Laporan Pendahuluan DHF Pratiwi Dwi - 212311101111 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PEMBELAJARAN DARING PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL ANGKATAN XXVIII



Oleh: Nama : Pratiwi Dwi Lestari, S.Kep NIM : 212311101111 Kelompok : D3 Pembimbing : Ns. Ruris Haristiani S.Kep. M.Kes.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)



Disususn guna melengkapi tugas Stase Keperawatan Medikal dengan Dosen Pembimbing Ns. Ruris Haristiani S.Kep. M.Kes.



Oleh Pratiwi Dwi Lestari, S. Kep NIM 212311101111



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



A. Pengertian Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (Putri, 2019). Penyakit DHF membuat penderitanya



mengalami



perembesan



plasma



yang



ditandai



dengan



meningkatnya nilai hematokrit (hemokosentrasi) atau penumpukan cairan pada rongga tubuh (Fitriani, 2020). Sindrom renjatan dengue ditandai dengan syok atau renjatan (Nurarif & Kusuma, 2015). Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak-anak dan dewasa sengan gejala demam akut, pendarahan, dan nyeri pada otot serta sendi. Dengue merupakan infeksi arbovirus (artropod born virus) yang akut dan ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti atau aedes aebopictus (Wijayaningsih, 2017). DHF adalah penyakit yang berbasis vektor dan menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF menyerang sebagai wabah dengan angka kematian yang cukup tinggi khususnya pada mereka yang usianya dibawah 15 tahun (Harmawan dalam Fitriani, 2020). Menurut WHO dalam buku Nurarif dalam Putri (2019) membagi DBD/DHF menjadi 4 derajat, yaitu derajat I menunjukkan demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji tourniquiet positif). Selanjutnya derajat II menunjukkan gejala seperti derajat I disertai perdaarahan spontan di kulit dan perdarhan lain. Derajat III menunjukkan adanya kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan darah meurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disrtai kulit yang dingin lembab dan gelisah. Terakhir derajat IV menunjukkan adanya renjatan berat dengan nadi tak terba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur B. Anatomi Fisiologis Darah dan Pembuluh Darah 1. Darah Darah merupakan cairan yang fungsinya sebagai transporter oksigen, karbohidrat dan metabolit, mengatur keseimbangan asam basa, mengatur suhu tubuh dengan konduksi atau hantaran, membawa panas tubuh dari pusat



produksinya (hepar dan otot) yang selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh, dan pengaturan hormon dengan cara membawa serta menghantarkannya dari kelenjar ke tujuannya (Syaifudin, 2016). Darah berwarna merah, namun keadaannya tidak tetap tergantung pada kadar oksigen dan karbondioksida didalamnya.darah berada didalam tubuh karena adanya pompa jantung dimana darah akan tetap encer, namun saat berada diluar tubuh darah akan membeku (fitriani 2020). Pada umumnya sel darah putih, sel darah merah, dan sel pembeku darah dibentuk dalam sumsum tulang, dimana merupakan salah satu organ terbesar yang ukuran dan beratnya hampir sama dengan hati. Sumsum seluler aktif dinamakan sumsum merah dan sumsum seluler tidak aktif dinamakan sumsum kuning. Komponen darah menurut Sloane (2004) ada 2, yaitu plasma darah dan sel pembentuk darah yang meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan trombosit. Plasma darah merupakan cairan bening kekuningan terdiri dari 92% air dan mengandung campuran kompleks zat organik dan anorganik. Menurut Sloane (2004) plasma dara terbagi atas : a. Protein plasma dengan 7% plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler dan dibagi menjadi albumin, globulin, dan fibrinogen. Albumin merupakan protein plasma terbanyak sekitar 5560% namun ukurannya paling kecil yang disintetis dalam hati dan bertanggung jawab pada tekanan osmotik koloid darah. Koloid merupakan zat berdiameter 1-100 nm, sedangkan kristaloid kurang dari 1nm. Tekanan osmotik ditentukan oleh jumlah partikel dalam koloid yang mrupakan ukuran daya tarik plasma trhadap difusi air. Selanjutnya globulin membuntuk 30% protein plasma yang dibagi menjadi alfa dan beta globulin sebagai molekul pembawa, sementara gamma globulin merupakan antibodi. Terakhir fibrinogen yang membentuk 4% plasma darah yang esensial dalam mekanisme pembekuan darah.



b. Plasma juga mengandung nutrien, gas darah, elektrolit, mineraal, hormon, vitamin, dan zat-zat sisa. Nutrien meliputi asam amino, gula dan lipid yang diabsorbsi dari saluran pencernaan. Gas darah meliputi oksigen, karbondoksida dan nitrogen. Selanjutnya elektrolit plasma meliputi ion natrium, kalium, magnesium,klorida, kalsium, bikarbonat, fosfat,dan ion sulfat. Selain tu terdapat elemen / sel pembentuk darah yang menurut Sloane (2004) terdiri atas : a. Sel Darah Merah ( Eritrosit) Sel darah merah atau eritrosit merupakan diskus bikonkaf berbentuk bulat dengan lekukan pada sentral dan berdiameter 7,65



mikrometer.



Eritrosit tebungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tingga yang elastis dan flesibel sehingga mmeungkinkan untuk menembus kapiler. Eritrosit mengandung 300 juta molekul hemoglobin, sejenis pigmen pernapasan yang mengikat oksigen dimana volumenya mencapai sepertiga volume sel. Hb merupakan molekul yang tersusun dari globin dengan 4 rantai polipeptida melekat pada 4 gugus hem mengandung zat besi sebagai pewarna darah. Hb orang dewasa (HgA) polipeptidanya terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yang identik. Hb janin (HgF) teridiri dari 2 rantai alfa dan dua rantai gamma dengan afinitas yang besar terhadap oksigen dibanding HgA. Hemoglobin berfungsi membentuk oksihemoglobin yang berwarna meraj terang jika oksigen dilepas ke jaringan yang disebut deoksihemoglobin dan terlihat lebih gelap bahkan kebiruan saat vena terlihatn dari permukaaan kulit yang disebut hemoglobin terduksi. Jumlah eritrosit pada laki-laki sehat berukuran rata-rata 4,2-5,5 juta sel per milimeter kubik (mm3) dan pada perempuan sehat berukuran rata-rata 3,2-5,2 juta sel per mm3. Hematokrit merupakan presentase volume darah total yang mengandung eritrosit. Hematokrit pada laki-laki berkisar antara 42% sampai 54% dan pada perempuan berkisar antara 38% sampai 48%.



Hematokrit bisa bertambah / berkurang dan berkecepatan sedimentasi (kecepatan mencapai dasar tabung tanpa melalui sentrifugasi). Fungsi eritrosit adalah mentranspor oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan Hb pada oksigen. Eritrosit juga berperan dalam pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan bufer asam basa. Produksi eritrosit diatur oleh eritroprotein yang merupakan hormon glikoprotein yang diproduksi oleh ginjal dimana kecepatan produksinya berbanding terbalik dengan persediaan oksigen dalam jaringan. Volume oksigen yang kurang (anoksia)



