Laporan Praktikum Teknologi Pengendalian Gulma Alelopati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGENDALIAN GULMA (TPG) “ALELOPATI”



Disusun Oleh: Fidya Asrini 115040100111111 Kelas A Agribisnis Kelompok A1 (11.00-12.40) Asisten praktikum: Elvira Ambarasti Rahmiana



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Alelopati merupakan peristiwa dari adanya pengaruh jelek dari zat kimia (alelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tumbuhan lain jenis yang tumbuh di sekitarnya (Jody Soemandinir, 1988). Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat ditemukan disetiap organ tumbuhan, antara lain terdapat di daun, batang, akar, rhizoma, buah, biji, umbi, serta bagian-bagian tumbuhan yang membusuk. Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah golongan fenol. Tumbuhan dalam bersaing mempunyai senjata bermacam-macam, misalnya berduri, berbau yang kurang bisa diterima sekelilingnya, tumbuh cepat berakar dan berkanopi luas dan bertubuh tinggi besar, maupun adanya sekresi zat kimiawi yang dapat merugikan pertumbuhan tetangganya. Kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan jenis lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Peristiwa semacam ini disebut alelopati Persaingan diantara tumbuhan secara tak langsung terbawa oleh modifikasi lingkungan. Didalam tanah, sistem-sistem akar bersaing untuk air dan bahan makanan, karena mereka tidak bergerak, ruang menjadi suatu faktor yang penting, sekresi akar dan daun-daun yang jatuh menambah skretori tanah serta senyawa limbah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain dalam tempat sekitarnya



1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum alelopati ini adalah 1. Untuk mengetahui apa itu alelopati 2. Untuk mengetahui bagaimana kerja alelopati pada tumbuhan disekitarnya 3. Untuk mengetahui tumbuhan atau gulma apa saja yang mengeluarkan alelopati 4. Untuk mengetahui pengaruh dari pemberian ekstrak umbi teki terhadap perkecambahan biji kedelai.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengertian Alelopati Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut (Odum 1971). Menurut Mallik (2008), alelopati adalah fenomena biologi dimana organisme yang menghasilkan satu atau beberapa senyawa biokimia yang mempengaruhi pertumbuhan, survival dan reproduksi organisme lain. Sedangkan menurut Rice (1984), alelopati adalah pengaruh dari satu tanaman terhadap pertumbuhan tanaman dan mikroorganisme melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungan. Dan menurut Rohman (2001), alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia.



2.2 Mekanisme Pengeluaran Alelopati Senyawa kimia (alelokimia) pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya. Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks (George, 1985: 113). Menurut Einhellig (1995) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran. Senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati



a. Penguapan Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus dan Salvia. b. Eksudat Akar Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat. c. Pencucian Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini (Moenandir, 1993:87). d. Pembusukan Organ Tumbuhan Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawasenyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya (Moenandir, 1993:87). Selain melalui cara-cara di atas, pada tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah (Sukman, 1995: 64).



2.3 Tumbuhan yang Mengeluarkan Senyawa Alelopat 1. Kopi Arabika Berdasarkan hasil penelitian kopi arabika melepaskan senyawa 1,3,7trimethylxanthin yang dapat menghambat perkecambahan bayam (Amaranthus spinosus L.) (Hasanuzzaman, 1995). Hasil penelitian lain, Anaya (2002) dan Schulz et al. (2008) melaporkan bahwa kopi arabika mengeluarkan senyawa alelopati kafein yang banyak ditemukan disekitar akar yang dapat menghambat mitosis akar tanaman



