Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Tentang Kelainan Katup Jantung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG KELAINAN KATUP JANTUNG



OLEH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



NI KADEK AYU NINA LUSIA ARIANDINI NI LUH NILAM SHANTI CAHYANI NI WAYAN YUSKAMITHA KARSAENI NI KOMANG DINI KESUMA PUTRI I GUSTI AYU REGITA PRAMESTI CAHYANI I GEDE PERI ARISTA IDA AYU MADE UTARI



(P07120215031) (P07120215033) (P07120215034) (P07120215035) (P07120215036) (P07120215037) (P07120215039)



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015-2016



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan maksimal oleh jantung.Katup jantung yang mengalami kelainan membuat darah yang seharusnya tidak bisa kembali masuk ke bagian serambi jantung ketika berada di bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan yang cukup kuat untuk memompa darah ke seluruh tubuh.Akibatnya orang tersebut tidak bisa melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu.dan juga dapat menimbulkan kematian karena jantung tidak lagi memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah. Penyakit katup jantung masih cukup tinggi insidennya, terutama di negaranegara yang sedang berkembang seperti hal nya di Indonesia.Namun demikian, akhir-akhir ini prevalensi penyakit katup jantung ada kecenderungan semakin menurun.Berdasarkan penelitian yang ditekankan diberbagai tempat di Indonesia penyakit katup jantung ini menduduki urutan ke-2 atau ke-3 sesudah penyakit koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung.(Gordis, 1985).Insiden tertinggi



penyakit



katup



adalah



katup



mitralis, kemudian



katup



aorta.Kecenderungan menyerang katup-katup jantung kiri dikaitkan dengan tekanan hemodinamik yang relatif besar pada katup-katup ini.Insiden penyakit tricuspid relatif rendah.Penyakit katup pulmonalis jarang terjadi.Penyakit katup trikuspidalis atau pulmonalis biasanya disertai dengan lesi pada katup lainnya, sedangkan penyakit katup aorta atau mitralis sering terjadi sebagai lesi tersendiri. (Gordis,1985). Di Negara maju terlihat penurunan insiden setelah 1900. Pada tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika Serikat berkisar 0,5-2/100.000 penduduk. Di Indonesia sebanyak 80.812 penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah penderita penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1% hipertensi, 14.5% demam rematik dan rematik jantung, 8.4% penyakit jantung bawaan, 2.5% jantung pulmonair dan 1.3% radang katup jantung. Kelainan katup jantung biasanya terjadi karena faktor genetika atau keturunan dan terjadi sejak masih dalam kandungan.Kelainan pada katup jantung juga



bisa



terjadi



karena



kecelakaan



ataupun



cedera



yang



mengenai



jantung.Operasi jantung juga dapat menyebabkan kelainan pada katup jantung jika operasi tersebut gagal atau terjadi kesalahan teknis maupun prosedur dalam melakukan operasi pada jantung.Perilaku makan makanan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stress serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor resiko penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor resiko lain seperti usia, jenis kelamin dan keturunan (genetik) (Notoatmodjo, 2011). Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup jantung.



1.2



Tujuan 1. Agar mahasiswa mengetahui apa pengertian atau definisi dari kelainan katup jantung. 2. Agar mahasiswa mengetahui penyebab dari kelainan katup jantung. 3. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi dari kelainan katup jantung 4. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana Pathway kelainan katup jantung 5. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana penatalaksanaannya.



1.3



Rumusan Masalah 1. Apa pengertian atau devinisi dari kelainan katup jantung? 2. Apa penyebab dari kelainan katup jantung 3. Bagaimana patofisiologi dari kelainan katup jantung ? 4. Bagaimana pathway dari penyakit kelainan katup jantung? 5. Bagaimana penatalaksanaan dari kelainan katup jantung?



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi



Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan maksimal oleh jantung. Katup jantung yang mengalami kelainan membuat darah yang seharusnya tidak bisa kembali masuk ke bagian serambi jantung ketika berada di bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan yang cukup kuat untuk memompa darah ke seluruh tubuh.Akibatnya orang tersebut tidak bisa melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu. Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis gangguan fungsional: (1) regurgitasi-daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah dapat mengalir balik (sinonim dengan insufisiensi katup dan inkompetensi katup); dan (2) stenosiskatup-lubang katup