mengakibatkan



peningkatan



produksi



eritroprotein



dan



menstimulasi produksi sel darah merah. Hormon lain seperti kortison, tiroid dan pertumbuhan juga mempengaruhi sel darah merah. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sel darah merah yaitu zat besi untuk sintetis hemoglobin oleh eritrosit, tembaga yang merupakan bagian esensial dari protein untuk mengubah besi feri (Fe3+) menjadi besi fero (Fe2+) dan vitamin seperti asam folat, vitamin C, dan vitamin B12 berperan dalam pertumbuhan normal dan pematangan eritrosit. Umur eritrosit bersiklus selama 120 hari sebelum menjadi rapuh dan mudah pecah. Fragmen eritrosit yang rusak atau terdisintegrasi akan mengalami fagositosis oleh makrofag dalam limpa, hati, sumsum tulang, dan jaringan tubuh lain. Goblin (bagian protein) terdegradasi menjadi asam amino. Hem diubah menjadi biliverdin (pigmen hijau) dan kemudian menjadi bilirubin. Sebagian besar zat besi dilepas dan diambil untuk diperbarui dalm proses sintesis HgA selanjutnya. b. Sel Darah Putih (Laukosit) Sel darah putih normalnya berjumlah 10000-9000 per mm3. Ketika terjadi kerusakan jaringan atau infeksi akan mengakibatkan peningkatan jumlah leukosit dalam tubuh. Leukosit berfungsi melindungi tubuh dari invasi benda asing, bakteri dan virus. Aktivirtas leukosit sebagian besar berlangsung dalam jaringan, bukan pembekuan darah. Leukosit bersifat diapedesis yang merupakan kemampuan menembus pori-pori membran



kapiler dan masuk ke dalam jaringan. Leukosit bergerak sendiri seperti gerakan amuba (amuboid). Pelepasan zat kimia oleh jaringan rusak menyebabkan leukosit bergerak mendekati (kemotaksis positif) atau menjauhi (kemotaksis negatif) sumber zat. Leukosit adalah fagositik, namun kemampuan ini lebih berkembang pada neutrofil dan monosit. Setelah diproduksi di sumsum tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari dalam sirkulasi sebelum masuk ke jaringan. Klasifikasi leukosit menurut Sloane (2004) ada 5 jenis dalam sirkulasi darah yang dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk nukleus dan ada tidaknya granula sitoplasma dimana sel yang memiliki granula sitoplasma disebut granulosit dan yang tidak memilikinya disebut agranulosit. Granulosit dibagi menjadi : 1. Neutrofil yang mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Strukturnya



bergranula



kecil



berwarna



merah



muda



dalm



sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki 3 sampai 5 lobus yang terhubung dengan benang kromatin tipis dan diameternya sekitar 912 mikro mikrometer. Sel neutrofil sangat fagosit dan aktif, fungsinya adalah menyerang virus, bakteri dan agen penyebab cidera. 2. Eosinofil mencapai 1-3% jumlah sel darah putih yang memiliki granula sitoplasma besar dan kasar dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus 2 berdiameter 12-15 mikrometer. Fungsinya sebagai fagosit lemah yang meningkat saat terjadi alergi dan enurun saat stress berkepanjangan. Sel ini juga mendetoksifikasi histamin saat inflamasi berlangsung. 3. Basofil mencapai kurang dari 1% yang memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dengan warna keunguan hingga menghitam yang menunjukkan nukleus berbentuk s berdiameter 12-15 mikrometer.



Agranulosit terdiri atas : 1. Limfosit mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah yang ditemukan di jaringan limfatik dengan masa hidupnya bertahuntahun. Limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma dengan ukuran terkecil 5-8 mikrometer dan yang terbesar 15 mikrometer. Fungsi limfosit adalah reaksi imunolgis. 2. Monosit mencapai 3-8% jumlah leukosit yang merupakan sel darah terbesar dengan diameter 12-18 mikrometer, nukleus berbentuk telur yang dikelilingi sitoplasma berwarna biru keabuan. Monosit berfungsi sebagai fagosit aktif yang bermigrasi melalui pembuluh darah dan menjadi histiosit jaringan apabila sudah meninggalkan aliran darah. c. Keping Darah (Trombosit) Trombosit berjunlah 250.000-400.000 per mm3 yang merupakan fragmen sel tanpa nukleus dari megakariosit besar dan multinukleus di sumsum tulang. Trombosit berukuran setengah ukuran sel darah nerah yang terbungkus plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang mberhubungan dengan koagulasi darah. Trombosit berfungsi dalam hemostatis (penghentian pendarahan) dan perbaikan pembuluh darah yang robek. Mekanisme hemeostasis dan pembekuan darah adalah vasokontriksi dimana pada saat pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepas



serotonin



dan



trombomukosan



A2



(prostaglandin)



yang



menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah berkonstriksi. Selanjutnya plug trombosit dimana trombosit membengkak dan menjadi lengket serta menempel pada serabut kolagen. Trombosit melepaskan ADP untuk mengaktifkan trombosit lain sehingga mengakibatkan agregasi trombosit. Jika kerusakan pembuluh, darah sedikit maka plug trombosit mampu



menghentikan pendarahan. Kerusakan



besar



plug



trombosit



dapat



mengurangi pendarahan sampai proses pembekuan terbetuk. 2.



Pembuluh Darah



Pembuluh Darah menurut Pearce dalam Putri (2019) dibagi menjadi 3, yaitu : a. Arteri yang merupakan pembuluh darah keluar dari jantung membawa darah ke seluruh tubuh. Pembuluh darah arteri paling besar yang keluar dari ventrikel sinistra disebut aorta, selain itu ada juga arteri pulmonalis sebagai salah satu arteri terbesar dalam tubuh. Arteri mempunyai dinding yang kuat dan tebal namun sifatnya elastik dan terdiri dari 3 lapisan. Arteri mempunyai cabang-cabang ke seluruh tubuh yang disebut arteriola yang akhirnya menjadi pembuluh darah rambut (kapiler). Arteri mendapatkan darah dari aliran didalamnya namun hanya untuk tunika intima, sedangkan untuk lapisan lainnya mendapatkan darah dari pembuluh darah yang disebut vasavasorum. b. Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari seluruh tubuh ke jantung. Susunan dan bentuk pernafasan pembuluh vena sama dengan pembuluh arteri. Katup-katup pada pembuluh vena kebanyakan terdiri atas 2 kelompok yang gunanya mencegah darah agar tidak kembali lagi. Vena yang ukurannya besar adalah vena kava dan vena pulmonalis. Vena juga memiliki cabang yang lebih kecil disebut venolus dan selanjutnya menjadi kapiler. c.



Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembulu darah yang sangat halus dengan diameter sekitar 0,008mm. Dindingnya terdiri atas suatu lapisan endotel. Bagian tubuh yang tidak memiliki kapiler adalah rambut, kuku dan tulang rawan. Pembuluh kapiler umumnya meliputi sel-sel jaringan, sehingga dindingnya sangat tipis dan membuat plasma serta zat makanan dapat merembes pada jaringan antar sel.



C. Epidemiologi Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) Kasus DHF selalu meningkat di Indonesia dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang belum bisa ditangani. DHF menjadi endemis hapir di seluruh propinsi di Indonesia. Kueun waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus dan daerah yang terjangkit terus meningkat dan meluas hingga sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Setiap tahunnya diperkirakan kasus DHF di Indonesia mencapai 3.000.000 kasus dan sekitar 500.000 kasus membutuhkan perawatan di rumah sakit serta sekitar 12.000 orang meninggal dunia, terutama pada anak-anak (Farasari & Azinar, 2018). Data dari Kementrian Kesehatan RI, pada tahun 2014 terjadi 100.347 kasus DHF dimana 907 orang meninggal. Tahun



