ilmiah : Kegiatan PBL-1 ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan dibidang kesehatan masyarakat yang menjadi referensi kepustakaan.







Manfaat bagi Mahasiswa : Kegiatan PBL-1 ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan di bangku perkuliahan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2



2.1 Indikator Keluarga Sehat 2. 1. 1 Defenisi Keluarga Berencana Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008). Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan (Sulistyawati, 2013). Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya



peningkatan



kepedulian



dan



peran



serta



masyarakat



melalui



pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum, 2008). Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Suratun, 2008). Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan usia suami isteri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto ,2007). Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Masih banyak alasan lain, misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan



3



yang tidak diinginkan, terhadap gangguan fisik atau psikologis akibat tindakan



abortus yabg tidak aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat (Saifuddin, 2006). 2. 1. 2 Fasilitas Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah pengunaan faslitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan oleh petugas/ tenaga ataupun bentuk kegiatan-kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut (Azwar, 1996). Pelayanan kesehatan sebagai produk jasa memiliki keunikan dengan ciri utama: Adanya sifat ketidakpastian (uncertainty) terkait waktu, tempat urgensi dan biaya; Adanya ketidakseimbangan informasi (asymetry of information) antara provider dengan pengguna jasa; Adanya manfaat atau risiko kerugian bagi orang lain (Ilyas, 2006). Adapun syarat pokok suatu pelayanan kesehatan dapat dikatakan baik menurut Azwar (1996) haruslah : Tersedia dan berkesinambungan (available and continuous); Dapat diterima dan wajar (acceptable and appropriate); Mudah dicapai (accessible) dan Bermutu (quality). Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 1999). Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku pencari pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama di Negara sedang berkembang sangat bervariasi. Pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh (1) Keterjangkauan lokasi tempat pelayanan. Tempat pelayanan yang tidak strategis sulit dicapai, menyebabkan berkurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh para ibu hamil dan ibu balita. (2) Jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia Jenis dan kualitas pelayanan yang kurang memadai menyebabkan rendahnya akses ibu hamil dan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan, (3)4 Keterjangkauan informasi Informasi yang kurang menyebabkan rendahnya



penggunaan pelayanan kesehatan yang ada, (4) Demand (permintaan) adalah pernyataan dari kebutuhan yang dirasakan yang dinyatakan melalui keinginan dan kemampuan membayar (Depkes, 1999). 2. 1. 3 Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008, p10) Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). (Hidayat, 2008, p54). Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang lain. (Notoatmodjo, 2003) Imunisasi



merupakan



suatu



upaya



untuk



menimbulkan



atau



meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. (Atikah, 2010, p1) Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia. (Ranuh, 2008, p10) Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo, 2003) Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.



2. 1. 4 ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, 5 laktosa dan garam-garam anorganik yang di sekresi oleh kelenjar mamae ibu,



yang berguna sebagai makanan bagi bayinya (WHO, 2004). ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini (Depkes RI, 2004) ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi (WHO, 2001). ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Kristiyanasari, 2011). Menurut Hayati (2009) ASI eksklusif pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan pertama tanpa pemberian makanan atau minuman lainnya kepada bayi. Pemberian ASI eksklusif selam 6 bulan, artinya hanya memberikan ASI saja selama 6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman yang lain. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadikan sarana masuknya bakteri patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama di lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Di beberapa Negara kurang berkembang, 2 di antara 5 orang tidak memiliki sarana air bersih. ASI menjamin bayi dapat memperoleh suplai air bersih yang siap tersedia setiap saat (Yuliarti, 2010). 2. 1. 5 Pemantauan Pertumbuhan Balita 1) Bayi Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Selama periode ini, bayi sepenuhnya tergantung pada perawatan dan pemberian makan oleh ibunya. Nursalam, dkk (2005) mengatakan bahwa tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan. Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta



6



mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan



mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005). 2) Pertumbuhan Bayi Supariasa (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif, yang dapat diukur. Indikator ukuran pertumbuhan meliputi perubahan tinggi dan berat



badan, gigi, struktur skelet, dan karakteristik seksual (Perry & Potter,



2005). Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasi sesuai dengan bertambahnya



usia



anak. Secara umum,



pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki (cephalokaudal). Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah. Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur (Nursalam dkk, 2005). Pertumbuhan (Growth) berkaitan dengan perubahan, dalam besar, jumlah, ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan mtabolik (reteni kalsium dan nitrogen tubuh). Menurut Jellife D.B. (1989) pertumbuhan adalah peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ, dan jaringan masa konsepsi sampai remaja. 3) Gangguan Pertumbuhan (Growth Faltering) Growth Faltering adalah ketidakmampuan anak untuk mencapai BB/TB sesuai dengan jalur pertumbuhan normalnya. Growth Faltering merupakan kejadian yang sangat umum terjadi pada anak umur 0-6 bulan, dengan tanda goncangan pertumbuhan, baik dalam pertumbuhan massa tubuh maupun pertumbuhan linier, yang kedua–duanya menjurus ke arah penurunan grafik bila dibandingkan dengan rujukan tertentu. Anak yang dua kali penimbangan berturut-turut tidak bertambah berat badannya merupakan peringatan kepada ibu untuk segera mengambil tindakan pencegahan agar BB anak tidak berlanjut menurun. Anak yang tidak sehat menurut kurva pertumbuhan pada KMS balita adalah jika berat badannya berada pada pita warna kuning, di bawah pita warna



7



hijau atau berat badan anak berkurang/turun/tetap dibandingkan dengan bulan



lalu, ditandai dengan berpindah kepita warna di bawahnya, juga jika berada di bawah garis merah. ( Narendra, 2002 ). Pertumbuhan pemantauan adalah suatu kegiatan pengukuran anak yang teratur, dicatat dan kemudian diinterprestasikan dengan maksud agar dapat memberikan



penyuluhan,



berbuat



sesuatu,



serta



melakukan



follow–up



selanjutnya. Pemantauan pertumbuhan merupakan strategi operasional untuk membantu dalam memvisualkan pertumbuhan anaknya dan menerima petunjuk yang khusus atau spesifik, relevan dan praktis sehingga ibu, keluarga, dan masyarakat dapat berbuat guna mempertahankan kesehatan serta pertumbuhan anak dengan 4) Ciri- Ciri Pertumbuhan Hidayat (2008) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks tertentu.



1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Supariasa (2001) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua factor utama yaitu faktor internal seperti biologis, termasuk genetik, dan faktor eksternal seperti status gizi. a) Faktor Internal (Genetik) Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila potensi genetic ini dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan, maka pertumbuhan optimal akan tercapai (Supariasa, 2001). b) Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain keluarga, kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan lingkungan, kesehatan prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga,



8



status kesehatan, serta lingkungan tempat tinggal (Perry&Potter,2005).



Wong,dkk (2008) mengatakan bahwa nutrisi memiliki pengaruh paling penting pada pertumbuhan. Bayi dan ana-anak memerlukan kebutuhan kalori relative besar, hal ini dibuktikan dengan peningkatan tinggi dan berat badan.



2. Parameter Pertumbuhan Bayi Parameter untuk mengukur kemajuan pertumbuhan biasanya yang dipergunakan adalah berat badan dan panjang badan (Hidayat, 2008). a) Berat Badan Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak (Hidayat, 2008). Selain itu, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan (Supariasa, 2001). Pada usia beberapa hari, berat badan bayi mengalami penurunan yang sifatnya normal, yaitu sekitar 10% dari berat badan waktu lahir. Hal ini disebabkan karena keluarnya mekonium dan air seni yang belum diimbangi dengan asupan yang mencukupi, misalnya produksi ASI yang belum lancer dan berat badan akan kembali pada hari kesepuluh (Nursalam dkk, 2005). Pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan mengalami penambahan 150-210 gram/minggu dan berdasarkan kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh National Center for Health Statistics (NCHS), berat badan bayi akan meningkat dua kali lipat dari berat lahir pada akhir usia 4-7 bulan (Wong dkk, 2008). Berat badan lahir normal bayi sekitar 2.500-3.500 gram, apabila kurang dari 2.500 gram dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (BBLR), sedangkan bila lebih dari 3.500 gram dikatakan makrosomia. Pada masa bayibalita, berat badan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan fisik dan status gizi. Status gizi erat kaitannya dengan pertumbuhan, sehingga untuk mengetahui pertumbuhan bayi, status gizi diperhatikan (Susilowati, 2008). Di Indonesia, baku rujukan yang digunakan sebagai pembanding penilaian satus gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat adalah baku rujukan WHO-NCHS (Supariasa, 2001). Baku rujukan WHO-NCHS ini membedakan antara laki-laki



