Laporan PKL Pusdik Otw Kelar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktik Kerja Lapangan di RS Pusdikkes Kodiklat TNI-AD telah diperiksa dan disetujui oleh



Pembimbing Sekolah



Pembimbing Rumah Sakit



SMKF Avicenna Cileungsi



RS Pusdikkes Kodiklat TNI-AD



(Herfi Vertikawati,S.Si)



(Dona Kartika Sari, S.Farm,Apt)



Mengetahui, Kepala Sekolah SMK Farmasi Avicenna Cileungsi



(Wasito, M.pd)



1



Kata Pengantar



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di RS PUSDIKKES KODIKLAT TNI-AD dengan baik dan lancar. Praktek Kerja Lapangan ini diselenggarakan dalam rangka memberikan pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman dalam pengelolaan Apotek kepada siswa serta mengingkatkan kemampuan dalam mengabdikan profesinya kepada masyarakat. Atas terselesainya Praktek Kerja Lapangan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membimbing kami baik dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan maupun dalam pembuatan laporan ini terutama kepada : 1. Bapak Wasito,M.P.d, selaku kepala sekolah SMKF Avicenna Cileungsi 2 3 4 5 6



2



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. KATA PENGANTAR .......................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1.2 Tujuan ................................................................................................................ 1.3 Manfaat .............................................................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum ................................................................................................. 2.1.1 Definisi Rumah Sakit .......................................................................... 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ..................................................



2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit............................................................. 2.1.4 Definisi Instalasi Rumah Sakit ................................................... 2.1.5 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi ........................................... 2.1.6 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Instalasi Farmasi ................



2.2 Tinjauan Khusus ..................................................................................... 2.2.1 Sejarah Rumah Sakit ................................................................. 2.2.2 Visi dan Misi Rumah Sakit ...................................................... 2.2.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit .............................................. 2.2.4 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................ 2.2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi............................................... BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................... BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 4.2 Saran .......................................................................................................



3



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................



4



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan program khusus yang harus dilakukan oleh Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) sesuia dengan kurikulum SMK.Program ini dilaksanakan diluar sekolah dalam bentuk praktek kerja di dunia usaha/industri (Instansi) dengan mempertimbangkan sturktur program kurikulum,kalender pendidika,dan kesediaan dunia usaha/industri (Instansi) untuk dapat menerima PKL ini. Praktek Kerja Lapangan(PKL) dimaksudkan untuk mendekatkan siswa kepada tuntutan kerja/industri,yang sekaligus diharapkan mampu memberikan umpan balik kepada pihak dunia usaha/industri,maupun sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan formal,sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang standar kualifikasi lulusan SMK yang sesuai kebutuhan pasar kerja di



dunia



usaha/industri



serta



masukan-masukan



yang



berarti



bagi



pengembangan mutu pendidikan khususnya di SMK Farmasi Avicenna Cileungsi.



1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Menghasilkan tenaga yang mempunyai keahlian profesional yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan,keterampilan,dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja. 2. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas. 3. Memberi pangkuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.



5



4. Di peroleh tamatan yang memiliki profil kemampuan yang sesuai bidang keahlian masing-masing. 5. Lulusan mempunyai keahlian profesional sesuai dengan tuntutan kerja. 6. Lulusan tidak ragu lagi dengan kemampuan yang dimilikinya karena telah membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai 7. Tumbuhnya kemandirian bagi para tamatan sehingga mampu berwiraswasta yang dapat menyediakan lapangan kerja bagi dirinya dan masyarakat sekililingnya.



1.3 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini diharapkan dapat menghasilkan Ahli Farmasi yang mampu menjalankan peran dan fungsi sesuai dengan profesinya dibidang kesehatan, khususnya farmasi berdasarkan sumpah, kode etik, peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian ahli farmasi mampu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes Nomor 34 tahun 2016, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan



kesehatan



perorangan



secara



paripurna



yang



menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.



2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.



7



Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi: 1. Penyelenggaraan



pelayanan



pengobatan



dan



pemulihan



kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam 4. Rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 5. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi



bidang



kesehatan



dalam



rangka



peningkatan



pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.



