Laporan Praktikum Biokimia Ekstraksi Karagenan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOKIMIA ACARA I EKSTRAKSI KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT



Oleh : SANIA FARAH SALWA 26040118120054 IK B/Shift 1/Kel 1 Asisten: EVAN HANSEL FREDERICK 26040117130072



DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2019



LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN No. 1 2 3 4 5 6 7 8



Materi Pendahuluan Tinjauan Pustaka Materi dan Metode Hasil Pembahasan Penutup Daftar Pustaka Lampiran TOTAL



Nilai



Semarang, 14 April 2019



Asisten Praktikum



Praktikan



Evan Hansel Frederick 26040117130072



Sania Farah Salwa 26040118120054



Mengetahui, Koordinator Asisten



Nursiana Suci Wulandari 26020115120008



I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang



Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Rumput laut adalah alga yang dapat dimakan dan digunakan untuk bahan mengolah makanan. Saat ini Indonesia masih merupakan eksportir rumput laut penting di Asia. Sayangnya rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering yang memiliki nilai jual relatif murah. Maka dari itu diperlukan penanganan untuk dapat meningkatkan daya jual produk. Salah satunya dibuat karaginan. Karagenan adalah senyawa yang diekstraksi dari rumput laut dari Famili Rhodophyceae. Contohnya yaitu seperti Euchema spinosum dan Euchema cottonii yang terdiri dari rantai poliglikan bersulfat dengan massa molekuler (Mr) kurang lebih di atas 100.000 serta bersifat hidrokoloid. Karagenan dan digunakan pada makanan sebagai bahan pengental, pembuatan gel, dan emulsifikasi. Tiga tipe utama karagenan yang digunakan dalam industri makanan adalah ι-karagenan, κ-karagenan dan λ-karagenan. Karagenan diperoleh melalui ekstraksi dari rumput laut yang dilarutkan dalam air atau larutan basa kemudian diendapkan menggunakan alkohol atau KCl. Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii hasil budidaya di Indonesia, kebanyakan untuk komoditas ekspor. Studi pengolahan karaginan belum banyak dilakukan. Melihat bahwa rumput laut Eucheuma mengandung karaginan yang sangat berperan dalam industri makanan dan obat-obatan, yaitu sebagai stabilisator, bahan pengental dan pengemulsi. Maka diperlukan adanya studi pengolahan yang lebih baik dan inovatif sehingga diperoleh produk berkualitas dengan proses yang baik dan harga jual tinggi, meningkatkan kesejahteraan rakyat. Praktikum kali ini mengekstrasi karaginan dari rumput laut yang bermanfaat untuk dikonsumsi, untuk kosmetik, obatobatan dan lain-lain.



I.2. Tujuan Ekstraksi dan mengisolasi karagenan dari rumput laut Eucheuma cottonii.



I.3. Manfaat 1. Dapat mengetahui cara ekstraksi karagenan 2. Dapat mengetahui isolasi karagenan 3. Dapat mengetahui perhitungan ekstraksi karagenan



II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Rumput Laut Rumput laut merupakan salah satu jenis alga makroskopis. Rumput laut tumbuh melekat pada substrat tertentu, baik itu terumbu karang maupun bebatuan. Tanaman ini tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati. Oleh karena itu, rumput laut termasuk ke dalam golongan tanaman yang berderajat rendah. Tanaman ini hanya memiliki bagian tubuh yang menyerupai batang yang sering disebut thallus. Talus pada rumput laut ada yang tanpa percabangan dan bercabang-cabang dengan sifat mulai dari lunak, keras (diliputi zat kapur), seperti tulang rawan, hingga berserabut. Rumput laut dapat diandalkan sebagai salah satu produk perikanan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di pesisir karena teknologi yang digunakan sederhana dan murah sehingga cocok untuk masyarakat yang membudidayakannya (Fikri et al., 2015). Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Indonesia, istilah rumput laut dipakai untuk menyebut baik gulma laut dan lamun. Yang dimaksud sebagai gulma laut adalah anggota dari kelompok vegetasi yang dikenal sebagai alga (ganggang). Sumber daya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut sangat banyak manfaatnya, baik melalui pengolahan sederhana yang langsung dapat dikonsumsi maupun melalui pengolahan yang lebih kompleks, seperti produk farmasi, kosmetik, dan pangan, serta produk lainnya (Priono 2013). Rumput laut adalah nama umum untuk menyebut berbagai jenis organisme laut yang dikenal sebagai alga. Posisi geografis Indonesia yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya keberagaman spesies rumput laut di Indonesia. Justru di Indonesia kata rumput laut lebih sering digunakan untuk menyebut gulma laut. Gulma laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan pada kegiatan revitalisasi perikanan yang prospektif. Budidaya rumput laut tidak memerlukan teknologi yang tinggi, investasi cenderung rendah, menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dan menghasilkan keuntungan yang relatif besar (Annisaqois et al., 2018). II.1.1. Jenis-jenis Rumput Laut



Indonesia menjadi salah satu wilayah yang kaya akan keanekaragaman rumput laut dengan spesies mencapai ratusan. Berdasar pigmen yang dikandungnya rumput laut dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Rhodopyceae (ganggang merah), Phaeopyceae (ganggang coklat), dan Cyanophyceae (ganggang hijau kebiruan). Rumput laut hijau banyak ditemukan di daerah pantai, sedangkan rumput laut merah dan rumput laut coklat banyak ditemukan di daerah yang lebih dalam dengan cahaya matahari yang terbatas. Perlu diketahui juga, kandungan pigmen pada rumput laut bervariasi tergantung pada berbagai faktor, seperti jenis rumput laut, musim, aktivitas fotosintesis, dan lokasi tumbuhnya rumput laut. Hal inilah yang selanjutnya menghasilkan keberagaman warna-warni rumput laut seperti yang kita lihat keindahannya di lautan Indonesia (Priono, 2013). Jenis rumput laut lain berdasarkan sumber pigmennya adalah rumput laut merah atau sering disebut Rhodophyta. Warna merah yang terdapat pada jenis ini disebabkan oleh pigmen fikoeritrin dalam jumlah yang banyak dibandingkan pigmen lain seperti klorofil maupun karotenoid. Berdasarkan karotenoidnya, rumput laut merah dibagi menjadi dua grup, yaitu rumput laut merah yang mengandung βcarotene dan zeaxanthin, serta rumput laut merah yang mengandung α-carotene dan lutein.



Eucheuma



cottonii



yang



sering



digunakan



dalam



pembuatan



makanan/minuman pencuci mulut, seperti es buah, itu termasuk dalam jenis rumput laut merah. Budidaya rumput laut merupakan salah satu kegiatan budidaya laut alternatif yang dapat dikembangkan di perairan jepara di daerah bulu khususnya, khususnya untuk jenis Eucheuma cottonii, mengingat didaerah ini, masyarakat hanya membudidayakan rumput laut jenis Gracilaria sp. yang dilakukan ditambak – tambak yang tidak produktif lagi dari kegiatan pembudidayaan udang vannamei (Fikri et al., 2015). Rumput laut coklat atau sering disebut dengan Phaeophyta merupakan salah satu jenis rumput laut yang mempunyai jumlah spesies paling banyak dibandingkan rumput laut lainnya. Umumnya, rumput laut coklat bersifat makroskopis dan dapat mencapai ukuran lebih dari 30 meter, disertai dengan adanya gelembung-gelembung



udara pada permukaan thallus yang berfungsi sebagai pelampung.



Rumput laut



coklat mengandung beberapa jenis karotenoid yang dominan, seperti fucoxanthin, βcarotene, zeaxanthin, dan violaxanthin. Berbagai jenis rumput laut coklat banyak digunakan dalam berbagai makanan kecil di Jepang, di antaranya Konbu (Laminaria japonica), Wakame (Undaria pinnatifida), Gagome (Kjellmaniella crassifolia), Akamoku (Sargassum horneri), dan Hijiki (Sargassum fusiforme). Warna hijau pada rumput laut disebabkan karena dominasi senyawa pigmen alami klorofil (Papalia dan Hairati 2013). 2.1.2. Manfaat Rumput Laut Senyawa pigmen yang terdapat di rumput laut memiliki fungsi dalam reaksi fotosintesis, reaksi biokimia, dan dapat menjadi senyawa fitokimia yang bermanfaat untuk kesehatan manusia. Karotenoid, yang merupakan aksesori dalam pengumpul cahaya (light harvesting) pada proses fotosintesis, juga dapat berfungsi melawan senyawa radikal bebas yang berbahaya seperti singlet oxygen. Dengan fungsi tersebut karotenoid yang ditemukan di dalam berbagai jenis rumput laut ini merupakan senyawa antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Senyawa ini dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat merugikan kesehatan makhluk hidup (Papalia dan Hairati, 2013). Salah satu faktor yang sangat penting adalah kedalaman penanaman yang tepat pada saat rumput laut ditanam, hal ini berkenaan dengan penentuan metode budidaya rumput laut yang digunakan, sehingga kolom perairan dapat digunakan secara optimal dan berakibat pada produksi dan kualitas yang dihasilkan. Selain sebagai antioksidan, karotenoid yang terkandung dalam rumput laut dapat berfungsi sebagai zat antiobesitas (seperti senyawa fucoxanthin), senyawa provitamin A, senyawa antikanker, dan masih banyak lagi. Dengan berbagai potensi ini rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan manusia, pewarna alami, dan juga sebagai sumber bahan baku yang digunakan untuk suplemenmdalam bidang farmasi. Indonesia yang diberi karunia oleh Tuhan berupa laut yang luas dengan beragam rumput laut yang tumbuh di sepanjang pantainya tentu memiliki peluang besar untuk memanfaatkan karunia tersebut (Fikri et al., 2015).



Pemanfaatan rumput laut semakin luas dan beragam, karena peningkatan pengetahuan akan komoditas tersebut. Rumput laut banyak digunakan sebagai bahan makanan bagi manusia, sebagai bahan obat-obatan (anticoagulant, antibiotics, antimehmetes, antihypertensive agent, pengurang kolesterol, dilatory agent, dan insektisida). Rumput laut juga banyak digunakan sebagai bahan pakan organisme di laut, sebagai pupuk tanaman dan penyubur tanah, sebagai pengemas transportasi yang sangat baik untuk lobster dan clam hidup (khususnya dari jenis Ascophyllum dan Focus), sebagai stabilizer larutan, dan juga kegunaan lainnya. Perkembangan produk turunan dewasa ini juga sudah banyak diolah menjadi kertas, cat, bahan kosmetik, bahan laboratorium, pasta gigi, es krim, dan lain-lain (Priono, 2013). 2.2. Rhodophyta Alga merah (Rhodophyta) adalah salah satu filum dari alga berdasarkan zat warna atau pigmentasinya dan organisme yang berkloroplas yang dapat menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Warna merah pada alga ini disebabkan oleh pigmen fikoeritrin dalam jumlah banyak dibandingkan pigmen klorofil, karoten, dan xantofil. Alga ini pada umumnya bersel banyak (multiseluler) dan makroskopis. Panjangnya antara 10 cm sampai 1 meter dan berbentuk berkas atau lembaran. Alga ini pada umumnya bersel banyak (multiseluler) dan makroskopis. Panjangnya antara 10 cm sampai 1 meter dan berbentuk berkas atau lembaran. Rumput laut dari kelas alga merah (Rhodophyceae) menempati urutan terbanyak dari jumlah jenis yang tumbuh di perairan laut Indonesia yaitu sekitar 452 jenis (Annisaqois et al., 2018). Karakteristik morfologi alga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan antaralain gerakan air, cahaya matahari, suhu, salinitas dan derajat keasaman (pH). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi perbedaan kualitas produksi dan karakteristik morfologi pada alga. Untuk mengetahui karakteristik genetik dari jenis alga dapat dilakukan dengan analisis molekuler DNA. Perbedaan genetik dari masing-masing jenis alga dapat dijadikan bibit untuk pengembangan budidaya alga selanjutnya. Diperkirakan sebanyak 452 jenis alga merah yang terdapat di perairan Indonesia (Priono, 2013).



Alga ini sering diambil manfaatnya untuk bidang konsumsi (makanan, kometik maupun obat-obatan). Alga ini melakukan reproduksi vegetatif dengan spora. Rhodophyta atau alga merah merupakan kelompok alga dengan dominansi warna merah yang disebabkan oleh pigmen fikoeritrin. Alga merah memiliki banyak manfaat dari segi ekologis dan ekonomis. Alga merah juga dapat dimanfaatkan untuk pendidikan, khususnya sebagai bahan ajar di perguruan tinggi. Bahan ajar yang disiapkan dari sumber belajar dari lingkungan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran (Ghazali et al., 2018). 2.2.1. Struktur Morfologi Rhodophyta Ciri talus pada Rhodophyta bentuknya berupa helaian atau seperti pohon. Talus alga merah tidak memiliki flagella. Sel yang terdapat dalam Rhodophyta terdiri dari komponen yang berlapis-lapis. Mempunyai pigmen fotosintetik fikobilin dan memiliki pirenoid. Rhodophyta umumnya berwarna merah karena adanya protein fikobilin, terutama fikoeritrin, tetapi warnanya bervariasi mulai dari merah kecoklatan atau kadang-kadang hijau karena jumlahnya pada setiap pigmen. Dinding sel terdiri dari selulosa dan gabungan pektik (Annisaqois et al., 2018). Menurut Djakarta et al. (2018), karakteristik morfologi Rhodophyta dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhinya ialah gerakan air, cahaya matahari, suhu, salinitas dan derajat keasaman (pH). Selain faktor lingkungan faktor genetik juga dapat mempengaruhi. Seperti pada Perbedaan kualitas produksi dan karakteristik morfologi pada alga. Cahaya matahari juga memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan alga. Cahaya matahari yang cukup akan membuat alga tumbuh dengan baik. Perbedaan suhu yang begitu nyata dapa menghambat pertumbuhan rumput laut. Setiap jenis rumput laut membutuhkan suhu yang berbeda untuk pertumbuhannya. Rhodophyta merupakan organisme autotrof karena mampu berfotosintesis. Namun, tidak seperti organisme autotrof lainnya, anggota dari rhodophyta memiliki warna dominan merah, mulai dari warna merah muda hingga merah pekat. Alga merah dapat hidup pada kedalaman hingga 200 m. Lebih dari 4.100 jenis alga merah telah di deskripsikan, 200 jenis diantaranya ditemukan di air tawar dan sisanya hidup



di laut. Warna ini disebabkan oleh plastida pada rhodophyta mengandung lebih banyak pigmen aksesori berupa fikoeritrin dibanding pigmen lainnya. Sel yang terdapat dalam Rhodophyta terdiri dari komponen yang berlapis-lapis. Mempunyai pigmen fotosintetik fikobilin dan memiliki pirenoid (Tampubolon et al., 2013). 2.2.2. Struktur Fisiologi Rhodophyta Menurut Annisaqois et al. (2018), Rhodophyta tidak memiliki sel berflagela, menyimpan cadangan makanan berupa pati. Ukuran Rhodophyta dapat mencapai ukuran paling besar pada daerah yang bersuhu dingin, sedangkan pada daerah tropis ukurannya cenderung kecil. Rhodophyta bereproduksi secara seksual dengan pembentukan



dua



arteridium



pada



ujung-ujung



cabang



talus.



Arteridium



menghasilkan gamet jantan yang berupa spermatium dan betinanya karpogamium yang terdapat pada ujung cabang lainnya. Alga juga bereproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tetraspora kemudian menjadi gametania jantan dan gametania betina. Setelah itu akan membentuk karkospofrafit yang akan menghasilkan tentraspora. Menurut Priono (2013), Rhodophyta atau alga merah merupakan kelompok alga yang memiliki dominansi warna merah. Alga merah mempunyai dinding sel berupa selulosa, xylan dan galaktan. Alga merah mampu bertahan di daerah yang dingin. Alga merah dapat tumbuh sampai kedalaman lebih dari 175 meter di perairan. Alga merah memiliki dinding sel yang terdiri dari dua lapis. Lapisan bagian dalam kasar dan menyerupai mikrofibril sedangkan lapisan luar berbentuk lapisan mucilaginous. Dinding sel algma ini terdapat berbagai macam bahan selain selulosa, yaitu polisakarida sulfat, agar dan karagenan. Menurut Djakarta et al. (2018), Ganggang merah memiliki pigmen asesoris yang disebut fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin. Fikoeritrin merupakan pigmen asesoris dominan yang berperan dalam memberikan warna merah pada ganggang. Alga merah dalam reproduksinya tidak mempunyai stadia gamet berbulu cambuk. Reproduksi seksualnya dengan karpogonia dan spermatia. Pertumbuhan bersifat uniaksial (satu sel di ujung talus) dan multi aksial (banyak sel



di ujung talus). Alga merah memiliki alat pelekat yang terdiri dari perakaran sel tunggal atau sel banyak.



2.2.3. Habitat Rhodophyta Menurut Ghazali et al. (2018), Rhodophyta yang hidup pada air tawar mengandung pigmen krolofil a, krolofil d, karoten, fikoeritin dan fikosianin. Alga mampu hidup di daerah substrat. Alga memiliki alat perekat yang mampu membantumya untuk hidup di daerah substrat. Alga dapat menempel pada batang dan akar mangrove. Salah satu alga yang banyak ditemukan di hutan mangrove yaitu alga merah (Rhodophyta). Secara umum alga merah yang banyak hidup di daerah usbstrat apalagi akar mangrove adalah dari genus Bostrychia. Umumnya makroalga tumbuh pada habitat berupa karang yang telah mati, pecahan karang mati dan pasir vegetasi berupa lamun dari jenis Thalasia Hemprizii. Rhodophyta umumnya hidup di laut yang dalam. Banyak dari jenis Rhodophyta yang terdapat di laut tropika. Sebagian kecil alga merah juga hidup di air tawar yang dingin dengan aliran deras dan memiliki banyak oksigen. Ada pula alga merah yang hidup di air payau. Alga merah yang banyak ditemukan di laut dalam adalah Gelidium dan Gracilaria (Papalia dan Hairati, 2013). Menurut Tampubolon et al. (2013), Rhodophyta juga dapat bertumbuh dan tersebar di berbagai daerah pantai dan pulau-pulau karang. Beberapa spesies Rhodophyta hidup di perairan tawar. Rhodophyta biasanya penyusun terumbuk karang pada laut dalam. alga merah berhabitat pada substrat yang berpasir. Hal tersebut berlaku untuk alga yang habitatnya di laut. 2.2.4. Jenis Alga Rhodophyta Menurut Djakatara et al. (2018), alga merah memiliki banyak jenis yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat maupun industri. Ada Batrachospermum, Gelidium, Gracilaria, Eucheuma, Porphyra dan banyak lagi. Dari jenis Gracilaria terdapat Gracilaria blodgettii yang habitatnya di substrat berpasir. Gracilaria verrucosa yang bentuknya menyerupai rambut. Dari banyaknya jenis alga merah,



salah satu jenis yang banyak dijumpai di perairan Indonesia adalah Eucheuma cottonii. Menurut Ghazali et al. (2018), terdapat alga Rhodophyta yang merupakan ordo Ceramiales, Gelidiales, dan Gigartinales. Ordo Ceramiales memiliki 2 famili dengan 9 spesies. Ordo Gelidiales memiliki 2 spesies yaitu Gelidium sp. dan Gelidium crinale. Terdapat beberapa jenis alga Rhodophyta yang menempel pada akar mangrove yang bergenus Bostrychia. Genus Bostrychia terbagi menjadi beberapa diantaranya Bostrychia moritziana, Bostrychia scorpioides, Bostrychia radicans, Bostrychia tenella, Bostrychia simplicuscula, Caloglossa leprieurii, Caloglossa continua, Gelidium crinale, Stictosiphonia gracilis, Catenellanipae. Menurut Annisaqois et al. (2018), Sebanyak 452 jenis alga merah tumbuh dengan baik di perairan laut Indonesia. Tak heran apabila Indonesia menjadi pengekspor rumput laut terbesar di dunia. Hal tersebut juga berkaitan dengan wilayah perairan yang sangat luas. rumput laut dari kelas alga merah menempati urutan terbanyak dari jumlah jenis yang tumbuh di perairan laut Indonesia. Jumlah tersebut tak main-main. 2.2.5. Kandungan Senyawa Rhodophyta Karaginan memiliki banyak sekali manfaat. Kandungan karaginan pada alga merah ini dijadikan sebagai bahan makanan, kosmetik maupun sebagai obat. Rhodophyta memiliki banyak senyawa yang sangat bermanfaat. Kandungan senyawa alga merah yang lain adalah karaginan. Karaginan ini terdapat pada alga merah jenis Eucheuma sp (Djakatara et al., 2018). Menurut Ghazali et al. (2018), Pada Rhodophyta terdapat pigmen fikoeritrin. Rhodophyta mengandung B-carotene dan zeaxanthin. Rhodophyta juga mengandung alfa-carotene dan lutein. Senyawa yang dihasilkan diantaranya berupa MAA-, MycoGly, MAA-2, Shinorine, Porphyra-334, Palythine, Asterina-330, Palythinol. Makroalga menghasilkan beberapa komponen bioaktif yang terdiri dari lemah, asam lemak , polisakarida, dan pigmen serta metabolit sekunder seperti alkaloid, fenol, lektin dan terpen.



Rumput laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin serta mineral esensial. Jenis alga ini diketahui tinggi akan zat dan nutrisi yang baik untuk kesehatan. Selain yang telah disebutkan di atas, alga merah juga mengandung Astaxanthin yang merupakan jenis karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen alami yang menyebabkan tanaman atau hewan dapat memiliki warna merah. Rumput laut umumnya mengandung nutrisi lengkap, yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serat kasar dan abu (Priono, 2013). 2.2.6. Manfaat Rhodophyta Menurut Papalia dan Hairati (2013), alga merah bisa dimanfaatkan untuk dibuat tepung. Terdapat sejenis karbohidrat yang disebut tepung floride. Ada beberapa jenis rumput laut yang tersebar di Indonesia yang banyak di konsumsi, rumput laut penghasil agar-agar (Agarophyte) diantaranya adalah Gracilaria sp., Gelidium, Gelediupsis dan banyak lagi. pemanfaatan makroalga telah dikembangkan secara luas dalam berbagai bidang industri. Alga merah juga dipakai untuk mengeraskan atau memadatkan media pertumbuhan bakteri. Rhodophyta juga sebagai bahan dasar dalam siklus rantai makanan di perairan karena dapat memproduksi zat-zat organik. Alga merah dapat menyediakan makanan bagi ikan dn hewan laut lainnya. Rhodophyta dapat di manfaatkan sebagai bahan makanan dan kosmetik. Rhodophyat dapat dimanfaatkan sebagai medium obatobatan. Alga merah dapat menyediakan makanan dalam jumlah banyak bagi ikan dan hewan lain di laut. Alga merah juga menghasilkan karagenan yang dimanfaatkan untuk penyamak kulit, bahan pembuat krem, obat pencuci rambut dan lain-lainnya masih banyak lagi (Annisaqois et al., 2018). Beberapa jenis alga merah dibudidayakan karena menghasilkan bahan serupa gelatin yang dikenal dengan agar-agar. Senyawa ini digunakan peneliti sebagai medium biakan bakteri dan fase padat pada elektroforesis gel, untuk pengental dalam banyak makanan, perekat tekstil dan banyak lagi. Kandungan serat kasar pada alga merah sangat bermanfaat bagi penderita obesitas dan penderita diabetes mellitus tipe 2. Keinginan konsumen akan rumput laut begitu besar, ditambah dengan industriindustri yang mulai menggunakan rumput laut sebagai bahan pelengkap maupun



bahan utama produk mereka. Hal tersebut yang membuat banyak masyarakat yang mulai membudidayakan rumput laut jenis Rhodophyta (Priono, 2013). 2.3. Euchueuma Cottonii Menurut Tampubolon et al. (2013), Eucheuma cotonii merupakan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di pulau Seribu. Jenis rumput laut ini dapat dikonsumsi sebagai minuman es rumput laut dan karaginan. Karaginan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Rumput laut merupakan jenis tumbuhan tingkat rendah yang belum memiliki akar, batang, dan daun sejati. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain-lain sebagainya. Menurut Ghazali et al. (2018), Eucheuma cotonii merupakan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di pulau Seribu. Jenis rumput laut ini dapat dikonsumsi sebagai minuman es rumput laut dan karaginan. Karaginan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisio thallophyta. Rumput laut dapat menghasilkan devisa serta pendapatan masyarakat terutama mesyarakat pesisir. Menurut Djakatara et al. (2018), Eucheuma cottonii dapat dibedakan dari thallusnya. Pada Eucheuma cottonii, thallusnya bercabang-cabang berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina Eucheuma cottonii tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks. 2.3.1. Taksonomi E. cottoni.



Menurut Fikri et al. (2015), Eucheuma cottonii adalah salah satu spesies alga merah yang digunakan sebagai bahan baku pembuat karagenan. Eucheuma cottonii adalah rumput laut penghasil karaginan dari kelas Rhodophyta. Jenis karaginan yang dihasilkan dari rumput laut ini adalah kappa karagenan. Rumput laut ini adalah rumput laut yang paling sering digunakan dalam kegiatan budidaya. Rumput laut ini sebenarnya adalah tanaman endemic Philipina. Pada divisio Eucheuma cottoni terdapat Rhodophyta. Phyllum yang di miliki oleh Eucheuma cottoni adalah Rhodophyceae. Pada ordo Eucheuma cottoni ada Gigartinales. Family pada Eucheuma cottoni ada Solierisceace. Taksonomi dari rumput laut Eucheuma cottonii berasal dari kingdom plantae. Eucheuma cottonii berasal dari divisi Rhodhophyta, kelas Rhodophyceae. Ordo dari rumput laut ini adalah gigartinales yang berasal dari famili solieriaceae. Bergenus Eucheuma dan spesies Eucheuma cottonii (Priono, 2013). Eucheuma cottoni sulit diidentifikasi tanpa bantuan penelitian ilmiah. Karena spesies yang berbeda memiliki morfologi yang sama. Terdapat delapan belas hingga dua puluh spesies Eucheuma cottoni dalam genus Eucheuma, yang diantaranya ada Cottoniformia, Gelatiformia, dan Anaxiferea. Klasifikasi ditentukan melalui tahapan. Dimana dua spesies atau lebih dengan ciri tertentu membentuk takson genus. Beberapa genus dengan ciri tertentu membentuk takson famili (Ghazali et al., 2018). 2.3.2. Struktur Morfologi E. cottoni. Sifat substansi talus tersebut ada yang lunak seperti gelatin, keras atau mengandung zat kapur, lunak seperti tulang rawan, berserabut dan masih banyak lagi. Kerangka tubuh tanaman ini bulat silindris atau gepeng. Talus pada rumput laut ada yang tersusun uniselluler (satu sel) atau multiselluler (banyak sel). Percabangan pada talus ada yang bercabang dua terus-menerus, berderet searah pada suatu susu talus utama maupun tidak bercabang. Talus memiliki sifat substansi yang banyak beragamragam (Tampubolon et al., 2013). Menurut Annisaqois et al. (2018), Eucheuma cottonii memiliki warna merah, merah-coklat hingga hijau-kuning. Rumput laut jenis ini terkadang mengalami perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi merupakan faktor dari lingkungan



tempat hidup alga ini. Rumput laut dari kelas alga merah memiliki tingkat plastisitas morfologi yang tinggi. Eucheuma cottonii memiliki benjolan-benjolan dan duri. Menurut Priono (2013), komponen makro pada eucheuma cottoni di peroleh dari kandungan karagenan pada dalam eucheuma cottoni. Pada karagenana tersebut terdapat sulfat dan kandungan oksigen yang membentuk senyawa sulfat(SO₄). Sedangkan pada komponen mikro mengandung iodium, seng,mangan, kaluim dan natrium. Eucheuma cottoni memilik kandungan kadar lemak sebesar 0,37% berat sabah. Eucheuma cottonii memiliki warna merah, merah-coklat hingga hijau-kuning. 2.3.3. Struktur Fisiologi E. cottoni. Pada perkembangbiakan secara kawin gametofit jantan melalui pori spermatangia akan menghasilkan sel jantan yang disebut spermatia. Spermatia akan membuahi sel betina pada cabang carpospora. Setelah terjadi proses germinasi rumput laut akan tumbuh menjadi tanaman yang tidak beralat keamin atau sporofit. Alga ini reproduksi aseksual dengan spora haploid dan aseksual dengan konjugasi. Perkembangbiakan Eucheuma cottonii pada dasarnya terdapat dua macam yaitu kewin dan tidak kawin (Papalia dan Hairati, 2013). Pada rumput laut penetrasi sinar matahari yang cukup dapat mempengaruhi dalam mensuplai kebutuhan nutriennya seperti karbon, nitrogen, dan posfor untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. Rumput laut yang dapat dibudidayakan salah satunya yaitu jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Pada suhu perairan pantai Geger berkisar antara 27,3ºC – 31,5ºC suhu tersebut mendukung untuk pertumbuhan rumput laut (Fikri et al., 2015). Perkembangbiakan rumput laut ini sama seperti Rhodophyta karena berasal dari kelas tersebut. Alga ini memiliki percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah pangkal. Tumbuhan melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang- cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yag rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii dapat melakukan interaksi dengan makromolekul yang bermuatan. Makromolekul yang bermuatan



tersebut



misalnya



protein



sehingga



mempengaruhi



peningkatan



viskositas,



pembentukan gel dan pengendapan (Tampubolon et al., 2013). 2.3.4. Habitat E. cottoni Rumput laut ini tumbuh di rataan terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 meter serta melekat di batu karang, cangkang, kerang maupun benda keras lainnya. Kebanyakan rumput laut terutama kelas Rhodophyta berhabitat dalam air laut terutama pada lapisan-lapisan air yang dalam. Akan tetapi sinar matahari masih mampu menembusnya. Hidup rumput laut sebagai bentos melekat pada suatu substrat dan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Habitat Eucheuma cottonii hanya mungkin pada lapisan fotik. Lapisan fotik sendiri merupakan kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. (Tampubolon et al., 2013). Rumput laut Eucheuma cottonii memiliki kelarutan yang baik pada larutan buffer pada pH 9. Rumput laut yang dibudidayakan oleh para pembudidaya sebagian besar adalah rumput laut Eucheuma cottonii dan Gracilaria sp. Eucheuma cottonii mampu hidup di daerah hutan mangrove. Alga ini memanfaatkan akar dan batang mangrove sebagai substrat. Rumput laut ini juga hidup di daerah berpasir (Ghazali et al., 2018). Eucheuma cottoni terdapat pada muara sungai. Eucheuma cottonii juga dapat ditemukan pada daerah sekitar lintang 20 derajat khatulistiwa. Eucheuma cottonii banyak ditemukan di daerah indonesia, dan dari afrika timur hingga ke guam.rumput laut ini ditemuka tumbuh pada perairan yang dangkal yang masih terendam ketika surut. Habitat alga ini sangat dipengaruhi oleh musim (Papalia dan Hairati, 2013). 2.4. Karagenan Karagenan adalah hasil ekstraksi dari ruput laut. Karaginan sangat berperanan sebagai



stabilisator



(pengatur



keseimbangan),



thickener



(bahan



pengental),



pembentuk gel, pengemulsi, koloid pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Karagenan sangat dimanfaatkan dalam industri. Karagenan juga dapat di gunakan sebagai bahan baku makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan



industri lainnya. karagenan terdiri dari beberapa tipe yaitu ada kappa karagenan (kkaragegan), iota karagenan(i-karagenan) dan lamda (Julaika et al., 2017) Karagenan merupakan senyawa yang termasuk kedalam polisakarida galaktosa hasil dari ekstraksi rumput laut. Karagenan banyak digunakan pada makanan, farmasi dan kosmetik sebagai bahan gel, pengental atau penstabil. karaginan merupakan tepung yang dihasilkan dari getah hasil ekstraksi rumput laut. Hasil ekstraksi itu diperoleh dengan mengekstraksi rumput laut menggunakan air panas atau larutan alkali. Proses ekstraksi tersebut dilakukan dengan suhu yang tinggi (Priono, 2013). Karagenan biasanya diambil dari jenis rumput laut merah. Rumput Laut merah banyak ditemukan di perairan Indonesia. Hasil proses ekstraksi karagenan bisa berfungsi sebagai bahan pembuatan edible coating dan edible film. Karagenan tersusun dari perulangan unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6-A-G). Karagenan merupakan hasil dari ekstraksi rumput laut dari kelas Rhodophyta. Biasanya jenis rumput laut yang diekstraksi adalah Eucheuma cottonii (Panggabean et al., 2018). 2.4.1. Jenis-jenis Karagenan Menurut Supriyantini et al. (2017), karagenan terdiri dari beberapa tipe yaitu ada kappa karagenan (k-karagegan), iota karagenan(i-karagenan) dan lamda. kappa karagenan membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung garam kalium. Kekuatan gel merupakan sifat fisik yang utama pada karaginan, karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan suatu karaginan dalam pembentukan gel. Kekuatan gel dipengaruhi oleh kandungan sulfat dan kandungan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang ada pada karaginan Mchugh. Menurut Julaika et al. (2017), karagenan kappa memiliki struktur D-galaktosa. Gugus 6-sulfat ester mengurangi daya kekuatan gel, tetapi dapat mengurangi loss akibat pengolahan dengan menggunakan basa. Hal tersebut akan memberikan keteraturan rantai yang lebih baik. Karagenan kappa larut dalam air panas. Karagenan ini kuat, memiliki gel yang padat terkadang juga rapuh. Gelnya berwarna transparan. Terdapat 25 % ester sulfat dan 34%3,6-AG. Karagenan ini tidak dapat larut dalam sebagian besar pelarut organik. Kappa karaginan adalah polisakarida yang umum



digunakan pada industry pangan, kosmetik, tekstil dan percetakan sebagai bahan pengental, penstabil dan pembentuk gel. Menurut Siregar et al. (2016), tipe iota merupakan karagenan yang larut dalam air panas. Gelnya bersifat elastis dan membentuk heliks dengan ion kalsium. Gel iota memiliki warna yang bening, stabil dalam keadaan dingin. Iota mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-AG. Rumput laut dapat di olah menjadi agar-agar, alginat dan karagenan. Karagenan merupakan hasil ekstraksi rumput laut. Berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan diklasifikasikan menjadi kappa (k) iota (i) dan lamda. Pada klasifikasi karagenan memiliki jumlah sulfatnya yang berbeda-beda. Jumlah sulfat pada kappa sebesar 20%. Sulfat pada iota sebesar 33% dan pada sulfat lamda sebesar 42%. 2.4.2. Proses Ekstraksi Karagenan Menurut Panggabean et al. (2017), masing-masing ekstrak rumput laut disaring kemudian diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan suhu 40°C. Ekstrak dimasukkan dalam botol gelap, ditutup dan disimpan pada suhu -15°C. Penelitian ini menggunakan ulangan sebanyak 3 kali.ekstraksi rumput laut menghasilkan dua jenis karaginan yaitu semi refine carrageenan (SCR) dan refine carrageenan (karagenan murni). Proses ekstraksi dimulai dari perendaman sampel menggunakan larutan alkali selama 24 jam. Sampel yang telah direndam kemudian dipanaskan dalam aquades. Setelah dipanaskan sampel ditambah larutan KCl dimana KCl berfungsi sebagai pengendap (mengikat air). Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear. Ekstraksi ini menggunakan rumput laut Eucheuma cottonii sebagai sampel. Larutan¬-larutan yang akan digunakan adalah KOH dan KCl. Proses ekstraksi karagenan ini menggunakan metode direndam. Ekstraksi merupakan pengambilan substansi atau senyawa dari suatu sampel. Praktikum kali ini adalah percobaan dimana karaginan yang terdapat di dalam rumput laut akan diambil atau diekstrak (Siregar et al., 2016). Pengeringan menggunakan cahaya matahari akan memakan waktu yang cukup lama karenan cuaca yang tidak menentu. Pengeringan ini dirasa kurang mampu untuk



dijadikan sebagai acuan baku mutu. Pengeringan menggunakan oven membuat proses pengeringan menjadi lebih singkat, pengeringan ini dirasa lebih baik karena benarbenar bebas dari kadar air dan lebih baik untuk dijadikan sebagai acuan baku mutu Proses ekstraksi yang selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam karaginan. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bantuan cahaya matahari dan oven. (Bana et al., 2015). 2.4.3. Manfaat Karaginan Menurut Panggabean et al. (2018), karagenan terlihat sangat bermanfaat bagi kesehatan. Karagenan merupakan hasil ekstraksi dari ruput laut. Karaginan sangat berperanan



sebagai



stabilisator



(pengatur



keseimbangan),



thickener



(bahan



pengental), pembentuk gel, pengemulsi, koloid pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Karagenan sangat dimanfaatkan dalam industri. Karagenan juga dapat di gunakan sebagai bahan baku makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Menurut Siregar et al. (2016), Karagenan dimanfaatkan sebagai bahan makanan, juga digunakan sebagai sumber bahan baku industri farmasi, kosmetik, tekstil, minuman, dan pasta gigi. Salah satu fungsi karagenan adalah sebagai emulsifier. Emulsifier merupakan zat dimana dapat menjaga kestabilan suatu produk. Karagenan dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan bahan pangan. Perkembangan industri sering memanfaatkan karaginan sebagai bahan baku dalam menghasilkan suatu produk. Karagenan juga dapat mengingkatkan emulsi daging dengan cara mengikat air yang terdapat dalam protein. manfaat karagenan antara lain adalah sebagai penstabil, bahan pengental, pengemulsi dan banyak lagi. Pembuatan karagenan dimanfaatkan untuk digunakan dalam berbagai bidang industri seperti industri makanan, obatobatan ataupun kecantikan. Karagenan sebagai makanan dapat dilihat dari orang Jepang dan Cina yang menjadikan rumput laut sebagai makanan tambahan. Di dalam industri makanan, karagenan dijadikan sebagai bahan pengolahan es krim untuk mengemulsi bahan es krim (Bana et al., 2015). 2.4.4. Standar Baku Mutu Karaginan



Menurut Siregar et al. (2016), Perlakuan depolimerisasi dengan menggunakan PAA 2% menyebabkan perubahan terhadap mikrostruktur dan gugus fungsi kappa karaginan yang dihasilkan. Karaginan merupakan senyawa polisakarida galaktosa yang mudah terhidrolisis dalam larutan yang bersifat asam dan stabil dalam suasana basa. Karakteristik karaginan murni dilakukan berdasarkan standar Food Agriculture Organization (FAO). Selain itu juga dilakukan berdasarkan Badan Standard Nasional. Menurut Panggabean et al. (2018), karakteristik meliputi viskositas, kekuatan gel, bobot molekul, kadar sulfat dan kadar abu. Pengukuran tersebut disesuaikan dengan kandungan yang terdapat dalam karaginan. Bahaya atau tidaknya apabila dikonsumsi oleh manusia. Selain kadar air dan kadar abu yang menjadi karakteristik standar baku mutu, ada juga pH. Standar baku mutu mengenai pH adalah netral. Kita tahu sendiri bahwa hasil dari karaginan ini akan dijadikan sebagai bahan pembuatan industri makanan, obat-obatan dan kosmetik. Menurut Priono (2013), pH dari karaginan harus netral karena dikonsumsi oleh manusia. Kekuatan gel karagenan sangat rapuh. Hal itu karena masih terdapat banyak kandungan air dan masih terdapat kotoran selama proses ekstraksi. Karagenan yang diproduksi di Indonesia masih jauh dari standar baku mutu karagenan. Sehingga negara juga masih harus mengimpor karagenan. 2.4.5. Kandungan Senyawa dalam Karaginan Menurut Panggabean et al. (2018), karagenan mengandung banyak senyawa yang berguna bagi kesehatan, kecantikan dan lainnya. Karagenan mengandung alginate dan agar-agar. Dua kandungan tersebut merupakan senyawa karbohidrat yang terdapat di dinding sel pada rumput laut. Dinding sel tersebut berhasil diekstrak dengan menggunakan KOH. Selain karbohidrat, karagenan juga mengandung mineral berupa kalsium, kalium, magnesium dan natrium. Kappa karagenan memiliki nilai gel strength yang lebih kuat dan stabil akan tetapi sifat kappa karagenan tidak berbeda jauh dari iota karagenan. Karagenan mengandung total serat pangan sebesar 68,55%. karagenan terhadap kandungan nilai serat kasar dan peningkatan nilai gel strength pada produk kamaboko komposit ikan



belanak (Mugilcephalus) dan ikan mujair. karaginan terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat (Julaika et al., 2017). Kandungan senyawa yang terdapat dalam karagenan merupakan senyawa yang sangat berguna. Karagenan secara kimia memiliki kadar abu, kadar sulfat dan kadar air. Karagenan hasil ekstraksi rumput laut tersusun dari senyawa polisakarida berantai linear, galaktan sulfat dan larut di dalam air. Karaginan mengandung senyawa hidrokoloid yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah. Karaginan juga mengandung sulfat. Kandungan senyawa yang terdapat dalam karagenan merupakan senyawa yang sangat berguna (Siregar et al., 2016).