9



dan perempuan, agar diperoleh perbedaan yang lebih mendasar. Pembagiannya dikategorikan menjadi gizi baik, kurang, buruk, dan lebih (Soekirman, 2000).



b) Panjang Badan Istilah panjang dinyatakan sebagai pengukuran yang dilakukan ketika anak telentang (Wong dkk, 2008). Pengukuran panjang badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi. Selain itu, panjang badan merupakan indicator yang baik untuk pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk perbandingan terhadap perubahan relatif, seperti nilai berat badan dan lingkar lengan atas (Nursalam dkk, 2005). Pengukuran panjang badan dapat dilakukan dengan sangat mudah untuk menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Panjang badan bayi baru lahir normal adalah 45-50 cm dan berdasarkan kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh National Center for Health Statistics (NCHS), bayi akan mengalami penambahan panjang badan sekitar 2,5 cm setiap bulannya (Wong.dkk, 2008). Penambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang sampai usia 9 tahun, yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun dan penambahan ini akan berhenti pada usia 18-20 tahun (Nursalam dkk, 2005).



2. 1. 6 TB Paru Tuberkulosis



(TB)



merupakan



penyakit



menular



kronis



yang



disebabkanoleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dalam hal ini menduduki peringkat tiga besar setelah India dan Cina. (WHO, 2010) Pada tahun 2003 WHO mencanangkan TB sebagai global emergency. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung pembuluh darah. WHO dalam Anual Report On Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries terhadap TB termasuk Indonesia. Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan penyakit TBC. (Erwin, dkk, 2012). Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit biasanya



10



melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi TB paru (Mario dan Richard, 2005).



Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus (Depkes, 2007). 2. 1. 7 Hipertensi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005). Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002). Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M, 2006). 2. 1. 8 Defenisi Gangguan Jiwa Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi



11



jiwa.Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi,



proses



berpikir,



perilaku,



dan



persepsi



(penangkapan



panca



indera).Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi.Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi.Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah



mengenai gangguan jiwa,



ada yang



percaya



bahwa gangguan



jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan



jiwa



tidak



mendapat



pengobatan



secara



cepat



dan



tepat



(Notosoedirjo, 2005). Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada



unsur



kejiwaan,



tetapi



penyebab



utamanya



mungkin



di



badan



(somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis1994). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa. 2. 1. 9 Merokok Merokok merupakan aktifitas membakar tembakau kemudian menghisap asapnya menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Sari, Ari, Ramdhani, dkk (2003) yang mengatakan bahwa merokok merupakan aktifitas menghirup atau menghisap asap rokok menggunakan pipa atau rokok. Sumarno (dalam Mulyadi, 2007) menjelaskan 2 cara merokok yang umum dilakukan, yaitu: (1) menghisap lalu menelan asap rokok ke dalam paru-paru dan dihembuskan; (2) cara ini dilakukan dengan lebih moderat yaitu hanya menghisap sampai mulut lalu dihembuskan melalui mulut atau hidung. Pendapat lainnya mengenai definisi merokok juga dikemukakan oleh Armstrong (2007) yaitu menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh lalu menghembuskannya keluar. Sedangkan Levy (2004) mengatakan bahwa perilaku



merokok



adalah



kegiatan



membakar



gulungan



tembakau



lalu



menghisapnya sehingga menimbulkan asap yang dapat terhirup oleh orang-



12



orang disekitarnya. Berdasarkan definisi merokok yang telah dikemukakan di atas, disimpulkan bahwa merokok merupakan suatu aktifitas membakar



gulungan tembakau yang berbentuk rokok ataupun pipa lalu menghisap asapnya kemudian menelan atau menghembuskannya keluar melalui mulut atau hidung sehingga dapat juga terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Taylor (2009) mengatakan bahwa kumpulan teman sebaya dan anggota keluarga yang merokok menimbulkan persepsi bahwa merokok tidak berbahaya sehingga meningkatkan dorongan untuk merokok. Perokok berpendapat bahwa berhenti merokok merupakan hal yang sulit, meskipun mereka sendiri masih tergolong sebagai perokok yang baru (Floyd, Mimms & Yelding, 2003). Ada beberapa alasan sehingga perokok tetap merokok, antara lain: pengaruh anggota keluarga yang merokok, untuk mengontrol berat badan, membantu mengatasi stres, self esteem yang rendah dan pengaruh lingkungan sosial (Floyd, Mimms & Yelding, 2003). Selain itu, rendahnya self efficacy (keyakinan terhadap kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik) khususnya yang berkaitan dengan perilaku merokok yaitu keyakinan terhadap kemampuan untuk mengontrol keinginan merokok sangat berpengaruh terhadap berlanjutnya perilaku merokok (Bandura, 1997). 2. 1. 10 Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segikualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehinggaapabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Ketentuan Umum Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990. Sistem penyedian air bersih harus memenuhi beberapa persyarakat utama.Persyarakat tersebut meliputi persyaratan kualitatif, persyaratan kuantitatif dan persyaratan kontinuitas. a. Persyaratan Kualitatif Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia, persyaratan biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut berdasarkan



