LAPORAN PENDAHULUAN - DM Juvenile [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES JUVENILE



OLEH: NI KOMANG PRIMAYANTI NIM. 2114901086



FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI TAHUN 2021



A. TINJAUAN KASUS 1. Pengertian a. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2009, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberap aorgan tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah b. Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2010) c. Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.(Brunner dan Suddarth, 2009). d. Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolism karbohidrat primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong, 2013) e. Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan pada endokrin yang merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas sehingga insulin mengalami kekurangan. (Suriadi. 20010). f. Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum umur 15 tahun. (FKUI, 2010) 2. Etiologi Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes (DM Tipe I), gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut : a.



Faktor genetic Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang



bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4). Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita. b.



Faktor lingkungan Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.



c.



Faktor imunologi Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pancreas



3. Patofisiologi Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu: a. Periode pra-diabetes Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses destruksi sel pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel pankreas yang berfungsi.Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaanlaboratorium. b. Periode manifestasi klinis Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini



menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel. c. Periode honey-moon Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisasisa sel pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap. d. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya 4. Manifestasi Klinis Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti: a. Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ) b. Polifagi c. Poliuria d. Polidipsi e. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak. f. Penurunan berat badan, Malaise atau kelemahan g. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine) h. Ketonemia dan ketonuria Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.



i. Mata kabur, Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. j. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma) 5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda. a. Glukosa darah: meningkat 200-100mg/dL b. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat d. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e. Elektrolit: 1) Natrium: mungkin normal, meningkat, atau menurun 2) Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. 3) Fosfor: lebih sering menurun Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru). g. Gas Darah Arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. h. Trombosit



darah:



Ht



mungkin



meningkat



(dehidrasi);



leukositosis:



hemokonsentrasi;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. i. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal) j. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA. k. Insulin darah: mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi



insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi. (autoantibody) l. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. m. Urine: gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka. Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009). Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah: 1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau 2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau 3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl. Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide 200 mg/dl d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi limfosit). e. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori. f. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi 3. Perencanaan a. Prioritas Masalah 1) Resiko Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus 2) Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi 3) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (Diabetes Melitus) b. Rencana Perawatan 1) Resiko Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus  Tujuan dan Kriteria Evaluasi: diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan 3x24 ketidakstabilan gula darah pasien membaik, dengan kriteria hasil: kadar gula darah dalam keadaan normal, pasien dapat menganali tanda gejala hiperglikemia maupun hipoglikemia,  Intervensi: -



Monitor tanda-tanda vital. Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien.



-



Monitor kadar gula darah sesuai indikasi Rasional: Agar kadar glukosa darah dapat terkontrol.



-



Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia



Rasional: Pengenalan dini dan pengobatan hiperglikemia dapat mencegah



perkembangan



menjadi



ketoasidosis



sedangkan



hipoglikemia yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan koma -



Berikan terapi sesuai program. Rasional:



Pemberian



terapi



yang



tepat



dapat



mendukung



penyembuhan penyakit. -



Mondorong pasien untuk mengurangi asupan gula Rasional: Konsumsi gula berlebihan dapat menyebabkan kadar glukosa darah.



-



Monitor status cairan (intake dan output) Rasional: Menjaga keseimbangan cairan



-



Berikan edukasi kepada pasien maupun keluarga cara memeriksa kadar gula darah secara mandiri Rasional: Pemantauan kadar gula darah secara mandiri merupakan cara efektif memanajemen kadar glukosa pada pasien yang menggunakan terapi insulin.



2) Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi  Tujuan dan Kriteria Evaluasi: diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan 3x24 diharapkan tidak terjadi mual dengan kriteria hasil: pasien mengatakan tidak mual lahi, pasien mengatakan tidak muntah, tidak ada peningkatan sekresi saliva  Intervensi: -



Evaluasi efek mual terhadap nafsu makan pasien, aktivitas pasien dan pola tidur pasien Rasional: mengidentifikasi pengaruh mual terhadap kualitas hidup pasien



-



Anjurkan makan sedikit tapi sering Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan mencegah mual



-



Berikan istirahat dan tidur yang adekuat untuk mengurangi mual Rasional: untuk menghindari efek mual



3) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (Diabetes Melitus)  Tujuan dan Kriteria Hasil: diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan 3x24 jam tidak ada resiko infeksi pada klien dengan



kriteria hasil: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukan prilaku hidup sehat.



 Intervensi: -



Anjurkan pasien mengenai tekhnik mencuci tangan yang baik dan benar Rasional: klien mampu melakukan cuci tangan secara mandiri



-



Anjurkan keluarga atau pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien. Rasional: untuk tetap menjaga kebersihan klien dan mencegah penyebaran infeksi lebih meluas



-



Berikan antibiotic yang sesuai Rasional: pengobatan dengan antibiotic digunakan bila infeksi telah berlangusng beberapa hari.



4. Implementasi Perawat mengimplementasikan dari rencana keperawatan yang telah disusun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Implementasi keperawatan terdiri dari 7 proses yaitu: a.



Bekerja



sama



dengan



pasien



dalam



pelaksanaan tindakan Keperawatan. b.



Kolaborasi profesi kesehatan, meningkatkan status kesehatan.



c.



Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien.



d.



Melakukan



supervisi



terhadap



tenaga



pelaksanaan, tenaga keperawatan dibawah tanggung jawabnya. e.



Menjadi



coordinator



pelayanan



dan



advokasi terhadap klien tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada. f.



Memberikan



pendidikan



kepada



klien



tentang status keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.



g.



Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.



5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keoperawatan dengan cara melakukan identitas sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tidakan keperawatan dengan criteria hasil. Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes juvenile adalah: 1.



Kondisi tubuh stabil, tandatanda vital, turgor kulit, glikosa dara dalam keadaan normal.



2.



Infeksi tidak terjadi



3.



Rasa



lelah



berkurang/Penurunan rasa lelah 4.



Pasien



mengutarakan



pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan 5.



Pasien mengatakan mual dan muntah berkurang



DAFTAR PUSTAKA Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2009, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta. Leona, M. PATOFISIOLOGI KELAINAN SYSTEM ENDOKRIN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN JUVENILE DIABETES. HERIANI, H. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R USIA 5 TAHUN DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS TYPE 1 (Doctoral dissertation, universitas Hasanuddin). Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2010. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI PNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPN NANDA. (2015).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC