Laporan Praktikum Kesmavet [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET Pemeriksaan Daging Ayam Broiler Pemeriksaan Telur Ayam Pemeriksaan Susu Sapi



Oleh: Bertha Getreda Untajana, SKH. Rindi Mahda Nurlifa, SKH. Kurniawan Hartono, SKH. Reissa Yunia Fransiska, SKH. Jeni Yunita Ningsih, SKH. Putri Indah Geofanny, SKH. Muhammad Wahyu Prabowo, SKH .



15830073 18830083 19830003 19830010 19830012 19830015 19830024



FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2020



LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET PEMERIKSAAN DAGING AYAM BROILER



BAB I PENDAHULUAN Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot. Pemeriksaan kualitas daging bertujuan untuk mengetahui kondisi daging yang dijual dipasar tradisonal, mengetahui masa awal pembusukan daging serta untuk mengetahui kesempurnaan pengeluaran darah pada daging. Manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk memberikan informasi tentang status daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH). Sample daging yang digunakan pada penilitian kali ini adalah daging ayam yang dibeli di pasar tradisional sidoarjo dan pasar tradisional dukuh kupang. Pemeriksaan daging kali ini meliputi pemeriksaan organoleptic, pengukuran nilai pH, pengukuran Driploss, dan pemeriksaan cooking loss. Selain pemeriksaan fisik daging dilakukan pula pemeriksaan awal pembusukan daging dengan Uji eber, untuk pengukuran daya ikat air menggunakan metode Grau & Hamm. Praktikum pemeriksaan daging dilakukan di labotarorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada hari jum’at



tanggal 17 juli 2020 mulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. Alat dan bahan yang digunakan diantaranya : 



Daging ayam dari pasar sidoarjo dan daging ayam dari pasar dukuh kupang







Cawan petri







Pisau







Reagen eber (1 bagian Hcl pekat, 3 bagian alcohol 96%, dan 1 bagian eter)







pH meter







Kertas Saring







Tissue







Kantong platik







Timbangan







Panic







Pemanas Bunsen







Sumbat karet dengan lidi



BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1



Pemeriksaan Daging



2.1.1



Pemeriksaan Organoleptik Berdasarkan hasil pemeriksaan daging, hasil yang diperoleh pada uji



organoleptik adalah sebagai berikut : Pasar di Sidoarjo 



Warna



: Putih kemerahan







Bau



: Khas daging ayam dan sedikit amis







Konsistensi



: kenyal dan pada saat ditekan dengan tangan proses



untuk kembali ke bentuk semula sangat lama



Pasar Dukuh Kupang Surabaya 



Warna



: Putih kemerahan







Bau



: Khas daging ayam dan sedikit amis







Konsistensi



: kenyal, lembek, dan pada beberapa bagian saat



ditekan tidak



terjadi proses pengembalian



daging ke bentuk semula 2.1.2



Pengukuran Nilai pH Hasil Pengukuran nilai pH daging ayam dengan menggunakan pH meter



yaitu : Pasar di Sidoarjo 



pH1 = 6,7







pH2 = 6,5







pH daging ayam =



6,7+6,5 =6,6 2



Pasar Dukuh Kupang Surabaya



2.1.3







pH1= 6,6







pH2 = 6,4







pH daging ayam =



6,6+6,4 =6,5 2



Pemeriksaan Cooking Loss Pasar di Sidoarjo Berat daging ayam broiler sebelum proses pemanasan sebesar 80 gram dan berat daging setelah pemanasan adalah sebesar 71,1 gram



Cooking Loss =



80−71,1 × 100 % 80



= 11, 125 % Pasar Dukuh Kupang Surabaya Berat daging ayam broiler sebelum proses pemanasan sebesar 80 gram dan berat daging setelah pemanasan adalah sebesar 77,7 gram



Cooking Loss =



80−77,7 ×100 % 80



= 2,875% 2.1.4



Uji Eber Pasar di Sidoarjo Berdasarkan hasil praktikum, terdapat reaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya sedikit awan putih di sekitar daging



Pasar Dukuh Kupang Surabaya terdapat reaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya awan putih di sekitar daging



2.1.5



Pengukuran Daya Ikat Air Metode Grau dan Hamm



Pasar di Sidoarjo Setelah dilakukan pengukuran diperoleh hasil : Area basah kertas



=P×L = 5,3 × 4,8 = 25,44 cm2



Area tertutup daging = P × L = 2 × 2,2 = 4,4 cm2 Maka, Area basah = 25,44 – 4,4 = 21,04 cm2



Mg H2O



=



21,04 −8,0 0,0984



= 205,82



Pasar Dukuh Kupang Surabaya Setelah dilakukan pengukuran diperoleh hasil : Area basah kertas



=P×L = 4,6 × 3,8 = 17,48 cm2



Area tertutup daging = P × L = 2,6 × 2 = 5,2 cm2 Maka, Area basah = 17,48 – 5,2 = 12,28 cm2



Mg H2O



=



12,28 −8,0 0,0984



= 116,79



BAB III PEMBAHASAN 3.1



Pemeriksaan Daging



3.1.1



Pemeriksaan Organoleptik Berdasarkan hasil dari pemeriksaan organoleptik, daging ayam broiler yang



dibeli dipasar sidoarjo dan pasar dukuh kupang Surabaya adalah putih kemerahan. Hal ini berbeda dengan pernyataan Cross (1988) dan Yulistiani (2010) bahwa warna ayam broiler segar adalah warna putih kekuningan, warna daging ayam disebabkan provitamin A yang terdapat pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin. Oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar, pigmen ini hanya terdapat di permukaan saja dan menggambarkan warna daging yang diinginkan konsumen. Warna pada daging ayam akibat pengeluaran darah yang tidak sempurna disebabkan oleh pigmen haemoglobin (Lawrie, 2003). Perubahan warna daging ayam yang diperiksa dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri temperatur, pengeluaran darah yang tidak sempurna. Sesuai dengan pernyataan Yulistiani (2010) terjadimya warna daging ayam yang lebih gelap disebabkan oleh aktifitas bakteri dan tegangan oksigen serta temperatur dan pernyataan Lawrie ( 2003) bahwa warna pada daging ayam juga dapat dipengaruhi oleh pengeluaran darah yang tidak sempurna yang disebabkan oleh pigmen haemoglobin yang masih terdapat di dalam daging ayam. Menurut pendapat Hajrawati dkk., (2016) warna daging unggas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan pemotongan, penyimpanan, kondisi sebelum pemotongan, kondisi pemotongan, kandungan air daging, kadar air dan pH daging.



Bau atau aroma amis daging ayam yang diperiksa dapat disebabkan karena masa penyimpanan dan cara penyimpanan yang lama pada suhu ruangan. Masa penyimpanan dapat mempengaruhi aroma karena proses oksidasi, kontraksi dengan udara menyebabkan penguapan sehingga aroma berkurang bahkan semakin lama akan menimbulkan aroma busuk. Kebusukan akan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, dan hydrogen sulfide yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Luthana, 2009). Konsistensi lembek dan pada saat ditekan proses kembali ke bentuk semula sangat lama bahkan dibeberapa bagian daging ayam tidak kembali lagi pada bentuk semula disebabkan ayam telah mengalami rigor mortis pada saat mati dan telah mencapai tahap dekomposisi (Yulistiani 2010).



3.1.2



Pemeriksaan pH Daging Ayam Berdasarkan pemeriksaan pH daging ayam yang dibeli dipasar Sidoarjo



adalah 6,6 dan pasar Dukuh Kupang Surabaya adalah 6,5. Menurut Abustam (2009) pH daging ayam yang normal adalah 5,5 – 5,8 setelah 24 jam disembelih. Sedangkan menurut Van Laack et al. (2000), yaitu 5.96-6.07. Tetapi, hasil pada pemeriksaan ini masih lebih rendah dari hasil penelitian Afrianti dkk. (2013), dimana daging ayam broiler tanpa perlakuan apapun memiliki pH rata-rata 6,79 dalam rentang masa simpan 6 – 12 jam. Berdasarkan lama waktu setelah proses pemotongan, pH daging ayam mengalami penurunan. Hasil penelitian Suradi (2008) menunjukkan bahwa daging ayam broiler memiliki pH 6,31 pada saat segera setelah pemotongan, kemudian mengalami penurunan dengan semakin lamanya jangka waktu setelah pemotongan,



yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 jam dengan pH masing-masing 6,24 ; 6,16; 6,10; 6,02; 5,96 dan 5,82. Bila merujuk pada hasil penelitian tersebut di atas maka daging ayam broiler dari kedua pasar memiliki kisaran pH yang masih wajar sebagai daging konsumsi dan daging ayam yang telah lebih dari 10 jam akan memiliki pH di bawah 6. Nilai pH daging juga dapat mempengaruhi warna daging yang akan terlihat lebih gelap. Hal ini disebabkan karena kandungan air interaseluler yang tinggi menyebabkan kemampuan untuk memantulkan cahaya akan turun sehingga warna akan terlihat gelap (Afrianti, 2013). 3.1.3



Pemeriksaan Cooking loss Berdasarkan hasil pemeriksaan cooking loss daging ayam yang dibeli di



pasar sidoarjo adalah 11,125% dan daging ayam yang dibeli di pasar dukuh kupang Surabaya 2,875%. Hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan pernyataan Nurwanto (2003) bahwa susut masak berkisar antara 1,5 – 54,5%. Suhu dan lama pemanasan mempengaruhi nilai susut daging. Hal ini disebabkan suhu panas panas dalam air menyebabkan kandungan protein dalam daging terdegradasi dan terjadi penyusutan berat daging. Penyusutan berat setelah proses perebusan dapat berkurang atau hilangnya kadar air akibat suhu dan lama perebuhan (deddy dan Nurheni,1992). Menurut Soeparno (2009) mengatakan bahwa daging dalam jumlah susut masak rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat perebusan akan lebih sedikit.



3.1.4



Uji Eber Berdasarkan hasil pemeriksaan dging ayam dari kedua pasar terdapat reaksi



positif yang ditandai dengan bentukan awan putih disekitar daging. Uji eber ini digunakan untuk pemeriksaan awal pembusukan daging. Jika terjadi pembusukan maka pada uji ini ditandai dengan pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai asam amino akan terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan terbentul gas (NH4Cl) (Wibisono, 2014). Dengan demikian, hasil pemeriksaan sampel daging ayam yang berasal dari pasar di Sidoarjo dan pasar Dukuh Kupang Surabaya, mulai terdapat awal dari proses pembusukan yang dapat disebabkan karena tercemarnya daging ayam dari lingkungan pasar. 3.1.5



Pengukuran Daya Ikat Air Berdasarkan hasil pengukuran daya ikat air dengan meunggunakan metode



Grau dan Hamm, daging ayam yang dibeli di pasar sidoarjo adalah 205, 82 dan daging ayam yang dibeli di pasar dukuh kupang Surabaya 116,79. Keutuhan protein daging yang baik menyebabkan meningkatnya kemampuan menahan air daging, dan begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi jumlah air yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah (Lawrie, 2003). Daya ikat air juga dipengaruhi oleh pH daging (Alvarado dan McKee, 2007; Allen,et al., 1998) air yang tertahan di dalam otot meningkat sejalan dengan naiknya pH, walaupun kenaikannya kecil. faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air daging selain protein pH dan yaitu, stress, pembentukan akto-myosin (rigormortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas dan aging, tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur, fungsi otot, pakan, dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2005). Keberadaan lemak



intramuskular (lemak marbling) menyebabkan longgarnya ikatan mikrostruktur serabut otot daging sehingga banyak tersedia ruangan bagi protein daging untuk mengikat air (Riyanto, 2001).



BAB IV KESIMPULAN Pemeriksaan kualitas daging ayam pada praktikum ini menunjukkan bahwa daging ayam yang berasal dari pasar di Sidoarjo dan pasar dukuh kupang Surabaya masih memenuhi standart persyaratan mutu. Daging ayam masih aman untuk dikonsumsi meskipun sudah terdapat tanda awal proses pembusukan tetapi kualitas daging dari kedua sampel daging tersebut rendah.



DAFTAR PUSTAKA Afrianti, M. 2003. Perubahan Warna, Profil Protein dan Mutu Organoleptik Daging Ayam Broiler setelah direndam dengan Ekstrak Daun Senduduk. J. Aplikasi Teknologi Pangan. Cross, H.R. 1998. Carcass Science, Milk sciences, and Technology. J. Elseiver Science Pulisher. New York. Deddy Muchtadi dan Nurheni Sri. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. J. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DirjenPendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. 5,25-27. Hajrawati, Fadilah, Wahyuni dan Arief. 2016. Kualitas Fisik, Mikrobiologis, dan Organoleptik Daging Ayam Broiler pada Pasar Tradisional. J. Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan Vol. 04 No. 03; 386-389. Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi 5 Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Jakarta : UI Press. Nurwanto, 2003. Bahan Ajar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang. Riyanto, J. 2001. Karakteristik kualitas fisik dan nutrisi daging sapi PO pada berbagai macam otot. J. Buletin Peternakan. Edisi Tambahan. hlm. 232–240. Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi keempat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Suradi, K. 2008. Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama Penyimpanan Temperatur Ruang. Tesis. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung. Van Laack R, Liu C-H, Smith M, Loveday H. 2000. Characteristics of pale, soft, exudative broiler breast meat. J. Poult Sci. 79(7):1057-1061. Wibisono, F. J. 2014. Pengujian Kualitas Daging Sapi dan Daging Ayam di Pasar Dukuh Kupang Barat Kota Surabaya. J. Vitek. ISSN : 97723029. Yulistiani, R. 2010. Studi Daging Ayam Bangka : Perubahan Organoleptik dan Pola Pertumbuhan Bakteri. J. Teknologi Pertanian. 11 (1): 27-36.



LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET PEMERIKSAAN TELUR AYAM



BAB I PENDAHULUAN Telur merupakan bahan makanan asal ternak yang memiliki nilai gizi tinggi karena mengandung zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral serta memiliki daya cerna yang cukup tinggi. Penurunan kualitas telur antara lain disebabkan masuknya mirob perusak kedalam isi telur melalui pori-pori kerabang telur, menguapnya air dan gas karena pengaruh suhu lingkungan. Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis,



serta dilengkapi dengan pori-pori kulit yang



berguna untuk pertukaran gas. Ketebalan kulit telur dipengaruhi oleh umur ayam, pakan ayam, stress dan kondisi imunitas ayam. Tujuan dari pemeriksaan kualitas telur kali ini memiliki tujuan mengetahui kualitas daging yang dijual dipasar tradisional masyarakat, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun hewan ternak. Pemeriksaan telur yang dilakukan kali ini meliputi pemeriksaan fisik telur dan kualitas isi telur. Pemeriksaan menggunakan bahan yang dibeli dipasar tradisional sidoarjo dan pasar tradisional dukuh kupang. Praktikum pemeriksaan telur dilakukan di labotarorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada hari jum’at tanggal 17 juli 2020 mulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WI Alat dan bahan yang digunakan antara lain : 



Telur ayam dari pasar tradional sidoarjo dan pasar tradisional dukuh kupang







Lempeng kaca







Jangka sorong







Timbangan



BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Telur A. Keadaan Fisik Telur Ayam Telur Pasar Sidoarjo Panjang Lebar Berat Warna Kondisi Kulit Bentuk Kebesihan B. Kualitas Isi Telur Keretakan Kulit Telur Ukuran Dan Gerakan Kuning Telur Ukuran Kantong Udara Blood Spot Kerusakan Mikroorganisme Pertumbuhan Benih



6,5 cm 5,23 cm 6,1 gram Coklat Gelap Tebal Bulat Kotor Telur Pasar Sidoarjo Tidak Ada Bergerak



Telur Pasar Dukuh Kupang Tidak Ada Bergerak



Lebih Besar Tidak Ada Tidak Ada



Lebih Kecil Tidak Ada Tidak Ada



Tidak Ada



Tidak Ada



C. Kesegaran dan Mutu Isi Telur Telur Pasar Sidoarjo Tinggi Kuning Telur Garis Tengah Kuning Telur Ketebalan Putih Telur Garis Tengah Putih Telur



Telur Pasar Dukuh Kupang 6,9 cm 4,52 cm 6,94 gram Coklat Terang Agak Tipis Lonjong Bersih



0,81 cm 2,375 cm



Telur Pasar Dukuh Kupang 1,69 cm 3,91 cm



0,41 cm 3,97 cm



0,62 cm 5,03 cm



Telur Ayam Pasar Sidoarjo Indeks Kuning Telur (IKT) = Tinggi Kuning Telur : Garis Tengah Kuning Telur = 0,81 : 2,375 = 0,34 standar IKT rata- rata dan termasuk telur baru Indeks Putih Telur (IPT)



= Ketebalan Putih Telur : Garis Tengah Putih Telur



= 0,41 : 3,97 = 0,103 standar IPT rata- rata dan termasuk telur baru



Haugh Unit (HU)