Permenkes



No.416/Menkes/PER/IX/1990dinyatakan



persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut:



13



bahwa







Syarat-Syarat Fisik Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 25oC ± 30oC.







Syarat-Syarat Kimia Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH, total solid, zat organik, CO2agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.







Syarat-syarat bakteriologis dan mikrobiologis. Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.







Syarat-Syarat Radiologis Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.



b. Persayaratan Kuantitatif (Debit) Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. c. Persyaratan Kontinuitas. Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisiideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air



14



dapat dilakukan dengan cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap



prioritas pemakaian air. Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam



per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 – 18.00 WIB. Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek.Pertama adalah kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan pada waktu yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat.



2. 1. 11 Defenisi Jamban Sehat Menurut Depkes RI (2003) jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran atau najis manusia, biasa disebut kakus/ wc. Sehingga kotoran tersebut akan tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebaran penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Jamban yang sehat adalah salah satu akses sanitasi yang layak. Akses sanitasi yang layak apabila penggunaan fasilitas tempat buang air besar adalah milik sendiri atau milik bersama, kemudian kloset yang digunakan adalah jenis leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septic/sarana pembuangan air limbah (SPAL). Berikut syarat jamban sehat menurut Depkes RI (2003) dalam Tarigan (2008): 1. Tidak mencemari sumber air minum. Letak lubang penampungan kotoran,paling sedikit berjarak 10 meter dari sumur. Namun jarak ini akan menjadilebih jauh pada jenis tanah liat atau berkapur terkait dengan porositas tanah, selain itu akan berbeda juga pada kondisi topografi yang menjadikan posisi jamban diatas muka dan mengikuti aliran air tanah. 2. Tidak berbau serta memungkinkan serangga tidak dapat masuk ke lubang jamban. Hal ini dilakukan misalnya dengan menutup lubang jamban tersebut. 3. Air seni, air pembersih yang digunakan untuk menyiram tinja tidak mencemari tanah di sekitarnya. Bisa dilakukan dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1 X 1 meter dengan sudut kemiringan yang cukup kearah lubang jamban. 4. Jamban mudah dibersihkan dan aman digunakan. Untuk itu harus dibuat dari bahan bahan yang kuat dan tahan lama. Agar tidak mahal,



15



hendaknya bahan bahan yang digunakan adalah bahan yang ada di tempatnya.



5. Jamban memiliki dinding dan atap pelindung. 6. Lantai kedap air. 7. Luas jamban cukup / tidak terlalu rendah 8. Ventilasi cukup. 9. Tersedia air, sabun dan alat pembersih. Tujuannya agar jamban tetap bersih dan terhindar dari bau tinja. Pembersihan tinja dilakukan minimal 2-3 hari sekali. 2. 1. 12 Defenisi JKN/Askes Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes RI, 2013). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat



memenuhi



kebutuhan



dasar



kesehatan



masyarakat



yang



layak



(Kemenkes-RI, 2014). Menurut Naskah Akademik SJSN, Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah suatu program pemerintah dan masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Tujuan penyelenggaran JKN ini adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2). Dalam Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2013, manfaat JKN terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.



16



Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis



habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: 



Penyuluhan



kesehatan



perseorangan,



meliputi



paling



sedikit



penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. 



Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak.







Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga



berencana.



Vaksin



untuk



imunisasi



dasar



dan



alat



kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. 



Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.



Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsipprinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah sebagai berikut: 



Prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan yang berarti peserta yang mampu dapat membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau beresiko tinggi. Hal ini dapat terwujud karena kepersertaan SJSN yang bersifat wajib dan pembayaran iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah dan penghasilan sehingga dapat terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.