mengalami



penyempitan



sehingga



aliran



darah



mengalami



hambatan. Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai ”lesi campuran” atau terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi murni.” Berikut tipe-tipe gangguan katub a. Sindrom Prolaps Katup Mitral Sindrom prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah–bilah katup mitral yang tidak dapat menutup dengan sempurna dan mengakibatkan regurgutasi katup, sehingga darah merembes dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Sindrom ini kadang tidak menimbulkan gejala atau dapat juga berkembang cepat dan menyebabkan kematian mendadak. Pada tahun–tahun belakangan sindrom ini semakin banyak dijumpai, mungkin karena metode diagnostic yang semakin maju. b. Stenosis Mitral Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah– bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat menjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil. Ventrikel kiri tidak terpengaruh, namun antrium kiri mengalami



kesulitan dalam menggosongkan darah melalui lumen yang sempit ke ventrikel kiri. Akibatnya antrium akan melebar dan mengalami hipertrofi karena tidak ada katup yang melindungi vena pulmonal terhadap aliran balik dari antrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus menanggung beban tekanan arteri pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan berlebihan yang berakhir gagal jantung. c. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi) Insufisiensi mitral terjadi bilah-bilah katup mitral tidak dapat saling menutup selama systole. Chordate tendineae memendek, sehingga bilah katup tidak dapat menutup dengan sempurna, akibatnya terjadilah regurgitasi aliran balik dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Pemendekan atau sobekan salah satu atau kedua bilah katup mitral mengakibatkan penutupan lumen mitral tidak sempurna saat ventrikel kiri dengan kuat mendorong darah ke aorta, sehingga setiap denyut, ventrikel kiri akan mendorong sebagaian darah kembali ke antrium kiri. Aliran balik darah ini ditambah dengan darah yang masuk dari paru, menyebabkan antrium kiri mengalami pelebaran dan hipertrofi. Aliran darah balik dari ventrikel akan menyebabkan darah yang mengalir dari paru ke antrium kiri menjadi berkurang. Akibatnya paru mengalami kongesti, yang pada giliranya menambah beban ke ventrikel kanan. Maka meskipun kebocoran mitral hanya kecil namun selalu berakibat terhadap kedua paru dan ventrikel kanan. d. Stenosis Katup Aorta Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan aorta. Pada orang dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau dapat sebagai akibat dari endokarditisrematik atau kalsifikasi kuspis dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyempitan terjadi secara progresif selama beberapa tahun atau beberapa puluh tahun. Bilah–bilah katup aorta saling menempel dan menutup sebagaian lumen diantara jantung dan aorta. Ventrikel kiri mengatasi hambatan sirkulasi



ini dengan berkontraksi lebih lambat tapi dengan energi yang lebih besar dari normal, mendorong darah melalui lumen yang sangat sempit. Mekanisme kompesansi jantung mulai gagal dan munculah tanda–tanda klinis. Obstruksi kalur aliran aorta tersebut menambahkan beban tekanan ke ventrikel kiri, yang mengakibatkan penebalann dinding otot. Otot jantung menebal (hipertrofi) sebagai respons terhadap besarnya obstruksi; terjadilah gagal jantung bila obsruksinya terlalu berat. e. Insufiensi Aorta (Regurgitasi) Gambar 2.1.regurgitasi aorta Sumber: http://www.heartvalve-surgery.com/aortic



Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapat selama diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. efek katup ini bisa disebabkan oleh



endokarditis, kelainan bawaan, atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau sobekan aorta asendens. Karena kebocoran katup aorta saat diastole, maka sebagaian darah dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ke ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus mengatasi keduanya yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri ke ventrikel melalui lumen ventrikel, maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha mengkompesansi melalui refleks dilatasi pembuluh darah arteri perifer melemas sehingga tahanan perifer turun dan tekanan diastolic turun drastis. 2.2 Etiologi Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit yang hampir selalu disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak ditemukan penyakit katup jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling sering dijumpai adalah penyakit katup degeneratif yang berkaitan dengan meningkatnya masa hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara industri dibandingkan dengan yang hidup di negara berkembang. Meskipun terjadi penurunan insidensi penyakit demam rematik, namun penyakit rematik masih merupakan penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah. a. Stenosis Mitral Berdasarkan etiologinya stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik.Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak.Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi satu. b. Insufisiensi Mitral



Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas reumatik dan non reumatik(degenaratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya).Di negara berkembang seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik. c. Stenosis Aorta Berdasarkan etiologinya stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80 tahun. Stenosis katup aorta juga bisa disebabkan oleh demam rematik pada masa kanak-kanak.Pada keadaan ini biasanya disertai dengan kelainan pada katup mitral baik berupa stenosis, regurgitasi maupun keduanya. Pada orang yang lebih muda, penyebab yang paling sering adalah kelainan bawaan.Pada masa bayi, katup aorta yang menyempit mungkin tidak menyebabkan masalah, masalah baru muncul pada masa pertumbuhan anak.Ukuran katup tidak berubah, sementara jantung melebar dan mencoba untuk memompa sejumlah besar darah melalui katup yang kecil. Katup mungkin hanya memiliki dua daun yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong.Lama-lama, lubang/pembukaan katup tersebut, sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan kalsium. d. Isufisiensi Aorta Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis.Kelainan katub dan kanker aorta juga bisa menimbulkan isufisiensi aorta.Pada isufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katub, dengan atau tanpa klasifikasi, yang umumnya merupakan skuele dari demam reumatik. 2.3 Tanda Dan Gejala



Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru(edemapulmoner). Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas.Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lamalama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak.Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwaseseorang menderita stenosis katup mitral.Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur. a. Stenosis Mitral Sangat capai, lemah, dyspnea, capek bila ada kegiatan fisik, nocturnal dyspnea, batuk kering, bronchitis, rales, edema paru-paru, hemoptysis/batuk darah, kegagalan pada sebelah kanan jantung. Auskultasi: teraba getaran apex S1 memberondong, peningkatan bunyi. Murmur:lemah, nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada apex. b. Isufisiensi Mitral Sangat capai, lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas sesak bial terjadi kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales.Tingkat



lanjut:



edema



paru-paru,



kegagalan



jantung



sebelah



kanan.Auskultasi: terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur.Murmur: bernada tinggi, menghembus, berdesis, selam systoll(pada apex) S3 nada rendah. c. Stenosis Aorta Angina, syncope, capai, lemah, sesak napas saat ada kegiatan ortopneu, paroxysm, mal nokturial, edema paru-paru, rales. Tingkat lanjut: kegagalan sebelah kanan jantung. Murmur: nada rendah, kasar seperti kerutan, systoll(pada basis atau carctis) gemetar systoll pada basis jantung.



d. Isufisiensi Aorta Palpitasi, sinus tacikardi, sesak napas bila beraktifitas ortopnew, paroxysmal noktural dyspnea, diaphoresis hebat, angina.Tingkat lanjut: kegagalan jantung sebelah kiri dan kanan.Murmur: nada tinggi, menghembus diastole (sela iga ke-3) murmur desakan systoll pada basis. 2.4 Patofisiologi Demam reuma – inflamasi akut dimediasi – imun yang menyerang katup jantung akibat reaksi silang antara antigen streptokokus hemolitik-α grup A dan protein jantung. Penyakit dapat menyebabkan penyempitan pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat menutup sempurna (inkompetensi atau regurgitasi) atau keduanya. Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium. Respon miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatakan kemampuan pemompa jantung. 1. Stenosis mitral Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal. Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri



waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis. Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati. Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardi. Tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri. 2. Isufisiensi Mitral Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi, penebalan, dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel, terutama bagian posterior, dapat juga terjadi dilatasi anulus atau ruptur korda tendinea. Selama fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Pada saat diastolik, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, juga terdapat darah regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya. Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, korda, dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi



membentuk bunyi jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal. 3. Stenosis Aorta Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan beban tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi. 4. Insufisiensi kronik Insufisiensi kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini, jantung melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Curah sekuncup ventrikel kiri juga meningkat. Kompensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang bisa menormalkan tekanan dinding sistolik. Pada tahap kronik, faktor miokard primer atau lesi sekunder seperti penyakit koroner dapat menurunkan kontraktilitas miokard ventrikel kiri dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi. Selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal. Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik. Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk



beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.



2.5 Pathway Penyakit Katup Jantung 2.6 2.7



Faktor predisposisi 2.8 pada faring - Infeksi streptookok - Faktor sosioekonomi : situasi 2.9 mendapat kehidupan untuk perawatan medis & antibiotik 2.10



- Endokarditis bakterial - Defek jaringan penyambung sejak lahir - Ruptur otot dan disfungsi oto pailaris karena aterosklirosis koroner - Malformasi kongenital - Lanjut usia



Kelainan katup jantung



2.11



Insufiensi katup



Stenosis katup



2.12 2.13



Kelainan Katup mitral



Stenosis Mitral 2.14



Kelainan katup aorta Insufiensi Mitral



Beban ventrikel kiri



2.16 Dilatasi atrium kiri 2.17



Hipertrofi ventrikel kiri



tekanan untuk mempertahankan perfusi perifer



Dilatasi atrium kiri



2.19 2.21 2.22 Hipertensi pulmonalis 2.23 2.24 kanan Hipertrofi ventrikel 2.25 2.26 Curah jantung menetap 2.27