= 100 Log ( H + 7,57 – 1,7 W0,37) = 100 Log ( 4,1 + 7,57 – 1,7 . 6,10,37) = 96,82 mutu baik



Telur Ayam Pasar Dukuh Kupang Indeks Kuning Telur (IKT) = Tinggi Kuning Telur : Garis Tengah Kuning Telur = 1,69 : 3,91 = 0,87 standar IKT tinggi dan termasuk telur baru Indeks Putih Telur (IPT) = Ketebalan Putih Telur : Garis Tengah Putih Telur = 0,62 : 5,03 = 0,123 standar IPT tinggi dan termasuk telur baru Haugh Unit (HU)



= 100 Log ( H + 7,57 – 1,7 W0,37) = 100 Log ( 6,2 + 7,57 – 1,7 . 6,940,37) = 105 mutu sangat baik



PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan pada telur ayam dari pasar sidoarjo dan dukuh kupang terdapat perbedaan kualitas telur antara dua pasar tersebut. Pada keadaaan fisik telur ayam pasar sidoarjo termasuk berat telur yang ekstra yaitu 6,1 gram, dengan panjang 6,5 cm, lebar 5,23 cm, berwarna coklat gelap, bercangkang tebal berbentuk bulat tetapi kebersihan telurnya kotor. Ini menandakan kurangnya kebersihan kandang pada peternak. Sedangkan keadaaan fisik telur ayam dari pasar dukuh kupang termasuk berat telur yang jumbo yaitu 6,94 gram, dengan panjang 6,9 cm, lebar 4,52 cm, berwarna coklat terang, bercangkang agak tipis berbentuk lonjong dan kebersihan telurnya bersih. Ini menandakan keadaan fisik telurnya baik.



Pada kualitas isi telur ayam dari pasar sidoarjo ukuran kantong udara lebih besar dibandingkan dengan ukuran kantong udara telur ayam dari pasar dukuh kupang. Hal ini terjadi bisa karena telur ayam dari pasar sidoarjo sudah sedikit lama disimpan sehingga semakin lebarnya ukuran kantong udara. Untuk menentukan kesegaran dan mutu isi telur maka perlu dilakukan pemeriksaan Indeks Kuning Telur (IKT), Indeks Putih Telur (IPT) dan Haugh Unit (HU). Berdasarkan SNI telur ayam konsumsi telur yang baru mempunyai IKT antara 0,33 dan 0,52 dengan rata-rata 0,42, dan mempunyai IPT antara 0,050 dan 0,174 dengan angka normal 0,090 dan 0,120. Menurut SNI (2008) telur ayam konsumsi dibedakan atas Mutu I, memiliki nilai HU >72, Mutu II, memiliki nilai HU 62-72, dan Mutu III, memiliki nilai HU < 60. Pada telur ayam dari pasar sidoarjo mempunyai IKT 0,34 dan IPT 0,103 ini termasuk pada standar rata- rata kesegaran telur. Selain itu mempunyai nilai HU 96,82 yang artinya telur ayam dari pasar sidoarjo bermutu baik dan layak dikonsumsi. Sedangkan telur ayam dari pasar dukuh kupang mempunyai IKT 0,87 dan IPT 0,123 ini termasuk pada standar IKT dan IPT yang tinggi. Selain itu mempunyai nilai HU 105 yang artinya telur ayam dari pasar dukuh kupang bermutu sangat baik dan sangat layak dikonsumsi.



BAB IV KESIMPULAN Telur ayam dari pasar sidoarjo kualitas dan mutu telurnya lebih rendah dari telur ayam dukuh kupang tetapi masih sama-sama layak untuk dikonsumsi masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA Standar Nasional Indonesia (SNI). 2008. Telur Ayam Konsumsi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.



LAMPIRAN



Pemeriksaan Telur Ayam Dari Pasar Dukuh Kupang



Pemeriksaan Telur Ayam Dari Pasar Sidoarjo



LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET PEMERIKSAAN SUSU SAPI



BAB I PENDAHULUAN Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Kualitas atau mutu susu merupakan bagian penting dalam produksi dan perdagangan susu, derajat mutu susu hanya dapat dipertahanakan selama waktu tertentu, yang selanjutnya akan mengalami penurunan dan berakhir dengan kerusakan susu. Untuk mengukur derajat mutu susu dapat dilakukan beberapa uji. Tujuan dari pemeriksaan susu ialah unutk mengetahui kuliatas susu segar yang dijual dipasar tradisional maupun pedang kaki lima. Pemeriksaan susu yang dilakukan kali ini pemeriksaan keadaan susu yang meliputi uji organoleptic, uji Kebersihan, uji didih, uji alcohol, penetapan berat jenis susu, pemeriksaan enzymatic dengan melakukan uji redutkase dan uji katalase. Pemeriksaan susunan susu meliputi uji kadar lemak dengan metode gerber, penetapan bahan kering tanpa lemak (BKTL), dan penetapan kadar protein dengan metode formol. Serta untuk pemeriksaan pemalsuan susu meliputi uji conradi dan uji lugol, uji pengawetan susu dengan pemeriksaan formaldehyde metode hohner. Pemeriksaan mikrobilogis dengan metode Most Probable Number (MPN) untuk melihat adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi serta pemeriksaan metode Total Plate Count (TPC) dengan cara metode tuang.



Pemeriksaan menggunakan bahan yang dibeli dipasar tradisional gunung simo dan pedagang kaki lima di sepanjang jalan wonocolo. Praktikum pemeriksaan telur dilakukan di labotarorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada hari selasa tanggal 21 juli 2020 mulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB Alat dan bahan yang digunakan antara lain : a. Bahan



: sampe susu



b. Alat  Pemeriksaan organoleptic : tabung reaksi, Erlenmeyer  Uji kebersihan



: kertas saring, Erlenmeyer, corong



 Uji didih



: tabung reaksi, Bunsen, penjepit



 Uji alcohol



: alcohol 70%, tabung reaksi



 Penetapan Berat Jenis



: gelas ukur 250 ml, Erlenmeyer, laktodensimeter,



thermometer  Uji reductase



: pipet steril, tabung reductase dengan penyumbat



 Uji katalase



: pipet steril, tabung katalase steril dengan penyumbat



 Metode gerber



: butirometer gerber skala 0,0-0,7%, sumbat karet, kain



lap, sentrifus, penangas air  Metode formol



: Erlenmeyer, pipet



 Uji conradi



: gelas ukur, timbangan, cawan porselen, Bunsen



 Uji lugol



: tabung reaksi, pipetm Bunsen, corong, kertas saring,



asam asetat glasial, lugol  Metode TPC reaksi, bunsen



: cawan petri, media NA, tabung reaksi, rak tabung



 Metode MPN



: media MC Conkey Broth, Bunsen, Erlenmeyer,



tabung reaksi



BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN PEMERIKSAAN KEADAAN SUSU WONOCOLO A. Pemeriksaan Organoleptis 1. A. Uji Warna, Bau, Rasa dan Kekentalan Susu dari Daerah Wonocolo



a. Warna dari Susu yang di Uji adalah berwarna Putih



b. Bau dari Susu yang di Uji adalah berbau Amis



c. Untuk Rasa dari Susu yang di uji adalah Hambar



d. Kekentalan susu pada uji terlihat bahwa saat di goyang perlahan Susu tersebut lama hilang sehingga dapat disimpulkan kekentalan susu baik 1. B. Uji Warna, Bau, Rasa dan Kekentalan Susu dari Daerah Simo



Pada sampel susu sapi segar kedai simo memiliki warna putih normal, rasa agak manis, bau susu normal,dan kekentalan encer



2. A. Uji Kebersihan Susu dari Daerah Wonocolo



Pada saringan saat setelah diuji, terlihat butir-butir putih dan bitnik-bintik hitam seperti debu, ini menandakan hasil Positif bahwa Kebersihan yang kurang dijaga saat pengolahan susu. 2.B. Uji Kebersihan Susu dari Daerah Simo



Pada sampel susu sapi segar kedai simo terdapat sedikit gumpalan kotoran.



3. A. Uji Ph Susu dari Daerah Wonocolo Pemeriksaan pH terhadap susu dari daerah wonocolo menunjukkan nilai 6,5



B. Uji Didih Susu dari Daerah Wonocolo



Hasil dari uji ini terlihat ketika susu dipanaskan sampai mendidih tidak tampak gumpalan maka hasil dinyatakan Negatif. B. Uji Didih Susu dari Daerah Simo



C. Penetapan Berat



Pada sampel susu sapi segar kedai simo hasil negatif karena susu tidak menggumpal



Jenis



Daerah Wonocolo



BJ = 1,030 + (20-27,5) X 0,0002 = 1,0285 C. Penetapan Berat Jenis Susu dari Daerah Simo



BJ= 1,020+(20-24)x 0,0002= 1,0192 D. Pemeriksaan Enzymatis Susu 1. A. Uji Reduktase Susu dari Daerah Wonocolo



Susu



dari



Hasil dari uji Reduktase adalah terlihat setelah didiamkan selama 2 jam didalam inkubator dengan suhu 37°C, Warna biru terlihat menghilang maka Nilai Susu adalah 4.



1. B. Uji Reduktase Susu dari Daerah Simo



Pada sampel susu sapi segar kedai simo menjadi warna putih pada jam ke 2, memiliki nilai 2.



2. A. Uji Katalase Susu dari Daerah Wonocolo



Dari pemeriksaan katalase menunjukkan hasil terdapat penumpukkan atau gumpulan susu diujung tabung tapi tidak Nampak jelas jika adanya gas atau tidak. 2. B. Uji Katalase Susu dari Daerah Simo



Pada sampel susu sapi segar kedai simo memiliki udara pada ujung tabung katalase 0,5



HASIL PEMERIKSAAN SUSUNAN SUSU A. Uji Kadar Lemak Kadar Lemak Susu Dengan Metode Gerber Pemeriksaan uji gerber dari susu pasar simo menunjukkan adanya lemak tapi tidak banyak yaitu 1,8%.



Pemeriksaan uji gerber dari susu daerah wonocolo menunjukkan hasil 0%.



B. Penetapan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) Susu Wonocolo BKTL Susu Wonocolo 100 ( BJ – 1) BK = 1,23 LBK=1,23 + 2,71 L+2,71 100(BJ −1) BJBJ



BKTL Susu Simo



=(1,23)(0)+2,7



BKTL = BK – L 100(1,0285−1) 1,0285 100 ( 1,0285 – 1) BK = 1,23 x=1,23+2,7x2,77 0 + 2,71 1,0285 =1,23+7,4



BKTL = 7,5=8,63 –0 = 7,5BKTL = BK - L



BK=1,23 L+2,71



100(BJ −1) BJ



=(1,23)(1,3)+2,7



100(1,020−1) 1,020



=1,6+2,7x1,97 =1,6+5,32 =6,92 BKTL = BK - L



=6,92-1,43 =8,63-0 Protein Susu dengan Metode Formol C. Penetapan Kadar =5,62 =8,63



Susu Wonocolo



Susu Simo



Pemeriksaan menunjukkan hasil berwarna pink muda, dengan titrasi kedua nilai 3 dan nilai titrasi blanko 1. Titrasi formol = titrasi kedua – titrasi blanko =3–1 =2 %protein susu = 1,83 x titrasi formol = 1,83 x 2 = 3,66 M1aka kadar protein susu sebesar 3,66% %kasein



= 1,63 x 2 = 3,26



Maka kadar kasein susu sebesar 3,26%



HASIL PEMERIKSAAN PEMALSUAN DAN PENGAWETAN SUSU I. PEMERIKSAAN PEMALSUAN SUSU A. 1. Uji Condradi Susu Daerah Wonocolo



Hasil Uji Susu daerah Wonocolo dengan penilaian yang dilakukan adalah reaksi Negatif dikarenakan hasik uji berwarna Kuning atau tidak ada perubahan sama sekali. 2. Uji Conradi Susu Daerah Simo



Hasil Uji Susu daerah simo menunjukkn reaksi Negatif karena hasil uji yang ditunjukkan berwarna kuning atau tidak ada perubahan sama sekali. B. 1. Uji Lugol Susu Daerah Wonocolo



Dari hasil uji Susu daerah Wonocolo ini memiliki Penilaian akhir yaitu berwarna Kuning ini menandakan tidak ada Amilum.



2. Uji Lugol Susu Daerah Simo



Uji lugol pada susu dari daerah simo menunjukkan warna kuning atau negative yang berarti tidak ada nya kandungan amilum didalam susu. II. PEMERIKSAAN PENGAWETAN SUSU A. 1. Pemeriksaan Formaldehide (HCH) dengan cara Hohner Susu Daera Wonocolo



Hasil yang dilihat setelah dilakukan pemeriksaannya, Susu daerah Wonocolo ini adalah berwarna Violet yang artinya bereaksi Positif. 2. Pemeriksaan Formaldehide (HCH) dengan cara Hohner Susu Daerah Simo



Hasil uji menunjukkan berwarna merah atau negatif



III.



PEMERIKSAAN MIKROORGANISME A. 1. Pemeriksaan TPC Susu Wonocolo



TPC susu wonocolo,



dari



daerah



Hasil menunjukkan serupa dengan pengujian TPC dari susu yang dibeli di daerah wonocolo.



2. Pemeriksaan TPC Susu Simo



TPC susu dari daerah simo, Hasil menunjukkan serupa dengan pengujian TPC dari susu yang dibeli di pasar simo.



B. 1. Pemeriksaan Uji MPN Susu Daerah Wonocolo



Dari pemeriksaan dengan metode MPN menunjukkan terjadinya perubahan warna pada media setelah dilakukan inkubasi 24 jam selain terjadi perubahan warna juga terdapat gas didalam tabung durham. 2. Pemeriksaan Uji MPN Susu Daerah Simo



Pengujian MPN pada susu daerah simo yang menggunakan 3 pengenceran yang kemudia ditanamkan dalam media EMBA. Pada pengujian MPN menunjukkan pengenceran yang menunjukkan perubahan warna dari warna ungu menjadi warna keruh. C. 1. UJI E.Coli Pada Susu Daerah Wonocolo Uji EMBA susu dari daerah wonocolo, Hasil menunjukkan pengenceran ke 3 adanya tumbuh bakteri E.coli ditunjukkan dengan adanya hijau metalik.



2. Uji E.Coli Pada Susu Daerah Simo



Uji EMBA susu dari daerah simo, Hasil menunjukkan pengenceran ke 3 adanya tumbuh bakteri E.coli ditunjukkan dengan adanya hijau metalik.



BAB III PEMBAHASAN HASIL UJI KEADAAN SUSU A. PEMERIKSAAN ORGANOLEPTIS Hasil uji organoleptis menunjukkan susu memiliki warna putih dengan bau amis dan rasa yang hambar disertai kekentalan yang normal. Menurut Anindita dan Soyi (2017) mengatakan bahwa ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu yang memiliki warna kolostrum yaitu putih kekuningan i. Salah satu syarat mutu susu segar menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) adalah memiliki warna, bau, rasa, dan kekentalan yang tidak berubahii. Anindita dan Soyi (2017) juga menyatakan susu segar memiliki aroma khas yang dihasilkan karena adanya lemak – lemak dalam susu. Oleh karena itu susu yang didapat di Wonocolo sudah memenuhi standar susu segar. Perbedaan yang terlihat dari susu segar wonocolo dan susu segar simo yaitu pada kekentalan yang mana susu dari daerah simo lebih encer daripada susu daerah wonocolo. B. PEMERIKSAAN KEBERSIHAN Hasil pemeriksaan kebersihan susu menunjukkan adanya endapan pada kertas saring, begitupula pada susu dari daeah simo menunjukkan adanya gumpalan



kotoran berwarna putih pada kertas saring. Kebersihan diperlukan untuk menjaga kualitas susu karena kondisi yang tidak bersih dapat mendukung pertumbuhan bakteri dan mnurunkan kualitas susu (Anindita dan Soyi, 2017). Adanya endapan pada pemeriksaan kebersihan susu menunjukkan kondisi susu yang tidak baik, meskipun tidak ditemukan adanya benda asing.



C. PEMERIKSAAN pH Hasil pemeriksaan susu pada daerah Simo adalah 6,7 sedangkan pada Wonocolo 6,5. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011), syarat ph mutu susu segar adalah 6,3 – 6,8. Oleh karena itu kedua susu memenuhi standar pH. Nilai pH yang baik dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme pada susu (Anindita dan Soyi, 2017). D. PEMERIKSAAN UJI DIDIH Hasil pemeriksaan uji didih tidak menunjukkan adanya gumpalan ketika susu dididihkan. Uji didih dikatakan negatif ketika tidak ditemukan gumpalan pada dinding tabung yang disebabkan oleh ketidak-stabilan kasein (Anindita dan Soyi, 2017). Sehingga uji didih pada susu yang di dapat dari Wonocolo memiliki nilai negatif yang menunjukkan kasein susu yang stabil, hasil yang sama ditunjukkan pada pengujian menggunakan susu dari daerah simo. PEMERIKSAAN SUSUNAN SUSU A. PEMERIKSAAN KADAR LEMAK METODE GERBER Hasil pengujian kadar lemak menunjukkan nilai 0% pada susu Wonocolo sedangkan susu Simo memiliki kadar lemak 1,8%. Menurut Badan Standarisasi



Nasional (2011) syarat mutu susu segar memiliki kandungan lemak minimum 3,0%. Oleh karena itu susu dari Wonocolo dan Simo memiliki kadar lemak yang rendah sehingga kemungkinan harga jual sangat rendah. Seperti yang dikatakan Anindita dan Soyi (2017) pada penelitiannya bahwa lemak susu dapat mempengaruhi harga jual susu.



B. PEMERIKSAAN KADAR PROTEIN METODE FORMOL Hasil pemeriksaan kadar protein susu Wonocolo dan daeah simo bernilai 3,66% dan kasein 3,26%. Nilai yang dihasilkan sama karena penggunaan titrasi blanko dan titrasi kedua adalah sama. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) nilai protein minimum pada syarat mutu susu segar sebesar 2,8%. Kasein pada susu memiliki proporsi sebesar 80% (Rachma, 2017). Hal ini menunjukan kandungan protein dan kasein pada susu yang diperiksa sangat cukup. Penurunan protein susu dapat disebabkan oleh adanya cemaran yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme (Putri, 2016). Sebagaimana pemeriksaan kebersihan susu sebelumnya menunjukkan adanya endapan dimana terdapat kemungkinan cemaran tersebut telah menurunkan kandungan kasein susu. C. PEMERIKSAAN BERAT JENIS SUSU Hasil pemeriksaan BJ susu daerah wonocolo menunjukkan nilai 1,0285 dan BJ susu daerah simo menunjukkan nilai 1,0192.



Badan Standarisasi Nasional



(2011) menetapkan syarat mutu susu segar memiliki BJ bernilai 1,0270. Menurut Anindita dan Soyi (2017), kandungan yang terlarut didalam susu dimana semakin banyak senyawa yang terdapat dalam susu maka berat jenis



susu akan meningkat. Hal ini menyatakan bahwa susu yang diperiksa kemungkinan memiliki kandungan senyawa yang banyak dibutktikan dengan nilai BJ yang melebihi nilai syarat mutu. Namun nilai protein dan lemak yang rendah dari pemeriksaan sebelumnya dapat menunjukkan adanya kemungkinan penyimpangan terhadap susu.



D. PEMERIKSAAN BAHAN KERING TANPA LEMAK (BKTL) Hasil perhitungan Bahan Kering Tanpa Lemak susu wonocolo adalah 7,5% dan susu daerah simo adalah 5,62%. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011), syarat mutu susu segar memiliki kadar BKTL minimum 7,8%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan nilai BKTL pada susu yang diperoleh dari Wonocolo. Produksi enzim dari mikroorganisme seperti asam laktat, plasmin dan produk lain dapat merubah dan merusak laktosa, protein, dan kandungan lainnya, sehingga konsentrasi BK dan BKTL turun (Wulandari, 2012) iii. Hal ini didukung dengan adanya cemaran pada pemeriksaan kebersihan. PEMERIKSAAN PEMALSUAN DAN PENGAWETAN SUSU A. PEMERIKSAAN KANDUNGAN GULA METODE CONRADI Hasil pemeriksaan metode Condradi pada susu daerah wonocolo dan susu daerah simo menunjukkan hasil negatif yang berarti tidak ada penambahan storch pada susu. Uji Condradi merupakan uji pada susu segar untuk mendeteksi adanya penambahan gula pada susu (Wulandari, 2012). Oleh karena itu nilai negatif menunjukkan bahwa tidak ada penambahan gula pada susu Wonocolo maupun susu daerah simo.



B. PEMERIKSAAN KANDUNGAN AMILUM DENGAN LUGOL Hasil pemeriksaan uji lugol pada susu daerah wonocolo dan susu daerah simo menunjukkan reaksi negatif karena memunculkan warna kuning. uji amilum digunakan untuk mendeteksi penambahan amilum atau tepung pada susu (Wulandari 2012). Oleh karena itu, susu yang diperoleh dari Wonocolo dan daerah simo tidak mengandung amilum. penambahan amilum dilakukan untuk memperbanyak volume susu yang akan dijual, sehingga susu tampak terlihat lebih banyak, selain itu Penambahan amilum akan mengurangi persentase lemak susu dan protein susu yang berperan penting dalam pembuatan keju (Wulandari, 2012). C. PEMERIKSAAN FORMALDEHIDE DENGAN METODE HOHNER Hasil pemeriksaan kedua sampel susu menunjukkan hasil negative, yang berarti susu daerah wonocolo maupun daerah simo tidak ditemukan adanya larutan pengawet Formalin. Deteksi dapat dilakukan dengan menambahkan H2SO4 ke dalam campuran 3 ml. susu dan 3 ml. aquadest. Reaksi positif terlihat warna violet dan reaksi negatip terjadi perubahan warna hijau atau kehijauan yang lama kelamaan berubah menjadi merah/coklat (Siswanto dkk., 2011) PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS A. PEMERIKSAAN ENZIMATIS REDUKTASE Hasil uji reductase susu wonocolo menujukkan nilai 4 dan susu simo menunjukkan nilai 2, perubahan warna metilen biru yang terjadi setelah 2 jam Reduksi biru metilen didasarkan pada kemampuan bakteri didalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen terlarut, yang menyebabkan penurunan kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut, oleh karena itu semakin lama