Prinsip



Nirlaba



adalah



pengelolaan



dana



amanat



oleh



Badan



Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi



sebesar-besarnya



kepentingan



peserta.



Dana



yang



dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya,



akan



di



manfaatkan



sebesar-besarnya



untuk



kepentingan seluruh peserta. 



Prinsip keterbukaan adalah prinsip untuk mempermudah akses informasi



17



yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.







Prinsip kehati-hatian adalah prinsip pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta secara cermat, teliti, aman dan tertib.







Prinsip



akuntabilitas



adalah



prinsip



pelaksanaan



program



dan



pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. 



Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan adalah untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.







Prinsip kepersertaan wajib dimaksudkan adalah agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepersertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program yang semuanya dilakukan secara bertahap. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.







Prinsip dana amanat yaitu dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kesejahteraan peserta.







Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial. Prinsip yang dimaksud adalah prinsip pengelolaan hasil berupa keuntungan dari pemegang saham yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta jaminan sosial.



2.2 Perencanaan Masalah Kesehatan Masyarakat Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa : “ Perencanaan (planning) adalah pemilihan



atau



penetapan



tujuan



organisasi



dan



penentuan



strategi,



18



kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak



terlibat dalam fungsi ini.” 2.3 Pendekatan Cross Sectional Metode penelitian dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu (Hidayat, 2007). Studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan dengan mengamati status paparan, penyakit atau outcome lain secara serentak pada individu - individu dari suatu populasi pada suatu saat. Dengan demikian studi cross sectional tidak mengenal adanya dimensi waktu, sehingga mempunyai kelemahan dalam menjamin bahwa paparan mendahului efek (disease) atau sebaliknya. Namun studi ini mudah dilakukan dan murah, serta tidak memerlukan waktu follow up. Umumnya studi cross sectional dimanfaatkan untuk merumuskan hipotesis hubungan kausal yang akan diuji dalam studi analitiknya (kohort atau kasus control). Study cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (poin time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Tujuan penelitian ini untuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yg terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resikonya).



Kelebihan penelitian Cross Sectional : 



Mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis dalam hal waktu, dan hasil dapat diperoleh dengan cepat dan dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel resiko maupun variabel efek.



Kekurangan penelitian Cross Sectional : 



Diperlukan subjek penelitian yang besar.







Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat.







Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan.



19







Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan faktor efek paling lemah bila dibandingkan dengan dua rancangan epidemiologi yang lain. Contoh sederhana : Ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada



ibu hamil dengan Berat Badan Bayi Lahir (BBL), dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional. Tahap pertama



:Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukanya masing-masing.







Variabel dependen (efek ) : BBL







Variebel independen (risiko ) : anemia besi.







Variabel independent (risiko) yang dikendalikan : paritas,



umur ibu,



perawatan kehamilan, dan sebagainya. Tahap kedua



:Menetapkan



subjek



penelitian



atau



populasi



dan



sampelnya. Subjek penelitian : ibu-ibu yang baru melahirkan, namun perlu dibatasi daerah mana ereka akan diambil contohnya lingkup rumah sakit atau rumah bersalin. Demikian pula batas waktu dan cara pengambilan sampel, apakah berdasarkan tekhnik random atau non-random. Tahap ketiga



:Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadapvariabel



dependen-independen



dan



variabel-



variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu yang sama) Caranya mengukur berat badan bayi yang sedang lahir, memeriksa Hb ibu, menanyakan umur, paritas dan variabel-variabel kendali yang lain. Tahap keempat



:Mengolah



dan



menganalisis



data



dengan



cara



membandingkan. Bandingkan BBL dengan Hb darah ibu. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya atau tidak adanya hubungan antara anemia dengan BBL. 2.4 Metode Matriks USG



20



Alat pertama yang dapat digunakan untuk menentukan permasalahan prioritas adalah dengan menggunakan Matriks USG (Permenkes RI Nomor 39 tahun 2016). Kepner dan Tragoe (1981) menyatakan pentingnya suatu masalah dibandingkan masalah lainnya dapat dilihat dari tiga aspek berikut: 1. Bagaimana gawatnya masalah dilihat dari pengaruhnya sekarang ini terhadap produktivitas, orang, dan / atau sumber dana dan daya? 2. Bagaimana mendesaknya dilihat dari waktu yang tersedia? 3. Bagaimanakah



perkiraan



yang



terbaik



mengenai



kemungkinan



berkembangnya masalah? Pada penggunaan Matriks USG, untuk menentukan suatu masalah yang prioritas, terdapat empat faktor yang perlu dipertimbangkan. Empat faktor tersebut adalah urgency, seriuosness, growth dan facility. Urgency berkaitan dengan mendesaknya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan maka semakin tinggi urgensi masalah tersebut. Seriousness berkaitan dengan dampak dari adanya masalah tersebut terhadap organisasi. Dampak ini terutama yang menimbulkan kerugian bagi organisasi seperti dampaknya terhadap produktivitas, keselamatan jiwa manusia, sumber daya atau sumber dana. Semakin tinggi dampak masalah tersebut terhadap organisasi maka semakin serius masalah tersebut. Growth berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin cepat berkembang masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya. Untuk mengurangi tingkat subyektivitas dalam menentukan masalah prioritas, maka perlu menetapkan kriteria untuk masing -masing unsur USG tersebut. Umumnya digunakan skor dengan skala tertentu. Misalnya penggunaan skor skala 1 - 5. Semakin tinggi tingkat urgensi, serius, atau pertumbuhan masalah tersebut, maka semakin tinggi skor untuk masing -masing unsur tersebut. Facility berkaitan dengan kemudahan mengatasinya, yakni apakah masalah tersebut mudah diatasi mengacu kepada kemampuan (permenkes no 39 tahun 2016).



BAB III METODE KEGIATAN PBL



3.1 Metode dan Desain PBL



21



3.1.1



Metode



Metode PBL-1 adalah survei dengan pendekatan cross sectional berdasarkan tahapan kajian



kesehatan masyarakat dengan pendekatan



komunitas. Analisis data bersifat Deskriptif (kuantitatif dan atau kualitatif), dalam prosesnya kegiatan bersifat pembelajaran berbasis mahasiswa atau Student Centered Learning (SCL). 3.1.2



Desain



Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan penelitian cross sectional, diharapkan dengan menggunakan desain ini akan dapat diketahui gambaran keluarga sehat pada penduduk Desa Muaro Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. 3.2 Tahapan Perencanaan Masalah Kesehatan Masyarakat Tahapan perencanaan masalah kesehatan masyarakat pada Desa Muaro Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi, yaitu : 1) Analisis data 2) Menentukan masalah yang ditemukan 3) Prioritas masalah 4) Membuat kegiatan 5) Prioritas kegiatan 6) Penyusunan Planing Of Action 7) Monitoring dan Evaluasi 3.3 Lokasi dan Waktu Pengamatan Data 3.3.1



Lokasi



Tempat pelaksanaan praktek PBL I Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jambi Kabupaten Muaro Jambi Kecamatan Jambi Luar Kota Desa Muaro Muaro Pijoan. Dimana luas wilayah Muaro Pijoan yaitu 1.450 Km2 dengan 10 RT dimana jumlah KK yang terdata 401 dari total KK seluruhnya yatu 457 KK



3.3.2



Waktu



22 Pelaksanaan PBL 1 dilakukan selama 1 minggu yang dimulai dari tanggal 26 November 2016 tentang pengenalan lokasi dan izin praktek. Pada tanggal 27-



30 Desember 2016 pengumpulan data keluarga sehat di Desa Muaro Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Tabel 1.3.2 Waktu PBL-1 Hari Setiap hari Kamis



Tanggal Sesuai jadwal



Kegiatan Pembekalan PBL-1 di Ruang Kuliah B1 FKIK Pre-Test; Pembekalan; Post-Test



Sabtu Pagi



26 Nov 2016



Sabtu Siang



26 Nov 2016



Minggu Pagi



27 Nov 2016



Minggu Siang – senin siang



27-28 Nov 2016



Selasa – Rabu



29-30 Nov 2016



Kamis-Jumat



1-2 Des 2016



Pelepasan Peserta di Aula PKM Sungai Duren. Orientasi wilayah Desa (Ketemu Kades, Bidan dan stakeholder tarkait) PELAKSANAAN LAPANGAN Menuju Desa dan koordinasi dengan Desa. Koordinasi dengan SPL / Bidan stempat dan tokoh masyarakat Masyarakat (Kader, RT, RW, Toga, Bidan Desa). Mencari data sekunder dalam rangka identifikasi masalah Kesehatan Masyarakat di desa. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data, verifikasi masalah dan identifikasi penyebab masalah, Penentuan penyebab masalah. Penentuan prioritas Masalah Kesehatan Penulisan Lap Kelompok dan Lap PBL-1 (desa). EVALUASI PBL-1 Pembimbingan laporan PBL-1 Ujian dan Presentasi Laporan Hasil PBL1 (Kelp) Presentasi Laporan Hasil PBL-1 (desa) Pembimbingan Laporan Hasil PBL-1 (desa)