-



Gangguan pertukaran gas



- Pola nafas



Dilatasi ventrikal kiri



Dilatasi ventrikel kanan



Kongesti paru-paru 2.20



-



Insufiensi Aorta



2.15 Hipertropi atrium kiri



Kongesti vena2.18 pulmonalis



Sesak nafas



Stenosis Aorta



Denyut jantung cepat



Peningkatan tekanan atrium kiri



Hipertrofi atrium kiri Kongesti vena pulmonalis



Hipertropi ventrikel kiri Sirkulasi perifer hiperdinamik



Tekanan akhir diastol meningkat



Cianosis pada ujung jari dan kaki



Edem paru-paru



Kongesti paru-paru Aliran darah kurang Hipertensi arteria pulmonalis Hipertrofi ventrikel kanan



Gagal jantung



Kondisi & pronosis penyakit



-



Pola nafas tidak efektif Nyeri Intoleransi aktivitas kecemasan



2.28 Penatalaksanaan 1. Stenosis Mitral 2.29



Terapi



antibiotic



diberikan



untuk



mencegah



berulangnya infeksi.Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan kardiotinikum dan diuritik.Intervensi bedah meliputi komisurotoomi untuk membuka atau “menyobek” komisura katub mitral yang lengket atau mengganti katub miral dengan katub protesa.Pada beberapa kasus dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurang beberapa gejala. 2. Insufisiensi Mitral 2.30 Penatalaksanaannya



sama



dengan



gagal



jantung



kongestif, intervensi bedah meliputi penggantian katup mitral. 3. Stenosis Aorta 2.31 Penatalaksanaan yang sesuai untuk stenosis aorta adalah penggantian katub aorta secara bedah.Terdapat resiko kematian mendadak pada pasien yang diobati saja tanpa tindakan bedah.Keadaan yang tak dikoreksi tersebut dapat menyebabkan gagal jantung permanen yang tidak berespond terhadap terapi medis. 4. Insufisiensi Aorta 2.32 Penggantian katub aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk penggantian katub masih kontroversial. Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan hipertropi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau tidaknnya gejala lain. Bila pasien mengalami



gejala



gagal



jantung



kongestif,



harus



penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan. 2.33 2.34 2.35 2.36 2.37 2.38 2.39 2.40 BAB III 2.41 ASUHAN KEPERAWATAN 2.42 3.1 Pengkajian 1. Data Demografi A. Biodata :



diberikan



a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) k) l) m) n) B. a) b) c) d) e)



Nama Tanggal Lahir / Usia Jenis kelamin Alamat No.Tlp Suku / bangsa Status pernikahan Agama / keyakinan Pekerjaan Diagnosa medic No. medical record Tanggal masuk Tanggal pengkajian Therapy medic Penanggung Jawab: Nama Usia Jenis kelamin Pekerjaan Hubungan dengan klien 2.43



: : : : : : : : : : : : : : : : : : :



2. Riwayat Kesehatan A. Riwayat kesehatan sekarang : 2.44 Kapan waktu timbulnya penyakit? Jam berapa? Bagaimana awal munculnya?Berangsur-angsur? Keadaan penyakit, apakah sudah membaik, parah



atau tetapsama dengan sebelumnya.Usaha yang



dilakukan untuk mengurangi keluhan, Kondisi saat dikaji P Q R S T B. Riwayat kesehatan lalu : 2.45 Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami, imunisasi yang pernah diberikan, kecelakaan yangpernah dialami, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit alergi (makanan, obat-obatan, zat/substansi, textil), pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas). C. Riwayat kesehatan keluarga : 2.46 Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya menyerang.Anggotakeluarga yang terkena alergi, asma, TBC, hipertensi, penyakit jantung, stroke, anemia, hemopilia, arthritis, migrain, DM, kanker dan gangguan emosional. 3. Data Dasar Pasien A. Aktivitas / Istirahat



a) Gejala:Kelemahan, kelelahan. Pusing, rasa berdenyut. Dispenea karena kerja, palpitasi. Gangguan tidur (ortopnea, dispnea paroksimal noktural, nokturia, keringatmalam hari.) b) Tanda:Takikardi,gangguan pada TD. Pingsan karena kerja. Takipnea, dispnea. B. Sirkulasi a) Gejala:Riwayat



kondisi



pencetus,



contoh:



Demam



reumatik,



Endokarditis bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh kerusakan Atrial-septal, sindrom marfun), trauma dada, hipertensi pulmonal. Riwayat murmur jantung, palpitasi. Serak, hemoptisis. Batuk tanpa produksi sputum. b) Tanda:Sistolik TD menurun (AS lambat).Tekanan nadi: Penyempitan (SA); luas(IA)Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA); bendungan dengan pulsasi arteri terlihat (IA).Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di bawah dan kekiri(IM); secara lateral kuat dan perpindahan tempat (IA). c) Getaran: Getaran diastolik pada aspek (SM).Getaran systolik pada dasar (SA) Getaran systolik senjang batas sternal kiri; getaran systolik pada titik jagular dan sepanjang arteri karotis(IA). 2.47 Dorongan: Dorongan apikal selama systolik(SA).Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang keras (SM). Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3(IM berat). Bunyi ejeksi sistolik (SA). Bunyi sistolik, ditonjolkan oleh berdiri/jongkok (MVP). 2.48 Kecepatan: Takikardi(MVP); takikardi pada istirahat (SM). 2.49 Irama: Tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM). Disritmia dan derajat pertamaBlok AV (SA). 2.50 Murmur: Murmur diastolik pada area pulmonalik (IP).Bunyi rendah, murmurdiastolik gaduh(SM).Murmur sistolik terdengar baik pada apek(MR).Murmursistolik terdengar baik pada dasar dengan penyebaran ke leher (SA).Murmur sistolik pada dasar kiri batas sternal (SP) meningkat selama inspirasi (IT). Murmur diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik pada dasar (IA). Murmur diastolik pada dasar kiri strenal meningkat dengan inspirasi ( ST). 2.51 Warna / Sianosis: Kulit hangat, lembab dan kemerahan (IA). Kapiler kemerahan dan pucat pada tiap nadi (IA). C. Integritas Ego a) Gejala: Tanda kecemasan. Contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit, gemetar.



D. Makanan / Cairan a) Gejala: Disfagia (IM Kronis)Perubahan berat badan. Penggunaan diuretik. b) Tanda: Edema umum / dependen. Hepatomegali dan asites ( SM, IM, IT) Hangat, kemerahan dan kulit lembab (IA). Pernafasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi. E. Neurosensori a) Gejala: Episode pusing/ pingsan berkenaan dengan beban kerja. F. Nyeri / Kenyamanan a) Gejala: Nyeri dada , angina (SA,IA). Nyeri dada non angina / tidak khas (MVP). G. Pernafasan a) Gejala:Dispenia (Kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk menetap ataunokturnal ( sputum mungkin/ tidak produktif). b) Tanda: Takipnea. Bunyi napas adventisius (krekels dan mengi). Sputum banyak dan berbecak darah ( Edema pulmonal). Gelisah/ ketakutan ( Pada adanya edema pulmonal). 2.52 2.53 H. Keamanan a) Gejala: Proses infeksi/ sepsis, kemoterapi radiasi. Adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dsb). b) Tanda: Perlu perawatan gigi / mulut. 4. Riwayat Psikososial A. B. C. D. E.



Identifikasi klien tentang kehidupan sosialnya : entifikasi hubungan klien dengan yang lain dan kepuasan diri sendiri : Kaji lingkungan rumah klien, hubungkan dengan kondisi RS : Tanggapan klien tentang beban biaya RS : Tanggapan klien tentang penyakitnya :



5. Riwayat Spiritual A. Kaji ketaatan klien beribadah dan menjalankan kepercayaannya : B. Support system dalam keluarga : C. Ritual yang biasa dijalankan : 6. Aktifitas Sehari-hari A. Nutrisi : 2.54



Selera makan, menu makan dalam 24



jam.Frekuensi makan dalam 24 jam.Makanan yang disukai dan makanan pantangan.Pembatasan pola makanan.Cara makan(bersama keluarga, alat makan yang digunakan).Ritual sebelum makan, dll. B. Cairan :



2.55



Jenis minuman



yang dikonsumsi



dalam 24 jam, frekuensi minum, kebutuhan cairan dalam 24 jam. C. Eliminasi (BAB & BAK): 2.56 Tempat pembuangan, frekuensi? kapan? teratur?, konsistensi, kesulitan dan cara menanganinya, obatobat untuk memperlancar BAB/BAK. D. Istirahat Tidur 2.57 Apakah cepat



tertidur, jam tidur



(siang/malam), bila tidak dapat tidur apa yang dilakukan, apakah tidur secara rutin. E. Olahraga 2.58



Program olahraga tertentu, berapa



lama melakukan dan jenisnya, perasaan setelah melakukan olahraga. F. Rokok / alkohol dan obat-obatan 2.59 Apakah merokok? jenis? berapa banyak? kapan mulai merokok?.Apakah minum minuman keras? berapa minum /hari/minggu? jenis minuman? apakah banyak minum ketika stress? G. Personal hygiene 2.60