2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi



beberapa



golongan



berdasarkan



jenis



pelayanan,



kepemilikan, jangka waktu pelayanan, kapasitas tempat tidur dan fasilitas pelayanan, dan afiliasi pendidikan. Berdasarkan jenis pelayanannya rumah sakit dapat digolongkan menjadi: 1. Rumah Sakit Umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatrik, ibu hamil, dan sebagainya.



8



2. Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi primer, memberikan diagnosis dan pengobatan untuk penderita yang mempunyai kondisi medik khusus, baik bedah atau non bedah, misal: Rumah Sakit Ginjal, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Bersalin dan Anak, dan lain-lain. Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit dibagi atas: 1. Rumah Sakit Umum Pemerintah Rumah sakit umum pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah, baik pusat maupun daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara. Rumah sakit umum pemerintah dapat dibedakan berdasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan menjadi empat kelas yaitu rumah sakit umum Kelas A, B, C, dan D. 2. Rumah Sakit Umum Swasta, terdiri atas: 1. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D. 2. Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C. 3. Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B.



9



Berdasarkan Fasilitas Pelayanan dan Kapasitas Tempat Tidur: 1. Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit Kelas A yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan



pelayanan



medik



spesialistik



dan



subspesialistik luas, dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur. 2. Rumah Sakit Kelas B, dibagi menjadi: Rumah sakit B1 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik minimal 11 (sebelas) spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik luas dengan kapasitas 300-500 tempat tidur. Rumah sakit B2 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500-1000 tempat tidur. 3. Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit Kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah, kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, dengan kapasitas 100-500 tempat tidur. 4. Rumah Sakit Kelas D Rumah Sakit Kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100. Menurut



Keputusan



Menteri



Kesehatan



RI



No.



134/Men.Kes/SK/ IV/78 tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum pasal 4 menjelaskan bahwa Rumah Sakit Umum dibagi menjadi tiga kelas yaitu: 1. Kelas A Melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistis dan sub spesialistis luas. 2. Kelas B Melaksanakan pelayanan keshatan spesialistis luas.



10



3. Kelas C Melaksanakan pelayanan kesehatan sedikitnya empat cabang spesialistis yaitu penyakit dalam, kebidanan dan kandungan, penyakit bedah dan kesehatan anak. Sesuai dengan klasifikasi di atas, untuk mengarahkan dan mengendalikan perkembangan rumah sakit diperlukan klasifikasi dan subklasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan medik, penunjang medik dan perawatan yang dikemukakan oleh Departemen Kesehatan RI, sebagai berikut: A. Pelayanan medik umum.



B. Pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik:



1). Pelayanan medik spesialistik 4 dasar: • Penyakit dalam • Penyakit bedah • Kebidanan dan kandungan • Kesehatan anak



2). Pelayanan 6 medik spesialistik: • Mata • THT • Kulit dan kelamin • Syaraf • Kesehatan jiwa • Gigi dan mulut 3). Pelayanan medik lainnya • Jantung • Paru-paru • Bedah syaraf • Ortopaedi



11



4). Pelayanan medik sub-spesialistik Dari setiap cabang spesialistik, 4 dasar dan 6 spesialistik tesebut dapat berkembang satu atau lebih sub



spesialistik.



C. Pelayanan penunjang medik • Radiologi • Patologi (Patologi klinik, Patologi anatomi, Patologi forensik) • Anestesi • Gizi • Farmasi • Rehabilitasi medik



D. Pelayanan Perawatan • Pelayanan perawatan umum dasar • Pelayanan perawatan spesialistik • Pelayanan perawatan sub-spesialistik



2.1.4 Definisi Instalasi Rumah Sakit Instalasi bagian/unit/divisi



Farmasi atau



Rumah fasilitas



Sakit dirumah



adalah sakit,



suatu tempat



penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia, 2004). Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi



persyaratan



peraturan



perundang-undangan



yang



berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004).



12



2.1.5 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standa Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi c.



Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)



d.



Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi



e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi b.



Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan



2.1.6 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Instalasi Farmasi Pengelolaan Pembekalan Farmasi Menurut Kepmenkes



No. 1197/MENKES/SK/X/2004,



fungsi pelayanan farmasi rumah sakitsebagai pengelola perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, produksi,



13



penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 1. Pemilihan Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. 2. Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga



perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan



anggaran,



untuk



menghindari



kekosongan



obat



dengan



menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan. 3. Pengadaan Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang



14



besar



farmasi/rekanan,



melalui



produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah. 4. Produksi Merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan harga murah, sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil, sedian farmasi yang tidak tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstruksi sediaan obat kanker.