Sabtu-Minggu



3-4 Des 2016



Sabtu-Minggu Selasa –Rabu



3-4 Des 2016 6-7 Des 2016



Kamis Jumat-Sabtu



8 Des 2016 9-10 Des 2016



3.3.3



Penanggung Jwb Tim Dosen Pembimbing Lapangan (DLP) Koordinator PBL dan DPL Mahasiswa, DPL dan Puskesmas Didampingi DPL; Kades, RT DPL



DPL



DPL



DPL DPL



DPL DPL DPL, Puskesmas Koordinator PBL-1



Alat dan Bahan



Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktek meliputi profil kesehatan keluarga (Prokesga). Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan data individu anggota keluarga. . 3.3.4



Cara Kerja



a) Melakukan wawancara terhadap sampel (rumah tangga yang bersedia)23 tentang keluarga sehat.



b) Melakukan observasi terhadap lingkungan tempat tinggal rumah tangga yang menjadi sampel. 3.3.5



Kendala yang Dihadapi



Kendala yang dihadapi saat pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan 1 (PBL-1) mengenai 12 indikator keluarga sehat di Desa Muaro Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota yaitu : 1) Beberapa rumah berjarak terlalu jauh dari rumah yang lainnya dimana berada pada wilayah hutan dan perkebunan sawit sehingga sulit untuk mendatangi beberapa rumah tersebut untuk melakukan wawancara dan observasi. 2) Kondisi cuaca saat melaksanakan praktek yang tidak mendukung (pada musim hujan). 3) Akses lokasi praktek yang berlubang dan licin dikarenakan musim hujan. 3.4 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk desa Muaro Pijoan Kecamatan Jambi Luar Kota dengan jumlah yang berasal dari 10 RT sebanyak 549 KK.



3.5 Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut : 3.5.1



Data Primer



Menurut Umar (2003 : 56), data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai obyek penulisan. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara mengadakan wawancara dengan keluarga yang ada di desa Muaro Pijoan dengan menggunakan kuesioner dan melakukan observasi. Pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti, pewawancara (penulis) akan mengunjungi responden untuk melakukan wawancara kepada responden dan diisi peneliti setelah ada jawaban dari responden tentang keluarga sehat, sanitasi air bersih, jamban sehat, KB, bayi imunisasi, merokok, menggunakan JKN/fasilitas kesehatan oleh keluarga.



24



3.5.2



Data Sekunder



Data sekunder Menurut Sugiyono (2005 : 62), adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen. Data sekunder pada penelitian ini yaitu data profil dari Puskesmas Simpang Sungai Duren Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. 3.6 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data pada Praktek Lapangan Belajar 1 (PBL-1) ini menggunakan cara pengolahan dan indeks keluarga sehat dari direkorat promosi kesehatan, yaitu membuat rekapitulasi Family Folder Keluarga, rekapitulasi tingkat RT, rekapitulasi tingkat Desa dan Rekapitulasi tingkat puskesmas di Desa Muaro Pijoan. Data keluarga diolah untuk menghitung IKS masing-masing keluarga, IKS tingkat RT dan cakupan tiap indikator dalam lingkup RT, serta IKS tingkat kecamatan dan cakupan tiap indikator dalam lingkup kecamatan. Pengolahan data dimulai dari penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) berupa formulir-formulir untuk setiap anggota keluarga dari satu keluarga yang telah diisi, kemudian dimasukkan ke dalam formulir rekapitulasi. Setiap indikator menjadi berkode “1”, “0” atau “N”. Dengan menggunakan formula: Jumlah indikator keluarga sehat yang bernilai 1 IKS = ------------------------------------------------------------- x 100% Jumlah indikator keluarga yang bernilai 1 + N



Disepakati terdapat 3 tingkatan keluarga sehat yaitu: 1) keluarga sehat dengan >80% indikator baik, 2) keluarga pra-sehat dengan 50%-80% indikator baik, 3) keluarga tidak sehat dengan