lettuce (Friedman and Waller, 1983) dan pertumbuhan dirinya sendiri (autotoxicity). Lebih lanjut ditambahkan pula bahwa kafein ditemukan banyak di dalam akar namun sedikit di dalam tanaman bagian atas. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa penanaman tanaman aromatik seperti Menta (Mentha piperita), selasih (Ocimum bacillus), sage (Salvia officinalis) dan oregano (Origanum vulgare) dapat menyerap kafein di dalam tanah yang bersifat toksik bagi tanaman kopi itu sendiri (Schulz et al., 2008). 2. Pinus Dari beberapa kajian ekologis pada daerah pertumbuhan pohon pinus menunjukkan tidak ada pertumbuhan tanaman herba, hal tersebut diduga karena serasah daun pinus yang terdapat pada tanah mengeluarkan zat alelopati yang menghambat pertumbuhan herba. Hal tersebut diperkuat dengan hasil uji efektivitas ektrak daun pinus menunjukkan bahwa senyawa alelopati yang terdapat dalam ekstrak daun pinus dapat menghambat perkecambahan benih Amaranthus viridis. Lebih lanjut Noguchi et al. 2009 melaporkan pula bahwa ektrak metanol daun pinus merah dapat menghambat pertumbuha akar dan batang tanaman seledri (Lepidium sativum), selada (Lactuca sativa), alfalfa (Medicago sativa) dan gandum hitam (Lolium multiforum). Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan senyawa pada daun pinus merkusii mempunyai potensi sebagai bahan bioherbisida untuk mengkontrol pertumbuhan gulma yang dapat menganggu pertumbuhan produksi tanaman pangan antara lain tanaman padi. Salah satu gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman padi adalah Echinochloa colonum dan Amaranthus viridis. Pinus merkusii memiliki saluran resin yang dapat menghasilkan suatu metabolit sekunder bersifat alelopati. Alelokimia pada resin tersebut termasuk pada kelompok senyawa terpenoid, yaitu monoterpen α-pinene dan β-pinene dan senyawa tersebut diketahui bersifat toksik baik terhadap serangga maupun tumbuhan (Taiz dan Zeiger, 1991). Selain itu, senyawa tersebut merupakan bahan utama pada pembuatan terpentin. Monoterpen (C–10) merupakan minyak tumbuh-tumbuhan yang terpenting yang juga bersifat racun (Sastroutomo 1990). 3. Akasia Telah dilaporkan bahwa dari hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak alelopati dari daun, kulit batang dan akar dari akasia (Acacia mangium Wild) berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus L) dan benih jagung (Zea mays). Selanjutnya ditambahkan pula bahwa daya hambat senyawa alelopati yang ada di Acacia mangium Wild pada benih jagung lebih tinggi dibanding pada benih kacang hijau (Febian Tetelay, 2003).



Selanjutnya dilaporkan pula bahwa allelokimia yang berasal dari ekstrak Imperata cylindrica dan A. mangium mungkin bekerja mengganggu proses fotosintesis atau proses pembelahan sel. Penekanan pertumbuhan dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar, perubahan warna daun (Dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta bengkaknya akar. 4. Tumbuhan Teki (Cyperus rotundus L.) Rumput teki (Cyperus rotundus L.) yang masih hidup dan yang sudah mati dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Rumput teki mengganggu tanaman lain dengan mengeluarkan senyawa beracun dari umbi akarnya dan dari pembusukan bagian vegetatif (Sastroutomo, 1990). Alelokimia pada rumput teki menurut Rahayu (2003) dibentuk di berbagai organ, di akar, batang, daun, bunga dan atau biji. Alelokimia pada rumput teki (Cyperus rotundus L.) dilepaskan ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui eksudasi akar. Umbi teki (Cyperus rotundus) mengandung cyperene, flavonoid, sitosterol dan ascorbic acid yang mampu memacu proses penyembuhan luka dan sudah dipakai pada pengobatan tradisional (Nuryana, 2007). Akar teki mengandung alkaloid, glikosida jantung, flavonoid dan minyak sebanyak 0,3-1% yang isinya bervariasi, tergantung daerah asal tumbuhnya. Akar yang berasal dari jepang berisi cyperol, cyperene I & II, alfa-cyperone, cyperotundone dan cyperolone, sedangkan yang berasal dari China berisi patchoulenone dan cyperence (Swari, 2007). 5. Jagung (Zea mays) Informasi mengenai daya hambat pertumbuhan yang disebabkan oleh senyawa alelopati yang ada di jagung masih sangat terbatas. Dalam sebuah laporan dinyatakan bahwa ekstrak akar jagung dapat digunakan untuk menghambat gulma melalui peningkatan aktivitas enzim katalase dan peroksidase. Dilaporkan pula bahwa sisa tanaman jagung mengandung lima jenis senyawa asam fenolat penyebab alelopati yaitu asam verulat, as p-koumarat, asam siringat, asam vanilat, dan asam hidroksibenzoat potensial untuk menekan gulma (Guenzi dan Mc Calla 1966).



2.4 Alelopat Sebagai Bioherbisida Saat ini kebutuhan dan penggunaan herbisida kimia sintetis untuk tanaman perkebunan sangat tinggi. Dalam rangka mendukung gerakan pertanian organik di



Indonesia, diperlukan herbisida organik yang efektif berskala komersial yang dapat menekan pertumbuhan gulma terutama pada tanaman perkebunan lada. Ada tiga jenis rumput yaitu masing-masing Dicanthium annulatum Stapf., Cenchruspennisetiformis hochest and Sorghum halepense Pers., yang bersifat alelopatik dan mampu berperan dan potensial sebagai bioherbisida (Javaid dan Anjum 2006). Dilaporkan pula bahwa ekstrak terna dan akar dengan air dari ketiga jenis rumput tadi mampu menekan perkecambahan gulma Parthenium hysterophorus L. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa ekstrak terna dari rumput D. annulatum Stapf., dan C. pennisetiformis hochest mempunyai daya bunuh yang lebih kuat terhadap gulma P. hysteriporus dibandingkan dengan S. halepense. Beberapa jenis senyawa alelopati yang cukup potensial antara lain berasal dari ekstrak tumbuhan alang-alang (Imperata cylindrica), akasia (Acacia mangium), jagung (Zea mays) dan pinus (Pinus merkussi). Penggunaan senyawa alelopati dari keempat tumbuhan cukup prospektif karena relatif mudah didapat, murah dan dengan jumlah biomas yang cukup memadai. Ekstrak ini bisa didapat dari semua bagian alang-alang mulai dari akar, batang dan bagian lainnya. Namun menurut penelitian, allelopathy paling banyak ditemukan pada bagian akarnya dan ekstrak tersebut akan banyak jumlahnya jika akar yang digunakan banyak pula (Balitro,2013).



BAB III BAHAN DAN METODE



3.1 Alat dan Bahan  Alat 



Petridish







Gelas Ukur







Pisau atau silet







Mortal







pengaduk







Alat tulis







Kamera



 Bahan 



Biji kedelai







Umbi teki







Kertas merang







air



3.2 Alur Kerja 1. Siapkan alat dan bahan 2. Potong umbi teki dengan silet atau pisau 3. Tumbuk umbi teki sampai halus dengan mortal 4. Campur tumbukan umbi teki dengan air dalam gelas ukur 5. Siapkan cawan petri yang diberi alas kertas merang (sebagai media tanam) 6. Letakkan biji kedelai diatas kertas merang 7. Tuangkan larutan (ekstrak) umbi teki diatas biji kedelai 8. Dokumentasikan setiap kegiatan 9. Amati setiap 2 hari sekali serta hitung setiap presentase perkecambahannya 10. Catat hasil pengamatan



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Hari pertama (Selasa, 26 November 2013)



Hari kedua (Rabu, 27 November 2013) No 1



Perlakuan Ko (4 ml air)



Gambar



Keterangan Biji



kedelai



belum



ada



yang



berkecambah, tidak ada perubahan warna pada biji kedelai, dan % Perkecambahan = x 100 % =0% 2



K1



(10



ml



Biji



kedelai



belum



ada



yang



ekstrak umbi



berkecambah, tidak ada perubahan



teki)



warna pada biji kedelai, dan % Perkecambahan = x 100 % =0%



3



K2



(15



ml



Biji



kedelai



belum



ada



yang



ekstrak umbi



berkecambah, tidak ada perubahan



teki)



warna pada biji kedelai, dan % Perkecambahan = x 100 % =0%



4



K3



(20



ml



Biji



kedelai



belum



ada



namun



yang



ekstrak umbi



berkecambah,



kulitnya



teki)



mulai pecah dan ada perubahan warna agak coklat pada kulit biji kedelai % Perkecambahan = x 100 % =0%