Mandi (frekuensi, cara, alat mandi,



kesulitan, mandiri/dibantu), cuci rambut, gunting kuku, gosok gigi. H. Aktivitas / mobilitas fisik 2.61 Kegiatan sehari-hari, pengaturan jadwal harian, penggunaan alat bantu untuk aktivitas, kesulitan pergerakan tubuh. I. Rekreasi 2.62



Bagaimana



perasaan



anda



saat



bekerja?,berapa banyak waktu luang?, apakah puas setelah rekreasi?, apakah anda dan keluarga menghabiskan waktu senggang? bagaimana perbedaan hari libur dan hari kerja? 7. Pemeriksaan Fisik A. Keadaan umum klien : 2.63



Tanda-tanda



dari



distress,



penampilan dihubungkan dengan usia, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan. B. Tanda-tanda vital : 2.64 Suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah. C. Sistem pernafasan



2.65



Hidung: Kesimetrisan, pernafasan cuping hidung, adanya sekret



/ polip, passaseudara. 2.66 Leher : Pembesaran kelenjar, tumor. 2.67 Dada : Bentuk dada (normal,barrel,pigeon



chest).



Perbandingan ukuran anterior posterior dengan transversi. Gerakan dada (kiri dan kanan, apakah ada retraksi). Keadaan proxsesus xipoideus.Suara nafas (trakhea, bronchial, bronchovesikular).Apakah ada suara nafas tambahan. Apakah ada clubbing finger. D. Sistem kardiovaskuler 2.68 Conjunctiva (anemia/tidak), bibir (pucat, cyanosis), arteri carotis, tekanan vena jugularis, ukuran jantung, ictus cordis/apex, suara jantung



(mitral,tricuspidalis,S1,S2,bising



aorta,



murmur,gallop),



capillary retilling time. E. Sistem perncernaan 2.69 Sklera (ikterus/tidak), bibir (lembab, kering, pecah-pecah, labio skizis), mulut (stomatitis, apakah ada palatoskizis, jumlah gigi, kemampuan menelan, gerakan lidah), gaster (kembung, gerakan peristaltik), abdomen (periksa sesuai dengan organ dalam tiap kuadran), anus (kondisi, spinkter ani, koordinasi). F. Sistem saraf a) Fungsi cerebral: status mental (orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan, bahasa), kesadaran (eyes, motorik, verbal) dengan gcs, b) c) d) e) f) g)



bicara (ekspresive dan resiptive) Fungsi kranial (saraf kranial I s/d XII) Fungsi motorik (massa, tonus dari kekuatan otot) Fungsi sensorik (suhu, nyeri, getaran posisi dan diskriminasi) Fungsi cerebellum (koordinasi dan keseimbangan) Refleks (ekstremitas atas, bawah dan superficial) Iritasi meningen (kaku kuduk, lasaque sign, kernig sign, brudzinski



sign) G. Sistem musculoskeletal 2.70 Kepala (bentuk kepala), vertebrae



(bentuk, gerakan, rom),



pelvis (thomas test, trendelenberg test, ortolani/barlow test, rom), lutut (mc murray test, ballotement, rom), kaki (keutuhan ligamen, rom), bahu, tangan. H. Sistem perkemihan 2.71 Edema palpebra, moon face, edema anasarka, keadaan kandung kemih, nocturia, dysuria, kencing batu, penyakit hubungan sexual. I. Sistem immune



2.72



Allergi (cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia), Immunisasi,



Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca, Riwayat transfusi dan reaksinya. 8. Test Diagnostik A. B. C. D.



Laboratorium (tulis nilai normalnya) : Ro foto : CT Scan : MRI, USG, EEG, ECG, dll.



9. Penatalaksanaan A. B. C. D. E. F.



Terapi antibiotic Kardiotinikum dan diuritik Komisurotoomi Valvuloplasti translumnal perkutan Penggantian katup mitral Penggantian katup aorta