III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Pelaksanaan Hari, tanggal



: Senin, 25 Maret 2019



Waktu



: 09.50-11.40 WIB



Tempat



: Laboratorium Kimia Gedung E Lantai 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang



3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Praktikum Tabel 1. Alat Praktikum Acara 1 No



Nama Alat



Gambar



Fungsi



1.



Timbangan



Menghitung massa rumput laut



2.



(neraca) Panci + Kompor



Memanaskan sampel



3.



Kain Mori



Menyaring sampel



4.



Pisau



Memotong sampel



5.



Termometer



Mengukur suhu



6.



Gelas Beaker



Wadah aquades



7.



Pengaduk Gelas



Mengaduk sampel



8.



Sarung tangan



Melindungi tangan



9.



anti panas Stopwatch



Menghitung waktu



10



Alat tulis



Mencatat



. 11



Kamera



Dokumentasi



12



Wadah Sampel



Tempat hasil ekstraksi



. 13



Modul Praktikum



Petunjuk praktikum



.



. 3.2.2. Bahan Praktikum Tabel 2. Bahan Praktikum Acara 1 No Nama Bahan 1. Rumput Laut



Gambar



Fungsi Sampel yang akan di ekstrak



Eucheuma Cottonii IV.Larutan KOH 3. 4.



Merendam sampel



Larutan KCl



Mengikat air agar lepas dari



Aquades



karagenan Memanaskan sampel



5,



Air Tawar



Membersihkan sampel



3.3. Metode 3.3.1. Cara Kerja 3.3.1.1. Preparasi Bahan 1. Alat dan bahan disiapkan 2. Rumput laut yang telat dikeringkan ditimbang sebesar 30gr 3. Rumput laut direndam dalam larutan KOH selama 24jam 3.3.1.2. Ekstraksi Karagenan 1. Alat dan bahan disiapkan 2. Rumput laut yang direndam KOH dicuci bersih dengan air air 3. Rumput laut dipotong dengan ukuran 1cm 4. Aquades sebanyak 600ml dipanaskan hingga suhu 80⁰ 5. Rumput laut dimasukkan ke aquades dan dipanaskan selama 40 menit 6. Rumput laut disaring dan yang dipakai larutannya 7. KCl ditambahkan dan didiamkan selama 15 menit 8. Sampel disaring diambil residu 9. Sampel dikeringkan 3.3.2. Diagram Alir 3.3.2.1. Preparasi Bahan Mulai



Menyiapkan alat dan bahan



Mengeringkan rumput laut yang telah di timbang sebesar 30 gr.



Rendam Rumput laut dengan larutan KOH selama 9 jam.



Selesai Gambar 1. Diagram alir preparasi bahan



3.3.2.2. Ekstraksi Karagenan Mulai



Siapkan Alat dan bahan



Rendam rumput laut selama 24 jam dengan larutan KOH



Panaskan Aquades sebanyak 600 ml hingga suhu 80°C Masukkan Sampel ke dalam panci dan beri KCl tunggu Potong Rumput laut dengan ukuran 0,5- 1,0 cm selama 15 menit



Cuci Rumput laut sampai pH netral



Masukkan Rumput laut ke dalam aquades selama 40 menit



Saring Sampel dengan kain mori, diambil filtratnya



Saring sampel dan ambil ampasnya



Masukkan sampel ke panci dan beri KCl, tunggu 15 menit



Keringkan sampel



Selesai Gambar 2. Diagram alir ekstraksi karaginan



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Gambar



Gambar 4. Rumput laut



Gambar 3. Rumput laut sebelum di ekstraksi



setelah di ekstraksi



4.1.2. Perhitungan Rendemen Karaginan Randemen Karaginan = W₁ x 100% W₂ = 2,96 × 100% = 9,87% 30 Keterangan: W₁ = Berat hasil W₂ = Berat sampel



4.2. Pembahasan Rumput laut yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu rumput laut Eucheuma Cottonii yang merukapakan rumput laut merah. Rumput laut merah banyak ditemui di perairan dalam dan memiliki sistem percabangan, ada yang tampak sederhana berupa filamen dan ada yang berupa percabangan kompleks. Rumput laut merah memiliki talus yang bervariasi secara bentuk dan warna. Bentuk talusnya ada yang silindris, pipih, dan lembaran sedangkan warna talus bervariasi yaitu, merah, ungu, coklat, dan hijau. Rumput laut merah dapat dibedakan dari thallus yang dimilikinya. Pada Eucheuma cottonii, thallusnya bercabang-cabang berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Perubahan warna pada jenis rumput laut sering terjadi karena faktor lingkungan yang berubah. Perubahan warna tersebut disebut juga adaptasi kromatif atau adaptasi lingkungan. Pada praktikum kali ini menggunakan larutan KOH. Larutan KOH merupakan basa kuat. Larutan KOH berfungsi sebagai menghancurkan dinding sel pada rumput laut Eucheuma Cottonii. Seharusnya sebelum di ekstraksi sampel rumput laut di rendam ke dalam larutan KOH selama 24jam, tetapi karena keterbatasan waktu yang ada, sempel hanya direndam selama 4jam saja didalam larutan KOH. Praktikum kali ini juga menggunakan aquades sebanyak 600ml yang dipanaskan di suhu 80⁰. Setelahnya sampel dimasukkan dan dipanaskan selama 40menit. Hal tersebut dilakukan untuk mengekstrak sampel. Larutan KCl juga dipakai dalam praktikum Larutan KCl berguna untuk mengikat air agar lepas dari karaginan. Praktikum kali ini ekstraksi karagenan menggunakan larutan KOH dan KCl. Pada beberapa penelitian mengungkapkan bahwa dapat juga menggunakan NaOH, KCl dapat diganti dengan etanol. Namun, NaOH akan menyebabkan kadar air semakin tinggi, sementara menggunakan KOH diperoleh kadar air yang lebih rendah. Penggunaan etanol juga akan menyebabkan kadar air yang diperoleh tinggi. . Penggunaan KCl memberikan hasil karagenan yang terbaik. Maka dari itu, membuat proses pengeringan lebih lama.