Hari keempat (Jum’at, 29 November 2013) No 1



Perlakuan Ko (4 ml air)



Gambar



Keterangan Biji



kedelai



belum



ada



yang



berkecambah dan % Perkecambahan = x 100 % =0% 2



K1



(10



ml



Biji



kedelai



belum



ada



ekstrak umbi



berkecambah dan



teki)



% Perkecambahan = x 100 %



yang



=0% 3



K2



(15



ml



Biji kedelai yang berkecambah



ekstrak umbi



hanya 1biji dan yang lain mulai



teki)



pecah kulit bijinya dan % Perkecambahan = x 100 % = 20 %



4



K3



(20



ml



Biji kedelai yang berkecambah



ekstrak umbi



sudah 4 biji, yang satunya belum



teki)



berkecambah namun mulai pecah kulit bijinya % Perkecambahan = x 100 % = 80 %



Hari ketujuh (Senin, 2 Desember 2013) No 1



Perlakuan Ko (4 ml air)



Gambar



Keterangan Biji



kedelai



belum



ada



yang



berkecambah, kulit biji kedelai berubah agak kecoklatan dan % Perkecambahan = x 100 % =0% 2



K1



(10



ml



Biji



kedelai



belum



ada



yang



ekstrak umbi



berkecambah dan



teki)



% Perkecambahan = x 100 % =0%



3



K2



(15



ml



Biji kedelai yang berkecambah



ekstrak umbi



hanya 1 dan yang lain mulai pecah



teki)



kulit



bijinya, warna



kulit



biji



kedelai berubah agak kecoklatan % Perkecambahan = x 100 % = 20 % 4



K3



(20



ml



Biji kedelai yang berkecambah



ekstrak umbi



sudah



4,



biji



satunya



belum



teki)



berkecambah namun mulai pecah kulit bijinya, ada perubahan warna agak kecoklatan pada biji kedelai. % Perkecambahan = x 100 % = 80 %



4.2 Pembahasan Dari praktikum ini, dapat kita ketahui bahwa alelopati merupakan keluarnya senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya. Senyawa alelopat merupakan bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan, yang dapat menyebabkan perubahan terhadap tumbuhan lain di sekitarnya. Pada umumnya senyawa ini bersifat menghambat perkecambahan dan terkadang dapat mengurangi pertumbuhan tumbuhan lain yang berasosiasi dengan tumbuhan penghasil senyawa alelopat. Dari percobaan yang telah dilakukan kemarin, diketahui bahwa dosis ekstrak umbi teki yang diberikan terhadap biji kedelai yang dijadikan sebagai objek percobaan sangat berpengaruh trhadap pertumbuhan dan perkembangan dari biji pada saat perkecambahan . Biji kedelai yang diberi perlakuan ekstrak umbi teki dengan dosis tinggi memiliki persentase perkecambahan lebih besar yaitu 80 % daripada pada biji kedelai yang diberi ekstrak umbi teki dengan dosis dibawahnya (10 ml dan 15 ml). Namun biji kedelai tersebut berkecambah tidak baik, biji kedelai tersebut terlihat kering dan berwarna agak coklat yang menandakan bahwa biji kedelai tersebut lama-kelamaan akan mati. Biji kedelai tersebut bisa berkecambah mungkin karena ekstrak umbi teki banyak diserap oleh media tanamnya (kertas merangnya), sehingga bijinya tidak terkena dengan ekstrak tersebut. Sebagian besar biji kedelai yang diberi ekstrak umbi teki ini tidak berkecambah, kering, rusak dan kebanyakan mati. Hal ini menandakan bahwa ekstrak dari umbi teki ini sangat mempengaruhi perkecambahan dari biji kedelai tersebut, karena senyawa kimia yang terdapat pada teki ini bersifat merusak, menghambat dan merugikan. Dimana pengaruh ini terjadi pada perkecambahan, pertumbuhan maupun pada saat metabolisme tanaman kedelai.



BAB V PENUTUP



5.1 Kesimpulan Dari hasil pengamatan percobaan yang telah dilakukan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa proses pembentukkan senyawa alelopati merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat atau dalam hal lainnya. Karena dalam percobaan diatas, sebagian besar biji kedelai yang diberi ekstrak umbi teki ini tidak berkecambah, kering, rusak dan kebanyakan mati. Hal ini menandakan bahwa ekstrak dari umbi teki ini sangat mempengaruhi perkecambahan dari biji kedelai tersebut, karena senyawa kimia yang terdapat pada teki ini bersifat merusak, menghambat dan merugikan. Dimana pengaruh ini terjadi pada perkecambahan, pertumbuhan maupun pada saat metabolisme tanaman kedelai. Dan dari hasil pengamatan ini, pemberian ekstrak umbi teki sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkecambahan kedelai. Biji kedelai yang diberi ekstrak umbi teki dosis tinggi berkecambah tidak baik, hal ini dibuktikan dari kondisi fisik biji kedelai yang mana biji tersebut kering, rusak, berwarna agak coklat dan sebagian besar biji kedelai yang diberi ekstrak umbi teki kebanyakan mati. Sedangkan perlakuan Ko, biji kedelai tidak berkecambah karena kurangnya faktor-faktor pendorong perkecambahan seperti air, cahaya, suhu dan nutrisi. Bisa juga karena terkena aroma ekstrak umbi teki disekitarnya.



5.2 Kritik dan Saran Kritik sekaligus saran dari saya hanyalah, kalau bisa dikedepannya jangan memberi tugas laporan secara sekaligus di akhir kepada praktikan. Sebaiknya format atau penugasan diberikan secara berkala atau bertahap di akhir pertemuan agar minggu depan dapat dikumpulkan juga secara berkala.agar tidak terkesan menumpuk di akhir. Terimakasih banyak atas pemberian materi nya selama ini. Mohon maaf juga bila kami (terutama saya) banyak kesalahan pada mbak Ajeng dan mbak Vira.



DAFTAR PUSTAKA Anaya,A.L., G.R. Waller, P.O.Owour, J. Friedman, C.H.Chou, T Suzuki, J.F. ArroyoEstrada, and r.Cruz-Ortega. 2002. The role of caffeine in the produkcton decline due to autotoxicity in coffee and tea plantation. In Reigosa and N. Pedrol (eds) Allelopathy from molecules to ecosystem. Science Publisher, Inc.Einfield USA. pp 71-91 Balitro.2013.Alelopat Sebagai Bioherbisida.(online). http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/publikasi/prosiding/pesnabiv/15.Djazuli%2 0herbnab%20alelopati%20177-186p.pdf. Diakses 7 Desember 2013 Einhellig FA. 1995a. Allelopathy: Current status and future goals. Dalam Inderjit, Dakhsini KMM, Einhellig FA (Eds). Allelopathy. Organism, Processes and Applications. Washington DC: American Chemical Society. Hal. 1 – 24 Febian Tetelay, 2003. Pengaruh allelopathy Acacia mangium Wild terhadap perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dan jagung (Zea mays). http://www.irwantoshut.com . 21 September 2011 Friedman, J. and G.R. Waller. 1983. Caffeine hazards and their prevention in germinaating seeds of coffee (Coffea arabica L). J. Chem.Ecol. 9:1099-1106 Guenzi, W.D., and T.M. Mc. Calla. 1966. Phenolic acids in oat, wheat, sorghum, and corn residues and their phytotoxicity. Agronomy Journal, Madison, v. 58: 303-304 p Moenandir, J.H. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Rice EL. 1984. Allelopathy. Second Edition. Orlando FL: Academic Press. Rohman, Fatchur. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang. Sastroutomo, S. 1990. Ekologi gulma. Gramedia.Pustaka Utama. Jakarta. Schulz, M., M. Knop., M. Kunert, and C. Mullenborn. 2008. Root associated microorganism perform degradation of caffein M absorbed by Salvia officinalis. Fifth World Congress on Allelopathy. “Growing Awarness of the Role of Allelopathy In Ecological, Agricultural, and Environmental Process”. Sept 21-25, 2008. New York. USA Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Taiz, L. dan E.Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benjamin/Cummings Publishing Company. Inc. California