5.



Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi



yang telah diadakan sesuai d engan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi yaitu pabrik harus mempunyai sertifikat analisa, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai material safety data sheet (MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan expire date minimal 2 tahun. 6. Penyimpanan Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi



15



yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. 7. Pendistribusian Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan: a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada b.



Metode sentralisasi atau desentralisasi



c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi



Penggolongan Obat Mengingat peredaran obat saat ini jumlahnya lebih dari 5000 jenis obat, maka perlu mengenal penggolongan obat yang beredar. Hal ini sangat diperlukan karena seperti yang dikatakan dalam pengertian penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan ditribusi. Pengertian tersebut tercantum dalam Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat ini terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika. a. Obat Bebas Dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Depkes pengertian obat bebas jarang didefinisikan, namun pernah ada salah satu Peraturan



16



Daerah Tingkat II Tanggerang yakni Perda Nomor 12 Tahun 1994 tentang Izin Perdagangan Eceran Obat memuat pengertian obat bebas. Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam narkotika, psikotropik, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI. Contoh: Paracetamol, Calsium lactate, Strocain-P, Sanmag sirup, Vitamin A, Vitamin C, Minyak kayu putih. Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam, seperti Gambar 8.1 berikut :



Gambar 8.1 Penandaan Obat Bebas b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W” singkatan dari “Waarschuing” artinya peringatan. Jadi maksudnya obat yang pada penjualannya disertai dengan tanda peringatan. Menurut Kepmenkes RI yang menetapkan obat-obatan kedalam daftar obat ”W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainnya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkus asli dari pabriknya atau pembuatnya. b. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan yang tercetak sesuai contoh.



17



Tanda peringatan tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih seperti Gambar 8.2 berikut :



Gambar 8.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Contoh : Buffect, Cohistan, Albothyl, Sanadryl, Ketokonazol, Mucohexin. Penandaan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti terlihat pada Gambar 8.3 berikut :



Gambar 8.3 Penandaan Obat Bebas Terbatas Tanda khusus harus dilekatkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.



c. Obat Keras Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari “Gevaarlijk” artinya berbahaya, maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika pemakainya tidak berdasarkan resep dokter.



18



Menurut Kepmenkes RI yang menetapkan atau memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut : a. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. b. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa untuk digunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan. c. Semua obat baru terkecuali apabila oleh Depkes telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia. d. Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras. Contoh : Antibiotik, Antihistamin, Andenalinum, Acetanilidum. Penandaan



berdasarkan



Keputusan



menteri



kesehatan



RI



No.



02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus obat keras daftar “G” adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis berwarna hitam dengan huruf K menyentuh garis tepi, seperti pada Gambar 8.4 berikut :



Gambar 8.4 Penandaan Obat Keras Tanda khusus dilekatkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.



d. Obat Golongan Narkotika Pengertian narkotika menurut undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya



19



rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam tiga golongan sebagai berikut : 1. Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, terdiri dari 26 macam antara lain heroin, asetorfina, etorfina, tiofentanil. 2. Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, terdiri dari 87 macam antara lain morfin, petidin, tebain, tebakon, opium, metadon, fentanil. 3. Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya antara lain codein, propiram, etilmorfin, nikokodina, nikodikodina, dihdrokodein. Apotek dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai berikut : 1. Harus terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus memiliki kunci yang kuat. 3. Dibagi dua bagian, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama untuk menyimpan morfin, petidin serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. Prekursor narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika. Jenis prekursor narkotika adalah anhidrida asam asetat, aseton, asam klorida, asam sulfat, etil eter, kalium permanganat, metal etil keton, dan toluene. Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansis Obat Bius “Palang Medali Merah” seperti Gambar 8.5 berikut :



20



Gambar 8.5 Penandaan Narkotika e. Obat Golongan Psikotropika Pengertian psikotropika menurut undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif terhadap susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam undang-undang ini adalah psikotropika yang mempunyai potensi sindrom ketergantungan, yang menurut undang-undang tersebut dibagi kedalam empat golongan yaitu : 1. Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantngan. Psikotropika golongan satu terdiri dari 26 macam antara lain Lisergida, MDMA, Meskalina, Psilobisina, Katinona. 2. Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika golongan dua terdiri dari 14 macam antara lain Amfetamin, Metakualon, Sekobarbital, Metamfetamin, Fenmetrazin. 3. Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika golongan tiga terdiri dari sembilan macam antara lain Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital, Siklobarbital, Katina. 4. Golongan IV berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta mempunya potensi ringan mengakibatkan