hhilang maka semakin sedikit kandungan bakterinya sehingga kualitas susu semakin bagus (Susilawati dkk 2013). B. PEMERIKSAAN ENZIMATIS KATALASE Hasil pemeriksaan enzim katalase pada susu wonocolo menunjukkan nilai 1 ml dan pada susu simo menunjukkan hasil 0,5 ml. Susu dikatakan baik jika volume gas O2 yang terkumpul maksimal 3 mL (Nababan dkk 2015) iv. Susu yang didapatkan dari Wonocolo menunjukkan nilai baik karena gas O2 yang terkumpul tidak mencapai lebih dari 3 mL. Selama penyimpanan, bakteri yang ada didalam susu membentuk enzim katalase sehingga mempercepat proses reduksi hidrogen peroksida menjadi air dan membebaskan gas oksigen selama penyimpanan (Nababan dkk, 2015). Oleh karena itu, semakin banyak gas O2 maka akan semakin banyak bakteri pembentuk katalase. C. PEMERIKSAAN TPC Hasil pemeriksaan mikroorganisme melalui penanaman pada media NA menunjukkan koloni yang meluas sehingga tidak dapat dihitung dan dinyatakan sebagai bakteri tidak terhingga hal ini terjadi karena adanya human error. Menurut SNI No. 3924-2009 maksimum Total Plate Count 1 x 10 -6 . Rendahnya jumlah TPC dalam susu segar kemungkinan disebabkan karena pembersihan kandang dilakukan lebih dari dua kali dalam sehari yaitu sebelum pemerahan pagi dan sebelum pemerahan sore serta dilakukan pencucian puting r sebelum pemerahan.Manajemen kebersihan kandang yang baik dapat menurunkan TPC dan sedimen susu. Selain itu peralatan pemerahan dibersihkan sebelum dan sesudah pemerahan dengan menggunakan air dan sabun. Sabun termasuk desinfektan golongan surfaktan (surface active agents) yang dapat membunuh mikroba dengan cara merusak membran sel mikroba (Kirk, 2005). D. PEMERIKSAAN MPN



Hasil penanaman bakteri MPN menunjukkan 5-5-5 tabung bereaksi positif, namun hanya 2 tabung di pengenceran 10-3 yang menunjukkan hasil positif Escherichia coli. Berdasarkan hasil tersebut kemungkinan nilai MPN bakteri koliform adalah 4/100mL. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) batas maksimum MPN adalah 40/mL. Oleh karena itu, susu Wonocolo memenuhi standar mutu. Hasil pada susu simo menunjukkan hasil perubahan warna pada uji MPN sebanyak 2 tabung pada pengenceran 10-3



BAB IV KESIMPULAN Dari hasil uji coba yang kami lakukan susu yang berasal dari simo memiliki kualitas yang lebih rendah jika dibandingan dengan susu yang berasal dari wonocolo, hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil uji coba yang kami lakukan dimana susu yang bersal dari simo memiiki kekentalan yang lebih cair, dari hasil pemeriksaan kebersihan susu menunjukkan adanya endapan pada kertas saring, dan memiliki nilai pH yang lebih kecil dari susu yang berasal dari daerah wonocolo, pada pemeriksaan mikrobiologi juga susu yang berasal dari simo memiliki jumlah cemaran bakteri e.coli yang lebih besar jika di bandingkan dengan susu yang berasal dari wonocolo hal ini dapat dilihat dari uji emba yang menunjukan adanya wana hijau metalik yang lebih banyak jika dibandingkan dengan hasil inokulasi yang berasal dari wonocolo. Jadi susu dari wonocolo dan simo masih layak dikonsumsi karena masih dibawah nilai SNI susu.



DAFTAR PUSTAKA Anindita Ns Dan Soyi Ds, 2017, Studi Kasus: Pengawasan Kualitas Panga Hewani Melalui Pengujian Kualitas Susu Sapi Yang Beredar Di Kota Yogyakarta. Jurnal Peternakan Indonesia. Vol 19, No. 2, Hal 96 -105. Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia Susu Segar. Bagian 1-Sapi Sni- 3141.1-2011. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Www.Bsn.Go.Id. Rachma Fy, 2017. Evaluasi Kandungan Nutrien Susu Sapi Yang Difiltrasi Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi Polyethersulfone Dengan Konsentrasi Polimer Dan Lama Waktu Filtrasi Berbeda. Fak. Peternakan Undip. Semarang Putri E. 2016. Kualitas Protein Susu Sapi Segar Berdasarkan Waktu Penyimpanan. Chempublish Journal. Vol 1 N0. 2, Hal 14-20. Wulandari F. 2012. Komposisi, Kesegaran, Dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar Sebagai Bahan Dasar Keju Pada Industri Pengolahan Susu (Ips). Fkh Ipb. Bogor Susilawati T, Abduh Sbm, Mulyani S. 2013. Reduksi Bakteri Dan Biru Metilen, Serta Perubahan Intensitas Pencoklatan Dan Ph Susu Akibat Pemanasan Pada Suhu 80°C Dalam Periode Yang Bervariasi. Animal Agriculture Journal Vol 2 No 3 Hal 123-131 : Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Aaj Nababan M, Suada Ik, Swacita Ibn. 2015kualitas Susu Segar Pada Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau Dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman Dan Angka Katalase, Indonesia Medicus Veterinus, Vol 4 No. 4 Hal 374-382.



Lampiran



i



Anindita NS dan Soyi DS, 2017, Studi kasus: Pengawasan Kualitas Panga hewani melalui pengujian kualitas susu sapi yang beredar di kota Yogyakarta. Jurnal peternakan Indonesia. Vol 19, No. 2, hal 96 -105. ii Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar nasional Indonesia susu segar. Bagian 1-Sapi SNI- 3141.1-2011. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. www.bsn.go.id. iii Wulandari F. 2012. KOMPOSISI, KESEGARAN, DAN DUGAAN PEMALSUAN SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN DASAR KEJU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU (IPS). FKH IPB. Bogor iv