Laporan Rekristalisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK REKRISTALISASI Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik. Pendahuluan Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dari campuran padatannya. Zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali dengan cara menguapkan pelarutnya. Prinsipnya proses ini mengacu pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya. Larutan zat yang diinginkan dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali dengan cara menjenuhkannya. Pelarut yang cocok untuk digunakan dapat dipilih pelarut yang titik didihnya rendah agar dapat mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk. Sedangkan titik didih pelarut hendaknya lebih rendah daripada titik leleh zat padat yang dilarutkan supaya zat yang akan diuraikan tidak terdisosiasi dan yang paling penting pelarut tidak bereaksi dengam zat yang akan dilarutkan (biner) dan sebaiknya pelarut yang digunakan ekonomis dan mudah didapat (Oxtoby, 2001 ). Proses memanipulasi kelarutan membutuhkan pemahaman kesetimbangan antara zat yang tidak tercampur dengan larutannya. Sebuah larutan mulai mengendapkan sebuah senyawa jika larutan tersebut telah mencapai titik jenuh terhadap senyawa tersebut dalam proses rekristalisasi. Pelarut menyerang zat padat dan mensolvatasinya pada tingkat partikel individual saat pelarutan terjadi. Sedangkan pada proses pengendapan terjadi sebaliknya yaitu terjadi kembali tarik-menarik zat terlarut saat zat terlarut meninggalkan larutan. Tarik menarik zat terlarut-pelarut sering tetap berlangsung selama proses pengendapan dan pelarut bergabung sendiri ke dalam zat padat. Pelarut yang mempunyai ikatan longgar dikenal dengan pelarut kristalisasi. Pelarutan dan pengendapan suatu senyawa dapat juga menghasilkan bahan dengan rumus kimia berbeda. Sebagai akibatnya proses kristalisasi untuk pemurnian produk hasil reaksi harus direncakan dengan hati-hati (Arsyad, 2001). Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Syarat dari proses rekristalisasi diantaranya yaitu perbedaan kelarutan cukup jauh, suhu kelarutan tidak terlalu tinggi, antara zat terlarut dan pelarut diusahakan



tidak bereaksi karena jika bereaksi masing-masing komponen tidak dapat dipisahkan, menggunakan pelarut non-polar. Metode yang digunakan pada proses rekristalisasi ada tujuh macam yaitu memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999). Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai jika endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian (Svehla, 1979). Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikelpartikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Austin, 1986). MSDS (Material Safety Data Sheet) Akuades Akuades memiliki rumus molekul H2O. Akuades didapatkan memalui proses penyulingan



sehingga tidakbahan mengandung mineral. Akuades berfase cair, tidak tidak berbau, dan tidak berasa, ini tergolong bahan yang stabil sehingga tidakberwarna, memerlukan penyimpanan. Akuades memiliki berat molekul sebesar 18,02 g/mol, titik didih sebesar 100 oC dengan pH sebesar 7. Akuades tidak menyebabkan korosi pada mata, kulit, dan tidak berbahaya apabila terhirup maupun tertelan. Tindakan pertolongan pertama yang perlu dilakukan apabila terjadi tumpahan kecil maupun besar yaitu, dengan mengepel tumpahan dengan lap kering yang mudah menyerap (Anonim, 2016). Aseton Aseton memiliki rumus kimia C3H6O. Aseton berwujud cair dengan aroma arum seperti mintdan tidak berwarna. Aseton memiliki berat molekul sebesar 58,08 g / mol, titik didih sebesar 56,2° C, titik leleh sebesar -95,35° C. Aseton dapat larut dalam air dingin, air hangat. Aseton berbahaya apabila terhirup. Aseton yang terhirup dapat ditangani dengan membawa korban ke udara segar, jika sulit bernapas segera beri napas buatan dan hubungi pihak medis (Anonim, 2016). Asam benzoat Asam benzoat memiliki wujud padat. Berat molekulnya 122,12 g/mol. pH asam benzoate yaitu 3. Titik didihnya 249,2ᵒC dan titik lelehnya 122,4ᵒC. kelarutan asam benzoat yaitu larut sedikit larut dalam air dingin. Asam benzoate sangat berbahaya jika tertelan. Penanganan saat asam benzoat tetelan yaitu jangan dipaksakan muntah kecuali diarahkan oleh tenaga medis (Anonim, 2016). Etanol Etanol memiliki wujud cairan, berbau seperti alcohol, tidak berwarna. Titik didiih etanol 78ᵒ C sedangkan titik lelehnya -177ᵒ C. Etanol larut dalm air panas dan air dingin. Identifikasi bahaya dari etanol yaitu berbahaya dalam kasus kontak mata, kulit, menelan dan inhalasi. Tindakan pertolongan pertama saat terjadi kontak dengan mata segera periksa dan lepaskan kontak serta basuh dengan air mengalir selama minimal 15 menit (Anonim, 2016). Heksana Heksana memiliki rumus molekul C6H14. Bahan ini berbentuk cair, berbau seperti bensin, memiliki berat molekul 86,18 g/mol, berat jenisnya 0,66 g/cm 3 dan titik didihnya 86° C Bahan ini Larut dalam dietil eter, aseton. Tidak larut dalam air dingin, air panas. Bahan ini berbahaya pada kasus kontak dengan mata, kulit, menelan, dan menghirup. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan apabila terkena mata yaitu dibasuh dengan air mengalir minimal selama 15 menit (Anonim, 2016).



Toluena Toluena adalah senyawa dengan rumus kimia C6-H5-CH3 atau C7-H8. Toluena berwujud cair yang tidak berwarna dengan bau manis seperti benzena. Toluena memiliki berat molekul sebesar 92,14 g/mol, titik didih sebesar 110,6o C dan titik leleh sebesar -95o C. Toluena ini dapat larut pada dietil eter, aseton, dan air. Toluena berbahaya jika tertelan. Tindakan yang dapat dilakukan apabila tertelan adalah jangan memuntahkan dan segera hubungi tenaga medis (Anonim, 2016). Etil Asetat Etil aetat adalah senyawa C4-H8-O2. Etil asetat meupakan senyawa yang berwujud cairan, yang tidak berwarna dan berasa manis. Etil asetat memiliki berat molekul sebesar 11 g/mol, titik didih sebesar 77° C, titik leleh sebesar -83° C dan tekanan uapnya sebesar 12.4 kPa saat suhu 20° C. Etil asetat dapat larut dala air digin, air hangat, dietil eter, aseton, alkohol, dan benzeana. Etil asetat yang terkena pada kulit dapat berbahaya. Tindakan yang dapat dilakukan apabila terkena kulit adalah segera membasuh menggunakan air dn sabun selama 15 menit (Anonim, 2016). Asam salisilat Asam Salisilat adalah senyawa dengan rumus kimia C7-H6-O3. Asam salisilat ini berwujud kistal padat berwarna putihyang tidak berasa. Asam salisilat memiliki berat molekul sebesar 138.12 g/mol, titikdidih sebesar 211° C, titik leleh sebesar 159° C. Asam Salisilat dapat larut dalam aseton, air dingin. Asam salisilat yang terrhirup dapat berbahaya. Tindakan yang dapat dilakukan apabila asam salisillat terirup adalah dengan membawa korban ke udara segar (Anonim, 2016). Asetinilida Asetinilida merupakan senyawa yang memiliki rumus kimia CH3CONHC6H5.



Asetanilida



merupakan senyawa yang memiliki berat molekul sebesar 135.16 g/mol, titik didih sebesar 304° C, titik leleh sebesar 114.3° C. Asetanilida mudah larut dalam air dingin. Asetanilida yang tertelan dapat berbahaya. Tindakan yang dapat dilakukan apabila tertelan adalah dengan tidak memuntahkan dan segera hubungi tenaga medis (Anonim, 2016).



Norit



Norit merupakan ssenyawa dengan rumus kimia C. Norit merupakan senyawa berbentuk padata yang berwarna hitam dan tidak berbau. Norit memiliki titik leleh sebesar 3500° C dan berat molekulnya sebesar 12.01 g/mol. Norit tidak larut dalam air dingin dan air panas. Norit berbahaya jika tertelan. Norit yang terhirup dapat dapat ditangani dengan membawa korban ke udara segar (Anonim, 2016). Prinsip Kerja Percobaan ini memperhatikan perbedaan kelarutan pada setiap sampel dalam masing-masing pelarut. Pelarut yang baik tidak dapat melarutkan sampel dalam suhu ruang. Tetapi, apabila dilakukan pemanasan pelarut yang baik dapat melarutkan sampel dengan sempurna. Pelarut dan sampel yang melarut apabila suhunya didinginkan akan membentuk kristal yang bagus dan merata dalam larutan. Proses rekristalisasi sampel menggunakan pelarut baik yang telah dipilih sebelumnya agar diperoleh recovery yang banyak. Sampel yang ditambahkan dengan pelarut akan tidak melarut pada suhu kamar dan dapat melarut pada proses pemanasan, tetapi apabila tetap tidak dapat larut dapat ditambahkan sedikit pelarut lagi. Penambahan pelarut dapat memperbesar kelarutan sampel. Kristalisasi dilakukan dengan mendinginkan suhu karena pelarut yang baik dapat mengkristalkan sampel. Pemisahan endapan sampel menggunakan corong buchner dengan menyiram menggunakan air es. Air es digunakan untuk membersihkan kristal dari kotoran yang menempel pada tabung reaksi agar tersaring seutuhnya. Endapan yang diperoleh dalam kertas saring dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air sehingga diketahui jumlah recovery sampelnya. Alat Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet Pasteur, corong Buchner, timbangan, alat pennetu titik leleh. Bahan Asam salisilat, asam benzoat, asetanilida, etanol 95%, etil asetat, aseton, n-heksana,



toluena, aquades, norit, kapas.



Prosedur Kerja A; Pemilihan Pelarut 1; Masukkan masing-masing 0,05 g sampel yang telah dihaluskan kedalam 6 tabung reaksi. 2; Tambahkan 2 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksan pada masing-masing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6 secara berurutan. Goyang tabung dan amati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Amati dan catat pengamatannya. 3; Panaskan tabung berisi sampel yang tak larut, lalu goyang tabungnya dan catat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat pengamatannya. 4; Biarkan larutan menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya. 5; Catat masing-masing pelarut dan tunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk proses rekristalisasi sampel. 6; Lakukan prosedur yang sama dengan diatas untuk sampel unknown dan tentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya. B; Rekristalisasi Sampel Unknown 1; Masukkan 0,05 g sampel unknown kedalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6). 2; Panaskan campuran perlahan sambil goyang larutan hingga semua padatan larut. 3; Jika padatan tidak larut sempurna, tambahkan sedikit pelarut (kira-kira 0,5 mL) dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak. Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena adanya pengotor. Saring larutan panas tersebut melewati penyaring pipet Pasteur untuk menghilangkan pengotor yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat partikel yang tak larut atau semua padatan telah dapat larut sempurna.



Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada bagian bawah (posisi menyumbat tip). Panaskan pipet penyaring dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali kedalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana larutan memenuhi pipet, dorong larutan dengan bantuan karet penghisap seperti gambar 4; Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, encerkan dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. 5; Cuci pipet Pasteur penyaring dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam pipet dan kapas. 6; Tutup wadah penampung atau erlenmeyer dan biarkan filtrat atau larutan menjadi dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk menyempurnakan proses kristalisasi. Lalu masukkan wadah larutan kedalam ice bath dan amati pembentukan kristalnya.