10. Analisis Data 2.73



2.74 Data



2.77



2.78 DO : 2.79 Sianosi s 2.80 Dispne a 2.81 Tachika rdia 2.82 Gas dar ah arte ri abn orm



2.75



2.76



Etiolo



Masala



gi 2.87



2.88



Odem



Ganggu



h



a



an



Pa



Pert



ru



uka ran Gas



alp H arte ri abn orm al 2.83 DS : 2.84 Pasien me nga taka n saki t kep ala saat ban gun . 2.85 Nafas cup ing hid ung 2.86 Warna kuli t abn orm



al (pu cat, keh ita ma 2.89



n) 2.90



2.100



2.101



Penur



Risiko/



un



Act



an



ual



K



Tin



on



ggi



tra



Me



Peruba



kti



nur



han



lit



unn



EK



as,



ya



Ve



Cur



nt



ah



ri



Jant



ke



ung



DO : 2.91 Aritmia 2.92 Brakika rdia 2.93



G 2.94 Takikar dia 2.95 Penuru nan teka nan ven a 2.96 Murmu r 2.97 DS: 2.98 Pasien



l Ki ri



me nga taka n mul ai bat ukbat uk 2.99 Pasien terli hat leti 2.102



h 2.103 DO: 2.104 Peruba han den yut jant ung 2.105 Peruba han frek uen si per naf asa n



2.111



2.112



Iskem



Nyeri



ia



dad



mi



a



ok ar d



2.106 Kedok waj ah (me ren gek, geli sah 2.107 Peruba han pol a ma kan 2.108 DS: 2.109 Pasien me nga taka n nye ri di area dad a 2.110 Pasien me nga taka n



pol a tidu r ber uba 2.113



h 2.114 DO: 2.115 Mulut keri ng 2.116 DS: 2.117 Pasien



2.120



2.121



Situas



Ansieta



i Kr iti s, Ta ku t



me



ak



nga



an



taka



K



n



e



tida



m



k



ati



nafs



an



u ma kan 2.118 Pasien terli hat cem as 2.119 Kontak



s



mat a bur uk 2.123



2.122



DS: 2.124 Sering bert any a 2.125 Salah inst ruk si 2.126 Perilak



2.127



2.128



Kuran



Defisit



gn



Pen



ya



gata



In



hua



fo



n



r m as i, K et er



u



ba



hip



ta



erb



sa



ola



n K og nit if.



2.129 3.2 Diagnosa 1.



Gangguan pertukaran gas b/d odema paru ditandai dengan sianosis dan



dispnea. 2. Resiko tinggi menurunanya curah jantung b/d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri ditandai dengan aritmia dan perubahan EKG. 3. Nyeri dada b/d iskemia jaringan myokard ditandai dengan perubahan denyut jantung dan ekspresi kesakitan. Ansietas b/d situasi kritis ditandai dengan ketakutan dan peningkatan



4.



tegangan. Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang katup



jantung ditandai dengan permintaan informasi kepada perawat dan ahli profesi kesehatan lainnya. 2.130 3.3 Intervensi 2.131



2.132



2.133



2.134



2.135



2.136



T



K



In



R



2.138



2.139



2.140



2.145



2.152



Gan



S



D



Ka



In



2.141



2.146



2.153



2.147



2.154



Dx 2.137



M 2.142



A 2.155



D 2.148 2.143



M







Sudah tidak terlihat



2.149



2.156



-



M 2.150



2.157 2.158 2.159



pernafasa n cuping hidung 2.144  Warna kulit pasien kembali dalam keaadaan normal



2.151 2.160 Jel atkan



Meningk



ekspansidada optimal, memobilisasikan sekresi, dan pengisian udara semua area paru; menurunkan resiko stasis secret/pneumoni. Meningkatkan pengetahuan pasien sehingga



pasien mampu mengatasi kondisi gawat darurat yang sewaktu-waktu terjadi.



2.161



2.162



2.163



2.164 2.170 Berikan 2.178



Resi



S



D oksigen



atkan sediaan



tambahan 2.165 dengan nasal T kanal/ masker



oksigen untuk



sesuai dengan 2.166 indikasi. T 2.171 2.172 Berikan 2.167 istirahat D psikologi



dalam melawan



dengan 2.168 lingkungan K yang tenang. 2.169 2.174 Pantau



Meningk



kebutuhan miokardium efek hipoksia/iskemia. 2.179 Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi yang terkait dan meningkatkan 2.173 tekanan darah dan frekuensi /



tanda kelebihan kerja jantung. 2.180 Oleh cairan. 2.175 Pemberi karena adanya anIV



peningkatan



,pembatasan



tekanan ventrikel



jumlah total



kiri, pasien tidak



sesuai dengan



menoleransi



indikasi.



peningkatan



Hindari cairan



volume cairan,



garam.



pasien juga 2.176 mengeluarkan sedikit natrium 2.177 yang K menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard. 2.181 Banyakn



ya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.



2.182



2.183



2.184



2.185



2.192 2.200



Nyer



S



D



Gn gejala perlu



2.186



untuk 2.193 mengidentifikasi



D 2.187 P 2.188 D



Perbedaa



penyebab nyeri. 2.194 2.201 Perilaku Ca dan perubahan tanda vital 2.195 membantu 2.196 menentukan Ajderajat / adanya



2.189 P 2.190 P 2.191 E



ketidaknyamanan 2.197 pasien khususnya Ev apabila pasien menolak adanya 2.198 nyeri. 2.202 2.199 2.203 Be2.204 Teknik nonfarmakologis akan membantu menurunkan rasa nyeri yang dialami oleh pasien. 2.205 2.206 2.207 Penggun aan terapi obat dan dosis. 2.208 Catat nyeri yang tidak hilang atau menurun dengan nitrat menunjukan



MVP, berhubungan dengan nyeri dada tidak khas / non angina. 2.209 Aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.



2.210



2.211



2.213



2.214



2.220



2.230



Ansi



S



D



Ka



A



2.215



2.221



2.231



2.222



2.232



M 2.216



Aj 2.233



D 2.223



M



2.224



2.234



Be



M



2.225



2.235



2.217 P 2.218 P



M 2.219 K



2.226 K



2.236 K



2.227 2.228 Li 2.229 ter



2.212 2.237 2.238 3.4 Evaluasi 2.239



2.240



T



No. Dx



2.243



2.244



2.247 2.248 2.249 2.250



2.254



2.255



2.241



Evaluasi



2.242 Paraf



2.245



-



S: Gas darah



2.253



Arteri pasien normal 2.246 O: ventilasi/oksigenasi membaik, frekuensi pernapasan normal, tak ada sianosis, bunyi nafas normal. 2.251 A: masalah teratasi 2.252 P: Intervensi dihentikan 2.256 S: Penurunan curah jantung teratasi, TTV normal, Bebas gejala gagal jantung 2.257 O: 2.258 - Tidak terjadi



2.263



aritmia, 2.259 - Irama jantung teratur, 2.260 - CRT kurang dari 3 detik. 2.261 A: Masalah teratasi 2.262 P: Intervensi 2.264



2.265



dihentikan 2.266 S: Nyeri dada



2.270



terkontrol 2.267 O: Metode nyeri hilang 2.268 A: Masalah teratasi 2.269 P: Intervensi 2.271



2.272



dihentikan 2.273 S: Pasien terlihat



2.279



tenang 2.274 O: 2.275 - Pasien melakukan relaksasi 2.276 - Pasien tidak terlihat stres 2.277 A: Masalah teratasi 2.278 P: Intervensi di 2.280



2.281



hentikan 2.282 S: Pasien telah mengerti tentang kelainan katup 2.283 O: Pasien paham dengan proses penyakit yang dideritanya. 2.284 A: Masalah teratasi 2.285 P: Intervensi dihentikan



2.287 2.288



2.286



2.289 2.290 2.291 2.292 2.293 2.294 2.295 2.296 2.297 2.298 2.299 2.300 2.301 2.302 BAB IV 2.303 PENUTUPAN 2.304 4.1



Kesimpulan 2.305



Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang



masih cukup tinggi insidennya, terutama dinegara-negara berkembang. Disfungsi katup di bagi menjadi 2 jenis yaitu : Insufisiensi katup dan Stenosis katup. 2.306



Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi



katup memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium. Respon miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi merupakan



mekanisme



kompensasi



yang



bertujuan



meningkatakan



kemampuan pemompa jantung. 2.307 Dalam pengkajian klien dengan disfungsi katup jantung, data dasar yang harus di kaji adalah: aktivitas istirahat, sirkulasi, integritas ego, makanan/ cairan, neurosensori, nyeri/ kenyamanan, pernapasan, keamanan, penyuluhan/ pembelajaran. Dalam kelainan ini prioritas keperawatn adalah : Mempertahankan curah jantung adekuat, Mempertahankan dan meningkatkan toleransi aktivitas, Menghilangkan nyeri serta memberikan informasi tentang proses penyakit, manajemen, dan pencegahan komplikasi. 2.308 2.309 2.310



2.311 2.312 2.313 2.314 2.315 2.316 2.317 2.318 2.319 2.320 2.322 2.323 2.324



2.321 DAFTAR PUSTAKA Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Herdman, Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC.



2.325 2.326



Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: EGC.



2.327 2.328



Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol 2.Edisi 8. Jakarta: EGC.



2.329 2.330



Syarifuddin.2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.Edisi 3. Jakarta: EGC.



2.331 2.332



Wahab, Samik A. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: EGC.



2.333 2.334



Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan denga Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.



2.335 2.336