21



sindrom ketergantungan. Psikotropika golongan empat terdiri dari 60 macam antara lain Barbital, Bromazepam, Diazepam, Fenobarbital, Flurazepam, Klordiazepoksida, Meprobramat, Nitrazepam, Triazolam. Prekursor psikotropik adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembutan psikotropika. Jenis prekursor psikotropika yaitu asam Nasetil antranilat, efedrin, ergometrin, ergotamine, isosafrol, asam lisergat, piperonal, psedoefedrin, dan safrol. Penandaan untuk psikotropika sama dengan penandaan untuk obat keras, hal ini karena sebelum undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika, maka obat-obat psikotropika termasuk obat keras yang peraturannya ada dibawah Ordonansis Obat Keras Nomor 419, hanya saja karena efeknya dapat mengakibatkan sindrom ketergantungan sehingga dulu disebut obat keras tertentu. Penandaannya lingkaran bulat berwarna merah dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam, seperti Gambar 8.6 berikut :



Gambar 8.6 Penandaan Psikotropika



f. Obat Wajib Apotek (OWA) Peraturan tentang obat wajib apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924/Menkes/Per/X/1993 dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Pertimbangan yang utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.



22



2. Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat. 3. Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri. Obat wajib apotek adalah obat keras yang diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter. Pada penyerahan obat wajib apotek ini terhadap apoteker terdapat kewajibankewajiban sebagai berikut: 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam obat wajib apotek yang bersangkutan. 2. Membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan. 3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. a. Contoh obat wajib apotek nomor satu yaitu Linestrenol, Antasid, Sedatif atau Spasmodik, salbutamol. b. Contoh obat wajib apotek nomor dua yaitu Bacitracin cream, Clindamycin cream, Flumetason cream. c. Contoh obat wajib apotek nomor tiga yaitu Ranitidin, Asam fusidat, Alupurinol dan lain-lain Obat Herbal Terstandar, Fitofarmaka, dan Jamu Berdasarkadn zat aktifnya (komponen utama obat), antara obat generik (baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat paten, namun obat generik lebih murah dibanding obat yang dipatenkan. a. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah Obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang berupa tanaman obat, hewan, maupun mineral. Logo OHT berupa “jari-jari daun (tiga pasang) terletak dalam lingkaran” seperti Gambar 8.8 berikut :



23



Gambar 8.8 Logo Obat Herbal Terstandar



b. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah distandarisasi. Logo berupa “jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran” seperti Gambar 8.10 berikut :



Gambar 8.9 Logo Fitofarmaka



c. Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan popular dengan sebutan herba atau herbal. Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang, dan buah. Logo jamu berupa “ranting daun terletak dalam lingkaran”, seperti Gambar 8.10 berikut :



Gambar 8.10 Logo Jamu



24



2.2 Tinjauan Khusus 2.2.1 Sejarah Rumah Sakit Pusat Pendidikan Kesehatan Kodiklat TNI AD, disingkat (Pusdikkes Kodiklat TNI AD) merupakan Badan pelaksana yang berkedudukan langsung dibawah Dankodiklat TNI AD, dengan tugas



pokok



membina



serta



melaksanakan



pendidikan



kecabangan kesehatan yang meliputi pendidikan pembentukan, pendidikan pengembangan umum, pendidikan pengembangan spesialisasi, pendidikan peralihan dan pendidikan – pendidikan lain yang di tentukan oleh satuan atas serta melaksanakan penelitian, pengembangan pendidikan dan pengajaran kesehatan Sejarah terbentuknya cikal bakal Pusdikkes Kodiklat TNI AD secara de vacto bisa dikatakan dimulai pada pertengahan tahun 1951, melalui pendidikan calon Intruktur Kesehatan Lapangan/ Militer yang diambil dari DKT Teritorial. Dalam kurun waktu tahun 1951 sampai dengan sekarang Pusdikkes Kodiklat TNI AD telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan situasi dan kondisi TNI AD saat itu. Walaupun telah terjadi beberapa kali perubahan status organisasi, mulai dari terbentuknya sampai saat ini, Pusdikkes Kodiklat TNI AD tetap dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan baik. 



Latar belakang Pendidikan dan latihan kesehatan merupakan suatu upaya



jaminan terlaksananya tugas-tugas perawatan di rumah-rumah sakit serta pemeliharaan kesehatan, bagi personel TNI AD yang berdaya guna dan berhasil guna. Jawatan Kesehatan Tentara Angkatan Darat telah terbentuk sejak akhir tahun 1945, dengan tenaga-tenaga kesehatan yang secara sukarela terjun dalam kancah perjuangan suci mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Bangsa Indonesia, baik para dokter, juru rawat, maupun prajurit kesehatannya. Corak



25



ragam, tingkatan dan kemampuan tenaga-tenaga sukarela tersebut berbeda-beda. Ada yang berpengalaman dalam Tentara Pembela Tanah Air (PETA), ada yang memperoleh pengalaman dalam kesehatan Tentara Koningkelijke Nederlands Indische (KNIL), dalam kesehatan Hei Ho (tentara Jepang), dalam kesehatan Rakyat dan tidak sedikit mereka yang belum berpengalaman ataupun belum pernah mendapat latihan sama sekali. Kesamaannya mereka terletak pada "satu hasrat dan satu tekad". untuk menyumbangkan tenaga dan membaktikan diri sebaik-baiknya mengikuti perjuangan dalam Tentara Nasional Indonesia. Pembentukan Kesatuan-kesatuan Kesehatan di Resimen-resimen yang anggotanya dilatih secara praktis menurut pandangan dan pengetahuan dokter Resimen masing-masing sebagai bekal menjalankan tugas di garis depan dan Rumah Sakit Darurat. Dalam rapat dokter-dokter Divisi di Solo pada tahun 1946 telah dikemukakan suatu pokok acara untuk mengusahakan persamaan dalam pendidikan dan latihan bagi tenaga-tenaga DKAD/ Kesehatan Tentara agar seluruh DKT setaraf mutunya. Dari hasil rapat tersebut lahirlah sebuah Panitia Pendidikan dengan anggota-anggotanya antara lain: 1. Mayor dr. Soemarno Sosroatmodjo - Kepala RST Malang. 2. Letkol dr. Satrlo - dokter Divisi Banten. Panitia belum sempat bekerja sesuai apa yang direncanakan, telah diobrak-abrik oleh clash-clash dengan tentara Belanda sehingga koordinasi yang dimaksudkan tertunda hampir selama 5 tahun. Di dalam medio tahun 1950 setelah pengoperan "Lager Hospital" menjadi RSTP (RSPAD sekarang) di Jakarta, yang pertama dilakukan adalah pembukaan pendidikan jururawat/ perawat dan bidan, termasuk dirumah-rumah Sakit Tentara di



26



daerah. Sementara itu dipikirkan pula perlu diadakannya pendidikan/ sekolah spesifik kesehatan militer, yang dapat menjamin pengembangan kemampuan satuan-satuan kesehatan dimedan tempur. Sejalan dengan upaya kegiatan pendidikan di rumah – rumah sakit tentara yang khusus mendidik para jururawat, perawat dan bidan, serta sebagai realisasi pemikiran Staf Djawatan Kesehatan Tentara (DKT – AD) untuk segera melaksanakan pendidikan yang spesifik militer, maka pada pertengahan tahun 1951, dimulai pendidikan calon Intruktur Kesehatan Lapangan/ Militer yang diambil dari DKT Teritorial. Untuk pertama kali baru diikuti oleh 7 orang Pa/ Ba dengan tempat pendidikan di ruang bawah Markas DKT – AD Jalan dr. Abdulrachman Saleh, Jakarta. Kepala DKT – AD menunjuk beberapa dokter Tentara/ Sipil sebagai guru, instruktur diantaranya ialah : Letkol dr. Eri Soedewo, Mayor dr. Harnopidjati, Kapten dr. Frans Pattiasina dan dr. Zainal Abidin. Setelah beberapa bulan menerima pendidikan tambahan materi kesehatan lapangan (Keslap) dan kesehatan militer (Kesmil), beberapa orang dari tujuh orang peserta pelatihan yang terpilih, diperintahkan untuk melanjutkan pendidiikan ke Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat di Bandung yang kemudian menghasilkan dua orang tenaga instruktur kesehatan sabagai inti, yaitu: Letda Soetomo dan Capa Samudji. Kepada kedua personel tersebut kemudian Pimpinan DKT–AD memberikan tugas sebagaii pimpinan sekolah.Mula – mula sekolah diselenggarakan dengan nama “ Sekolah Bintara Ulangan Kesehatan Lapangan “, dimana dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendidikan, mendapat bantuan tenaga dari Misi Militer Belanda.



27







Pemrakarsa Pendidikan dan Latihan secara Intensif dan terpusat



ditangani dan dibina dengan baik demi pembangunan Djawatan Kesehatan Tentara. Dalam rangka pembangunan personel/ tenaga DKT – AD selain dibukanya kesempatan bagi para ex mahasiswa Ika Dai Gakku, maka Pimpinan Kesehatan Tentara segera merencanakan Pendidkan dan Latihan sesuai dengan kebutuhan Organisasi Militer modern. Maka Pendidikan Kesehatan Lapangan segera ditangani secara : 1. SentraI ( dibawah koordinasi Pusat ). 2. Lebih teratur dan di programkan. 3. Sistematis dan terarah. 4. Seragam dan bertingkat ( TA, BA, PA ). Dengan memperoleh tenaga – tenaga pengajar, sarana dan fasilitaspendidikan ( termasuk biaya ) yang semakin meningkat dan diprogramkan pula. Guna terus meningkatkan dan memperluas kegiatan dibidang pendidikan Keslap, pendidikan/ latihan bagi para pelatihpun mendapat perhatian dan bimbingan secara kusus, sehingga pada tanggal 15 Januari 1953 keluarlah surat keputusan KASAD Nomor : 5/KASAD/KPTS/53 tentang adanya sekolah pelatih Kesehatan. Kemudian untuk menegakan kewibawaan instruktur – instruktur dan guru – guru pada sekolah militer DKT – AD serta untuk memperlancar pencapaian tujuan pendidikan, pada tanggal 25 Maret 1953 keluarlah surat keputusan KASAD Nomor : 48/KASAD/KPTS/53 tentang lencana untuk instruktur dan guru pada sekolah militer di lingkungan DKT – AD. 



Terbentuknya Rumah Sakit PUSDIKKES KODIKLAT TNI AD Dengan keluarnya surat keputusan Kasad No. Kpts No-0-5,



menyangkut pendidikan – pendidikan di lingkungan Angkatan Darat bahwa semua lembaga pendidikan kecabangan yang bersifat militer



28



termasuk militer medis harus dibina oleh Inspektorat Pendidikan Latihan ( Idjen PL ) / Koplat. Sejak itu sebutan PPKL – AD berubah menjadi Resimen Induk Kesehatan ( Rinkes ), dan pengembangan personel baik tenaga staf maupun pelatih – pelatihnya mendapat tambahan dari Jankesad dan Koplat. Untuk dapat menyelengarakan pendidikan dan latihan Kesehatan Militer ( Kesehatan lapangan ) yang lebih teratur dan modern, maka Pimpinan DKT – AD terhitung mulai tanggal 9 Februari 1952 meresmikan “ Lembaga Pendidikan Kesehatan Angkatan Darat “ dengan nama “ Pusat Pendidikan Kesehatan Lapangan Angkatan Darat “ disingkat PPKL – AD di Cililitan Jakarta. Hal ini didasarkan pada Skep KASAD Nomor 074/KASAD/KPTS/II/1952 tanggal 9 Februari 1952., yang kemudian dijadikan Hari lahirnya PUSDIKKES yang diperingati setiap tahun. Pimpinan PPKL – AD pertama kali disebut sebagai Direktur, dengan pejabat pertamanya Letkol dr. EE. Pelamonia kemudian diganti oleh Mayor dr. Sadjiman Atmosudigdo ( Pensiun Brigjen TNI ). Selanjutnya dengan keluarnya Skep MEN/PANGAB No. KPTS/ 073/3/1963 disamping melanjutkan pendidikan – pendidikan yang bersifat regular dan pembentukan, Rinkes juga menyelenggarakan latihan – latihan bagi tenaga



2.2.2 Visi dan Misi Rumah Sakit



29



Visi Menjadi Rumah Sakit pilihan utama dan kebanggan prajurit, PNS, dan keluarganya serta masyarakat Jakarta Timur Misi 



Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada prajurit, PNS, dan



keluarganya secara professional, manusiawi dengan



perasaan aman dan nyaman. 



