Laporan Praktikum Fitofarmaka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMAKA



FARMASI A KELOMPOK 7 DISUSUN OLEH : 1. Ariffiiana Kusuma Dewi



(201510410311020)



2. Fatimah Maulida



(201510410311034)



3. Raisa Ulfa



(201510410311051)



4. Imanda Karir Fanani



(201510410311061)



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018



LAPORAN 1 PEMBUATAN EKSTRAK RIMPANG Kaempferia galanga (Ekstrak Rimpang Kencur) Dengan Metode Maserasi Perendaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kencur (Kaempferiagalanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman



ini banyak



digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur



sebagai hasil pertanian yang



diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada didalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rizoma (Barus, 2009). Rimpang kencur sudah dikenal luas dimasyarakat baik sebagai bumbu makanan atau untuk pengobatan, diantaranya adalah batuk, mual, bengkak, bisul, dan jamur. Selain itu minuman beras kencur berkhasiat untuk menambah daya tahan tubuh, menghilangkan masuk angin,



dan kelelahan, dengan dicampur minyak kelapa atau alkohol digunakan untuk



mengurut kaki keseleo atau mengencangkan urat kaki. Komponen yang terkandung didalamnya antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Tanaman ini termasuk kelas monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae dan,



marga



Kaempferia (Winarto, 2007). Kencur diketahui memiliki kandungan kimia seperti saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui potensi ekstrak kencur sebagai obat herbal, salah satunya adalah antifungal. Penelitian modern lainnya juga membuktikan bahwa kandungan kimia di dalam rimpang kencur memiliki banyak manfaat, seperti kemampuannya sebagai substansi antiinflamasi, antialergi, dan analgesik. Minyak atsiri didalam rimpang kencur mengandung etil sinnamat dan metil p-metoksisinamat yang banyak digunakan didalam industry kosmetika dan dimanfaatkan sebagai obat asma dan anti jamur. Banyaknya manfaat kencur memungkinkan pengembangan pembudidayaannya dilakukan secara intensif yang disesuaikan dengan produk akhir yang diinginkan. (Winarto, 2007). Oleh karena



itu pada praktikum ini dilakukan pembuatan ekstraksi rimpang kencur (Kaempferia galanga) dengan metode maserasi perendaman.



1.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan praktikum kali ini adalah : -



Mahasiswa dapat memahami bagaimana prisip dasar dan tekhnik isolasi senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari rimpang kencur (Kaempferia galanga) dengan metode maserasi



-



Mahasiswa dapat memahami perbedaan metode ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia galanga)



1.3 Manfaat Berdasarkan latar belakang tersebut, maka manfaat praktikum kali ini adalah : -



Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia galanga) dengan metode maserasi



-



Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi dengan cara baik dan benar



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Rimpang Kencur Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto,1986). -



Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai berikut:



Gambar 1. Tanaman Kencur



Kerajaan



: Plantae



Divisi



: Magnoliophyta



Kelas



: Liliopsida



Ordo



: Zingiberales



Family



: Zingiberaceae



Up Family



: Zingiberoidae



Genus



: Kaempferia



Spesies



: Kaempferia galangal



2.2 Kandungan Kimia dari Kencur Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6) paraffin



Gambar 2. Kandungan kimia rimpang kencur Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah, 1997 dan Jani, 1993). Manfaat yang di peroleh dari penanaman kencur adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan sekaligus menambah penghasilan petani. Dari rimpang kencur ini dapat diperoleh berbagai macam keperluan yaitu: minyak atsiri, penyedap makanan minuman dan obat-obatan. Berbagai jenis makanan mempergunakan sedikit rimpang atau daun kencur sehingga memberikan rasa sedap dan khas yaitu dalam pembuatan gado-gado, pecal dan urap. Rimpang kencur yang digerus bersama- sama beras kemudian diseduh dengan air masak dan diberi sedikit gula atau anggur dapat digunakan sebagai minuman. Minuman ini berguna bagi kesehatan tubuh, jenis minuman ini sudah diperiksa dipabrik-pabrik berupa minuman beras kencur. Rimpang kencur di pergunakan untuk meramu obat-obatan tradisional yang sudah banyak di produksi oleh pabrik-pabrik jamu maupun dibuat sendiri, rimpang mempunyai khasiat obat antara lain untuk menyembuhkan batuk dan keluarnya dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak, caranya rimpang kering kencur disimpan diantara lipatan-lipatan kain (Afrianstini, 1990). Kencur (Kamferia galanga L) adalah salah satu jenis temu-temuan yang banyak dimanfaatkan oleh rumah tangga dan industri obat maupun makanan serta minuman dan industri rokok kretek yang memiliki prospek pasar cukup baik. Kandungan etil pmetoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging atau penuaan jaringan kulit (Rosita,2006). 2.3 Pembuatan Ekstrak Rimpang Kaempferia galanga Ekstraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak berguna dimana teknik pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut atau lebih yang



saling bercampur. Pada umumnya, zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau sedikit larut dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain (Harbone, 1987). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Tim Dosen, 2018) Berdasarkan konsistensinya ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Ekstrak cair



: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Liquida)



2. Semi solid



: ekstrak kental (Extracta Spissa)



3. Kering



: ekstrak kering (Extracta Sicca)



Beberapa metode ekstraksi yang dapat digunakan yaitu : 1. Ektraksi dengan menggunakan pelarut a. Cara dingin



: Maserasi, Perkolasi



b. Cara panas



: Refluks, Soxhlet, Digesti, Infus, Dekok.



2. Ekstraksi dengan menggunakan uap (Destilasi uap) 3. Metode lain : ekstraksi berkesinambungan, superkritikal karbondioksida, ekstraksi ultrasonic, ekstraksi energy listrik. (Tim Dosen, 2018)



a. Metode Maserasi Maserasi adalah pemisahan zat target dengan zat sisa menggunakan prinsip sifat polaritas dimana akan ada pelarut yang sifat polaritasnya sesuai dengan zat target. Maserasi merupakan metode yang paling sederhana dalam pemisahan zat, yaitu dengan cara merendam bahan alam yang telah dikeringkan dalam suatu campuran pelarut (Pratiwi,2009) Keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan secara praktis serta menggunakan alat dan bahan sederhana serta dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak. Selain itu, senyawa dalam simplisia relatif terhindar dari perubahan kimia oleh senyawa-senyawa atau adanya pemanasan (Pratiwi,2009)



Pada ekstraksi dengan metode maserasi, bahan diekstraksi langsung sesuai dengan jam yang telah ditentukan, kemudian disaring dan pelarutnya diuapkan dengan rotary evaporator hingga tidak terdapat pelarut yang menetes b. Metode Maserasi Kinetika Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sebesarbesarnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986). Salah satu unsur dalam maserasi adalah pengadukan. Pada alat maserasi orbital shaker pengadukan memiliki satuan rpm (kecepatan putar). Selain itu, unsur lain yang berperan dalam proses maserasi ini adalah waktu. Diharapkan semakin lama sejumlah simplisia dimaserasi maka ekstrak yang didapat semakin banyak. Namun demikian waktu tetap perlu dibatasi, karena menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI (1986) apabila terlalu lama simplisia tersebut akan ditumbuhi mikroorganisme c. Metode Maserasi Ultrasonik Ini adalah metode maserasi yang dimodifikasi dimana ekstraksi difasilitasi dengan menggunakan ultrasound (pulsa frekuensi tinggi, 20 kHz). Ekstrak ditempatkan dalam botol. Vial ditempatkan dalam penangas ultrasonik, dan USG digunakan untuk menginduksi mekanik pada sel melalui produksi kavitasi dalam sampel. Kerusakan seluler meningkat pelarutan metabolit dalam ekstraksi pelarut dan meningkatkan hasil. Efisiensi ekstraksi tergantung pada frekuensi instrumen, dan panjang dan suhu sonikasi. Ultrasonication adalah jarang diterapkan untuk ekstraksi skala besar; itu adalah sebagian besar digunakan untuk awal ekstraksi dari sejumlah kecil bahan. Hal ini umumnya diterapkan untuk memfasilitasi ekstraksi metabolit intraseluler dari kultur sel tanaman. Penggunaan ultrasonik pada dasarnya menggunakan prinsip dasar yaitu dengan dengan mengamati sifat akustik gelombang ultrasonik yang dirambatkan melalui medium yang dilewati. Pada saat gelombang merambat, medium yang dilewatinya akan mengalami getaran. Getaran akan memberikan pengadukan



yang intensif terhadap proses ekstraksi. Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara bahan dengan pelarut sehingga akan meningkatkan proses ektraksi Keuntungan metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic: a. Mempercepat waktu ekstraksi b. Lebih efisien dalam penggunaan pelarut. c. Tidak ada kemungkinan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi menguap sampai kering.Berbeda halnya apabila menggunakan hot plate, terutama apabila menggunakan sedikit pelarut dalam proses peleburan atau pelarutan. d. Aman digunakan karena prosesnya tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel, dan senyawa-senyawa bahan yang digunakan. e. Meningkatkan ekstraksi lipid dan protein dari biji tanaman, seperti kedelai (misalnya tepung kedelai atau yg dihilangkan lemak) atau bibit minyak lainnya. Kekurangan dari metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonic: a. Membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena relatif mahal. b. Membutuhkan curing pada prosesnya.



d. Perkolasi Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati kolom. Serbuk simplisia dimasukkan kedalam perkolator, dengan cara mengalirkan cairan melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah untuk keluar ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam molom. Pembaharuan bahan pelarut secara terus-menerus sehingga memungkinkan berlangsungnya maserasi bertingkat. Kekurangan dari metode ini adalah tidak boleh digunakan pada ekstrak yang mengandung bahan yang bisa mengembang atau pati/amylum (Ansel, 1989). Kecuali dinyatakan lain, metode perkolasi dilakukan sebagai berikut: Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hatihati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam.



Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan diatas simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat. Peras massa, campurkan cairan perasan kedalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam sebuah bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung dari cahaya. Enap tuangkan atau saring. Perkolat disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 500C hingga konsistensi yang dikehendaki. Pada pembuatan ekstrak cair, 0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian, campur dengan perkolat pertama. Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol, dapat juga dilakukan dengan cara reperkolasi tanpa menggunakan panas (BPOM RI, 2010). e. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam simplisia dengan pelarut / solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu. Pelarut yang menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian masuk ke dalam campuran simplisia kembali, dan sebagian ada yang menguap (Depkes RI, 2000). f. Soxhlet Cara pembuatan ekstrak dengan metode soxhletasi dilakukan sebagai berikut: Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas atau karbon) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu (percolator). Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi didalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian



zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelatur murni berikutnya (Voight, 1984). BAB III PROSEDUR KERJA Alat dan bahan Alat : -



Erlenmeyer



-



Corong gelas



-



Gelas ukur



-



Aluminium foil



-



Timbangan analitik



-



Sudip



-



Batang pengaduk



-



Loyang



-



Rotavapor Bahan :



-



Serbuk rimpang kencur



-



Etanol 96%



-



Cab-o-sil



a. Metode Maserasi Masukkan ke bejana maserasi Tambahkan 1000ml etanol 96%, aduk Timbang 400g serbuk rimpang kencur



Hasil, ditambah 600ml etanol 96%, aduk Tutup bejana dengan alumunium, diamkan selama 24 jam, hasil disaring



Tampung filtrat



Diamkan selama 24jam, hasil disaring Residu ditambah 1200ml etanol 96%



Diamkan selama 24jam, hasil disaring Residu ditambah 1200ml etanol 96%



Tampung filtrat



Tampung filtrat



Filtrat yang terkumpul di rotavapor ad ±400ml Ratakan ekstrak kedalam loyang



n semalam ( sampai kering ), homogenkan dan simpan dalam wadah serta beri label identitas Taburkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak ( 20g ) ad rata



Prosedur Kerja 1. Ditimbang 400g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi. 2. Ditambahakan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi. 3. Hasil no. 2 ditambahkan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutu bagian mulut bejana dengan alumunium, dan diamkan selama 24jam. 4. Hasil maserasi no. 2 disaring. Tampung filtrat dan lakukan kebali maserasi dengan 1200ml etaol 96% pada residu selama 24 jam. 5. Disaring hasil maserasi no. 3. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan 1200ml etanol pada residu selama 24 jam. 6. Disaring kembali maserasi no.4. kumpulkan semua filtrat menjadi satu. 7. Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400ml.



8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu peguapan dengan penurunan tekanan higga volume tersisa ±400ml (tanda kaliberasi) dan pindahkan hasilnya kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada loyang. 9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit demi sedikit secara merata. Ekmudian diamkan selama semalam (sampai kering). 10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai) 11. Berikan label identitas pada wadah. 2. Metode Maserasi Kinetika



Masukkan ke bejana maserasiTambahkan 1000ml etanol 96%, aduk Timbang 400g serbuk rimpang kencur



Tutup bejana dengan alumunium, aduk pada kecepatan tertentu selamaHasil, 2jam,ditambah saring 600ml etanol 96%, aduk



Tampung filtrat



Aduk pada kecepatan tertentu selama 2jam, saring Residu ditambah 1200ml etanol 96%



Aduk pada kecepatan tertentu selama 2jam, saring Residu ditambah 1200ml etanol 96%Saring dan tampung filtrat



Ratakan ekstrak kedalam loyang Filtrat yang terkumpul di rotavapor ad ±400ml Saring dan tampung filtrat



mkan selama semalam. Homogenkan dan simpan dalm wadahTaburkan serta bericab-o-sil label identitas sebanyak 5% dari ekstrak ( 20g ) ad rata



Prosedur Kerja 1. Ditimbang 400 serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi. 2. Ditambahkan 1000ml etanol 96%, aduk sampai serbuk terbasahi



3. Hasil no. 2 ditambhakan 600ml etanol 96%, aduk sampai homogen, tutup bagian mulut bejana dengan alumunium, lakukan pengadukan pada kecepatan tertentu ( semua serbuk simplisia teraduk ) selama 2 jam ( catat kecepatan yang digunakan ) 4. Hasil maserasu pada no. 2 disaring. Tamung fltrat dan lakukan kembali maserasi kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang sama ( perlakuan no. 3 ) 5. Hasil maserasi pada no. 3 disarng. Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2 jam pada kecepatan yang sama ( perlakuan no. 3 ) 6. Disaring kembali maserasi no.4. Kumpulkan semua filtrat menjadi satu. 7. Keliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400ml. 8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan dengan penutunan tekanan hingga volume tersisa ±400ml (tanda kaliberasi) dan pindahkan hasilnya kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada loyang. 9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan sedikit demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering). 10. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai). 11. Berikan label identitas pada wadah.



b. Metode Maserasi Ultrasonik Masukkan ke bejana maserasi Timbang 50g serbuk rimpang kencur



Ulangi sebanyak 7 kali



Hasil, tutup mulut bejana dengan alumunium, masukkan ke bejana ultrasonik Ditambah 200ml etanol 96% pada masing – masing bejana , aduk



Getarkan selama 15menit



Masing – masing residu ditambah 200ml etanol 96% Hasil disaring dan tampung filtrat



Masing – masing residu ditambah 200ml etanol 96% Hasil disaring dan tampung filtrat Getarkan selama 15menit



Hasil disaring dan kumpulkan semua Filtrat filtrat yang terkumpul di rotavapor ad ±400ml Getarkan selama 15menit



mkan selama semalam. Homogenkan dan simpan dalam wadah serta beri label identitas Taburkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak ( 20g ) ad rata Ratakan ekstrak kedalam loyang



Prosedur Kerja 1. Ditimbang 50 g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi (Erlenmeyer 250 ml). 2. Ulangi perlakuan no. 1 sebanyak 7 kali. 3. Ditambahkan 200 ml etanol 96% pada masing-masing bejana maserasi (8 erlenmeyer), aduk sampai serbuk terbasahi.



4. Hasil no. 3 tutup bagian mulut bejana dengan aluminium, masukkan dalam bejana ultrasonic, dan digetarkan selama 15 menit. (catat getaran ultrasonik yang digunakan). 5. Hasil maserasi pada no. 4 disaring (8 erlenmeyer). Tampung filtrat dan lakukan kembali maserasi dengan getaran ultrasonik dengan 200 ml etanol 96% pada masingmasing residu (8 erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4). 6. Hasil maserasi pada no. 5 disaring. Tamping filtrate dan lakukan kembali maserasi dengan getaran ultrasonic dengan 200 ml etanol 96% pada masing-masing residu (8 erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4). 7. Disaring kembali maserasi no 6. Kumpulkan semua filtrate menjadi satu. 8. Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400 ml. 9. Filtrate yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu penguapan dengan penurunan tekanan hingga volume tersisa ± 400 ml (tanda kaliberasi) dan pindahkan hasilnya kedalam Loyang. Ratakan ekstrak pada Loyang. 10. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20 g) dengan ditaburkan sedikit demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam (sampai kering). 11. Homogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai).Berikan label identitas pada wadah. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL



Gambar 3. Proses Penyaringan Pembuatan



Gambar 4. Proses Pemekatan Pembuatan



ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia



ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia



galanga) dengan metode maserasi



galanga) dengan metode maserasi



perendaman.



perendaman.



Gambar 5. Proses Pengeringan Pembuatan



ekstraksi rimpang kencur ((Kaempferia galanga) dengan metode maserasi perendaman.



PEMBAHASAN Ekstraksi adalah pemisahan dari kandungan senyawa yang dibutuhkan di dalam bahan tanaman dengan menggunakan pelarut. Dalam kasus tanaman obat, prosedur ekstraksi terbagi menjadi dua kategori (Paroda, 1993). Pertama adalah dimana hasil ekstraksi cukup untuk mencapai batas yang ditetapkan dalam ekuilibrium konsentrasi antara komponen obat dan solusinya. Misalnya, tincture, rebusan, teh, dll. Kedua, apabila perlu untuk mengekstrak obat tersebut sampai habis, misal, sampai semua bahan pelarut yang diekstrak dikeluarkan oleh pelarut. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan air. Penyarian simplisia dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi (Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5). Pada praktikum kali ini, kami menggunakan metode maserasi. Metode maserasi sendiri terbagi menjadi 3, yaitu maserasi konvensional yang dilakukan secara sederhana dengan perendaman ekstrak dalam 24 jam, maserasi kinetika yaitu dengan pengadukan, dan maserasi ultrasonic . Metode maserasi ini baik untuk bahan uji (ekstrak Kaempferia galanga) yang tidak tahan pemanasan. Pada praktikum kali ini, kelompok kami membuat ekstrak rimpang kencur (Kaemferia galanga) dengan metode maserasi konvensional atau maserasi perendaman yang dilakukan dengan cara perendaman ekstrak selama 24jam. Metode ini tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat digunakan untuk ekstrak yang mengandung minyak atsiri seperti kencur. Pelarut ekstraksi yang digunakan adalah etanol karena etanol dapat menarik zat-zat pada ekstrak baik yang polar maupun non polar. Waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi yaitu 3 hari agar zat-zat yang ada pada serbuk kencur tertarik secara maksimal, dengan cara cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh zat aktif. Karena adanya pertemuan antara zat aktif dan penyari itulah terjadilah proses pelarutan dimana zat aktif akan larut dalam penyari, sehingga penyari yang berada di luar sel yang belum terisi zat aktif akan terjadi difusi karena adanya perbedaan konsentrasi zat aktif yang ada di dalam dan di luar sel. Larutan



yang terpekat akan di desak keluar untuk mencapai keseimbangan konsentrasi (jenuh). Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai. Setelah proses ektraksi selesai, kemudian ekstrak dipekatkan dengan rotavapor sampai 400ml. Tujuannya untuk memisahkan pelarut yang mudah menguap maupun tidak dengan ekstrak tersebut. Kemudian ekstrak dituang ke loyang dan ditaburi cab-o-sil sebanyak 5% dar berat serbuk. Cab-o-sil bertujuan sebagai eksipien (bahan tambahan) agar ekstrak membentuk sediaan yang lebih baik. Hasil rendemen kelompok kami 8,47%. Jumlah memenuhi syarat di Farmakope Herbal yaitu tidak kurang dari 8,3%. Berat ekstrak kelompok kami adalah 53,88 gram. Jika dibandingkan dengan % rendemen kelompok maserasi kinetika pada kelompok 2,4, dan 8 yaitu 9.45%, 8.73%, 7.87%, kelompok dengan maserasi kinetika memiliki % rendemen lebih besar daripada kelompok dengan maserasi konvensional atau perendaman. Itu terjadi karena maserasi kinetika dilakukan dengan cara pengadukan pada kecepatan tertentu selama 2 jam, diaduk sebanyak 3x sehingga zat yang tertarik pada pelarut lebih banyak. Kelompok dengan maserasi konvensional atau perendaman lain yaitu kelompok 1, 3, 5, 6 diperoleh % rendemennya 8.90%, 8.40%, 8.84%, 7.73%. Kelompok lain juga sudah memebuhi persyaratan di Farmakope Herbal kecuali kelompok 6. Itu bisa terjadi karena banyak ekstrak yang tertinggal pada saat ekstraksi karena pembersihan kurang. Maserasi dengan ultrasonik di kelas kami tidak dilakukan dikarenakan alatnya rusak. PERHITUNGAN Berat ekstrak : 400 gram Berat cab-o-sil : 20 gram % rendemen :



(53.88 g−20 g) x 100 % 400 g =



33.88 g x 100 % 400 g



= 8.47%



1 (P)



2 (K)



3 (P)



4 (K)



5 (P)



6 (P)



7 (P)



8 (K)



9 (P)



8.90%



9.45%



8.40%



8.73%



8.84%



7.73%



8.47%



7.87%



9.05%



BAB V KESIMPULAN Proses pembuatan ekstrak rimpang kencur (Kaemferia galanga) dengan metode maserasi konvensioanl atau perendaman kelompok 7 diperoleh hasil % rendemen 8.47%. Itu berarti telah memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Herbal tidak kurang dari 8.3%.



Daftar Pustaka Barus R, 2009, Amidasi p-metoksinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galangal, L) [Tesis], Sumatera Utara, Program Pascasarjana USU. Winarto, W. P., 2007, Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, 152- 153, Jakarta, Karyasari Herba Media. Soeparto. S.1986. Jamu Jawa Asli. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Rosita. S. M. D. O. Rostiana dan W. Haryudin.2006. Respon Kencur (Kaempferia Galanga Linn) Terhadap Pemupukan. Prosiding Seminar Nasional dan Pemeran Tumbuhan obat Indonesia XXVIII Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi sinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya Jani.1993.Uji Aktifitas Tabir Matahari Senyawa Para Metoksi Transinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga Linn). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas. Surabaya Afriastini.J.J. 1990. Bertanam Kencur. Wakarta Penebar Swadaya. Jakarta Pratiwi, Endah. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (burm.f.) Nees). Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986 Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Jakarta: UI-Press. Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 561, 577, diterjemahkan oleh Soewandi, N. S., dan Widianto, B. M., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta



LAPORAN 2 PENENTUAN PARAMETER MUTU EKSTRAK Kaempferia galangal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekstrak sebagai hasil atau produk proses iptek kefarmasian yang selanjutnya diberi landasan iptek kedokteran. sebenarnya dapat dipandang juga sebagai inovator dan motivator iptek pertanian. Produk hasil pertanian tumbuhan obat tidak saja menjadi dan sampai pada bentuk simplisia, namun juga sampai pada bentuk ekstrak sebagai komoditi agrobisnis, melalui industri ekstrak. Untuk mencapai suatu ekstrak yang dikehendaki sebagai produk unggulan,



tentu



saja



selanjutnya



memacu



iptek



pertanian



untuk



meneliti



dan



mengembangkan konsep tumbuhan obat unggulan, sebagai bahan baku ekstrak (Depkes RI, 2000 ). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, danderajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus. Disamping memperhatikan sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia harus juga diperhatikan senyawasenyawa lain yang terdapat dalam simplisia seperti protein, karbohidrat, lemak dan gula, karena senyawa ihi akan mempengaruhi tingkat kejenuhan pelarut sehingga akan berpengaruh pula pada proses pelarutan senyawa aktif. Keajegan kadar



senyawa aktif merupakan syarat mutlak mutu ekstrak yang diproduksi. Oleh sebab itu setiap ekstrak harus distandardisasi (Depkes RI, 2000 ). Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai paramater standar umum dan parameter standar spesifik. Pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta mel1ndungi konsumen untuk tegaknya trilogi "mutu-keamanan-manfaat". Pengertian standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg) dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu(Depkes RI, 2000 ). 1.2 Tujuan Mahasiswa mampu menentukan parameter standar mutu ekstrak Kaempferia galanga. 1.3 Manfaat Diharapkan laporan ini dapat menambah ilmu dan wawasan bagi pembaca mengenai penentuan parameter mutu ekstrak Kaempferia galanga. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi tanaman kencur Kencur ( Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis empon – empon/ tanaman obat yang tergolong dalam suku temu – temuan ( Zingiberaceae ). Rimpang atau rizoma tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan. Kencur ( Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada didalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rhizoma ( Barus, 2009 ).



Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah dengan jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 – 12 cm dengan lebar 8 – 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa tulang tulang induk daun yang nyata (Backer,1986). Sistematika dan klasifikasi tanaman kencur (Rukmana, 1994) Divisio



: Spermatophyta



Subdivisio



: Angiospermae



Class



: Monocotyledonae



Ordo



: Zingiberales



Famili



: Zingiberaceae



Genus



: Kaempferia



Spesies



: Kaemferia galanga L.



Bagian yang sering digunakan adalah rimpangnya yang mempunyai aroma yang sangat khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan jenis zingiberaceae lain kencur banyakl digunakan dalam berbagai ramuan obat tradisional, seperti obat batuk, disentri, mask angin, sakit perut, penambah nafsu makan, dan lain – lain. Kandungan kimia dari rimpang kencur adalah pati, mineral, flavanoid, alkaloid, dan minyak atsiri di dalam rimpang kencur banyak digunakan dalam industri kosmetika dan dimanfaatkan sebagai antijamr ataupun anti bakteri ( Ketaren, 1985 ).



2.2 Kandungan Kimia dari Kencur Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini,1990 yaitu (1) etil sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan (6) parafin



Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari kencur (Afriastini,1990). Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%). Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil para metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah,1997 dan Jani, 1993). Menurut Geuenther ( 1987 ), komponen minyak atsiri digolongkan menjadi 4 kelompok besar, yaitu terpen yang ada hubngannya dengan isopren, persenyawaan berantai lurus tidak mengandung rantai cabang, turunan benzena dan bermacam – macam persenyawaan lain, msalnya turunan alkohol aldehid keton contohnya a. Alkohol



: lenoleol, borneol, sineol, uegenol, fenol, etil alkohol



b. Aldehid



: benzaldehid, anisaldehid, sennamaldhid, setral



c. Keton



: kamfor, methon, asetofenon, periperiton



2.3 PARAMETER DAN METODE UJI EKSTRAK A. PARAMETER NON SPESIFIK 1. SUSUT PENGERINGAN DAN BOBOT JENIS 1. PARAMETER SUSUT PENGERINGAN PENGERTIAN DAN PRINSIP Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan(Depkes RI, 2000 ). NILAI Minimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan kontaminasi(Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2g dan dirnasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 1 O mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silika pengering yang telah ditimbang seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silika tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap(Depkes RI, 2000 ). 2. PARAMETER BOBOT JENIS



PENGERTIAN DAN PRINSIP Adalah masa per satuan volume pada suhu kamartertentu(25°C) yang ditentukan dengan alat khusus piknometeratau alat lainnya (Depkes RI, 2000 ). TUJUAN -



Memberikan batasan tentang besarnya masa per satuanvolume yang merupakan parameter khusus ekstrak cairsampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang.



-



Memberikan gambaran kandungan kimia terlarut(Depkes RI, 2000 ).



NILAI Minimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan kontaminasi(Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C. Atur hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20°C, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25°C, buang kelebihan ekstrak cair dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25°C(Depkes RI, 2000 ). 3. KADAR AIR PARAMETER KADAR AIR : PENGERTIAN DAN PRINSIP Pengukurankandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetri(Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan(Depkes RI, 2000 ). NILAI Maksimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait kontaminasi(Depkes RI, 2000 ).



dengan kemurnian



dan



PROSEDUR (1) Cara Titrasi Pereaksi dan larutan yang digunakan peka terhadap air, hingga harus dilindungi dari pengaruh kelembaban udara.Pereaksi Karl Fischer disimpan dalam botol yang diperlengkapi dengan buret otomatik. Untuk melindungi dari pengaruh kelembaban udara, buret dilengkapidengan tabung pengering. Labu titrasi kapasitaslebih kurang 60 ml, dilengkapi dengan 2 elektroda platina, sebuah pipa pengalir nitrogen, sebuah sumbat berlubang



untuk



ujung



buret



dan



sebuah



tabung



pengering.



Zat



yang



diperiksadimasukkan ke dalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiridari baterai kering 1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variabel lebih kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian rupa sehingga arus utama yang cocok yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setelah setiap kali penambahan pereaksi Karl Fischer, penunjuk mikroammeter menyimpangakan tetapi segera kembali ke kedudukansemula. Padatitik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih lama. Untuk senyawa-senyawa yang melepaskan air secara perlahan-lahan, maka pada umumnya dilakukan titrasi tidak langsung. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi maka penetapan kadar air dilakukan dengan titrasi langsung(Depkes RI, 2000 ). Cara penetapan Titrasi langsung Kecuali dinyatakan lain, masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat sejumlah zat yang ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 10 mg sampai 50 mg air, ke dalam labu titrasi, aduk selama 1 menit. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang telah diketahui kesetaraan airnya. Hitung jumlah air dalam mg dengan rumus : VxF



V adalah volume pereaksi Karl Fischer pada titrasi kedua, F adalah faktor kesetaraan air (Depkes RI, 2000 ). Titrasi tidak langsung Masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi dari Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat sejumlah zat yang ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 1 O mg sampai 50 mg air, campur. Tambahkan pereaksi Karl Fischer berlebihan dan yang diukur saksama, biarkan selama beberapawaktu hingga reaksi sempurna. Titrasi kelebihan pereaksi dengan larutan baku air-metanol. Hitung jumlah dalam mg, air, dengan rumus : FV1 -aV2 F adalah faktor kesetaraan air pereaksi Karl Fischer, V1 adalah volume dalarn ml pereaksi Karl Fischer yang diukur saksama, a adalah kadar air dalam mg tiap ml dari larutan baku air-metanol dan V2 adalah volume dalam ml larutan baku airmetanol(Depkes RI, 2000 ). Pereaksi Pereaksi Karl-Fischer. Larutkan 63 g jodium P dalam 100 ml piridina mutlak P, dinginkan dalam es, alirkan belerang dioksida P hingga bobot bertambah 32,3 g sambil dilindungi dari pengaruh kelembaban udara. Tambahkan metanol mutlak P secukupnya hingga 500 ml, biarkan selama 24 jam. Lakukan pembakuan sebagai berikut: Masukkan lebih kurang 20 ml metanol mutlak P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer tanpa mencatat volume yang digunakan. Masukkan air yang ditimbang saksama sejumlah yang cocok. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Hitung kesetaraan air dalam mg tiap ml pereaksi. Pereaksi Karl Fischer harus dibakukan segera sebelum digunakan. Pereaksi Karl Fischer harus disimpan di lemari pendingin pada suhu antara 2°C dan 8°C, terlindung dari cahaya, 1 ml pereaksi Karl Fischer segar setara dengan lebih kurang 5 mg air.(Depkes RI, 2000 ). Larutan baku air-metanol Encerkan 2 ml air dengan metanol P secukupnya hingga 1.000,0 ml. Titrasi 25,0 ml larutan dengan pereaksi Karl Fischer. Hitung kadar air dalam mg tiap ml dengan rumus:



VF . 25 V adalah volume dalam ml pereaksi Karl Fischer, F adalah faktor kesetaraan air. Ekstrak yang sulit diaduk seperti ekstrak kental tidak dapat ditetapkan dengan cara ini (Depkes RI, 2000 ).



(2) Cara destilasi Alat Sebuah labu 500 ml (A) dihubungkan dengan pendingin air batik (C) dengan pertolongan alat penampung (B). Tabung penerima 5 ml (E), berskala 0, 1 ml. Pemanas yang digunakan sebaiknya pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas minyak. Bagian atas labu tabung penyambung (D) sebaiknya dibungkus dengan asbes (Depkes RI, 2000 ). Pereaksi Toluen. Sejumlah toluen P, kocok dengan sedikit air, biarkan memisah, buang lapisan air suling (Depkes RI, 2000 ). Cara penetapan Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilasi dengan air, keringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu kering masukkan sejumlah ekstrak yang ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Jika ekstrak berupa ekstrak kental. timbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan leher labu. Untuk ekstrak yang dapat menyebabkan gejolak mendadak, tarnbahkan pasir kering yang telah dicuci secukupnya hingga mencukupi dasar labu atau sejumlah tabung kapiler, panjang lebih kurang 100 mm yang salah satu ujungnya tertutup. Masukkan lebih kurang 200 ml toluen ke dalam labu, hubungkan alat. Tuang toluen ke dalam tabung penerima (R) melalui alat pendingin. Panaskan labu hatihati selama 15 menit. Setelah toluen mural mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat temoaga dan lebih dibasahi dengan toluen. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung penerima pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada pendingin tabung penerima, gosok dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluen hingga tetesan air turun. Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca volumeair. Hitung kadar air dalam persen (Depkes RI, 2000 ). (3) Metode Gravimetri



Masukkan lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang saksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturutturuttidak lebih dari 0,25%. Penetapan kadar air dengan metode ini tidak sesuai untuk ekstrak yang mempunyai kandungan minyak atsiri tinggi. Dalam hal demikian metode ini lebih tepat disebut penetapan susut pengeringan (Depkes RI, 2000 ). 4. KADAR ABU PARAMETER KADAR ABU PENGERTIAN DAN PRINSIP



Bahan dipanaskan pada temperatur dimana



senyawaorganik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik(Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. NILAI Maksimal atau rentang yang diperbolehkan. Terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR (1) Penetapan Kadar Abu Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000 ).



(2) Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000 ). 5. SISA PELARUT PARAMETER SISA PELARUT PENGERTIANDAN



PRINSIPMenentukan



kandungan



sisa



pelarut



tertentu



(yangmemang ditambahkan) yang secara umum dengankromatografi gas. Untuk ekstrak cair berarti kandunganpelarutnya, misalnya kadar alkohol(Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan jumlah pelarut (alkohol) sesuai dengan yang ditetapkan(Depkes RI, 2000 ). NILAI Maksimal yang diperbolehkan, namun dalam hal pelarut berbahaya seperti kloroform nilai harus negatif sesuai batas deteksi instrumen. Terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR (1) Cara Destilasi (Penetapan Kadar Etanol) Kecuali dinyatakan lain dalam masingmasing monografi, lakukanpenetapan dengan cara destilasi. Cara ini sesuai untuk penetapansebagian besar ekstrak cair dan tingtura asalkan kapasitas labudestilasi cukup (umumnya 2 sampai 4 kali cairan yang akandipanaskan) dan kecepatan destilasi diatur sedemikian sehingga diperoleh destilat yang jernih. Destilat yang keruh dapat dijernihkan dengan pengocokan menggunakan talk P atau kalsium karbonat P, saring, setelah itu suhu filtrat diatur dan kandungan etanol ditetapkan dari bobot jenis. Lakukan semua pekerjaan dengan hati-hati untuk mengurangi kehilangan etanol oleh penguapan. Untuk mencegah buih yang mengganggu dalam cairan selama destilasi. tambahkan asam kuat seperti asam fosfat P, asam sulfat P atau asam tanat P atau cegah dengan penambahan larutan kalsium klorida P



sedikit berlebih, atau sedikit parafin P atau minyak silikon sebelum destilasi. Cegah gejolak selama destilasi dengan penambahan keping - keping berpori dari bahan yang tidak larut seperti silikon karbida P, atau manik-manik. Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol 30% atau kurang. Pipet tidak kurang dari 25 ml cairan uji ke dalam alat destilasi yang sesuai, catatdestilasi hingga diperoleh destilat lebih kurang 2 ml lebih kecil dari volume cairan uji yang dipipet. Atur suhu destilat hingga sama dengan suhu pada waktu pemipetan. Tambahkan air secukupnya hingga volume sama dengan volume cairan uji. Destilatjemih atau keruh lemah dan hanya mengandung lebih dari sesepora sisa zat mudah menguap lainnya. Tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25°C seperti yang tertera pada Penetapan Bobot Jenis. Hitung persentase dalam volume dari etanol dalam cairan menggunakan Tabel Bobot Jenis dan Kadar Etanol. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol lebih dari 30%, lakukan menurut cara di atas, lebih kurang dua kali volume cairan uji. Kumpulkan destilat hingga lebih kurang 2 ml lebih kecil dari dua kali volume cairan uji yang dipipet, atur suhu sama dengan cairan uji (Depkes RI, 2000 ). Tambahkanair secukupnya hinggavolume dua kali volume cairan uji yang dipipet, campur, dan tetapkan bobot jenis. Kadar etanol dalam volume destilat, sama dengan setengah kadar etanol dalam cairan uji etanol atau kurang. Pipet 25 ml cairan uji, masukkan ke dalam corong pisah, tambahkan air volume sama. Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan 25 ml heksana P dan kocok untuk mengekstraksi zat mudah menguap lain yang mengganggu. Pisahkan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 ml heksana P. Ekstraksi kumpulan larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan 10 ml larutan jenuh natrium klorida P. Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat hingga sejumlah volume mendekati volume cairan uji semula. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol lebih dari 50% encerkan cairan uji dengan air hingga kadar etanol lebih kurang 25%, kemudian lanjutkan menurut cara di atas mulai dari "Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P. Jika hanya mengandung sedikit minyak atsiri dan hasil destilasi keruh, perlakuan dengan pelarut heksana P seperti di atas tidak dilakukan,destilat dapat dijemihkan dan dapat digunakan untuk penetapan bobot jenis dengan mengocok dengan



heksana P lebih kurang seperlima bagian volume atau dengan penyaringan melalui lapisan tipis talk (Depkes RI, 2000 ). (2) Cara KromatografiGas-Cair Alat kromatografi gas dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dankolom kaca 1,8 m X 4 mm berisi fase diam 53 dengan ukuran partikel 100 mesh hingga 120 mesh. Gunakan nitrogen P atau helium Psebagaigas pembawa. Sebelum digunakan kondisikan kolom semalam padasuhu 235°C alirkan gas pembawa dengan laju aliran lambat. Aturaliran gas pembawa dan suhu (lebih kurang 120°C) sehingga bakuinternal asetonitril tereluasi dalam waktu 5 menit sampai 10 menit(Depkes RI, 2000 ). Larutan Larutan baku I. Encerkan 5,0 ml etanol mutlak P dengan air hingga250,0 ml.Larutan baku internal. Encerkan 5,0 ml asetonitril P dengan air hinggakadar etanol lebih kurang 2% v/v. Larutan uji II. Pipet masing-masing 10 ml larutan uji I dan larutanbaku internal ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan airsampai tanda, Larutan baku II. Pipet masing-masing 10 ml larutan baku I dan larutanbaku internal ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan airsampai tanda. Prosedur. Suntikkan masing-masing 2 kali, lebih kurang 0,5 ml larutanuji II dan larutan baku II ke dalam kromatograf. rekam kromatogram dan tetapkan perbandingan respons puncak. Hitung persentase etanol dalam contoh dengan rumus:



D adalah faktor pengenceran larutan uji I; Ru dan Rs berturut-turut adalah perbandingan respons puncak etanol dan asetonitril dalamlarutan uji II dan larutan baku II. Uji kesesuaian sistem. Pada kromatogram yang sesuai , faktor resolusi, R, tidak kurang dari 2, dan simpangan baku relatif perbandingan respons puncak etanol dan baku internal pada enam kali penyuntikan ulang larutan baku II tidak lebih dari 4,0%. Faktor ikutan puncak etanol tidak lebih dari 1,5 (Depkes RI, 2000 ). 6. RESIDU PESTISIDA



PARAMETER SISA PESTISIDA PENGERTIAN DAN PRINSIP Menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin sajapernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahansimplisia pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000 ). TUJUANMemberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandungpestisida melebihi nilai yang ditetapkan karenaberbahaya (toksik) bagi kesehatan(Depkes RI, 2000 ). NILAI Maksimal atau rentang yang diperbolehkan.Terkait dengan kontaminasi sisa pertanian(Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR Berdasarkan besamya frekuensi penggunaan pestisida di Indonesia danpersyaratan yang sering diminta oleh importir luar negeri terhadap eksporbahan obat tradisional, maka metode analisis yang digunakan adalahuntuk multiresidu pestisida organoklor dan organofosfat menurutMetode Pengujian Residu Pestisida Dalam Hasil Pertanian dari



KomisiPestisida



Departemen



Pertanian



1997



(Lampiran



4)



dengan



modifikasisebagai berikut: (1) Jika kandungan kimia pengganggu analisis yang bersifat non polar relatif kecil seperti pada ekstrak yang diperoleh dengan penyari airatau etanol berkadar kurang dari 20%, analisis dapat dilakukansecara semi kuantitatif menggunakan metode kromatografi lapistipis secara langsung tanpa melalui tahap pembersihan lebih dahuluatau menggunakan kromatografi gas jika tidak terdapat kandungankimia dengan unsur N seperti klorofil, alkaloid dan amina non polarlain. (2)



Ekstrak



yang



diperoleh



dengan



pelarut



etanol



berkadar



tinggi



dan



tidakmengandung senyawa nitrogen non polar dapat dicoba menggunakanmetode kromatografi lapis tipis atau kromatografi gas secara langsungtanpa pembersihan. Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknyakandungan kimia pengganggu maka harus dilakukan pengujian sesuaimetode baku. Agar memudahkan penelusuran kembali jika adamasalah analisis maka penomoran dan perincian terhadap analisisdisesuaikan dengan buku aslinya(Depkes RI, 2000 ). 7. CEMARAN LOGAM BERAT PARAMETER CEMARAN LOGAM BERAT



PENGERTIAN DAN PRINSIP Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopiserapan atom atau lainnya yang lebih valid (Depkes RI, 2000 ). TUJUANMemberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandunglogam berat tertentu (Hg, Pb, Cd dll.) melebihi nilai yangditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan(Depkes RI, 2000 ). NILAI Maksimal atau rentang yang diperbolehkan(Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa cemaran logamyang dengan ion sulfida menghasilkan warna pada kondisi penetapan,tidak melebihi batas logam berat yang dipersyaratkan, dinyatakandalam % (bobot) timbal dalam zat uji, ditetapkan dengan membandingkansecara visual seperti yang tertera pada pembandingan visual dalamSpektrofotometri dan Hemburan Cahaya dengan pembanding Larutanbaku timbal. Tetapkan jumlah logam berat menggunakan Metode I,kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Metode Idigunakan untuk zat yang pada kondisi penetapan memberikan larutanjernih dan tidak berwarna. Metode Ill digunakan untuk za tyangpada kondisi Metode I tidak menghasilkan larutan jernih dan tidakberwarna, atau untuk zat yang karena sifat alam yang kompleks,menganggu pengendapan logam oleh ion sulfida, atau untuk minyak digestibasah, hanya digunakan bila Metode I dan Metode Ill tidak dapatdigunakan (Depkes RI, 2000 ). Pereaksi khusus Larutan persediaan timbal (II) nitrat. Larutkan 159,8 timbal (II) nitrat Pdalam100 ml air yang telah ditambah 1 ml asam nitrat P, kemudian encerkandengan air hingga 1000 ml. Buat dan simpan larutan ini dalam wadah kacayang bebas dari garam-garam timbal yang larut(Depkes RI, 2000 ). Larutan baku timbal. Buat larutan segar dengan mengencerkan, 10,0 ml(Depkes RI, 2000 ). Larutan persediaan timbal (II) nitrat dengan air hingga 100 ml. Tiap ml(Depkes RI, 2000 ). Larutan baku timbal setara dengan 10 mg timbal. Larutan pembanding



yang dibuat dari 100 ml Larutan beku timbal dalam 1 g zat uji setara dengan 1 bagian timbal persejuta(Depkes RI, 2000 ). Metode I Larutan baku. Pipet 2 ml Larutan baku timbal (20 μg Pb) ke dalam tabung pembanding warna 50 ml dan encerkan dengan air hingga 25 ml Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam asetat 1 N atau amoniun hidroksida 6 N menggunakan indikator kertas pH pendek sebagai indikator eksternal, encerkan dengan air hingga 40 ml, campur.Larutan uji. Ke dalam tabung pembanding 50 ml masukkan 25 ml larutan uji, atau larutkan dan encerkan dengan air hingga 25 ml sejumlah zat ujidalam g yang dihitung dengan rumus : 2,0 1000 L



L adalah batas Logam berat dalam persen. Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam asetat 1 N atau amonium hidroksida 6 N menggunakankertas indikator pH rentang pendek sebagai indikator eksternal, encerkandengan air hingga 40 ml, campur (Depkes RI, 2000 ). Larutan monitor. Masukkan 25 ml larutan yang dibuat sama sepertiLarutanuji ke dalam tabung pembanding warna 50 ml, dan tambahkan 2,0 mlLarutan baku timbal. Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam asetat 1N atau amonium hidroksida 6 N menggunakan kertas indikator pH rentangpendek sebagai indikator eksternal, encerkan dengan air hingga 40 ml,campur (Depkes RI, 2000 ). Prosedur: Ke dalam tiap tabung dari 3 tabung yang masing-masing berisi Larutanbaku, Larutan uji dan Larutan monitortambahkan 1 O ml hidrogen sulfidaLP yang dibuat segar, campur, diamkan selama 5 menit. Amati permukaandari atas pada dasar putih: warna yang terjadi pada Larutan ujitidak lebihgelap dari warna yang terjadi pada Larutan baku, dan intensitas warnapada Larutan monitor sama atau lebih kuat dari Larutan baku.(Catatan Bila warns pada Larutan monitor /ebih muda dari warna



Larutanbaku, gunakan Metode Ill sebagai ganti Metode I untuk zat uji.)(Depkes RI, 2000 ). Metode II Larutan baku timbal 2 bpj. Pipet 20 ml Larutan baku timbal (200 μg, Pb),encerkan dengan air hingga 100 ml. Larutan baku timbal 1 bpj Pipet 10 ml Larutan baku timbal (100 μg Pb),encerkan dengan air hingga 100 ml. Larutan uji. Lakukan seperti pada Metode I. Prosedur: Pada 12 ml Larutan uji tambahkan 2 ml dapar asetat pH 3,5, campur.tambahkan 1,2 ml tioasetamida LP dan diamkan selama 2 menit. Warnacoklat yang terjadi tidak lebih intensif dari campuran 10 ml Larutan bakutimbal 1 bpj atau Larutan baku timbal 2 bp] dan 2 ml Larutan uji yangdiperlakukan sama (Depkes RI, 2000 ). Metode Ill Larutan beku. Buat seperti yang tertera pada MetodeI.Larutan uji. Gunakan sejumlah zat uji, dalam g, yang dihitung denganrumus : 2,0 1000 L L adalah batas Logam berat dalam persen. Masukkan sejumlah zat yang telah ditimbang ke dalam krus yang membasahi, dan pijarkan hati-hati pada suhu rendah hingga mengarang. Selama pemijaran krus tidak bolehditutup rapat. Pada bagian yang telah mengarang tambahkan 2 ml asamnitrat P dan 5 tetes asam sulfat P, panaskan hati-hati hingga asapputih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu500°C hingga600°C sampai arang habis terbakar. Dinginkan, tambahkan 4 ml asam



klorida6 N, tutup, digesti di atas tangas uap selama 15 menit, buka dan



uapkanperlahan-lahan di atas tangas uap hingga kering. Basahkan sisa dengansatu tetes asam klorida P, tambah 10 ml air panas, dan digesti selama 2menit. Tambahkan amonium hidroksida 6 N tetes demi tetes, hinggalarutan bereaksi basa terhadap kertas lakmus, encerkan dengan airhingga 25 ml, dan atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam asetat 1 N,menggunakan kertas indikator pH rentang pendek sebagai indikatoreksternal. Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 ml



air.Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna 50 ml,encerkan dengan air hingga40 ml, campur (Depkes RI, 2000 ). Prosedur: Ke dalam tiap tabung yang masing-masing berisi Larutan baku dan Larutanuji, tambahkan 10 ml hidrogen sulfida LP yang dibuat segar, campur,diamkan selama 5 menit dan amati permukaan dari atas pada dasar putih;warna yang terjadi pada Larutan uji tidak lebih gelap dari Larutan baku(Depkes RI, 2000 ).