8; Saring kristal dan cuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan penyaring Buchner. Lalu lanjutkan penyaringan hingga kering. 9; Timbang kristal dan hitung persen recovery-nya. Tentukan titik leleh kristal dan catat. Waktu yang dibutuhkan No. Jenis Percobaan



Waktu percobaan



1.



Pemilihan pelarut



50 menit



2.



Rekristalisasi sampel unknown



90 menit



Total waktu yang dibutuhkan



140 menit



Data yang diperhitungkan Massa kristal yang terbentuk = (Massa sampel + kertas saring) – Massa kertas saring = 0,498 gram – 0,468 gram = 0,03 gram



Hasil



A;



Pemilihan Pelarut 1; Sampel A



No.



Pelarut



1.



Akuades



Kelarutan Sebelum dipanaskan Sesudah dipanaskan



Setelah dingin



Tidak larut



Larut



Terdapat endapan kristal



Larut



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



Gambar



2.



3.



4.



Etanol 95% Gambar



Etil asetat Gambar



Aseton Gambar



Larut



Larut



5.



Toluen Gambar



Tidak larut



Larut



Larut



6.



Heksana Gambar



Tidak larut



Mengkristal



Mengkristal



2;



Sampel B



No.



Pelarut



1.



Akuades



Kelarutan Sebelum dipanaskan Sesudah dipanaskan Tidak larut Larut



Setelah dingin Terdapata endapan kristal



Gambar



2.



Etanol 95% Gambar



Larut



-



-



-



-



3.



4.



Etil asetat Gambar



Aseton Gambar



Larut



Larut



-



-



-



-



-



-



-



-



5.



Toluen Gambar



Tidak larut



Larut



Larut



6.



Heksana Gambar



Tidak larut



Mengkristal



Mengkristal



3;



Sampel C



No.



Pelarut



1.



Akuades



Kelarutan Sebelum dipanaskan Sesudah dipanaskan Tidak larut Larut



Setelah dingin Terdapat endapan kristal



Gambar



2.



3.



4.



Etanol 95% Gambar



Etil asetat Gambar



Aseton Gambar



Larut



Larut



Larut



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



5.



Toluen Gambar



Tidak larut



Larut



Larut



6.



Heksana Gambar



Tidak larut



Mengkristal



Mengkristal



B; Rekristalisasi Sampel Unknown



Pelarut Akuades 2 mL



Massa sampel



Massa kertas



(gram)



saring (gram)



0,05



0,468



Massa sampel + kertas saring (gram) 0,498



Titik lebur ( ) 155



Pembahasan Hasil Percobaan ke empat ini mengenai pemurnian senyawa organik menggunakan metode rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan metode pemurnian suatu senyawa organik di mana senyawa tersebut berbentuk padat dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai dan kemudian dikristalkan kembali sehingga didapatkan kristal yang lebih murni yang pada prinsipnya didasarkan pada perbedaan daya larut antara bahan yang akan dimurnikan dengan pengotornya serta perbedaan titik didih antara pelarut dengan bahan yang akan dikristalkan. Terdapat dua percobaan yang dilakukan dalam praktikum kali ini yaitu pemilihan pelarut yang cocok untuk setiap sampel dan proses rekristalisasi.



Pemilihan pelarut yang cocok untuk sampel menggunakan enam macam pelarut diantaranya yaitu akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena dan n-heksana. Sampel yang digunakan ada tiga macam yaitu sampel A, sampel B, dan sampel C. Sampel A merupakan sampel asam salisilat dan sampel C merupakan sampel asam benzoat. Berdasarkan teori, syarat-syarat pelarut yang baik digunakan dalam proses rekristalisasi diantaranya yaitu pelarut yang hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas dan sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut, pelarut yang memiliki titik didih rendah untuk mempermudah proses pengkristalan serta titik didih pelarut harus lebih rendah daripada titik leleh zat yang akan dilarutkan supaya zat yang akan diuraikan tidak terdisosiasi. Selain itu, pelarut yang baik untuk proses rekristalisasi adalah pelarut yang mempunyai daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi, dan daya pelarut semakin turun seiring dengan menurunnya suhu. Ciri-ciri pelarut yang baik digunkaan yaitu pada suhu ruang tidak larut dengan sampel, saat dipanaskan akan melarut, dan saat didinginkan akan membentuk kristal. Berdasarkan percobaan, ketika sampel A ditambahkan dengan ke enam pelarut menghasilkan hasil yang berbeda-beda. Pada suhu ruang sampel A dapat larut pada pelarut etanol, etil asetat, dan aseton. Tetapi, tidak dapat larut pada pelarut n-heksana, toluene dan akuades. Sampel yang tidak larut dengan pelarut akuades, toluene dan n-heksana kemudian dipanaskan pada penangas. Fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat proses pelarutan karena adanya kenaikan suhu. Setelah dipanaskan, sampel A pada pelarut akuades dan nheksana dapat larut sempurna. Pelarut n-heksana mudah menguap sehingga saat pemansan diperlukan waktu yang sangat sedikit agar pelarut tidak menguap semuanya karena titik didih n-heksana yang rendah yaitu 69 0C Penurunan suhu yang terjadi pada pelarut akuades dan pelarut n-heksana membentuk kristal seperti jarum yang sangat halus. Bentuk kristal yang diperoleh antara pelarut akuades dan pelarut n-heksana berbeda. Kristal yang terbentuk pada pelarut akuades lebih besar dan lebih rapat dibandingkan dengan pelarut n-heksana. Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui pelarut yang baik untuk sampel A (asam salisilat) yaitu pelarut akuades dan nheksana. Tetapi, jika dilihat dari hasil kristal yang didapat, pelarut akuades lebih cocok untuk sampel A dibandingkan dengan pelarut n-heksana. Berdasarkan teori yang ada, pembentukan



kristal yang baik adalah kristal yang ukurannya besar dan hasilnya banyak, sehingga akuades adalah pelarut yang paling baik digunakan sebagai pelarut sampel A. Akuades baik digunakan sebagai pelarut sampel A karena pada suhu ruang akuades tidak melarutkan sampel A, saat pemanasan dengan penambahan suhu dapat larut sempurna dan saat didinginkan membentuk sebuah kristal. Hasil percobaan telah sesuai dengan teori, akuades merupakan pelarut yang baik untuk sampel A (asam salisilat) karena memiliki titik didih sebesar 100 0C yang berada di bawah titik didih asam salisilat 211 0C sehingga mempermudah proses pengkristalan. Selain itu, titik didih akuades lebih rendah daripada titik leleh asam salisilat yaitu sebesar 159 0



C sehingga asam salisilat tidak mudah terdisosiasi. Sampel kedua (B) yang digunakan adalah asam benzoat dan sampel ketiga yang



digunakan untuk pemilihan pelarut yaitu sampel C yang berupa asetanida Asam benzoate dan asetanida dilarutkan dalam enam pelarut yang digunakan yaitu etanol, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, dan akuades. Hasil percobaan, ketika sampel B dan C dengan jumlah yang sama sebanyak ujung spatula ditambahkan dengan ke enam pelarut sebanyak kurang lebih 3 mL pada masing-masing tabung reaksi didapatkan hasil yang berbeda-beda. Sampel B dan C larut dalam pelarut etanol, aseton, dan etil asetat. Pelarut n-heksana dan toluen hanya larut sebagian dan pada pelarut akuades tidak dapat larut. Hal tersebut dikarenakan, asam benzoat dan asetanida dapat larut pada air yang panas dan mudah larut pada senyawa organik seperti etanol dan sejenisnya. Sampel yang tidak larut dengan pelarut akuades, toluen dan nheksana dipanaskan dalam bunsen untuk mempercepat proses pelarutan dengan kenaikan suhu. Sampel yang berada pada pelarut n-heksana hanya dipanaskan sebentar agar tidak menguap semuanya karena titik didih n-heksana yang rendah sekitar 69 0C. Pemanasan pada pelarut akuades harus digoyang-goyang hingga sampel B dan C larut sempurna dengan akuades. Akuades yang telah melarutkan sampel secara sempurna, sampel pada keenam tabung reaksi yang telah larut dalam pelarut didinginkan sehingga diperoleh hasil yang berbeda. Sampel pada pelarut akuades dan n-heksana dapat membentuk kristal halus seperti jarum kecil-kecil. Namun, pada pelarut toluena yang melarutkan sampel pada suhu ruang tidak terbentuk kristal. Hal tersebut mungkin karena adanya efek pengotor yang berada dalam sampel. Kristal yang terbentu kantara pelarut akuades dan n- heksana juga berbeda. Kristal