Memanfaatkan kapasitas lebih Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan



kesehatan



kepada



masyarakat



umum



secara



professional dengan memperhatikan aspek social, ekonomi, dan dengan biaya yang terjangkau 



Menyelenggarakan



fungsi



pendidikan,



penelitian



dan



pengembangan kesehatan yang seimbang, komprehensif dan terintegrasi. 



Meningkatkan sumber daya manusia agar memiliki kemampuan yang professional guna meningkatkan mutu dan citra Rumah Sakit.







Meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota Rumah Sakit dan pihak yang terkait.



2.2.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit



2.2.4 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit



30



KORUMKIT DIK



Dr. Dedi Herlambang Sp. An



KAURJANGUMMED Nurul



KA. INSTALASI FARMASI Dona Kartika Sari S. Farm, Apt



KA APOTEK



Bendahara



Assiatant Apt



Assistant Apt



Assistant Apt



Assistant Apt



Assistant Apt



Umbar



Nadia



Agung



Beni



Putri



Harini



2.2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Menurut Kepmenkes



No. 1197/MENKES/SK/X/2004,



fungsi pelayanan farmasi rumah sakit sebagai pengelola perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, produksi, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 1. Pemilihan Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.



31



2.Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,



untuk



menghindari



kekosongan



obat



dengan



menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan. 3.Pengadaan Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang



besar



farmasi/rekanan,



melalui



produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah.



4. Produksi Merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah sediaan farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan harga murah, sediaan farmasi



32



dengan kemasan yang lebih kecil, sedian farmasi yang tidak tersedia dipasaran, sediaan farmasi untuk penelitian, sediaan nutrisi parenteral, rekonstruksi sediaan obat kanker. 5. Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi yaitu pabrik harus mempunyai sertifikat analisa, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai material safety data sheet (MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan expire date minimal 2 tahun. 6.Penyimpanan Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. 7. Pendistribusian Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:



33



a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada b. Metode sentralisasi atau desentralisasi c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi



BAB III PEMBAHASAN



34



Dalam menjalankan setiap kegiatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PUSDIKKES KODIKLAT TNI AD yang melakukan penyerahan obat adalah apoteker atau asisten apoteker. Penyerahan disertai penjelasan secara langsung kepada pasien tentang pemakaian obat dan kegunaannya. Pada pelayanan resep petugas entry menerima resep dari dokter, resep yang dientry harus dicek nama pasien, nama obat, aturan pakai, dan jaminan BPJS/UMUM. Pengecekkan dilakukan agar tidak terjadi kelebihan dosis obat yang diberikan dan tidak terjadi kekeliruan yang berakibat fatal. Apabila terjadi ketidak jelasan nama obat atau dosis obat yang dirasa berlebihan maka petugas entry menelpon dokter tersebut untuk menanyakan kebenaran resepnya, Adapun uraian kegiatan yang dilakukan penulis di Apotek Rumah Sakit PUSDIKKES KODIKLAT TNI AD sebagai berikut : 1. Menghafal Letak Obat Menghafal letak obat diharuskan pada awal kegiatan untuk memudahkan dalam melayani resep dan akan lebih cepat melayani pasien. 2. Membaca Resep Sebagai seorang calon asisten apoteker penulis harus memahami terlebih dahulu obat yang ada di PUSDIKKES KODIKLAT TNI AD kegitan ini sangat bermanfaat bagi penulis, karena dengan kegiatan ini penulis dapat memahami resep secara manual. 3. Mempersiapkan Obat dan Memberi Etiket Resep manual dientry terlebih dahulu oleh petugas entry, kemudian tugas penulis mempersiapkan obat yang diminta resep, menuliskan etiket yang meliputi penulisan tanggal, nama pasien, dan cara pengunaan obat, menulis salinan resep bila perlu. Dibuat salinan resep apabila obat habis atau tidak ada stok di apotek maupun di gudang. Jika obat tidak ada dirumah sakit petugas 35



apotek dapat menggantinya dengan obat yang memiliki kandungan dan dosis yang sama atau kandungan berbeda tapi indikasi sama, sebelum diganti dengan obat lain petugas entry harus konsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang bersangkutan. 4. Meracik Obat Peracikan dilakukan bila dalam resep terdapat perintah racikan. Meracik bisa dari tablet atau kapsul yang dibuat menjadi kapsul atau serbuk dan meracik salep atau krim.



