Laporan Praktikum Alelopati Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA ALELOPATI



Oleh: Nama



: Muhamad Arif Hidayatullah



NIM



:135040118113001



Kelas



:B



Kelompok



: B2 (Jumat, 07.00)



UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN AGRIBISNIS MALANG 2016



I.PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Gulma merupakan tumbuhan yang dapat dibilang merugikan bagi tanaman budidaya, karena kehadiran gulma sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan dengan tanaman budidaya dalam hal penyerapan unsur-unsur hara, cahaya, penyerapan air mengotori kualitas produksi pertanian, gulma dapat mengeluarkan zat atau cairan yang bersifat racun (Mangoensoekarjo, 1983). Gulma akan menjadi masalah besar di bidang pertanian apabila tidak dikendalikan dan semakin bertambah banyak. Terutama gulma yang dapat mengeluarkan zat alelopati yang dapat mematikan tanaman budidaya. Zat alelopati yang dikeluarkan oleh gulma atau tumbuhan alelopat dapat menyebabkan kerugian yang banyak pada tanaman budidaya. Tanaman yang teracuni dapat mempunyai gejala berupa terhambatnya tumbuh tanaman, terganggunya perkembangan tanaman bahkan bisa mengakibatkan tanaman tersebut mati. Di dalam persaingan Antara gulma dan tanaman budidaya jenis gulma alelopat cenderung sulit untuk diketahui akibat yang ditimbulkanya, gulma ini tidak hanya bersaing dalam memperebutkan unsur hara, namun juga mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat meracuni bahkan mematikan tanaman budidaya. Alelopati adalah keadaan di mana suatu gulma atau bahan tanaman mengeluarkan eksudat kimia yang dapat menekan pertumbuhan tanaman atau tumbuhan lainnya (Sukman & Yakup, 1991). Alelopati dapat dihasil oleh gulma melalui jaringan tumbuhan pada hampir seluruh bagian tumbuhan alelopat tersebut. Rohman (2001) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa alelopati dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah dan biji). Senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian. Keadaan tersebut menyebabkan perlu diadakanya percobaan mengenai dampak dari alelopati yang dihasilkan oleh gulma alelopat terhadap



pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Percobaan dilakuakn dengan mengunaakan ekstrak umbi teki (Cyperus rotundus) terhadap tanaman jagung. 1.2 Tujuan 1.2.1



Untuk mengetahui apa itu alelopati



1.2.2



Untuk mengetahui pengaruh alelopati terhadap tanaman budidaya (pengaruh umbi teki terhadap tanaman jagung)



2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengertian Alelopati Istilah alelopati (allelopathy) pertama kali dikemukakan oleh Hans Molisch tahun 1937. Alelopati berasal dari kata allelon (saling) dan pathos (menderita). Menurut Molisch, alelopati meliputi interaksi biokimiawi secara timbal balik, yaitu yang bersifat penghambatan maupun perangsangan antara semua jenis tumbuhan termasuk mikroorganisme. Tahun 1974, Rice memberikan batasan alelopati sebagai keadaan merugikan yang dialami tumbuhan akibat tumbuhan lain, termasuk mikroorganisme, melalui produksi senyawa kimia yang dilepaskan ke lingkungannya. Batasan ini kemudian terus diverifikasi dengan berbagai penelitian. Tahun 1984, Rice melaporkan bahwa senyawa organik yang bersifat menghambat pada suatu tingkat konsentrasi, ternyata dapat memberikan pengaruh rangsangan pada tingkat konsentrasi yang lain. Sejak tahun tersebut, Rice dan sebagian besar ilmuwan yang menekuni alelopati merujuk terhadap batasan yang dikemukakan oleh Molisch. Alelopati kemudian didefinisikan sebagai pengaruh langsung ataupun tidak langsung



dari



mikroorganisme,



suatu baik



tumbuhan yang



terhadap



bersifat



yang



lainnya,



positif/perangsangan,



termasuk maupun



negatif/penghambatan terhadap pertumbuhan, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya (Rice 1984; Inderjit & Keating 1999; Singh et al. 2001, dalam Ahmad). Alelopati diartikan sebagai pengaruh negatif satu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan pembuahan jenis-jenis tumbuhan lainya (Sastroutomo, 1990). Alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan (Indriyanto, 1999).



2.2 Sumber Alelopati Alelopati dapat berasal dari beberapa sumber diantaranya adalah : a. Alelopati dari Gulma Banyak spesies gulma menimbulkan kerugian dalam budi daya tanaman yang berakibat pada berkurangnya jumlah dan kualitas hasil panen. Rice (1984) mencatat 59 spesies gulma yang memiliki potensi alelopati. Inderjit dan Keating (1999) melaporkan hingga 112 spesies, bahkan Qasem dan Foy (2001) menambahkannya hingga 239 spesies. Selain itu, Qasem dan Foy (2001) mencatat 64 spesies gulma yang bersifat alelopati terhadap gulma lain, 25 spesies gulma yang bersifat autotoxic/autopathy, dan 51 spesies gulma aktif sebagai antifungi atau antibakteri. b. Alelopati dari Tanaman Semusim Alelopati dari tanaman budidaya dapat menimbulkan efek negatif pada tanaman budidaya yang lain maupun gulma (Rice 1984). Senyawa alelopati yang dikeluarkan tanaman dapat berdampak pada tanaman yang ditanam berikutnya bahkan juga bisa bersifat alelopati pada tanaman itu sendiri atau autotoxicity (Putnam & Weston 1986). Inderjit dan Keating (1999) melaporkan 41 spesies tanaman semusim mengeluarkan senyawa alelopati, termasuk padi, jagung, kedelai, buncis, dan ubi jalar. Batish et al. (2001) melaporkan 56 spesies tanaman semusim bersifat alelopati terhadap tanaman yang lain, 56 spesies tanaman semusim bersifat alelopati terhadap gulma, dan 31 spesies tanaman semusim bersifat autotoxic. c. Alelopati dari Tanaman Berkayu Tanaman berkayu yang dilaporkan bersifat alelopati antara lain: Acasia spp., Albizzia lebbeck, Eucalyptus spp., Grewia optiva, Glirycidia sepium, Leucaena leucocephala, Moringa oleifera, Populus deltoides, Abies balsamea, Picea mariana, Pinus divaricata, P. recinosa, dan Thuja occidentalis (Rice 1984; Gill & Prasad 2000; Reigosa et al. 2000; Singh et al. 2000).



d. Alelopati dari Residu Tanaman dan Gulma Residu tanaman dan gulma dilaporkan menimbulkan efek alelopati pada spesies yang ditanam kemudian antara lain yaitu dari residu tanaman jagung, buah persik (Prunus persica), gandum hitam (Secale cereale), gandum (Triticum aesticu), dan seledri (Apium graveolens) (Inderjit dan Keating, 1999). Selain itu, menurut Chung et al. (2003) dan Jung et al. (2004) melaporkan pengaruh alelopati dari residu sekam, batang, dan daun padi. Hong et al. (2004) melaporkan pengaruh alelopati dari beberapa jenis tumbuhan



yang



dapat



menekan



pertumbuhan



gulma



sekaligus



meningkatkan hasil tanaman padi. e. Alelopati dari Mikroorganisme Alelopati dari mikroorganisme telah dilaporkan sejak tahun 1951, yaitu identifikasi senyawa griseofulvin dari Penicillium griseofulvum yang menghambat pertumbuhan tanaman gandum. Beberapa galur Fusarium equiseti juga dilaporkan menghasilkan senyawa yang bersifat toksik terhadap tanaman kapri. Beberapa Rhizobacteria juga dilaporkan menyebabkan



penghambatan



perkecambahan



benih,



gangguan



pertumbuhan akar dan menjadi peka terhadap serangan patogen pada tanaman target. Selain pengaruhnya pada tanaman, alelopati dari mikroorganisme juga dapat mempengaruhi mikroorganisme lain (Rice, 1984). Pada pertanaman padi, inokulasi sianobakteri yang dimaksud untuk meningkatkan ketersediaan N, dilaporkan adanya potensi negatif alelopati dari senyawa metabolit sekunder yang dihasilkannya (Inderjit & Keating, 1999). Bakteri Streptomyces sagononensis, S. hygroscopicus, dan Pseudomonas flourescens dilaporkan mengeluarkan senyawa alelopati yang menghambat pertumbuhan beberapa tanaman (Singh et al., 2003). f. Alelopati dari Tepung Sari Tepung sari dari gulma Parthenium hysterophorus, Agrotis stolonifora, Erigeron annuus, Melilotus alba, Phleum pretense, Vicia craca, dan Hieracium aurantiacum dilaporkan memiliki pengaruh alelopati. Tepung sari tanaman jagung juga dilaporkan memiliki pengaruh alelopati. Pengaruh alelopati tersebut dapat terjadi pada perkecambahan,



