Laporan Praktikum Ilmu Bahan Pangan (Umbi-Umbian) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umbi-umbian sebagai bahan pangan sumber karbohidrat telah lama dikenal dan dikonsumsi masyarakat, tumbuh subur di daerah tropis dan tidak menuntut iklim serta kondisi tanah spesifik. Beberapa jenis umbiumbian yang ada di Indonesia antara lain ubi kayu, ubi jalar, gadung, garut, gembili, gembolo, suweg, porang, iles-iles, uwi, talas, kimpul, dan ganyong. Banyak penelitian yang mengemukakan bahwa umbi-umbian memiliki nilai fungsional



karena



mengandung



pati



resisten,



inulin,



antosianin,



glukomanan, dan indeks glikemik rendah. (Hatmi & Djafaar, 2014) Umbi - umbian dapat dibedakan berdasarkan asalnya yaitu umbi akar dan umbi batang. Umbi akar atau batang sebenarnya merupakan bagian akar atau batang yang digunakan sebagai tempat menyimpan makanan cadangan, yang termasuk umbi akar misalnya ubi kayu/singkong dan bengkuang, sedangkan ubi jalar, kentang, dan gadung merupakan umbi batang (Muchtadi, 2010). Kandungan di dalamnya diantaranya pati, gula reduksi, abu serta air. Singkong (Manihot esculenta) termasuk ke dalam umbi akar, dan sering disebut sebagai umbi kayu. Singkong ini termasuk tanaman penghasil karbohidrat dan biomasa paling tinggi persatuan luas dan waktu dibanding dengan pangan tanaman yang lainnya. (Wargiono & Barett, 1987) Singkong mengandung kadar Protein 2,45%, Lemak 0,83%, Abu 0,66%, Air 66,20%, Serat Kasar 0,73, dan Karbohidrat 29,13%. Sedangkan ubi jalar termasuk ke dalam umbi batang. Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb.) termasuk kedalam varietas umbi akar. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A,C, dan mineral. (Musaddad, 2005)



1.2 Tujuan 



Mengamati struktur berbagai jenis umbi – umbian







Mengamati sifat fisik berbagai jenis umbi – umbian



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ubi kayu / Singkong (Manihot esculenta) termasuk tanaman penghasil karbohidrat dan biomasa paling tinggi per satuan luas dan waktu di banding dengan tanman pangan lainnya. Singkong telah dibudidayakan sejak 7000 tahun yang lalu. Namun baru masuk ke Indonesia kurang lebih pada abad ke-17 melalui pedagang bangsa



Portugis.



Kemudahan



budidaya



komoditi



ini



mempercepat



perkembangannya, sehingga Indonesia menjadi negara penghasil singkong kedua di dunia. (Laenggeng & Dhafir, 2014). Singkong adalah tanaman akar yang paling banyak dibudidayakan di daerah tropis, karena musim pertumbuhannya yang panjang (8-24 bulan), produksinya terbatas pada daerah tropis dan subtropis di dunia. Genus Manihot terdiri dari 98 spesies dan M. esculenta adalah anggota yang paling banyak dibudidayakan. Singkong berasal dari Amerika Selatan dan kemudian didistribusikan ke daerah tropis dan subtropis di Afrika dan Asia. Singkong memiliki peran penting sebagai makanan pokok bagi lebih dari 500 juta orang di dunia karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Sejumlah senyawa bioaktif, yaitu, glukosida sianogenik seperti linamarin dan lotaustralin, glukosida non-sianogenik, hidroksikoumarin seperti scopoletin, terpenoid, dan flavonoid, juga terdapat dalam akar singkong. (Chandrasekara & Kumar, 2016) Berdasarkan sifat fisik dan kimia, singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Sifat fisik dan kimia singkong sangat penting artinya untuk pengembangan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Karakterisasi sifat fisik dan kimia singkong ditentukan olah sifat pati sebagai komponen utama dari singkong. Singkong (Manihot esculenta) merupakan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Singkong tidak memiliki periode matang yang jelas, akibatnya periode panen dapat beragam sehingga dihasilkan singkong yang memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda – beda. Tingkat produksi, sifat fisik dan



kimia singkong akan bervariasi menurut tingkat kesuburan yang ditinjau dari lokasi penanaman singkong. Singkong dapat dibagi dua berdasarkan umur panennya yakni singkong berumur pendek (genjah) dan singkong berumur panjang. Singkong berumur pendek berarti usia sejak mulai tanam sampai musim panen relatif lebih singkat yakni berumur antara 5-8 bulan. Sedangkan singkong yang berumur panjang dipanen pada umur 9-10 bulan. Singkong dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai berkurang. Warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen singkong yang telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas genjah dan 9– 12 bulan untuk varietas dalam. (Laenggeng & Dhafir, 2014). Ubi jalar putih (Ipomea batatas L.) dapat dijadikan salah satu alternatif pengganti beras sebagai sumber karbohidrat. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dataran rendah hingga tinggi, daerah kurang subur dan kering, sehingga banyak penduduk/petani yang membudidayakan tanaman ini. Ubi jalar banyak mengandung serat. Serat alami oligosakarida yang terkandung dalam ubi jalar menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu. Selain mencegah sembelit, oligosakarida memudahkan buang angin. Berikut kedudukan taksonomi pada ubi jalar putih : Kerajaan



: Plantae



Divisi



: Spermatophyta



Subdivisi



: Angiospermae



Kelas



: Dicotyledonae



Bangsa



: Convolvulales



Suku



: Convolvulaceae



Marga



: Ipomoea



Jenis



: Ipomoea batatas L. Selain mengandung pati sederhana, ubi jalar putih kaya akan karbohidrat



kompleks, serat, beta karoten (vitamin A nutrisi setara), vitamin C, dan vitamin B6. (Humaedah, et al., 2012)



Ubi jalar potensial dikembangkan sebagai bahan pangan karena mempunyai kandungan nutrisi tinggi dan bahan mudah olah, serta mudah tersedia bagi bahan baku industri. Umbi ubi jalar merupakan sumber unsur hara mikro Zn, Fe, Ca, dan K, serta dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan berkualitas tinggi yang terdapat pada bagian akar ubi dan daun, Tepung atau pati ubi jalar mempunyai karakteristik fisik dan kimia yang sesuai untuk dijadikan sebagai bahan baku industri yang penampilannya ditentukan oleh genetik tanaman. Selain itu ubi jalar potensial digunakan sebagai bahan baku biofuel yang melimpah. (Waluyo, et al., 2013) Kandungan gizi ubi jalar secara kuantitatif dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim tanam. Selain mengandung gizi yang lengkap, ubijalar juga memiliki keragaman warna daging umbi, seperti putih, kuning, jingga, merah, semburat putih ungu, dan ungu. Keragaman warna daging ubijalar menunjukkan kekhasan gizi atau komponen bioaktif yang terkandung dalam umbi. Komponen bioaktif pada ubijalar antara lain betakaroten, antosianin, dan serat pangan. Komponen bioaktif menyebabkan ubi jalar memiliki nilai fungsional. Senyawa betakaroten pada ubi jalar kuning/jingga dan ungu perlu ditonjolkan untuk menghapus citra ubijalar yang dianggap sebagai makanan inferior. (Hatmi & Djafaar, 2014) Ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri, dan pakan ternak. (Musaddad, 2005)



BAB III ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat 



Penggaris







Pisau







Timbangan



3.2 Bahan 



Ubi jalar







Talas







Ubi kayu



BAB IV PROSEDUR 4.1 Bentuk Digambar masing – masing jenis umbi secara utuh



Hasil 4.2 Ukuran Diukur panjang dan diameter atau tebal masing – masing jenis umbi dengan menggunakan penggaris



Hasil 4.3 Berat Ditimbang masing – masing jenis umbi dengan menggunakan timbangan untuk mengetahui kisaran beratnya Hasil 4.4 Warna Dicatat warna kulit dan daging umbi dari masing – masing jenisdari masing – masing jenis



4.5 Pencoklatan



Hasil



Diamati perubahan warna yang terjadi setelah daging umbi diiris



Hasil 4.6 Struktur Jaringan Dibuat irisan melintang dan membujur masing – masing jenis umbi



Digambar lapisan – lapisan yang terlihat



Hasil



BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1.1 Tabel Hasil Pengamatan No



Nama



Perlakuan



Pengamatan



1.



Ubi Jalar



Digambar masing – Bentuknya bulat dan masing umbu secara agak gendut, diameter utuh.



lebar dan permukaannya agak rata.



Diukur panjang dan Panjang = 8cm diameter/tebal jenis Tebal = 5,5 cm umbi menggunakan penggaris Ditimbang



untuk Berat total = 107 gram



mengetahui kisaran Berat dapat dimakan = beratnya.



93 gram BDD = Berat dapat dimakan Berat total



Dicatat warna kulit Kulit = coklat kedan daging



unguan Daging = Putih



Perubahan



warna Ubi jalar mengalami



yang terjadi setelah pencoklatan setelah 15 umbi diiris Dibuat melintang



menit diiris. irisan dan



membujur masing – masing jenis umbi.



Hasil



2.



Singkong



Digambar masing – Memiliki



bentuk



masing umbi secara lonjong dan panjang. utuh



Diameternya terlalu memiliki



tidak



lebar



dan



permukaan



yang kurang rata. Diukur panjang dan Panjang = 14,5 cm diameter atau tebal Lebar = 4,5 cm jenis umbi dengan penggaris Ditimbang



untuk Berat total = 201 g



mengetahui kisaran Berat dapat dimakan = beratnya



161 g



Dicatat warna kulit Kulit luar = coklat dan daging



Kulit dalam = Keunguunguan Daging = putih



Diamati



perubahan Singkong



warna yang terjadi waktu



memiliki penyoklatan



setelah daging umbi yang relative lama, teriris



yaitu lebih dari 15 menit.



Dibuat melintang



irisan dan



membujur masing – masing jenis umbi dan digambar.



5.1.1.2 Perhitungan BDD (Berat dapat dimakan) =



Berat dapat dimakan X 100%



Berat total Singkong



=



161



Ubi jalar



= 93



X 100%



201 = 80 %



X 100%



107 = 86,91 %



5.2 Pembahasan



a. Ubi Jalar Ubi jalar putih (Ipomoea batatas (L)) adalah tanaman tahunan. Tanaman ini adalah tanaman akar yang menyediakan makanan untuk sebagian besar populasi dunia, terutama di daerah tropis di mana sebagian besar tanaman ini dibudidayakan dan dikonsumsi. Ubi jalar, mengandung karotenoid yang tinggi, terutama, hidrogen karotenoid, ßcarotene (Kosambo et al., 1998). ß-karoten adalah provitamin A ampuh dengan aktivitas 100%. Pentingnya karotenoid ini dalam nutrisi dan kesehatan dalam perkembangan negara-negara di mana kekurangan



vitamin A tetap menjadi masalah kesehatan yang serius tidak dapat terlalu ditekankan. (Ukom, et al., 2009) Ubi jalar putih memiliki bentuk bulat dan agak lonjong, namun memiliki panjang yang relatif pendek dibandingkan dengan spesies ubi jalar lainnya. Kulitnya berwarna coklat dengan sedikit sentuhan warna ungu. Kulit ubi jalar putih tipis dan mudah untuk dikupas. Dibuktikan dengan ketika dikupas kulitnya, dan di timbang berat kulitnya, tidak memiliki berat yang tinggi. Daging ubi jalar putih berwarna putih dengan isi yang sangat padat. Tidak seperti ubi jalar lain, ubi jalar putih ini memiliki tekstur yang lumayan halus dan tidak bergelombang. Dari hasil yang saya amati, ubi jalar memiliki Panjang 8 cm dan berdiameter 5,5 cm. Namun dalam literatur yang saya baca, ubi jalar memiliki diameter 2-3 cm. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perbedaan perlakuan saat ditanam dan perbedaan varietas. Perlakuan, iklim, dan tanah tempat ubi ditanam, dapat mempengaruhi tanaman tersebut. (Laenggeng & Dhafir, 2014). Berat total ubi jalar putih adalah 107 gram, dengan perhitungan BDD dicapai berat bersih atau berat dapat dimakannya adalah 93 gram. Pencoklatan enzimatis menyebabkan perubahan warna, rasa yang tidak diinginkan dan penurunan nilai gizi bahan pangan. Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan dan sayuran jika jaringan buah atau sayuran itu terpotong atau terkelupas. Akibat reaksi ini akan timbul warna coklat karena konversi senyawa fenolat menjadi melanin dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Kontak antara jaringan yang terluka atau terpotong dengan udara akan menyebabkan pencoklatan. Hal tersebut dikarenakan senyawa fenol teroksidasi secara enzimatis menjadi o-kuinon yang secara cepat mengalami polimerisasi membentuk pigmen coklat (melanin). Tingkat reaksi pencoklatan enzimatis semakin tinggi jika konsentrasi fenolik (subtrat polifenol oksidase) pada buah dan sayuran tinggi dan konsentrasi asam askorbat yang rendah. Banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai subtrat dalam reaksi pencoklatan



enzimatis pada buah dan sayuran. Senyawa-senyawa fenolik tersebut diantaranya adalah katekin dan turunannya, seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, dan leukoantosianin. Pada umumnya reaksi oksidasi fenol dikatalisis oleh enzim kresolase dan katekolase. Kresolase mengkatalis oksidasi monofenol (tirosin dan kresol) dengan mengubah gugus hidroksil pada posisi ortonya sehingga menjadi orto difenol. Katekolase menghilangkan dua atom hidrogen pada orto-difenol membentuk ortoquinon. Katekolase mengkatalisis reaksi oksidasi ortodifenol menjadi orto-quinon,



orto-quinon



dengan



orto-difenol



akan



terhidroksilasi



membentuk trihidroksi benzena kemudian trihidroksi benzena bereaksi dengan



orto-quinon



membentuk



hidroksi



quinon



yang



akhirnya



berpolimerisasi membentuk warna merah kemudian coklat. Pembentukan senyawa melanin dari orto-quinon berlangsung secara spontan dan tidak bergantung pada adanya enzim atau oksigen. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat reaksi pencoklatan enzimatis adalah kandungan komponen fenolik, aktivitas dari enzim polifenol oksidase, Universitas Sumatera Utara 15 oksigen, ion logam, pH, dan suhu. Reaksi pencoklatan enzimatis dapat dikontrol oleh inaktivasi enzim polifenol oksidase, pengeluaran oksigen, modifikasi komponen fenolik, penambahan agen pereduksi, interaksi dengan logam tembaga, mereduksi atau menjerat senyawa quinon, bahkan memindahkan produk akhir dari reaksi pencoklatan. (Utama, 2017) Hal ini terbukti pada kami, meskipun memakan waktu yang agak lama, ubi jalar putih mengalami pencoklatan di beberapa titik dengan persentase yang sangat kecil, namun tetap terlihat oleh mata.



b. Singkong Singkong merupakan makanan yang kaya akan karbohidrat terbanyak ke-3 sedunia. Salah satu penghasil terbanyaknya adalah Indonesia. Singkong memiliki kadar asam hidrosianat yang rendah. Asam ini merupakan sebuah senyawa beracun. Namun, dalam singkong yang sering dikonsumsi manusia, asam hidrosianat yang ada tergolong rendah.



Pati singkong mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Pati yang cepat dicerna lebih tinggi pada singkong daripada jagung karena kandungan amilopektin yang lebih tinggi. Singkong mengandung tingkat protein yang sangat rendah (25 g / kg DM). Singkong sangat rendah lemak dan mengandung kadar vitamin rendah seperti vitamin A, B1, B2, dan niasin, tetapi kadar vitamin C yang lebih tinggi juga mengandung mineral, kalsium. (Chauynarong, et al., 2009) galaktosil digliserida, dan asam lemak dalam singkong terutama jenuh (Hudson dan Ogunsua, 1974).



Singkong



memiliki bentuk lonjong dan Panjang. Diameternya tidak terlalu lebar, dan memiliki permukaan yang kurang rata/bergelombang. Singkong memiliki 2 lapisan kulit, lapisan kulit pertama berwarna coklat, sedangkan lapisan kulit kedua berwarna coklat keunguan. Kuli dari singkong lumayan tebal, terbukti ketika menghitung BDD, berat kotor dan berat bersih dari singkong memiliki perbedaan yang agak jauh. Daging singkong berwarna putih dan memiliki serat – serat membentuk struktur yang berwarna kuning kecoklatan. Singkong yang saya amati memiliki Panjang sekitar 14,5cm dan lebar 4,5 cm. Namun, menurut literatur berdasarkan sifat fisik dan kimia, singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm. Perbedaan ini terjadi bisa saja dikarenakan perbedaan jenis singkong yang ditanam. (Laenggeng & Dhafir, 2014). Serupa dengan ubi, singkong mengalami pencoklatan dengan waktu yang lumayan lama. Menurut pengamatan kami, dalam waktu 15 menit, singkong mulai mengalami pencoklatan, namun belum maksimal mencoklat c. Hambatan Hambatan yang dialami selama praktikum adalah kurang memahami umbi yang diamati dengan baik. Dalam melihat struktur pun mengalami kesulitan karena struktur pada umbi kurang jelas terlihat. Ketika mengamati pencoklatan umbi – umbian, singkong dan ubi jalar tidak mengalami



pencoklatan yang signifikan meskipun dalam jangka waktu yang lumayan lama. Hal ini membuat kelompok kami mengalami kebingungan.



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 



Umbi – umbian merupakan bahan pangan sumber karbohidrat dan pati pengganti makanan pokok lainnya. Setiap umbi – umbian memiliki struktur fisik dan komposisi yang berbeda – beda.







Dari hasil pengamatan yang saya lakukan, singkong termasuk kedalam ubi kayu dan memiliki bentuk yang panjang serta lonjong, memiliki diameter yang tidak lebar, dan berat sekitar 201 gram. Memiliki daging berwarna putih.







Melalui perhitungan BDD diketahui bahwa bagian yang dapat di konsumsi dari singkong adalah 80% nya.







Ubi jalar putih termasuk kedalam umbi akar, memiliki bentuk bulat dan kecil. Serta memiliki daging berwarna putih.







Berat yang dihasilkan adalah 107 gram, dengan hasil BDD 86,91%. Keduanya mengalami pencoklatan yang lama.







Ubi jalar putih dan singkong mengalami pencoklatan dengan waktu yang lama, yaitu 15 menit ke atas.



6.2 Saran a. Untuk melakukan sebuah praktikum, diperlukan pemahaman mengenai materi atau bahan yang akan diamati. b. Diperlukannya ketelitian dalam mengamati suatu bahan c. Setiap perlakuan dalam pengamatan sebaiknya diabadikan supaya hasil yang ada tida dilupakan



LAMPIRAN Lampiran 1 : Foto hasil pengamatan No



Gambar



Keterangan Perlakuan



1.



Mengamati bentuk singkong



2.



Mengamati bentuk ubi jalar



3.



Singkong dipotong secara melintang



4.



Singkong dipotong secara membujur



5.



Ubi jalar dipotong secara melintang



6.



Ubi jalar dipotong secara membujur



7.



Mengamati kulit singkong



8.



Mengamati kulit ubi jalar



9.



Mengamati proses pencoklatan pada singkong



10.



Mengamati proses pencoklatan pada ubi jalar



Lampiran 2 : Fotokopi Logbook



DAFTAR PUSTAKA Chandrasekara, A. & Kumar, T. J., 2016. Roots and Tuber Crops as Functional Foods: A Review on Phytochemical Constituents and Their Potential Health Benefits. International Journal of Food Science, Volume 2016, pp. 1-15. Chauynarong, N., Elangovan, A. & IJI, P., 2009. The potential of cassava products in diets. World's Poultry Science Journal, Volume 65, pp. 23-27. Estiasih, T., Putri, W. D. R. & Waziiroh, E., 2017. Umbi-umbian & Pengolahannya. 1st ed. Malang: UB Press. Hatmi, R. U. & Djafaar, T. F., 2014. Keberagaman Umbi - umbian Sebagai Pangan Nasional. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014, pp. 950-960. Humaedah, U., Priyadi, I. & s., 2012. Umbi - umbian Sumber Karbohidrat sebagai Pengganti Beras. Bogor: Kementerian Pertanian. Laenggeng, A. H. & Dhafir, F., 2014. KANDUNGAN GIZI DUA JENIS VARIETAS SINGKONG (Manihot esculenta). Journal e-Jipbiol, 2(3), pp. 1-14. Musaddad, A., 2005. Teknologi Produksi Kacang - kacangan dan Umbi - umbian. 1st ed. Malang: Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi umbian. Ukom, A., Ojimelukwe, P. & Okpara, D., 2009. Nutrient Composition of Selected Sweet Potato [Ipomea batatas (L) Lam] Varieties as Influenced by Different Levels of Nitrogen Fertilizer Application. Pakistan Journal of Nutrition 8, Volume 11, pp. 1791-1795. Utama, N. A., 2017. Pencoklatan Enzimatis dan Pencegahannya pada Produk Potong Segar. Waluyo, B., Istafadah, N., Ruswandi, D. & Karuniawan, A., 2013. KARAKTERISTIK UMBI DAN KANDUNGAN KIMIA UBI JALAR. Prosiding Nasional Seminar 3 in ONE, pp. 373-385. Wargiono, J. & Barett, D. M., 1987. Budidaya Ubikayu. 1st ed. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.



LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BAHAN PANGAN ( GIZ 1103) ACARA II UMBI - UMBIAN



Disusun oleh : Kelompok 4 Ilona Viola Putri Kuswian



(I1D019004)



KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN PRODI ILMU GIZI PURWOKERTO 2019