2015



kasus



DHF



meningkat menjadi 129.650 kasus dengan 1.071 orang meninggal. Tahun 2016 kasus DHF kembali meningkat menjadi 202.314 kasus dengan 1.593 kematian. Pada tahun 2017 sebanyak 68.407 penderita dan 493 kematian. Pada tahun 2018 sebanyak 53.075 dan 344 kematian. Tahun 2019 per 29 Januari 2019 dilaporkan sebanyak 13.683 kasus dengan 133 kematian (Kemenkes dalam Kasenda dkk, 2020). D. Etiologi Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) Penyebab terjadinya penyakit DHF menurut Soedarto (2012) adalah sebagai berikut : 1. Virus Dengue Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit termasuk dalam Arbvirus (Arthropoborn virus) golongan B, yang terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan. 2. Vektor Virus dengue serotipe 1,2,3 dan 4 ditularkan melalui vektor, yaitu nyamuk



aedes



aegypti,



polynesiensis Infeksi



nyamuk



dengan



salah



aedes satu



albopictus, aedes serotipe



akan



menimbulkn



antibodi



seumur



hidup



terhadap



serotipe



bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya. E. Tanda dan Gejala Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) Tanda dan gejala penyakit DHF menurut Nurarif & Kusuma (2015) adalah sebagai berikut : 1.



Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari yang ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis seperti : a. Nyeri kepala b. Nyeri retro-orbital c. Myalgia atau arthralgia d. Ruam kulit e. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif f. Leukopenia g. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama



2. Demam berdarah dengue Berdasarkan kriteria WHO dalam Fitriani (2020) diagnosis DHF ditegakkan apabila semua hal yang ada dibawah ini dipenuhi : a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik b. Manifestasi perdarahan yang berupa : 1) Uji tourniquet positif 2) Petekie, ekimosis, atau purpura



3) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan 4) Hematemesis atau melena c. Trombositopenia 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin 2) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat e. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura f. Sindrom syok dengue Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu: 1) Penurunan kesadaran, gelisah 2) Nadi cepat, lemah 3) Hipotensi 4) Tekanan darah turun < 20 mmHg 5) Perfusi perifer menurun 6) Kulit dingin lembab F. Patofisiologi dan WOC Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) 1. Patofisiologi Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) Virus dengue maasuk ke dalam tubuh manuusia akan menyebabkan klien mengalami viremia.



Beberpa tanda dan gejala yang muncul seeperti demam, sakit kepla, mual nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem vaskuler. Pada penderita DBD, terdapat



kerusakan



yang umum



pada



sistem vaskuler



yang



mengakibatkan terjadinya penngkatan permeabilitas dinding pembuluh darah. Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama perjalanan



pross



penyakit, dari mulai demam hingga klieen mengalami



renjatan berat. Volume plasma dapat meniurun hingga 30%. Hal ini lah yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebcoran plasma ini jika tidak segera di tangani dapat menyebabkan hipokisia jaringan, asidosis akhirnya dapat berakibat fatal



metabolik yang pada



yaitu kematian. Virmia juga



menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15 darah. Pubahan fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yng berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkn tanda seprti munculnya prpura, hematemesis, atapun melena. 2. WOC



ptekie,



Arbovirus melalu nyamuk aedes aegypti



PGE2 Hipotalamus



Beredar dalam aliran darah



Membentuk dan melepaskan zat C3a C5a



Infeksi virus dengue (viremia)



Mengaktifkan sistem komplemen



Hipertermi



Peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O



Permeabilitas membran meningkat



Resiko syok hipovolemik Agregasi trombosit



Kerusakan endetol pembuluh darah Renjatan hipovolemik dan hipotensi



Trombositopeni Merangsang dan mengaktifasi faktor



Kebocoran plasma DIC Pendarahan



Resiko pendarahan



Resiko perfusi jaringan tidak efektif Asidosis metabolik



Resiko syok (hipovolemik) Paru-paru Efusi Pleura Ketidakefektifan pola nafas



Hipoksia jaringan



Ke ekstravaskuler



Kekurangan volume cairan Hepar Hepatomegali



Penekanan intra abdomen



Nyeri



Abdomen Asites



Mual-muntah



Defisit nutrisi



G. Penatalaksanaan Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang



sebagai



akibat



dari



menimbulkan peninggian



kerusakan



permeabilitas



dinding sehingga



kapiler



yang



mengakibatkan



kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan dalam Fitriani, 2020). Penatalaksanaan DHF yaitu : 1. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok. Penatalaksanaan



disesuaikan



dengan



gambaran



klinis



maupun fase, dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan sedangkan



bahwa anak



pada



derajat



mengalami III



DHF



dan derajat



IV



tanpa



syok



maka



anak



mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi: a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan diare. b. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan. c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang : 1) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat. 2) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium



(hematokrit,



trombosit,



leukosit



dan



hemoglobin) tiap 6 jam. 3) Apabila



terjadi



penurunan



hematokrit



dan



klinis



membaik,turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.



4) Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan. d. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi. 2. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok Penatalaksanaan DHF menurut WHO dalam Fitriani (2020) meliputi: a. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal. b. Berikan



20



ml/kg



larutan



kristaloid



seperti



ringer



laktat/asetan c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan



pemberian



koloid



10-20



ml/kg



BB/jam



maksimal 30 ml/kgBB/24 jam. d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah atau komponen. e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai



membaik,



tekanan



nadi



melebar),



jumlah



cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium. f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena



pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit. H. Komplikasi Menuruut Widagdo dalam Putri (2019) komplikasi DBD adalah sebagai berikut: 1. Gagal ginjal 2. Efusi pleura 3. Hepatomegali 4. Gagal jantung I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Menurut Putri (2019) adalah sebahai berikut : 1. Pengkajian a. Identitas pasien meliputi ama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. b. Keluhan utama merupakan alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah. c. Riwayat penyakit sekarang merupakan perjalanan awal penyakit hingga sampai di pelayanan kesehatan. d. Riwayat penyakit dahulu merupakan gambaran penyakit apa saja yang pernah diderita pasien. e. Riwayat penyakit keluarga merupakan gambaran penyakit apa saja yang pernah di derita oleh keluarga pasien.



f. Kondisi lingkungan gambaran lingkungan rumah pasien g. Pola kebiasaan meliputi : 1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun. 2) Eliminasi



alvi



(buang



air



besar) seperti adanya diare /



konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena. 3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria. 4) Tidur dan istirahat menggambarkan kualitas tidur karena mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahat kurang. 5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti. 6) Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum: Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah. Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur. Grade III :



Kesadaran apatis, somnolen,



keadaan umum



lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.



Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit. 7) Tanda-tanda lemah



dan



vital



(TTV)



menggambarkan tekanan



nadi



kecil (gradeIII), nadi tidak teraba (grade IV),



tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC) 8) Kepala



: Kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak,



kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam. 9) Mata



: Konjungtiva anemis



10) Hidung



: Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis)



pada grade II,III, IV. 11) Telinga



: Telinga tidak ada perdarahan pada telinga,



simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. 12) Mulut



: Pada



mulut



didapatkan bahwa mukosa mulut



kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing. 13) Leher



: Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak



mengalami pembesaran 14) Dada / thorak I



: Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.



Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru



A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV. 15) Abdomen I



: Abdomen tampak simetris dan adanya asites.



Pal : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) Per : Terdengar redup A



: Adanya penurunan bising usus



16) Sistem integument : Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan tourniket



dilakukan



lembab.



Pemeriksaan



uji



dengan terlebih dahulu menetapkan



tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo, 2008). 17) Genitalia Biasanya tidak ada masalah 18) Ekstremitas



: Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi



serta tulang. Pada kuku sianosis/tida 19) Pemeriksaan Laboratorium : Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai : 



Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).







Trobositopenia (< dari 100.000/ml).







Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).







Ig. D. dengue positif







Hasil



pemeriksaan



kimia



darah



menunjukkan



:



hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia. 



Urium dan pH darah mungkin meningkat.







Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.







SGOT / SGPT mungkin meningkat.