Metode IV Masukkan sejumlah ekstrak (tidak lebih dari 2 g) ke dalam krus silika dan 4 ml larutan magnesium sulfat P 25% dalam asam sulfat 2 N. Aduk dengan batang pengaduk kaca kecil dan panaskan hati-hati. Jika campuran berbentuk cairan, uapkan perlahan-lahan pada suhu tidak lebih dari 800°C, dan lanjutkan pemanasan liir,gga sisa cerwarna putih atau keabu-abuan. Biarkan dingin, basahkan sisa dengan 0,2 ml asam sulfat 2 N uapkan, pijarkan kembali dan biurk;;ifl rlingin. ;_arr,a pemijaran tidak boleh lebih dari 2 jam. Larutkan sisa dalarr. 5 ml asam lorida 2 N tambahkan lagi 5 ml asam klorida 2 N. Tambahkan 0,1 ml fenv1f..~1ein LP dan amonium hidroksida 13 N tetes demi tetes hingga berwarna merah muda. Dinginkan, tambahkan asam asetat glasial P hingga larutan tidak berwarna, dan tambahkan lagi 0,5 ml. Saring jika perlu dan encerkan larutan dengan air hingga 20 ml. Ke dalam 12 ml larutan di atas, tambahkan 2 ml dapar asetat pH 3,5 campur, tambahkan 1-2 ml sebaiknya dengan lempeng pemanas pada suhu tidak lebih dari 120°c sampai mulai pengarangan Oika diperlukan penambahan asam sulfat P untuk membasahi spesimen secara sempurna, tambahkan hati-hati melalui kondensor, tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari 10 ml). Setelah zat uji terurai oleh asam, tambahkan hati-hati melalui pendingin, tetes demi tetes hidrogen peroksida P, biarkan reaksi reda dan panaskan lagi diantara penetesan (tambahkan beberapa tetes pertama dengan sangat hati-hati dengan pencampuran yang cukup, untuk mencegah reaksi yang cepat; hentikan



pemanasan jika terjadi buih berlebihan). Jika reaksi telah reda, panaskan hati-hati, goyang labu sesekali untuk mencegah zat melekat pada dinding dasar labu yang kontak dengan pemanas. Pertahankan kondisi oksidasi selama digesti dengan penambahan sedikit hydrogen peroksida apabila campuran menjadi coklatatau hitam. Lanjutkan digesti sampai zat organik terurai, dan kemudian refluks campuran selama 1 jam. Hentikan sirkulasi air pendingin, danpanaskan hingga terjadi asap putih belerang trioksida berlebih dan larutanmenjadi tidak berwama atau sedikit kekuningan. Dinginkan, dan tambahkan 10 ml air hati-hati melalui kondensor,sambil menggoyangkan



labu.



Panaskan



kembali



hingga



terjadi



uap



putih.



Dinginkan,tambahkan15 ml air hat - hati. Lepaskan pendingin, bilas dinding labu sebelah dalam dengan beberapa ml air hingga diperoleh volume 35 ml. Tambahkan 1 ml Larutan kalium permanganat, didihkan selama beberapa detik, dan dinginkan (Depkes RI, 2000 ). Prosedur: Lakukan seperti yang tertera pada Prosedur dalam Metode II (Depkes RI, 2000 ). 8. CEMARAN MIKROBA PARAMETER CEMARAN MIKROBA PENGERTIAN DAN PRINSIP Menentukan



(identifikasi)



adanya



mikroba



yang



patogen



secara



analisis



mikrobiologis(Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak mengandungmikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkankarena berpengaruh pada stabilitas ekstrak danberbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000 ). NILAI Maksimal atau rentang yang diperbolehkan (Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR (1) Uji Angka Lempeng Total Pengertian dan prinsip



Pertumbuhan



koloni



bakteri



aerob



mesofil



setelah



cuplikan



diinokulasikanpada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhuyang sesuai (Depkes RI, 2000 ).



Media Dan Pereaksi Media Plate Count Agar (PCA) Pereaksi Pepton Dilution Fluid (PDF) Fluid Casein Digest Soy Lecithin Polysorbate (FCDSLP) Minyak mineral (Parafin cair) Tween 80 dan 20. Peralatan Khusus Stomacher atau blender Alat hitung koloni. (Depkes RI, 2000 ). Prosedur Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing-masing telah diisidengan9 ml pengencer PDF. Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contohdipipet pengenceran 10·1 sebanyak 1 ml ke dalam tabung yang berisipengencer PDF pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dandikocok hingga homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 mlke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15-20 ml media PCA(45 ± 1°). Segera cawan petri digoyang dan diputar sedemikian rupa hinggasuspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media danpengencer dibuat uji kontrol (blangko). Pada satu cawan hanya diisi 1 mlpengencer dan media agar, dan pada cawan yang lain diisi pengencer danmedia. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam



dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuhdiamati dan dihitung (Depkes RI, 2000 ). Perhltungan Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloniantara 30300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung laludikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinvatakan sebagai AngkaLempeng Total dalam tiap gram contoh. Bila ditemui jumlah koloni kurangdari 30 atau lebih dari 300, maka diikuti petunjuk sebagai berikut : ( 1) Bila hanya salah satu di antara kedua cawan yang menunjukkan Jumlah antara 30-300 koloni, dihitung rata-rata dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran. (2) Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 30-300 koloni, maka dihitung jumlahkoloni dan dikalikan faktor pengenceran kemudian diambil angka rata-rata.Jika pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapati jumlahkoloni lebih besar dari dua kali jumlah koloni yang seharusnya, makadipilih tingkat pengenceran terendah (misal pada pengenceran 10·2diperoleh 140 koloni dan pada pengenceran 10-3 diperoleh 32koloni, maka dipilih jumlah koloni pada tingkat pengenceran 10-2 (3) Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkanjumlah antara 30-300 koloni, maka dicatat angka sebenamya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai AngkaLempeng Total Perkiraan (4) Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukandisebabkan karena faktor inhibitor, maka Angka Lempeng Totaldilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceranterendah. (5)



Bila



jumlah



koloni



per



cawan



lebih



dari



3000,



maka



cawan



dengantingkatpengencerantertinggi dibagi dalam beberapa sektor (2, 4 atau 6).Jumlah koloni dikalikan dengan faktor pembagi dan faktorpengencerannya, hasil dilaporkan sebagai Angka Lempeng TotalPerkiraan. (7) Bila jumlah koloni lebih dari 200 pada 1/8 bagian cawan, maka jumlahkoloni adalah 200 x 8 x faktor pengenceran. Angka Lempeng TotalPerkiraan dihitung sebagai lebih besar dari jumlah koloni yangdiperoleh(Depkes RI, 2000 ).



a. Parameter Spesifik 1. IDENTITAS PARAMETER IDENTITAS EKSTRAK : PENGERTIAN DAN PRINSIP I. Deskripsi tata nama : 1. Nama ekstrak (generik, dagang, paten) 2.Namalatin tumbuhan (sistematika botani) 3. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang,daun dsb.) 4.Nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000 ). II. Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu (Depkes RI, 2000 ). TUJUAN CONTOH Memberikan identitas obyektif dari nama danspesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000 ). I. Deskripsi tata nama : 1. Curcumae Extractum (ekstrakTemulawak)) 2. Curcuma xanthorrhiza Roxb. 3. Curcumae Rhizoma 4. Temu Lawak (Indonesia) II. Senyawa identitas adalah Xanthorrhizol



2. ORGANOLEPTIK PARAMETER ORGANOLEPTIK EKSTRAK : PENGERTIAN DAN PRINSIPPenggunaan pancaindera mendiskripsikanbentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut : 1. Bentuk padat, serbuk-kering, kental, cair. 2. Wama kuning, coklat, dll. 3. Bau aromatik, tidak berbau, dll. 4. Rasa pahit, manis, kelat, dll. (Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin(Depkes RI, 2000 ). CONTOH 1. Bentuk



Serbuk kering



2. Warna



kuning kemerahan



3. Bau



aromati



4. Rasa



pahit



(Depkes RI, 2000 ). 3. SENYAWA TERLARUT DALAM PELARUT TERTENTU PARAMETER SENlAWA TERLARUT DALAM PELARUTTERTENTU PENGERTIAN DAN PRINSIP Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yangidentik dengan jumlah senyawa kandungansecara gravimetri. Dalam hal tertentu dapatdiukur senyawa terlarut dalam pelarut lainmisalnya heksana, diklorometan. Metanol (Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Memberikan garnbaran awal jumlah senyawa kandungan (Depkes RI, 2000 ). NILAI Nilai minimal atau rentang yang ditetapkanterlebih dahulu PROSEDUR (1) Kadar senyawa yang larut dalam air.Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambilberkali kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudiandibiarkan selarna 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hinggakering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah



ditara,panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitungkadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitungterhadap ekstrak awal. (2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol.Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambilBerkali- kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkanselama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkanpenguapan etanol, kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga keringdalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap.Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalametanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal(Depkes RI, 2000 ). 4. UJI KANDUNGAN KIMIA EKSTRAK POLA KROMATOGRAM PARAMETER POLA KROMATOGRAM PENGERTIAN DAN PRINSIP Ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian dilakukananalisis kromatografi sehingga memberikan polakromatogram yang khas (Depkes RI, 2000). TUJUAN Memberikan



gambaran



awal



komposisikandungan



kimia



berdasarkan



potakromatogram (KLT, KCKT, KG) (Depkes RI, 2000). NILAI Kesamaan pola dengan data baku yang ditetapkan tertebih dahulu (Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR Penyiapan larutan uji : Ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelaruthexane, etilasetat, etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukandengan pengocokan selama 15 menit atau dengan



getaranultrasonik



atau



dengan



pemanasan



kemudian



disaring



untukmendapatkan tarutan uji. Kromatografi Lapis Tipis (KLT = TLC) :Umumnyadibuatkromatogrampada lempengsilikagel denganberbagaijenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagaisasaran anatisis. Evatuasi dapat dilakukan dengan dokumentasi fotohasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuaiatau dengan melihat kromatogram hasil perekaman menggunakaninstrumen densitometer (TLC-



Scanner).



Perekaman



dapat



dilakukansecara



absorbsi-refleksipada



panjang



gelombang254 nm, 365 nmdan415 nm atau pada panjang gelombang lain yang spesifik untuksuatu komponen yang telah diketahui.Kromatografi Gas (KG = GC) :Sistem kromatografi gas mempunyai resolusi tinggi sehinggaoptimal untuk pemisahan komponen yang stabil denganpemanasan.Umumnya dibuat profil kandungan minyak atsiri atau metabolitsekunder tertentu lainnya seperti jenis fitosterol. Jenis kolomumumnya ada 3 jenis sesuai dengan urutan kepolaritasannya, yaituOV-1, OV-% dan Carbowax 20M. Pemisahan dilakukan denganmenggunakan program temperatur, dari temperatur rendah sampaitemperatur maksimal kolom. Detektor yang digunakan umumnyahanya FID karena metabolit sekunder tumbuhan umumnyasenyawa organik hidrokarbon.Kromatografi Cair Klnerja Tinggi (KCKT = HPLC) :Umumnya pola kromatogram kandungan kimia yang termolabildibuat dengan HPLC. Kemampuannya tergantung pada jeniskolom, fase gerak dan detektor. Kolom umumnya digunakan jenisODS (RP18). Eluasi dilakukan dengan program gradien



linear.Deteksi



dengan



spektrofotometer



monokromatis



dilakukan



padapanjang gelombang 210 nm, 254 nm, 300 nm dan 365 nm. Deteksi secaraspektrofluoresensi digunakan jika dibutuhkan pola kromatogramyangselektif dan khusus pada golongan kandungan kimia(Depkes RI, 2000 ). 5. KADAR TOTAL GOLONGAN KANDUNGAN KIMIA PARAMETER KADAR TOTAL GOLONGAN KANDUNGAN KIMIA PENGERTIANDANPRINSIP Dengan penerapan metode spektrofotometri,titrimetri, votumetri, gravimetri atau lainnya,dapat ditetapkan kadar golongan kandungankimia. Metode harus sudah teruji validitasnya,terutama selektivitas dan batas linearitas. Adabeberapa golongan kandungan kimia yangdapat dikembangkan dan ditetapkanmetodenya, yaitu : 1 . Golongan minyak atsiri. 2. Golongan steroid 3. Golongan tanin 4. Golongan flavonoid. 5. Golongantriterpenoid(saponin) 6.Golongan alkakoid



7.Golongan antrakinon. (Depkes RI, 2000 ). TUJUAN Memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter mutuekstrak dalam kaitannya dengan efekfarmakologis(Depkes RI, 2000 ). NILAI Minimal atau rentang yang telah ditetapkan(Depkes RI, 2000 ). PROSEDUR (1) Penetapan kadar mlnyak atsiri Letakkan labu alas bulat 1 liter, berleher pendek dalam mantelpemanas yang dilengkapi dengan pengaduk magnetik.Masukkan batang pengaduk magnetik ke dalam labu,hubungkan labu dengan pendingin dan alat penampungberskala seperti pada gambar.Timbang secukupnya sejumlah ekstrak hingga diperkirakandapat menghasilkan 1 ml sampai 3 ml minyak atsiri. Masukkansejumlah ekstrak yang telah ditimbang seksama ke dalam labu.Hubungkan dengan bagian pendingin dan penampung berskala.Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untukmenjaga agar pendidihan berlangsung tidak terlalu kuat selama2 jam atau sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidakbertambah lagi dalam bagian penampung berskalaJika sejumlah volume minyak atsiri telah tertampung dalambagian penampung berskala, pencatatan dapat dilakukandengan pembacaan sampai 0, 1 ml, dan volume minyak atsiriuntuk setiap 100 g ekstrak dapat dihitung dari bobot ekstrakyang ditimbang. Skala pada penampung untuk minyak atsiridengan bobot jenis lebih besar dari air diletakkan sedemikianhingga minyak atsiri tertampung di bawah kondensat air,sehingga otomatis air kembali ke dalam labu (Depkes RI, 2000 ). (2) Penetapan kadar steroid Larutan baku: timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkandalam etanol P secara bertingkat sehingga diperoleh kadar 5μg per ml, 10 ug per ml dan 20 μg per ml. Larutanuji : timbang seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20ml etanol dalam labu takar. Ulangi tiga kali dengan cara yangsama. Ke dalam dua labu yang masingmasing berisi larutan ujidan larutan baku dan ke dalam labu ketiga yang berisi 20,0 mletanol P sebagai blangko, tambahkan 2,0 ml larutan yangdibuat dengan melarutkan



50 mg biru tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan campur. Kemudian ke dalam tiap labutambahkan2,0 ml campuran etanol P dan tetrametil amonium hidroksidaLP (9: 1 ), campur, dan biarkan dalam gelap selama 90 menit.Ukur segera serapan larutan yang diperoleh dari larutan uji danlarutan baku pada panjang gelombang lebih kurang 525 nm dibandingkan terhadap blangko (Depkes RI, 2000 ). (3) Penetapan kadar tanin Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang saksama panaskandengan 50 ml air mendidih di atas tangas air selama 30 menitsambil diaduk. Diamkan selama beberapa menit enap tuangkan melalui segumpal kapas ke dalam labu takar 250ml. Sari sisadengan air mendidih, saring larutan ke dalam labu takar yangsama. Ulangi penyarian beberapa kali hingga larutan biladireaksikan dengan besi (Ill) amonium sulfat tidak menunjukkanadanya tanin. Dinginkan cairan dan tambahkan air secukupnyahingga 250 ml. Pipet 25 ml larutan ke dalam labu 1.000 mltambahkan 750 ml air dan 25 ml asam indigo sulfonat LP, titrasidengan kalium permanganat 0, 1 N hingga larutan berwarnakuning emas. 1 ml kalium permanganat 0, 1 N setara dengan 0,004157 g tanin. Lakukan percobaan blangko (Depkes RI, 2000 ). Asam indigosulfonatLP Larutkan 1 g indigo karmin P dalam 25 ml asam sulfat P,tambahkan 25 ml asam sulfat P lagi dan encerkan dengan airsecukupnya hingga 1.000 ml. (Pengeceran dilakukan



denganmenuangkan



larutan



ke



dalam



sebagian



besar



air,



kemudianencerkan dengan air secukupnya hingga 1.000 ml)(Depkes RI, 2000 ). (4) Penetapan kadar flavonoid Prinsipmetode : Flavonoid ditetapkan kadamya sebagai aglikon dengan terlebihdahulu dilakukan hidrolisis dan selanjutnya dilakukanpengukuran spektrometri dengan mereaksikan AICl3 yangselektif dengan penambahan Heksametilentetramina padapanjang gelombang maksimum(Depkes RI, 2000 ). Cara kerja hidrolisis: Timbang tepat ekstrak yang setara 200 mg simplisia dan masukkan ke dalam labu alas



bulat.



Tambahkansistemhidrolisis,



yaitu



1,0



ml



larutan



0,5%



b/vheksametilentetramina, 20.0 ml aseton dan 2,0 ml larutan 25%HCI dalam air. Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampaimendidih (gunakan pendingin air/ "reflux") selama 30 menit.Campuran hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas kedalam labu ukur 100,0 ml. Residu hidrolisis ditambah 20ml aseton untuk dididihkan kembali sebentar, lakukan duakali dan filtrat dikumpulkan semua ke dalam labu ukur.Setelah labu ukur dingin, maka volume ditepatkan sampaitepat 100,0 ml, kocok rata. 20 ml filtrat hidrolisa dimasukkancorong pisah dan tambahkan 20 ml Hp. selanjutnya lakukanekstraksi kocok, pertama dengan 15 ml etilasetat.Kemudian 2 kali dengan 10 ml etilasetat. dan kumpulkanfraksi etilasetat kedalam labu ukur 50,0 ml, akhirnya



tambahkanetilasetat



sampai tepat



50,0 ml. Untuk replikasi



spektrometrilakukan prosedur ini 3 - 4 kali. Cara kerja spektrometri : Masukkan 1 O ml larutan fraksi etilasetat (hidrolisa) ke dalam labuukur 25,0 ml, tambahkan 1 ml larutan 2 g AICl3 dalam 100 mllarutan asam asetat glacial 5% v/v (dalam metanol).Tambahkan secukupnya larutan asam asetat glacial 5% v/v(dalam metanol) secukupnya sampai tepat 25,0 ml. Hasil reaksisiap diukur pada spektrofotometer setelah 30 menit maksimum.



Perhitungankadar



berikutnya menggunakan



pada bahan



panjang standar



gelombang glikosida



flavonoid(Hiperoksida, rutin, hesperidin), gunakan kurva baku dan nilaikadar terhitung sebagai bahan standar tersebut. Kalaumenggunakan hiperoksida dapat langsung diukur denganrumus : Kadar total flavonoid = [ ( A0 X 1,25) berat sampel] % (Depkes RI, 2000 ). (5) Penetapan kadar saponin. Hemolisa. Larutan dapar fosfat pH 7,4. Larutan 16.0 g natrium fosfat Pyang telah dikeringkan pada suhu 130°C hingga bobot tetapdan4,4 g natrium dihidrogen fosfat P dalam 1000 ml air. Untukmenambah stabilitas tambahkan 0, 1 g natrium fluorida P.Suspensi darah. Masukkan 1 O ml natrium sulfat 3,65% b/v kedalam labu takar bersumbat kaca 100 ml. Tambahkan darahsapi segar secukupnya hingga 100 ml, campur baik-baikhingga homogen (larutan stabil selama 7 hari



jika disimpandalam lemari pendingin).Pipet 2 ml larutan di atas ke dalam labu takar yang besumbatkaca 100 ml, tambahkan larutan dapar fosfat pH 7,4secukupnya hingga 100 ml, campur baik-baik. Larutan dapatdipergunakan jika larutan jernih dan jika terjadi endapan.endapan tidak berwarna ungu.Cara percobaan. Campur 0,5 g ekstrak yang diperiksa dengan50 ml larutan daparfosfat pH 7,4, panaskan sebentar.dinginkan, saring. Ambit 1 ml filtrat, campur dengan 1 mlsuspensi darah. Untuk ekstrak yang mengandung taninencerkan 0,2 ml filtrat dengan 0,8 ml larutan dapar fosfat pH 7,4, campur dengan 1 ml suspensi darah. Diamkan selama 30menit, terjadi haemolisa total, menunjukkan adanya saponin.Kadar saponin dalam ekstrak dapat ditetapkan denganmelakukan berbagai pengenceran filtrat dan diamati kadaryang masih menghasilkan haemolisa total, dibandingkandengan saponin pembanding(Depkes RI, 2000 ). (6) Penetapan kadar alkaloid. Timbang seksama 1 gram ekstrak, masukkan dalam corongpisah 125 ml pertama, kemudian tambahkan 20 ml larutanasam sulfat P (1 dalam 350) dan kocok kuat selama 5menit. Tambahkan 20 ml eter P, kocok hati-hati, saring lapisanasam ke dalam corong pisah 125 ml kedua. Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 ml larutan asam sulfat P (1 dalam350), saring tiap lapisan asam ke dalam corong pisah 125 mlkedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak asam tambahkan10 ml natrium hidroksida LP dan 50 ml eter P, kocok hatihati,pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125 mlketiga berisi 50 ml eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati,buang lapisan air, cuci lapisan eter pada corong pisah keduadan ketiga berturut-turut dengan 20 ml air, buang lapisan air.Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing dengan 20 ml,20ml dan 5 ml larutan asam sulfat P (1 dalam 70). Lakukanekstraksi pada corong pisah ketiga lebih dahulu, setelah itucorong pisah kedua. Campur ekstrak asam dalam labutentukur 50 ml, encerkan dengan asam sampai tanda.Lakukan hal yang sama terhadap 25 mg alkaloidpembanding yang tersedia. Encerkan masing-masing 5,0 mllarutan uji dan larutan pembanding dengan larutan asam sulfatP (1 dalam 70) hingga 100,0 ml dantetapkan serapan tiaplarutan pada panjang gelombang tertentu



menggunakanlarutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai blangko (Depkes RI, 2000 ). (7) Penetapan kadar antrakinon Timbang 0.1 g ekstrak kocok, dengan 1 o ml air panas selama 5menit, saring dalam keadaan panas, dinginkan filtrat, dan ekstraksi dengan 10 ml benzena. Pisahkan lapisan benzena. Tambahkan pada lapisan air 10 ml larutan feri klorida 5% dan 5ml asam klorida. Panaskan campuran pada penangas airselama 10 menit dalam tabung refluks. Dinginkan dan ekstraksidengan 10 ml benzena. Uapkan cairan hingga habis pada cawanporselen dengan pemanasan lemah. Larutkan residu dalam 5ml larutan kalium hidroksida 5% dalam metanol. Ukur resapanpada515 nm. Hitung kadar total antrakinon glikosida berdasarkankurva baku antrakinon pembanding(Depkes RI, 2000 ).



BAB III PROSEDUR KERJA Alat dan Bahan A. Alat 1. Botol timbang 2. Analitical Balance 3. Labu bersumbat 4. Cawan dangkal 5. Spatula 6. Corong gelas 7. Corong pisah 8. Oven 9. Desikator 10.Krus porselen 11.Pipet tetes 12.MC Metler Toledo



+ 3 ,s lti m o tb a g C º 5 0 1 h u s d p a g in r e k e 2 13.Api pijar



14.Korek api



15.Kertas saring 16.Tissue



17.Alumunium foil



B. Bahan



1. Ekstrak kering kencur 2. Air kloroform LP 3. Etanol 96%



Skema Kerja



1. Susut pengeringan



2. Kadar Air



3. Kadar Abu



BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil A. Parameter Spesifik 1. Identitas a. Nama ekstrak



: Ekstrak kental rimpang kencur



b. Nama lain tumbuhan : Kaempferia galanga L c. Bagian yang digunakan : Rimpang d. Nama indonesia



: Kencur



e. Senyawa identitas



: EPMS ( Etil p-metoksisinamat )



2. Organoleptik a. Bentuk



: Serbuk kering



b. Warna



: Kuning kecoklatan



c. Bau



: Khas aromatik



d. Rasa



: Agak pedas dan hangat



3. Senyawa terlarut dalam pelarut terlarut No. Pelarut



Cawan



Larutan



Bobot



%



kosong



ekstrak



cawan +



kadar



(gram) 1.



Aquadest



64,5032 g



ekstrak 20 ml



Kloroform



64,6289g



12,54%



64,6288 g 64,6288 g



2.



Etanol



64,6884 g



20 ml



64,8604 g 64,8603 g 64,8602 g



a. Perhitungan kadar senyawa larut air =



( ( cawan+ekstrak ) −( cawan kosong ) ) Berat ekstrak × vol. yg digunakan



× 100 %



22,18%



=



( 64,6288 g – 64,5032 g ) ×100 ml ×100 % 5 g × 20/100 ml



= 12,54 % b. Perhitungan kadar senyawa larut etanol = =



( ( cawan+ekstrak ) −( cawan kosong ) ) Berat ekstrak × vol. yg digunakan



× 100 %



( 64,8602 g – 64,6384 g ) ×100 % 5 g × 20/100 ml



= 22,18% B. Parameter Non Spesifik 1. Susut Pengeringan No



Penimbanga



Cawan



Cawan



Bobot



% Susut



.



n ke



kosong



+



ekstra



Pengering



( gram )



ekstrak



k



an



(gram)



(gram )



1



1



73,2742 g 75,234 0g



2



2



1,929 7g



74,588 9g



3



3



74,588 9g



4



4



68,303 0g



5



5



74,588 g



% Susut pengeringan =



Berat awal−Berat akhir × 100 % berat awal



=



2,00 g−(74,588 g−73,2742 g) ×100 % 2,00 g



34,27%



= 34,27% 2. Kadar Air % MC : menit ke 5 = 4,38% 10= 5,19%



3. Kadar Abu Total



No. Krus Kosong (g)



Krus+



Pemijaran



Kadar



ekstrak (g)



krus +



abu (%)



ekstrak 1.



35,2378g



38,3788g



35,4033g



5,51%



35,4032 g 35,4031 g



% kadar abu =



( Berat krus+ abu akhir )−berat kurs kosong × 100 % berat awal ekstrak



=



35,4031 g−35,2378 ×100 % 3g



= 5,51% 4.2 Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan penentuan parameter mutu dari ekstrak Kaempferia galangal L. atau kencur yang bertujuan sebagai upaya untuk menjamin bahwa produk akhir suatu ekstrak mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu (Depkes RI, 2000). penentuan parameter mutu ekstrak yang akan dilakukan terdiri dari parameter spesifik dan parameter non spesifik (susut pengeringan, kadar air, dan kadar abu). Penentuan Parameter spesifik yang pertama terdiri dari (Identitas, organoleptik, dan senyawa terlarut dalam pelarut tertentu yaitu kadar senyawa larut air dan etanol) . Tujuan dilakukan



pengujian identitas ekstrak adalah memberikan objektifitas dari nama dan spesifikasi tanaman, sedangkan untuk pengamatan organoleptik ekstrak bertujuan sebagai pengenalan awal menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes RI, 2000). Parameter spesifik selanjutnya senyawa yang larut dalam air dan etanol. Kadar senyawa larut air dan etanol ini merupakan indikator kadar senyawa aktif yang dapat tersaring,baik oleh pelarur air maupun pelarut etanol . kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia dipemgaruhi oleh umur tanaman, waktu panen , iklim , dan tempat tumbuh. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar sari ekstrak kencur yang larut air adalah 0,54%. Hasil ini tidak memenuhi persyaratan dari farmakope herbal yaitu >14,2% serta hasil dari kadar ekstrak kencur larut etanol adalah 22,18%. Hasil telah memenuhi persyaratan dari farmokope herbal yaitu >4,2%. Hal ini menandakan bahwa senyawa aktif dalam ekstrak kering rimpang kencur mudah tersari dalam etanol dan kurang tersari dalam air. Tahap pengujian parameter non- spesifik meliputi kadar abu total, kadar air, dan susut pengeringan. Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dan bahan-bahan organik yang terbakar dalam proses pembakaran (pengabuan) pada ekstrak dengan metode gravimetri. Pengujian kadar abu juga bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Pada pengujian ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tersisa unsur mineral dan kandungan anorganik (Depkes RI, 2000). Namun pada pengujian kadar abu ini (kelompok kami) terdapat kesalahan yaitu kurs pecah saat pemijaran zat. Hal tersebut terjadi karena kurs terlalu lama dipijar untuk memutihkan zat, serta kesalahan dalam meletakkan pada desikator yaitu kurs tertimpa beban yang terlalu berat yang berasal dari kurs dan cawan porselin dari kelompok lain di desikator. Kurs pecah juga dapat disebabkan karena terjadi perubahan suhu secara tiba-tiba, misalnya kurs langsung diletakkan pada tempat yang suhu nya lebih rendah. Kemudian kesalahan selanjutnya yaitu zat yang tidak memutih meskipun telah dipijar terlalu lama terjadi karena zat/ekstrak menggumpal pada saat dipijar sehingga terbentuk serbuk yang menghitam. Maka dari itu pada praktikum ini tidak diperoleh hasil kadar abu total karena kesalahan tersebut.



Penetapan susut pengeringan pada parameter non spesifik bertujuan untuk memberikan batasan maksimal mengenai besarnya senyawa yang hilang pada saat proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Parameter susut pengeringan pada dasarya adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105C sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen (Depkes RI, 2000). Hasil penelitian menunjukan susut pengeringan ekstrak kering rimpang kencur adalah 34,27% . jika senyawa seperti minyak atsiri dan etil p-sinamat menguap dibawah suhu 105OC, maka yang tersisa memungkinkan ialah air. Sehingga kadar air yang yang ada dqalam ekstrak berkisar 34,77% yang mana tidak masuk dalam persyratan farmakope herbal yaitu