Hasil ekstraksi rumput laut dapat diklasifikasikan sebagai karaginan, jika polisakarida pada rumput laut harus mengandung 18- 40% asam sulfat berdasarkan berat kering dan terbagi atas tiga kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lambda karaginan. Standar mutu karaginan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos saringan 60 mess dan memiliki tepung densitas adalah 0,7 dengan kadar air 15%. Pada praktikum kali ini yaitu belum termasuk baku mutu karena hasil ekstraksi dari praktikum ini belum termasuk hasil akhir atau belum selesai, karena karagenan belum 100% kering dan belum menjadi berupa tepung. Pada praktikum kali ini mode pengeringan yang dipakai yaitu dengan panas sinar matahari. Sejauh ini sudah kurang lebih lima hari karagenan belum mengering dan belum berubah wujud menjadi tepung. Hal tersebut terjadi karena cuaca yang tidak terlalu terik bahkan sering terjadi hujan. Namun, hasil ekstraksi karagenan tersebut sudah menggumpal dan sedikit memadat selama pengeringan. Karena sebelum dikeringkan karagenan masih berwujud seperti bubur dan agak cair. Jadi Karagenan butuh beberapa waktu lagi untuk kering dan memadat dengan bantuan panas sinar matahari. Selain menggunakan sinar matahari proses pengeringan dapat juga dilakukan dengan oven. Proses pengeringan dengan sinar matahari memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengeringkan sampel, sementara jika proses pengeringan menggunakan oven dapat mempersingkat waktu pengeringan. Proses pengeringan menggunakan sinar matahari dan oven menghasilkan karagenan yang berbeda. Proses pengeringan dengan sinar matahari masih menyisakan air, sehingga kurang akurat untuk dijadikan sebagai ukuran baku mutu. Pengeringan menggunakan oven lebih cepat prosesnya dan juga pengeringan menggunakan oven menghasilkan kadar air yang sangat rendah. Tetapi, dalam proses pengeringan menggunakan oven, suhu pada oven harus diatur karena jika terlalu panas maka akan merusak karagenan itu sendiri. Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstrak dengan air atau larutan terhadap



alkali mutu



seperti kalium hidroksida (KOH). Konsentasi KOH berpengaruh karaginan.



Semakin



meningkat



konsentrasi



KOH



mampu



meningkatkan jumlah rendemen, mampu menurunkan kadar air dan kadar sulfat



pada karaginan. Selain viskositas dan kekuatan gel yang dipengaruhi oleh KOH, juga dipengaruhi oleh lama waktu ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi dengan meningkatnya konsentrasi KOH mampu meningkatkan kekuatan gel, namun viskositas mengalami penurunan. Sebaliknya, semakin cepat lama waktu



ekstraksi



dengan



bertambahnya



konsentrasi



KOH



maka viskositas



meningkat dan kekuatan gel menurun pada karaginan. Viskositas merupakan salah satu parameter



untuk



mengetahui



tingkat kekentalan karaginan yang sangat



diperlukan untuk diterapkan pada industri pangan.



V. PENUTUP



5.1. Kesimpulan 1. Ekstraksi merupakan pengambilan subtansi pada suatu sampel. Ekstraksi pada praktikum kali ini menggunakan rumput laut Eucheuma Cottonii yang menghasilkan sebuah karagenan. Karagenan adalah salah satu ingredien pangan yang berfungsi sebagai penstabil, pengental, dan pembentuk gel. Pada praktikum kali ini menggunakan KOH untuk menghancurkan dinding sel pada rumput laut. Praktikum kali ini juga menggunakan KCl yang dapat melepaskan gugus sulfat pada karagenan sehingga kadar sulfat yang terdapat pada karagenan dapat berkurang. Karagenan sangat dimanfaatkan dalam industri makan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat dan lain-lainnya. 5.2. Saran 1. Sebaiknya alat dan bahan disiapkan sebelum praktikum dimulai 2. Sebaiknya alat praktikum dibersihkan setelah digunakan 3. Sebaiknya praktikum selesai pada waktu yang telah di tentukan



DAFTAR PUSTAKA Annisaqois, M., G.S. Gerung, S. Wullur, D.A. Sumilat, B.T. Wagey dan S.V. Mandagi. 2018. Analisis Molekuler DNA Alga Merah (Rhodophyta) Kappaphycus sp. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1(1):107-108. Bana, E.A.H., Mappiratu dan Prismawiryanti. 2015. Kajian Metode Gravimetri dalam Analisis Kadar Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii. KOVALEN., 1(1):1-6. Djakatara, P.D., G.S. Gerung, E.L. Ginting, C.F.A. Sondak, N.D.C. Rumampuk, D.M.H. Mantiri. 2018. Amplifikasi DNA Alga Merah (Rhodophyta) Eucheuma sp. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis., 2(1):26-29. Fikri, M., S. Rejeki dan L.L. Widowati. 2015. Produksi dan Kualitas Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dengan Kedalaman Berbeda di Perairan Bulu Kabupaten Jepara. Journal of Aquaculture Management and Technology., 4(2):67-68. Ghazali, M., R. Rahmawati, S.P. Astuti dan Sukiman. 2018. Jenis Alga Merah (Rhodophyta) pada Ekosistem Hutan Mangrove di Dusun Ekas, Kabupaten Lombok Timur. Fish Scientiae., 8(1):1-4. Julaika, S., Horima dan D. Mujayadi. 2017. Pengaruh Alkali Terhadap Kadar Sulfat pada Pembuatan Karaginan dari Eucheuma cottoni. 16.



Panggabean, J.E., V. Dotulong, R.I. Montolalu, L. Damongilala, S.D. Harikedua dan D.M. Makapedua. 2018. Ekstraksi Karaginan Rumput Laut Merah (Kappaphycus alvarezii) dengan Perlakuan Perendaman dalam Larutan Basa. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan., 6(3):258-261. Papalia, S. dan H. Arfah. 2013. Produktivitas Biomasa Makroalga di Perairan Pulau Ambalau, Kabupaten Buru Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis., 5(2):465-470. Priono, B. 2013. Budibaya Rumput Laut dalam Upaya Peningkatan Industrialisasi Perikanan. Media Akuakultur., 8(1):1-2. Siregar, R.F., J. Santoso dan Uju. 2016. Karakteristik Fisiko Kimia Kappa Karaginan Hasil Degradasi Menggunakan Hidrogen Peroksida. JPHPI., 19(3):256-257. Supriyantini, E., G.W. Santosa dan A. Dermawan. 2017. Kualitas Elstrak Karaginan dari Rumput Laut ‘Kappaphycus alvarezii’ Hasil Budidaya di Perairan Pantai Kartini dan Pulau Kemojan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Buletin Oseanografi Marina., 6(2):87-91. Tampubolon, A., G.S. Gerung dan B. Wagey. 2013. Biodiversitas Alga Makro di Lagun Pulau Pasige, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis., 2(1):35-41.