pada pelarut akuades lebih banyak dan lebih besar daripada kristal yang terbentuk pada pelarut n-heksana. Menurut hasil percobaan, akuades merupakan pelarut yang baik untuk sampel B dan C. Tetapi, jika ditinjau dari pembentukan kristal saat suhu didinginkan nheksana juga dapat menjadi pelarut untuk sampel B dan C. Pelarut akuades dan n-heksana dapat digunakan sebagai pelarut untuk sampel B dan C karena pada suhu ruang tidak dapat melarutkan sampel, dan pada kenaikan suhu dengan pemanasan dapat melarutkan sampel secara sempurna, serta pada saat suhu diturunkan terbentuk kristal pada pelarut akuades dan n-heksena. Hasil percobaan untuk penentuan pelarut pada sampel B sesuai dengan teori yaitu akuades merupakan pelarut yang baik untuk sampel B karena memiliki titik didih sebesar 100 0



C yang berada di bawah titik didih asam benzoat 249 0C sehingga mempermudah proses



pengkristalan dan juga titik didih akuades lebih rendah daripada titik leleh asam benzoate yaitu sebesar 122,40C sehingga asam benzoat tidak mudah terdisosiasi saat menggunakan pelarut akauades. Kristal yang terbentuk sesuai dengan pembentukan kristal yang baik yaitu banyak dan juga besar sehingga akuades merupakan pelarut yang baik untuk sampel B asam benzoat. Berdasarkan percobaan penentuan pelarut pada sampel A (asam salisilat), sampel B (asam benzoat), dan sampel C (asetanida) diperoleh pelarut yang baik untuk ketiga sampel tersebut yaitu pelarut akuades. Pelarut akuades memiliki kriteria sebagai pelarut yang baik diantaranya yaitu pelarut akuades hanya dapat melarutkan sampel dalam keadaan panas dan sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut, pelarut akuades memiliki titik didih rendah untuk mempermudah proses pengkristalan dan memiliki titik didih yang lebih rendah daripada titik leleh sampel agar sampel tidak mudah terdisosiasi. Selain itu, pelarut akuades mempunyai daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi dan daya pelarut semakin turun seiring dengan menurunnya suhu. Percobaan selanjutnya yaitu mengenai proses rekristalisasi. Proses rekristalisasi dilakukan setelah pemilihan pelarut yang baik untuk sampel yang digunakan pada rekristalisasi. Sampel yang digunakan yaitu sampel asam salisilat yang telah diketahui pelarut yang cocok untuk asam salisilat sehingga pelarut yang digunakan yaitu pelarut akuades karena telah ditentukan pada percobaan pemilihan pelarut. Sampel asam salisilat yang



digunakan sebanyak 0,05 g dan ditambahkan dengan pelarut akuades sebanyak 2 ml. Sampel asam salisilat tidak dapat larut sempurna dengan pelarut akuades pada suhu ruang, sehingga dilakukan pemanasan dengan bunsen agar sampel asam salisilat cepat larut sempurna dengan akuades. Hal ini disebabkan energi kinetik pada partikel-partikelnya menjadi besar, sehingga tumbukan antar partikel lebih sering terjadi dan akibatnya reaksi menjad semakin cepat. Setelah proses pemanasan maka dilanjutkan dengan proses kristalisasi. Sampel yang telah larut dengan akuades kemudian didinginkan sehingga terbentuk kristal pada sampel bodrex tersebut. Penggunaan es batu ini dimaksudkan agar proses pengkristalan lebih cepat. Apabila telah terbentuk endapan sedikit masukkan tabung reaksi yang berisi sampel pada freezer agar sampel yang terlarut dalam akuades cepat mengendap atau mengkristal. Penurunan suhu yang terjadi sangat berpengaruh terhadap proses terbentuknya kristal. Hasil percobaan pembentukan kristal kecil-kecil dan halus. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penurunan suhu yang dilakukan berjalan cepat sehingga kecepatan tumbuh inti kristal lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan krtistal sehingga menyebabkan kristal yang diperoleh kecil. Proses berikutnya yaitu pemisahan dan pengeringan kristal yang telah terbentuk. Penyaringan dilakukan dengan corong Buchner dengan menggunakan bantuan air. Air bertujuan untuk membersihkan kristal dari kotoran yang menempel pada tabung reaksi agar tersaring seutuhnya. Setelah kristal tersaring pada kertas saring yang telah ditimbang, kemudian kertas saring berisi kristal dan mengandung air dikeringkan menggunakan oven agar kristal atau endapan terpisah dengan kandungan air. Setelah di oven kertas saring dan kristal yang diperoleh ditimbang dan diperoleh massa rendemen sebesar 0,03 gram dengan presentase 60% dari massa sampel sebelumnya 0,05 gram. Rendemen yang dihasilkan sedikit yang berarti massa kristal yang diperoleh kembali cukup sedikit. Hal tersebut mungkin dikarenakan pemanasan yang kurang lama sehingga sampel belum larut sempurna dengan pelarut dan terbentuk kristal yang sedikit. Proses selanjutnya menentukan titik leleh sampel asam salisilat. Penentuan titik leleh menggunakan sampel asam salisilat yang sedikit sehingga susah diambil menggunakan pipa kapiler. Sampel dimasukkan dalam sebuah pipa kapiler dan dimasukkan pada alat penangas



yang dilengkapi dengan termometer. Titik leleh sampel dapat ditentukan saat sampel yang berada pada pipa kapiler mulai mencair sedikit. Termometer menunjukkan angka 155 0 C saat sampel pertama kali meleleh. Sampel asam salisilat pada literatur mempunyai titik leleh sebesar 1590 C. Kesimpulan Percobaan mengenai rekristalisasi menurut hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa: 1;



Rekristalisasi adalah suatu teknik pemisahan zat padat dari pencemarnya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah pelarut hanya dapat



2;



melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Pelarut yang baik untuk sampel A, sampel B, dan sampel C adalah akuades karena memenuhi syarat pelarut yang baik seperti memiliki titik didih dibawah titik didih dan



titik leleh sampel. 3; Pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk rekristalisasi sampel asam salisilat adalah 4;



akuades. Sampel asam salisilat dengan pelarut akuades memiliki nilai rendemen sebesar 60% dan titik lelehnya pada suhu 155o C.



Referensi Arsyad, M. N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia. Austin, G. 1986. Farmasi Fisika. Jakarta: Erlangga. Svehla. 1979. Buku Teks Anailisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima. Alih Bahasa : A. Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. USA : Houghton Mifflin Company. Oxtoby, D.W. 2001. Prinsip – Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: Erlangga.



Saran Sebaiknya praktikan memahami prosedur kerja yang akan dilakukan pada percobaan reksristalisasi ini sehingga diperoleh data yang akurat. Selain itu, sebaiknya sebelum



praktikum disiapkan bahan-bahan percobaan yang akan digunakan oleh praktikan agar tidak kehabisan bahan untuk melakukan percobaan rekristalisasi.



Nama Praktikan Ageliya Dwi Pratiwi (151810301009)