Proses peracikan puyer sebagai berikut : 1. Persiapan sebelum meracik puyer yaitu alat racik sudah disiapkan terlebih dahulu meracik obat yang telah tersedia dimangkuk, penulis diwajibkan memakai masker agar terhindar dari hal yang tidak di inginkan. 2. Apabila obat yang ada dimangkuk masih dalam kemasan maka obat tersebut harus di buka terlebih dahulu kemudian dihaluskan dengan blender. 3. Setelah campuran halus dan homogen serbuk langsung dibagi pada sendok puyer sesuai dengan jumlah dalam resep. 4. Setelah itu dimasukkan kedalam kertas puyer, lalu kertas dipress dengan sealing machine. 5. Kemudian masukkan kedalam plastik klip yang telah diberi etiket. 6. Lalu obat diserahkan kepada pasien oleh bagian penyerahan disertai informasi mengenai nama obat, indikasi, frekuensi penggunaan.



Proses peracikan kapsul sebagai berikut : 1. Persiapan sebelum meracik kapsul yaitu alat racik sudah disiapkan terlebih dahulu, penulis menggunakan masker agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan. Penulis meracik obat yang telah tersedia dimangkuk 2. Lalu menyiapkan cangkang kapsul yang dibutuhkan sesuai resep. 3. Lalu obat yang tersedia dimangkuk dihaluskan dengan blender.



36



4. Setelah campuran halus dan homogen serbuk langsung dimasukan kedalam cangkang kapsul dan dibersihkan dengan tissue. 5. Lalu masukkan kedalam plastik klip yang telah diberi etiket. 6. Kemudian obat diserahkan kepada pasien oleh bagian penyerahan disertai informasi mengenai nama obat, indikasi, frekuensi penggunaan.



Proses peracikan salep sebagai berikut : 1. Persiapan sebelum meracik yaitu menyiapkan alat racik, wadah atau pot untuk tempat salep, menyiapkan etiket. 2. Lalu ambil salep atau krim yang akan dicampur sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam resep. 3. Lalu salep atau krim dan bahan tambahan lain yang diminta dimasukkan kedalam pot plastik. 4. Kemudian diaduk sampai homogen. 5. Setelah homogen tutup pot plastik dan kemudian beri etiket. 6. Lalu diserahkan kepada pasien oleh bagian penyerahan disertai informasi mengenai nama obat, indikasi, frekuensi penggunaan.



7. Pengemasan Obat Pengemasan dilakukan sekaligus untuk memeriksa nama obat, aturan pakai, jumlah obat, dosis obat, nama pasien sesuai dengan resep. 8. Penyerahan Obat kepada pasien Setelah melakukan pengemasan obat tersebut diserahkan kepada pasien. Langkah pertama yaitu memanggil nama pasien lalu petugas penyerahan memberikan informasi mengenai nama obat, indikasi, frekuensi penggunaan.



Jadwal Siswa PKL Bulan April dan Mei :



37



38



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Selama kegiatan PKL di RS PUSDIKKES KODIKLAT TNI-AD penulis dapat menyimpulkan bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit RS PUSDIKKES KODIKLAT TNI AD sebagai salah satu pelayanan kesehatan masyarakat serta merupakan suatu tempat pengabdian profsi dan memiliki fungsi pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pengelolaan sediaan farmasi meliputi pemilihan berdasarkan kebutuhan dan pola penyakit. Perencanaan yang berpedoman pada buku defecta. Pengadaan dengan mengajukan barang yang dipesan kepada direktur dan bagian keuangan, setelah disetujuilogistik memesan barang ke PBF melalui surat pesanan atau telefon.



39



DAFTAR PUSTAKA http://www.mipa-farmasi.com/2016/09/definisi-dan-klasifikasi-rumah-sakit.html https://instalasifarmasi.wordpress.com/ https://wailineal.blogspot.co.id/2014/02/pengelolaan-perbekalan-farmasi-dirumah.html https://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Pendidikan_Kesehatan



40