pertumbuhan, maupun pembuahan dari spesies target (Inderjit & Keating, 1999). 2.3 Jenis-jenis Alelopati Terdapat dua jenis alelopati yang terdapat di alam yaitu alelopati yang sebenarnya dan alelopati yang fungsional. Alelopati yang sebenarnya adalah pelepasan senyawa beracun dari tumbuhan ke lingkungan sekitarnya dalam bentuk senyawa beracun aslinya yang dihasilkan. Sedangkan alelopati yang fungsional ialah pelepasan senyawa kimia oleh tumbuh-tumbuhan ke lingkungan sekitarnya yang kemudian bersifat sebagai racun setelah mengalami perubahan yang disebabkan mikroba tanah (Sastroutomo, 1990). 2.4 Teknik Pelepasan Senyawa Alelopati (Triyono, 2009) Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar, rizoma, umbi, bunga, buah, dan biji. Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui: a. Penguapan Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya. b. Eksudat akar Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat. c. Pencucian Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini.



d. Pembusukan organ tumbuhan Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawasenyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian



organ



yang



mati



akan



kehilangan



permeabilitas



membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada di dalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya. 2.5 Pengaruh Alelopati pada Tanaman Adapun pengaruh alelopat pada tanaman menurut Wibowo (2011) yaitu: 



Menghambat penyerapan hara dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan







Menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan







Mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan







Menghambat respirasi akar







Menghambat sintesis protein







Menurunkan daya permeabilitas membran sel tumbuhan







Menghambat aktivitas enzim



3. BAHAN DAN MEETODE 3.1 Tempat dan waktu Hari



: Jumat, 23 Oktober 2013



Waktu



: Pukul 07.00 WIB – 08.40 WIB



Tempat



: Lab. SDL, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang



3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan NO



Nama



Fungsi Alat



1



Wadah/tempat menanam



2



Gelas minuman mineral 200 ml Mortar dan pestle



3



Gelas ukur



Mengukur ekstrak teki



4



Timbangan



Menimbang berat umbi teki



5



Alat tulis



Mencatat hasil pengamatan



6



Kamera



Mendokumentasikan kegiatan



7



Modul praktikum TPG



Panduan sat praktikum



Menghaluskan umbi teki



Bahan 1



Umbi teki (Cyperus rotundus)



Bahan praktikum spesimen gulma



2



Benih Jagung



3



Aquades



4



Kapas



Bahan praktikum spesimen tanman budidaya Untuk melarutkan umbi teki yang dihaluskan Media tanam



3.3 Langkah Kerja Persiapan alat dan bahan



Haluskan umbi teki menggunakan Mortar dan pestle



Tambahkan aquades pada teki yang sudah dihaluskan, ambil ekstraknya



Ukur volume ekstrak teki yang telah tercampur dengan aquades menggunakan gelas ukur



Letakkan kapas pada gelas aqua, masukkan benih jagung, beri perlakuan masing-masing 2 pengulangan sebagai berikut: Perlakuan 1: 0 ml ekstrak teki Perlakuan 2: 3 ml ekstrak teki Perlakuan 3: 6 ml ekstrak teki Perlakuan 4: 9 ml ekstrak teki Perlakuan 5: 12 ml eksrak teki



Lakukan pengamatan selama 7 hari, dan amati perkecambahannya



Dokumentasi, catat hasil pengamatan, dan penyusunan laporan



4. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Tabel 2. Hasil Pengamatan Perlakuan Alelopati Terhadap Biji Jagung Panjang Rata-rata (cm) Hari KeNo. Perlakuan Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 0 ml Koleoptil muncul 0 0 0 0 3 4,5 6,5 (Kontrol) pada hari ke 2 1. Ulangan 1 0 0 0 0 0 0 0 Koleoptil muncul 3 ml 0 0 0 0 0 0,6 1 pada hari ke 3 2. Ulangan 1 0 0 0 0 0 0 0 Koleoptil muncul 6 ml 0 0 0 0 0 0,4 0,5 pada hari ke 3 3. Ulangan 1 0 0 0 0 0 0 0 Koleoptil muncul 9 ml 0 0 0 0 0 0 0,3 pada hari ke 5 4. Ulangan 1 0 0 0 0 0 0 0 Koleoptil muncul 12 ml 0 0 0 0 0 0,3 0,3 pada hari ke 5 5. Ulangan 1 0 0 0 0 0 0 0 -



Hari 1 Praktikum 1 Ulangan



Hari 2 Praktikum 1



Ulangan



Hari 3 Praktikum 1



Ulangan



Hari 4 Praktikum 1



Ulangan



Hari 5 Praktikum 1



Ulangan



Hari 6 Praktikum 1



Ulangan



Hari 7 Praktikum 1



Ulangan



4.2 Pembahasan Dari data hasil pengamatan yang telah disajikan didalam tabel, dapat diketahui bahwa hasil tumbuh yang paling cepat terdapat pada benih jagung yang tidak terdapat ekstrak umbi teki. Pada hari 1 – 4 HST semua bahan percobaan belum menunjukan proses perkecambahan, nmaun pada hari 5 HST tanaman jagung tanpa tambahan ekstrak teki sudah mulai tumbuh dan memiliki rata-rata pajang kecambah 3 cm, sedangkan untuk tanaman jagung yang mendapat perlakuan ekstrak teki masih belum menunjukkan perkecambahan. Perkecambahan tanaman jagung pada 6 HST sudah mulai merata. Pada 6 HST jagung dengan perlakuan ekstrak umbi teki 3 ml, 6 ml dan 12 ml baru mulai menunjukkan proses perkecambahannya. Sedangkan untuk perlakuan 9 ml belum menunjukkan proses perkecambahanya. Pada perlakuan ekstrak umbi teki 3 ml pada 6 HST empunyai panjang 0,6 cm, perlakuan ekstrak umbi teki 6 ml mempunyai panjang 0,4 cm dan perlakuan ekstrak umbi teki 12 ml mempunyai



panjang 0,3 cm, sedangkan untuk tanaman jagung tanpa ekstrak umbi teki sudah memiliki panjang 4,5 cm yang berarti bertambah panjang 1,5 cm. Pada 7 HST semua tanaman jagung kecuali ulangan sudah tumbuh, namun untuk perlakuan ekstrak umbi teki 9 ml baru mulai berkecambah. Panjang perkecambahan tanaman jaung pada perlakuan ekstrak umbi teki 9 ml adalah 0,3 cm. Sedangkan untuk tanaman dengan perlakuan lain pada 7 HST sudah memiliki pertambahan panjang/tinggi tanaman yang beragam. Untuk tanaman jagung tanpa perlakuan ektrak umbi teki memiliki tinggi 6,5 cm yang bertambah panjang 2 cm dari hari sebelumnya. Perlakuan ekstrak umbi teki 3 ml memiliki panjang kecambah 1 cm bertambah 0,4 cm. Perlakuan ektrak umbi teki 6 ml memili pancang kecambah 0,5 cm bertambah panjang 0,1 cm. Dan untuk perlakuan ekstrak umbi teki 12 ml memiliki pancang kecambah yang tetap yaitu 0,3 cm, dan tidak mengalami pertambahan panjang. Pertumbuhan pada tanaman jagung dengan tanpa perlakuan ekstrak umbi teki lebih cepat dibanding dengan perlakuan pemberian ekstrak umbi teki. Penyebab dari hal ini adalah zat alelopati yang dihasilkan dari pemberian ekstrak umbi teki yang dapat menghambat pertumbuhan dari tenaman jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sastroutomo (1991) menyatakan bahwa alelopati menghambat pembelahan sel yang selanjutnya menghambat pertumbuhan, baik memanjang ataupun kesamping sehingga tanaman lebih pendek dan kerdil. Perkecambahan pada tanaman jagung yang diberi ekstrak umbi teki terjadi karena umbi teki mampu menghambat perkecambaan beberapa jenis tanaman. Dari hasil pengamatan pertambahan panjang kecambah pada tanaman jagung semakin sedikit dengan ekstrak umbi teki berdosis semakin banyak. Dari 6 HST sampai 7 HST, ekstrak umbi teki dengan 3 ml bertambah panjang 0,4 cm (kaleopti muncul hari ke 3), 6 ml bertambah panjang 0,1 cm (kaleopti muncul hari ke 3), 9 ml bertambah panjang 0,3 cm (kaleopti muncul hari ke 5) dan 12 ml tidak bertambah panjang (kaleopti muncul hari ke 5). Rendaman umbi teki keringangin dapat menghambat perkecambahan benih gandum (Triticum aesativum L.), cantel (Sorghum bicolor L.), kacang kacangan (Pheseolus aureus Roxb.), danmustard (Brassica juncea L.) (Setyowati, 1999). Dari peryataan tersebut umbi teki dapat menghambat perkembangan sel perkecambahan tanaman jagung.



5. KESIMPULAN Alelopati merupakan keadaan di mana suatu gulma atau bahan tanaman mengeluarkan eksudat kimia yang dapat menekan pertumbuhan tanaman atau tumbuhan lainnya. Teki (Cyperus rotundus) merupakan salah satu gulma yang dapat mengeluarkan zat alelopati. umbi teki yang menjadi gulma pada tanaman jagung berpengaruh nyata pada pertumbuhan dan perkembangan perkecambahan tanaman jagung. Tanaman jagung dengan perlakuan ekstrak umbi teki mengalami perkecambahan dan pertumbuhan yang lebih lambat dibanding dengan tanpa adanya umbi teki. Semakin banyak konsentrasi ekstrak umbi teki yang diberikan terhadap benih jagung yang dijadikan bahan percobaan maka semakin besar pula perkembangan pembentukan kaleopti dan pertumbuhan panjang kecambah yang terhambat. hal ini terjadi karena zat alelopati yang dihasilkan oleh umbi teki yang bersifat meghambat yang selanjutnya



menghambat



pertumbuhan,



baik



memanjang ataupun kesamping sehingga tanaman lebih pendek dan kerdil pada perkecambahan tanaman jagung dengan ekstrak umbi teki.



DAFTAR PUSTAKA



Chung IM et al. 2003. Comparison of allelopathic potential of rice leaves, straw, and hull extracts on Barnyardgrass. Agron J 95:10631070. Gill AS, Prasad JVNS. 2000. Allelopathic interactions in agroforestry systems. Di dalam: Narwal SS, Hoagland RE, Dilday RH, Reigosa MJ (ed). Allelopathy in Ecologycal Agriculture and Forestry. Dordrecht: Kluwer Acad Publ. hlm 195-207. Hong NH, Xuan TD, Eiji T, Khanh TD. 2004. Paddy weed control by higher plants from Southeast Asia. Crop Prot J 23:255-261. Inderjit and K. 1. Keating (1999), "Alelopathy: Principles, Procedurs, Processes and Promises for Biological Control", Advances in Agronomy, vol. 67, Academic Press, London. Junaedi, ahmad. 2006. Ulasan perkembangan terkini kajian alelopati current research status of allelopathy. Hayati. Vol(13)(2) hlm. 79-84. Jung WS, Kim KH, Ahn JK, Hahn SJ, Chung IM. 2004. Allelopathic potential of rice (Oryza sativa L.) residues against Echinochloa crus-galli. Crop Prot J 23:211-218. Mangoensoekarjo, S. 1983. Pedoman Pengendalian Gulma pada Tanaman Perkebunan.Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta Molisch H. 1937. Der Einfluss einer Pflanze auf die andere Allelopathie. Jena: Fischer. Qasem JR, Foy CL. 2001. Weed allelopathy, its ecological impacts and future prospects: a review. J Crop Prod 4:43-119. Reigosa MS, Gonzalesy L, Souto XC, Pastoriza JE. 2000. Allelopathy in forest ecosystem. Di dalam: Narwal SS, Hoagland RE, Dilday RH, Reigosa MJ (ed). Allelopathy in Ecologycal Agriculture and Forestry. Dordrecht: Kluwer Acad Publ. hlm 183-193. Rice, E.L, 1984, Allelopathy. Academic Press. p. 422, New York : USA. Rohman, F. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Universitas Malang. Malang Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Setyowati, N., M. Simarmata dan S. Yanuarti. 1999. Respon perkecambahan beberapa tanaman pangan dan hortikultura terhadap alelopati teki (Cyperus rotundus, L.). Agrotropika IV(1):37-41. Singh HP, Batish DR, Kohli RK. 2001. Allelopathy in agroecosystems: an overview. J Crop Prod 4:1-41. Singh HP, Batish DR, Kohli RK. 2003. Allelopathic interaction and allelochemicals: new possibilities for sustainable weed management. Crit Rev Plant Sci 22:239-311. Singh M., Rama V. Tamma, and Herbert N. Nigg, 2000, “HPLC identification of allelopathic compounds from Lantana camara” Journal Chemical Ecology 15, 287-302. Sukman, Y & Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali. Jakarta.



Triyono, Kharis. 2009. Pengaruh saat pemberian ekstrak bayam berduri (amaranthus spinosus) dan teki (cyperus rotundus) terhadap Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat ( lycopersicum Esculentum). INNOFARM : Jurnal Inovasi Pertanian Vol.8, No. 1, hlm.20 – 27. Wibowo, D.M. 2011. Teknologi Pengendalian Gulma. (Online) (ml.scribd.com/doc/alelopat.htm). Diakses pada 19 November 2015.