2. Diagnosa Keperawatan 



Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering







Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan ditandai dengan berat badan menurun







Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif ditandai dengan kurang informasi







Resiko koagulasi



Perdarahan



berhubungan



(penurunan



dengan



trombosit)



ditandai



gangguaan dengan



trombositopenia 



Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal







Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan mengeluh lelah



3. Intervensi Keperawatan Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan hipovolemia terpenuhi dengan kriteria Hasil :



Manajemen hipovolemia 



Observasi : - Periksa tanda dan gejala hipovolemik



Status Cairan ditandai dengan  Turgor kulit mukosa bibir  Perasaan lemah kering  Keluhan haus  Tekanan darah  Intake cairan membaik  Suhu tubuh















( tekanan darah menurun, membrane mukosa kering, hematocrit meningkat ) - Monitor intake dan output cairan Terapeutik : - Hitung kebutuhan cairan - Berikan posisi modified trendelenburg - Berikan asupan cairan oral Edukasi : - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis ( misalnya : NaCl, RL ) - Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( missal : glukosa 2,5%, NaCl 0,4% ) - Kolaborasi pemberian cairan koloid (misal : albumin, plasmanate) - Kolaborasi pemberian produk darah



Pemantauan cairan  Observasi : - Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi,



Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan ditandai dengan berat badan menurun



Setelah dilakuan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terpenuhi. Kriteria Hasil : Status Nutrisi  Porsi makanan yang dihabiskan sedang  Frekuensi makan  Nafsu makan cukup membaik  Mermban mukosa sedang



akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah) - Monitor berat badan - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia)  Terapeutik : - Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam - Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan - Berikan cairan intravena, jika perlu  Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu Manajemen nutrisi 



Observasi : - Identifikasi status nutrisi - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan - Identifikasi makanan yang disukai - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric - Monitor asupan makanan - Monitor berat badan - Monitor hasil



pemeriksaan laboratorium 



Terapeutik : - Lakukan oral hygiene, jika perlu - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan) - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai - Berikan makanan tinggi serat untuk menjegah konstipasi - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein - Berikan suplemen makanan, jika perlu - Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi







Edukasi : - Anjurkan posisi duduk jika mampu - Anjurkan diet yang diprogramkan







Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk



menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan Pemantauan nutrisi 



Observasi : - Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan gizi (mis. Pengetahuan, ketersediaan makanan, agama/kepercayaa budaya, mengunyah tidak adekuat, gangguan menelan, penggunaan obatobatan atau pascaoperasi) - Identifikasi perubahan berat badan - Identifikasi kelainan pada kulit - Identifikasi kelainan eliminas (mis. Kering, tipis, kasar, dan mudah patah) - Identifikasi pola makan (mis. Kesukaan/ketidaksu kaan makanan, konsumsi makanan cepat saji, makan terburu-buru) - Identifikasi kelainan pada kuku (mis. Diare, darah, lender, dan eliminasi yang tidak teratur) - Identifikasi kemampuan



-



-



-







menelan (mis. Fungsi motoric wajah, reflex menelan, dan reflex gag) Identifikasi kelainan rongga mulut (mis. Peradangan, gusi berdarah, bibir kering dan retak, luka) Identifikasi kelainan eliminasi (mis. Diare, darah, lender. Dan eliminasi yang tidak teratur) Monitor mual dan muntah Monitor asupan oral Monitor warna konjungtiva Monitor hasil laboratorium (mis. Kadar kolestrol, albumin serum, transferrin, kreatinin, hemoglobin, hematokrit, dan elektrolit darah)



Terapeutik : - Timbang berat badan - Ukur antropometrik komposisi tubuh (mis. Indeks massa tubuh, pengukuran pinggang, dan ukuran lipatan kulit) - Hitung perubahan berat badan - Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan







kondisi pasien Dokumentasi hasil pemantauan



Edukasi : - Jelaskan tujuan prosedur pemantauan - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu



Defisit Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif ditandai dengan kurang informasi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan defisit pengetahuan meningkat. Kriteria Hasil :



Edukasi Kesehatan 



Observasi : - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi - Identifikasi faktorfaktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat







Terapeutik : - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan - Berikan kesempatan untuk bertanya







Edukasi : - Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan - Ajarkan perilaku



Tingkat Pengetahuan  Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat  Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi meningkat



Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit) ditandai dengan trombositope nia



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan tingkat perdarahan menurun . Kriteria Hasil : Tingkat Perdarahan  Kelembapan membran mukosa  Suhu tubuh meningkat  Hematokrit membaik



hidup bersih dan sehat - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat Pencegahan Perdarahan 



Observasi : - Monitor tanda dan gejala perdarahan - Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum dan sesudah kehilangan darah - Monitor tanda dan gejala ortostatik - Monitor koagulasi (mis. Prothrombin time (PT), Partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen, deradasi fibrin dan/atau platelet)







Terapeutik : - Pertahankan bedrest selama perdarahan - Batasi tindakan invasive, jika perlu - Gunakan kasur pencegah decubitus - Hindari pengukuran suhu rektal







Edukasi : - Jelaskan tanda dan gejala perdarahan - Anjurkan menggunakan kaus



-



-



-



-



kaki saat ambulasi Anjurkan meningkatkan asupan untuk menghindari konstipasi Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan







Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan hipertermi membaik.  Kriteria Hasil : Termoregulasi  Menggigil  Kulit merah  Kejang  Pucat  Suhu tubuh  Tekanan darah



Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu - Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu - Kolaborasi pemberian pelunak tinja Manajemen Hipertermia 



Observasi : - Identifikasi penyebab hipertemia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator - Monitor suhu tubuh - Monitor kadar elektrolit - Monitor haluan urine - Monitor komplikasi akibat



-



Hipertermia







Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan intoleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil : Toleransi aktivitas



Terapeutik : - Sediakan lingkungan yang dingin - Longgarkan atau lepaskan pakaian - Basahi dan kipasi permukaan tubuh - Berikan cairan oral - Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami - hyperhidrosis (keringat berlebihan) - Lakukan pendinginan eksternal (mis. Seliput hipotermia atau kompres dingin di dahi, leher, dada, abdomen, aksila) - Hindari pemberian antipiretik atau aspirin - Berikan oksigen jika perlu  Edukasi : - Anjurkan tiring baring  Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika perlu Manajemen energi 



Observasi : - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan



 



Frekuensi nadi Kemudahan dalam melakukan aktivitas seharihari



-



kelelahan Monitor kelelahan fisik dan emosional Monitor pola dan jam tidur Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas







Terapeutik : - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan) - Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan







Edukasi : - Anjurkan tirah baring - Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang - Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan







Kolaborasi - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



4. Implementasi Keperawatan Implementasi



keperawatan merupakan



serangkaian tindakan



yang



dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang



dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana



keperawatan. 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu : a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP



DAFTAR PUSTAKA



Farasari, Rizqi., Azinar, Muhammad. 2018. Model Buku Saku Dan Rapor Pemantauan Jentik Dalam Meningkatkan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk. Journal Of Health Education 3 (2) Fitriani, Tiara Rizki. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Dengue Hemorhagic Fever (DHF) Yang Dirawat Di Rumah Sakit. Karya Tulis Ilmiah. Kalimantan Timur : Politeknik Kesehatan Kasenda, Sindy Naomi, dkk. 2020. Pengetahuan dan Tindakan tentang Pencegahan Demam Berdarah Dengue. Journal Of Public Health And Community Medicine vol 1 (4) Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction Putri, Tika Genesha. 2019. Asuhan Keperawatan Pada An. D Dengan Demam Hemorhagic Dengue (DHF) Di ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Karya Tulis Ilmiah Laporan Studi Kasus. Padang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta: Sagung Seto Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM