Laporan Pendahuluan DHF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI NERS DENGEU HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)



Disusun oleh: Gamatari Subpraba Purnama Sari SN202010



PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2020/2021



A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Dengue haemorhagic fever (DHF) penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai denganhemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dironggatubuh. Sindrome renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Resti, 2017). Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk, penyakit ini telah dengan cepat menyebar di seluruh wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir. Virus dengue ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes aegypti dan, pada tingkat lebih rendah, A. albopictus. Penyakit ini tersebar luas di seluruh daerah tropis, dengan variasi lokal dalam risiko dipengaruhi oleh curah hujan, suhu dan urbanisasi yang cepat tidak direncanakan. (Padila, 2017) Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Dengeu Hemmorhagic Fever (DHF) adalah virus dengue penyakit infeksi yang disebkan oleh virus dengue gigitan nyamuk yang menyebabkan nyeri otot atau nyeri sertai leukopnia, ruam, limfadenopati, tormbositopenia dan ditesis hemoragik yang ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes aeygepti. 2. Etiologi Empat virus dengue yang berbeda diketahui menyebabkan demam berdarah. Demam berdarah terjadi ketika seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi virus. Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies utama yang menyebar penyakit ini. Ada lebih dari 100 juta kasus baru demam



2



berdarah setiap tahun di seluruh dunia. Sejumlah kecil ini berkembang menjadi demam berdarah. Kebanyakan infeksi di Amerika Serikat yang dibawa dari negara lain. Faktor risiko untuk demam berdarah termasuk memiliki antibodi terhadap virus demam berdarah dari infeksi sebelumnya (Vyas, et al, 2017). Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat 4 serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah epidermis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Hardhi, 2017). 3. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma 2017) : a. Demam dengue Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: 1) Nyeri Kepala 2) Nyeri retro – orbital 3) Myalgia atau arthralgia 4) Ruam kulit 5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji banding positif 6) Leukopenia 7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.



3



b. Demam berdarah dengue Berdasarkan kriteria WHO 2017 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi: 1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik 2) Manifestasi perdarahan berupa : a) Uji tourniquet positif b) Petekie, ekimosis, atau purpura c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan d) Hematemesis atau melena 3) Trombositopenia 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat 5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura c. Sindrom syok dengue Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu: 1) Penurunan kesadaran, gelisah 2) Nadi cepat, lemah 3) Hipotensi 4) Tekanan darah turun < 20 mmHg 5) Perfusi perifer menurun 6) Kulit dingin lembab



4



Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2017) : a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu satunya manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan di tempat lain. c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah. d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur 4. Komplikasi Menurut Padila (2017) komplikasi DHF adalah sebagai berikut : a. Gagal ginjal b. Efusi pleura c. Hepatomegali d. Gagal jantung 5. Patofisiologi Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi



5



akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018). Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018). Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau17 peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018). Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan



6



intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).



7



6. Pathway Gigitan nyamuk Aedes aegpty Masuknya virus dengue dalam tubuh Kontak dengan antibodi



Kurang



Defisit



informasi



Pengetahuan



Ansietas



Virus bereaksi dengan antibody Terbentuk kompleks virus antibody



MRS



Stress hospitalisasi



Blood



Breath



Brain



sistim Mengaktifkan



Agregasi



Aktivasi



Virus



komplemen



Pelepasan



trombosit



C3 dan C5



masuk ke



neurotransmitter



dalam Aktivasi



(histamine, bra



Melepas



Permeabilitas



pembuluh



dikinin,



adensonin di



dinding



darah



postaglandin



phosphat



pembuluh



(ADP)



darah



C3 dan C5 Pelepasan anafilatoksim (C3a, C5a)



Permiabilitas dinding



reseptor nyeri



sel host



(IP-3)



Thrombosis



Menghilangnya



inflamasi



mengalami



plasma melalui



(seperti



Impuls nyeri



kerusakan



endotel dinding



mikrofag



pembuluh



masuk ke



neutrofil



thalam us



metamorfosis



darah



pembuluh darah



Berikan dengan



Menstimulasi



Mmemproduksi



Nyeri



Kebocoran



endogenus



Akut



plasma (ke extra



pirogen (IL-



vaskuler)



1,IL-6)



Trombositopenia Resiko Perdarahan



Resiko Syok Hipovolemia



Endhothelium hipotalamus meningkatkan produksi postaglandin dan neurotransmiter



8



Permiabilitas



Resiko



dinding



Syok



pembuluh darah



Endhothelium



Bowel



Bone



hipotalamus Aktivasi C3 dan C5



meningkatkan Hipotensi ,



produksi



nadi cepat



postaglandin dan



dan lemah



neurotransmiter



endotel dinding



Penurunan



Prostaglandin



pembuluh



O2 dalam



berikatan dengan



darah



jaringan



neuron prepiotik



Menghilangnya



Bladder



plasma melalui



Perpindahan



Pemeabilitas



Hepato-



cairan ke



dinding



splenomegali



esktravaskuler



pembuluh darah



Penurunan



Mendesa



kebutuhan O2,



k



Nutrisi



lambung



di hipotalamus



Menghilangnya



HCL



plasma melalui



plasma (ke



Meningkatkan



ekstravaskuler



thermostat “set pointt” pada pusat



Penumpukan



termoregulator



cairan pada pleura



SGOT, SGPT



endotel dinding



Kebocoran



pembuluh darah Kebocoran



Metabolisme



Mual muntah Nafsu makan



Lemah pusing



menurun



frekuensi nadi dan pernafasan



plasma (keextravaskuler)



Masukan Nutrisi



Tidak Efektif



meningkat



Kurang



Demam Syok



Pola Nafas



menurun



Intoleransi Aktivitas



Hipertermi Penurunan



Defisit Nutrisi



sirkulasi ke ginjal



Sumber: (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017)



9



B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat -



Identitas pasien



Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua -



Keluhan Utama



Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit adalah panas tinggi -



Riwayat Penyakit Sekarang



Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis b. Pola Gordon



-



Pola



persepsi kesehatan menggambarkan



akan pentingnya



pengetahuan tentang kesehatan. -



Pola nutrisi dan metabolik menggambarkan akan konsepsi relatif kebutuhan meltabolik dan asupan gizi. Pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan pertumbuhan, rambut, kuku, kulit dan membran mukosa.



-



Pola eliminasi : menggambarkan pola ekresi



10



-



Pola aktivitas dan mobilisasi : menggambarkan aktivitas pengisian waktu sehari hari



-



Pola tidur dan istirahat : menggambarkan pola istirahat dan tidur



-



Pola persepsi dan konsep diri kemampuan menggambarkan diri sendiri, kemampuan dan peran



-



Pola meaknisme koping : pada pasien hemangioma mengalami ketakutan akan penyakit yang di derita dan tindakan yang akan dilakukan



c. Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut : 1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah. 2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur. 3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun. 4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak



teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru. d. Pemeriksaan Penunjang



Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) : 1) Pemeriksaan darah lengkap



Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai



11



hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. a) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau



hari ketiga. b) Pada



demam



berdarah



terdapat



trombositopenia



dan



hemokonsentrasi. c) Pada



pemeriksaan



kimia



darah:



Hipoproteinemia,



hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat. 2) Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji



serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik. 3) Uji hambatan hemaglutinasi



Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI). 4) Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)



12



Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi 5) Uji ELISA anti dengue



Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita. 6) Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan



sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura. 2. Diagnosa Keperawatan



Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) : a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hanmbatan upaya napas b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan c. suhu tubuh diatas nilai normal d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai



dengan pasien mengeluh nyeri e. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan



untuk makan)



13



f.



Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan kebocoran plasma darah



g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan



h. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi i. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional j. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia) k. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan



3. Perencanaan Keperawatan



Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019). N



Diagnosa



O



Keperawatan SDKI Pola napas tidak



SLKI Setelah dilakukan



SIKI Manajemen Jalan Napas



efektif b.d



intervensi



(l.01011)



hambatan upaya



keperawatan selama 3



Observasi :



napas (D.005)



kali 24 jam, maka pola



1



Luaran



napas membaik dengan kriteria hasil: 1) Dispnea menurun (5) 2) Frekuensi napas membaik (5) 3) Kapasitas



14



Perencanaan Keperawatan



1) Monitor



pola



napas



(frekuensi, usaha napas) 2) Monitor



bunyi



napas



tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi basah) 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik :



Vital membaik (5)



1) Posisikan



semi



fowler



atau fowler 2) Berikan minum hangat 3) Berikan oksigen, jika perl Edukasi : 1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi Kolaborasi Kolaborasi : 1) Kolaborasi



pemberian



bronkodilator, ekspektoran, 2



mukolitik,



Hipertermia b.d



Setelah dilakukan



jika perlu Manajemen Hipertermia



proses penyakit



intervensi



(l.15506)



(D.0130)



keperawatan selama 3



Observasi :



kali 24 jam, maka



1) Identifikasi penyebab



Termoregulasi



hipertermia (mis.



membaik dengan



Dehidrasi, terpapar



kriteria hasil :



lingkungan panas,



1) Menggigil menurun (5) 2) Kulit merah menurun (5) 3) Suhu tubuh membaik (5) 4) Tekanan darah membaik (5)



penggunaan incubator) 2) Monitor suhu tubuh 3) Monitor kadar elektrolit 4) Monitor haluaran urine Terapeutik : 1) Sediakan lingkungan yang dingin 2) Longgarkan atau lepaskan pakaian 3) Basahi dan kipasi



15



permukaan tubuh 4) Berikan cairan oral 5) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) 6) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 7) Berikan oksigen, jika perlu Edukasi : 1) Anjurkan tirah baring Kolaborasi : 1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit 3



Nyeri akut



Setelah dilakukan



intravena, jika perlu Manajemen Nyeri (l.08238)



berhubungan



intervensi



Observasi :



dengan agen



keperawatan selama 3



pencedera



kali 24 jam, maka



karakteristik, durasi,



fisiologis



Nyeri menurun



frekuensi, kualitas,



(D.0077)



dengan kriteria hasil :



intensitas nyeri



1) Keluhan nyeri menurun (5) menurun (5)



3) Identifikasi respons nyeri 4) Identifikasi factor yang memperberat dan



3) Gelisah menurun (5)



memperingan nyeri



napas Terapeutik :



membaik (5)



16



2) Identifikasi skala nyeri non verbal



2) Meringis



4) Pola



1) Identifikasi lokasi,



1) Berikan teknik



nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, 2) terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain) 3) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu 4) ruangan, pencahayaan, kebisingan) 5) Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi : 1) Jelaskan strategi meredakan nyeri 2) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : 1) Kolaborasi pemberian 4



Defisit nutrisi



Setelah dilakukan



analgetik, jika perlu Manajemen Nutrisi (l.03119)



berhubungan



intervensi



Observasi :



dengan faktor



keperawatan selama 3



1) Identifikasi status nutrisi



psikologis



kali 24 jam, maka



2) Identifikasi



(keengganan



Status Nutrisi



untuk makan)



membaik dengan



17



alergi



dan



intoleransi makanan 3) Identifikasi



makanan



(D.0019)



kritera hasil :



yang disukai



1) Porsi makanan



4) Monitor asupan makan



yang



5) Monitor berat badan



dihabiskan



6) Monitor hasil



meningkat (5) 2) Frekuensi makan



Terapeutik : 1) Berikan makanan tinggi



membaik (5) 3) Nafsu



pemeriksaan laboratorium



makan



membaik (5)



serat untuk mencegah konstipasi 2) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 3) Berikan suplemen makanan, jika perlu Edukasi : 1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2) Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi : 1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri, antimietik), jika perlu 2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu



5



Intoleransi



Setelah dilakukan



18



Manajemen Energi (l.05178)



aktivitas



intervensi



berhubungan



keperawatan selama 3



dengan



kali 24 jam, maka



kelemahan



Toleransi Aktivitas



(D.0056)



meningkat dengan kriteria hasil : 1) Frekuensi



Observasi : 1) Monitor kelelahan fisik dan emosional 2) Monitor pola dan jam tidur Terapeutik : 1) Sediakan lingkungan



Nadi



nyaman dan rendah



meningkat (5)



stimulus (mis, cahaya,



2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas



suara, kunjungan) 2) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan Edukasi :



sehari-hari



1) Anjurkan tirah baring



meningkat (5)



2) Anjurkan melakukan



3) Frekuensi napas membaik (5)



aktivitas secara bertahap 3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang Kolaborasi : 1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan



6



Defisit



Setelah dilakukan



makanan Edukasi Kesehatan (l.12383)



pengetahuan



intervensi



Observasi :



berhubungan



keperawatan selama 3



dengan terpapar



kurang kali 24 jam, maka Tingkat Pengetahuan



19



1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan informasi



menerima



informasi



meningkat dengan



(D.0111)



kriteria hasil : 1) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat (5) 2) Perilaku sesuai dengan



Edukasi : 1) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan 2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat 3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat



pengetahuan meningkat (5) 3) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun (5) 4. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2017). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.



20



DAFTAR PUSTAKA Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC Erdin. 2018. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta. Murwani. (2018). Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2017).



APLIKASI Asuhan Keperawatan



Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction Padila. (2017). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Resti. (2017). Kasus DBD di Jaksel Terus Meningkat. Dipetik Juni 24, 2018, dari Poskotanews : https/poskotanews.com/2017/11/25/kasus-dbd-di-jaksel-terusmeningkat/ SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. SIKI



DPP



PPNI.



2018.



Standar



Intervensi



Keperawatan



Indonesia.



SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Vyas, Jatin M, et al. (2017). Dengue Hemorrhagic Fever. Diakses pada hari selasa, 20



Oktober



2017



jam



12.00



WIB



dari



https://www.nlm.nih.gov/medlineuplus/ency/article/001373.htm WHO. (2017). Dengue and Severe Dengue. Diakses pada hari selasa, 20 Oktober 2017



jam



12.00



WIB



https://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.



21



dari