Laporan Praktikum Rekristalisasi Dan Titik Leleh [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH



OLEH : NAMA



: MUHAMAD ILYAS ZAINUL FURQON



NIM



: K1A020033



KELAS



:A



HARI, TANGGAL



: RABU, 08 SEPTEMBER 2021



ASISTEN



: SARASWATI PRASETYA ASTUTI



LABORATORIUM KIMIA ORGANIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021



REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH



I.



TUJUAN 1.1.Melakukan rekristalisai. 1.2.Memilih pelarut yang sesuai. 1.3.Memisahkan dan memurnikan campuran dengan cara rekristalisasi.



II. TINJAUAN PUSTAKA Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated). Kondisi tersebut terjadinya karena pelarut sudah tidak mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut. Sehingga kita dapat memaksa agar kristal dapat terbentuk dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya, sehingga kondisi lewat jenuh dapat dicapai. Proses pengurangan pelarut dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, penguapan, pendinginan, penambahan senyawa lain dan reaksi kimia. Kristalisasi Merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan dengan pengendapan. Kristalisasi senyawa organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam struktur kristal – kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby, 2001). Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1983).



Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001). Proses sublimasi sangat mirip dengan proses distilasi. Istilah distilasi digunakan untuk perubahan dari cairan menjadi uap setelah mengalami pendinginan berubah menjadi cairan atau padatan. Sedangkan sublimasi adalah proses dari perubahan bentuk padatan langsung menjadi uap tanpa melalui bentuk cair dan setelah mengalami pendinginan langsung terkondensasi menjadi padatan kembali (Sunardi, 2004). Naftalen (zat yang dibuat untuk membuat kamper) mempunyai tekanan uap yang cukup tinggi untuk suatu padatan,jadi uapaya yang cepat menyebar dalam ruangan tertutup secara umum, karena molekul-molekul terikat kuat dalam padatan, tekanan uap dalam padatan jauh lebih kecil daripada tekanan uap cairannya (Chang, 2004). Titik leleh suatu zat adalah temperature pada fase padat dan cair ada dalam kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan atau menarik energy panas, sistemakan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau lebih banyak zat padat. Namun temperature akan tetap pada titik leleh selama fase itu masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama dengan titik beku suatu cairan (Chang, 2004).



III. METODOLOGI PERCOBAAN 3.1.Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada percobaan rekristalisasi dan titik leleh yaitu tabung reaksi, kertas saring, corong, corong buschner, erlenmeyer 125/200 mL, labu isap 250 mL, dan alat penentuan titik leleh. Bahan yang digunakan pada percobaan rekristalisasi dan titik leleh yaitu asetanilida, naftalen, etanol 95%, dan karbon/arang. 3.2.Cara Kerja 3.2.1.Tes Kelarutan 1. Sebanyak 20 mg zat padat dimasukkan kedalam tabung reaksi. 2. Sebanyak 0,5 mL pelarut (metanol, aseton atau asam asetat dingin) ditambahkan, diaduk dengan pengaduk gelas dan diamati apakah zat melarut. 3. Bila larut ditambahkan 5 tetes aquades, diamati. 4. Bila mengendap dipanaskan, lalu didinginkan dan diamati kristalnya. 5. Jika tidak larut dalam pelarut dingin dilakukan pemanasan. 6. Tes kelarutan dilakukan terhadap resorsinol, antrasena, asam benzoat dan asam ftalat. 3.2.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Air 1. Sebanyak 5 g asetanilid kotor ditimbang dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 200 mL. 2. Sebanyak 50 mL air panas ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai larut semua. 3. Sebanyak 5-7 mL air panas ditambahkan, lalu dididihkan. 4. Jika larutan berwarna ditambahkan 0,5-1 g karbon, lalu dididihkan 5 menit. 5. Kemudian disaring dalam keadaan panas, jika sudah terbentuk kristal dengan sempurna dilakukan penyaringan dengan corong buchner, dicuci dengan sedikit air. 6. Setelah itu dikeringkan, kemudian ditimbang kristal yang terjadi. 7. Titik lelehnya ditentukan , jika jarak leleh masih lebar diulangi rekristalisasi. 8. Perolehan kembali asetanilida kotor dihitung dan dihitung rendemennya.



3.2.3.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik 1. Naftalena kotor ditimbang, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL. 2. Perlahan ditambahkan 20 mL etanol 95 % sambil diaduk. 3. Kemudian dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air. 4. Sebanyak 0,5 g karbon ditambahkan, diaduk dan dididihkan 5 menit. 5. Setelah itu disaring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan. 6. Jika semua kristal telah terbentuk dilakukan penyaringan dengan corong Buchner, dibilas dengan 3 ml etanol dingin, dikeringkan. 7. Hasil ditimbang dan ditentukan titik lelehnya. 3.2.4.Penentuan Titik Leleh 1. Kristal hasil rekristalisasi (naftalena), resorsinol, asam ftalat dan asam benzoat digerus secara terpisah. 2. Kemudian dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm, dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh. 3. Setelah itu diperhatikan dan dicatat suhu saat kristal dalam pipa kapiler mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh (= jarak leleh). 3.3.Skema Kerja 3.3.1.Tes Kelarutan Zat padat + Pelarut -



-



dimasukkan 20 mg zat padat kedalam tabung reaksi. ditambahkan 0,5 mL pelarut (metanol, aseton atau asam asetat dingin), diaduk dengan pengaduk gelas dan diamati apakah zat melarut. ditambahkan 5 tetes aquades, diamati. dipanaskan, lalu didinginkan dan diamati kristalnya. dilakukan pemanasan jika tidak larut dalam pelarut dingin. dilakukan tes kelarutan terhadap resorsinol, antrasena, asam benzoat dan asam ftalat.



Hasil Pengamatan



3.3.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Air



Asetanilid kotor -



ditimbang 5 g asetanilid kotor. dimasukkan kedalam Erlenmeyer 200 mL. ditambahkan 50 mL air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai larut semua. ditambahkan 5-7 mL air panas, lalu dididihkan. ditambahkan 0,5-1 g karbon, lalu dididihkan 5 menit. disaring dalam keadaan panas. dilakukan penyaringan dengan corong buchner. dicuci dengan sedikit air. dikeringkan, kemudian ditimbang kristal yang terjadi. ditentukan titik lelehnya, jika jarak leleh masih lebar diulangi rekristalisasi. dihitung perolehan kembali asetanilida kotor dan dihitung rendemennya.



Hasil Pengamatan



3.3.3.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik



Naftalen kotor -



ditimbang naftalena kotor. dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL. ditambahkan perlahan 20 mL etanol 95 % sambil diaduk. dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air. ditambahkan 0,5 g karbon. diaduk dan dididihkan 5 menit. disaring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan. dilakukan penyaringan dengan corong Buchner. dibilas dengan 3 ml etanol dingin, dikeringkan. ditimbang hasil dan ditentukan titik lelehnya.



Hasil Pengamatan



3.3.4.Penentuan Titik Leleh Kristal Hasil Rekristalisasi -



digerus secara terpisah kristal hasil rekristalisasi (naftalena), resorsinol, asam ftalat dan asam benzoat. dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm. dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh. diperhatikan dan dicatat suhu saat kristal dalm pipa kapiler mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh (= jarak leleh).



Hasil Pengamatan



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Data Pengamatan 4.1.1.Rekristalisasi dengan Pelarut Air Tabel Hasil Pengamatan Rekristalisasi dengan Pelarut Air. Perlakuan



Pengamatan



Sebanyak 5 g asetanilid kotor ditimbang dan dimasukkan kedalam



Berwarna abu-abu



Erlenmeyer 200 mL. Sebanyak 50 mL air panas ditambahkan sedikit demi sedikit



Asetanilida belum semuanya larut



sambil diaduk sampai larut semua. Sebanyak 5-7 mL air panas ditambahkan, lalu dididihkan.



Larutan menjadi keruh



Jika larutan berwarna ditambahkan 0,5-1 g karbon, lalu dididihkan 5



Larutan menjadi warna hitam



menit. Kemudian disaring dalam keadaan panas, jika sudah terbentuk kristal dengan sempurna dilakukan penyaringan dengan corong buchner,



Campuran berwarna hitam pekat dan terdapat residu



dicuci dengan sedikit air. Setelah itu dikeringkan, kemudian ditimbang kristal yang terjadi.



Kristal asetanilida berwarna kecoklatan Massa kristal asetanilida sebelum rekristalisasi = 5,012 mg Massa kristal asetanilida setelah rekristalisasi = 2,890 mg



Titik lelehnya ditentukan, jika jarak leleh masih lebar diulangi



Titik leleh kristal asetanilida = 103,5oC



rekristalisasi. Perolehan kembali asetanilida kotor dihitung dan dihitung rendemennya.



4.1.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik Tabel Hasil Pengamatan Rekristalisasi dengan Pelarut Organik. Perlakuan



Pengamatan



Naftalena kotor ditimbang, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100



Berwarna putih



mL. Perlahan ditambahkan 20 mL etanol 95 % sambil diaduk. Kemudian



Larutan putih keruh



dipanaskan dalam penangas air. Sebanyak 0,5 g karbon ditambahkan, diaduk dan dididihkan 5 menit. Setelah itu disaring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan.



Larutan menjadi warna hitam Campuran berwarna hitam pekat dan terdapat residu



Jika semua kristal telah terbentuk dilakukan penyaringan dengan corong Buchner, dibilas dengan 3 ml etanol



Kristal naftalen berwarna hitam kecoklatan



dingin, dikeringkan. Hasil ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.



Massa kristal naftalen sebelum rekristalisasi = 5,007 mg Massa kristal naftalen setelah rekristalisasi = 1,406 mg Titik leleh kristal naftalen = 80oC



4.1.3.Penentuan Titik Leleh Tabel Hasil Pengamatan Penentuan Titik Leleh. Perlakuan Kristal hasil rekristalisasi (naftalena), resorsinol, asam ftalat dan asam



Pengamatan Kristal asetanilida berwarna kecoklatan



benzoat digerus secara terpisah. Kristal naftalen berwarna hitam kecoklatan Kemudian dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm, dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh. Setelah itu diperhatikan dan dicatat



Suhu awal asetanilida meleleh =



suhu saat kristal dalam pipa kapiler



102oC



mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh (= jarak leleh).



Suhu akhir asetanilida meleleh = 105oC Suhu awal naftalen meleleh = 79oC Suhu akhir naftalen meleleh = 81oC



4.2.Data Perhitungan 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖𝑑𝑎 = =



𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑥 100% 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 2,890 𝑥 100% 5,012



= 57,66% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑁𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛 =



=



𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑥 100% 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑟𝑒𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 1,406 𝑥 100% 5,007



= 28,08%



4.3.Pembahasan Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada (Fessenden, 1983). Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001). Rekristalisasi akan berjalan efektif bila pelarutnya memenuhi persyaratan tertentu, pelarut rekristalisasi yang baik harus: 1. Melarutkan senyawa dalam jumlah sedang pada suhu hangat, tetapi hanya melarutkan sedikit pada suhu dingin. 2. Tidak bereaksi dengan zat yang diinginkan. 3. Mudah melarutkan pengotor pada suhu rendah atau tidak melarutkan sama sekali. 4. Mudah dihilangkan dari produk murninya atau pelarut ini harus mudah menguap (Syahmani, 2007).



4.3.1.Rekristalisasi dengan Pelarut Air Percobaan pertama yaitu rekristalisasi dengan pelarut air dilakukan dengan cara ditimbang 5 g asetanilid kotor dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 200 mL. Kemudian 50 mL air panas ditambahkan sedikit demi sedikit sebagai pelarut sambil diaduk sampai larut semua. Setelah itu, 5-7 mL air panas ditambahkan, lalu dididihkan. Jika larutan berwarna ditambahkan 0,5-1 g karbon untuk menyerap pengotor, lalu dididihkan 5 menit. Kemudian disaring dalam keadaan panas, jika sudah terbentuk kristal dengan sempurna dilakukan penyaringan dengan corong buchner, dicuci dengan sedikit air. Setelah itu dikeringkan, kemudian ditimbang kristal yang terjadi. Titik lelehnya ditentukan, jika jarak leleh masih lebar diulangi rekristalisasi. Perolehan kembali asetanilida kotor dihitung dan dihitung rendemennya.



Gambar 4.3.1



Gambar 4.3.2



Asetanilida Kotor dididihkan +



Kristal Asetanilida ditimbang



Karbon



Gambar 4.3.3 Kristal Asetanilida



Hasil dari percobaan ini yaitu ketika asetanilida ditambahkan dengan air panas larutan menjadi larut, kemudian ketika dididihkan dan ditambahkan karbon larutannya menjadi warna hitam, ketika larutan disaring dalam keadaan panas campuran berwarna hitam pekat dan terdapat residu, dan warna kristal yang dihasilkan asetanilida yaitu kecoklatan. Serta diperoleh massa kristal asetanilida sebelum rekristalisasi yaitu 5,012 mg, massa kristal asetanilida setelah rekristalisasi yaitu 2,890 mg, dan titik leleh kristal asetanilida yaitu 103,5oC. Berdasarkan perhitungan rendemen asetanilida yaitu diperoleh sebesar 57,66%. Hasil percobaan ini tidak sesuai dengan referensi (Dzikrullah & Nindita, 2016) yang menyatakan bahwa nilai rendemen asetanilida yaitu 22%.



4.3.2.Rekristalisasi dengan Pelarut Organik Percobaan kedua yaitu rekristalisasi dengan pelarut organik dilakukan dengan cara ditimbang naftalena kotor, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL, perlahan ditambahkan 20 mL etanol 95 % sebagai pelarut organik sambil diaduk, dipanaskan dan dididihkan dalam penangas air. Sebanyak 0,5 g karbon ditambahkan untuk menyerap pengotor, diaduk dan dididihkan 5 menitdisaring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan. Jika semua kristal telah terbentuk dilakukan penyaringan dengan corong Buchner, dibilas dengan 3 ml etanol dingin, dikeringkan. Hasil ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.



Gambar 4.3.4



Gambar 4.3.5



Naftalen Kotor dididihkan + Karbon



Campuran disaring dalam keadaan panas



Gambar 4.3.6



Gambar 4.3.7



Kristal Naftalen ditimbang



Kristal Naftalen



Hasil dari percobaan ini yaitu ketika naftalen ditambahkan dengan etanol 95% larutan berwarna putih keruh, kemudian ketika larutan dididihkan dan ditambahkan karbon larutan menjadi warna hitam, setelah itu dalam keadaan panas dan didinginkan campurannya berwarna hitam pekat dan terdapat residu, dan warna kristal naftalen yaitu hitam kecoklatan. Serta diperoleh massa kristal naftalen sebelum rekristalisasi yaitu 5,007 mg, massa kristal naftalen setelah rekristalisasi yaitu 1,406 mg, dan titik leleh kristal naftalen yaitu 80oC.



Berdasarkan perhitungan rendemen naftalen yaitu diperoleh sebesar 28,08%. Hasil dari percobaan ini tidak sesuai dengan referensi, seharusnya nilai rendemen seyawa naftalen yaitu 93,5%.



4.3.3.Penentuan Titik Leleh Percoban ketiga yaitu penentuan titik leleh dilakukan dengan cara kristal hasil rekristalisasi (naftalena), resorsinol, asam ftalat dan asam benzoat digerus secara terpisah. Kemudian dimasukkan kedalam pipa kapiler sampai tinggi 0,5 cm, dipasang pipa kapiler pada alat penentuan titik leleh. Setelah itu diperhatikan dan dicatat suhu saat kristal dalam pipa kapiler mulai meleleh sampai tepat semuanya meleleh (= jarak leleh).



Gambar 4.3.8



Gambar 4.3.9



Suhu saat Kristal dalam Pipa Kapiler



Pipa Kapiler dipasang pada Alat



mulai meleleh sampai tepat



Penentuan Titik Leleh



semuanya meleleh Hasil dari percobaan ini yaitu suhu awal asetanilida meleleh 102oC, suhu akhir asetanilida meleleh 105oC, suhu awal naftalen meleleh 79oC, dan suhu akhir naftalen meleleh 81oC. Sehingga titik leleh yang diperoleh untuk kristal asetanilida yaitu 103,5oC dan titik leleh yang diperoleh untuk kristal naftalen yaitu 80oC. Titik leleh asetanilida yang diperoleh dari hasil pecoban tidak sesuai dengan referensi (Lide, 2009) yang menyatakan bahwa titik lebur dari acetanilide yaitu antara 113 – 115oC dan untuk titik leleh naftalen yang diperoleh dari hasil percobaan sesuai dengan referensi (Lide, 2009) yang menyatakan bahwa titik lebur senyawa naftalen yaitu antara 78,2 – 80,26oC.



V. KESIMPULAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan data pengamatan, perhitungan, dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi. 2. Rekristalisasi akan berjalan efektif bila pelarutnya memenuhi persyaratan tertentu, pelarut rekristalisasi yang sesuai yaitu melarutkan senyawa dalam jumlah sedang pada suhu hangat, tetapi hanya melarutkan sedikit pada suhu dingin. Kemudian tidak bereaksi dengan zat yang diinginkan. Mudah melarutkan pengotor pada suhu rendah atau tidak melarutkan sama sekali. Mudah dihilangkan dari produk murninya atau pelarut ini harus mudah menguap. 3. Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar.



DAFTAR PUSTAKA Arsyad, M. N. (2001). Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia. Chang, R. (2004). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga. Dzikrullah, A., & Nindita, A. L. (2016). Sintesis Asetanilida. Makalah. Fessenden. (1983). Techniques and Experiments for Organic Chemistry. Jakarta : Erlangga. Lide, D. R. (2009). Buku Pegangan CRC Kimia dan Fisika. Florida: CRC Press. Oxtoby, D. (2001). Kimia Modern. Jakarta: Erlangga. Sunardi. (2004). Diktat Kuliah Cara Pemisahan. Depok: Kimia FMIPA UI. Syahmani. (2007). Kimia Organik. Bandung: Ganesha.



LAMPIRAN



Jawaban Pertanyaan: 1. Hal-hal yang harus dilakukan dalam rekristalisasi:  Menemukan pelarut yang sesuai dengan Kristal kotor yang akan dimurnikan.  Menambahkan karbon ketika campuran berwarna yang berfungsi agar warna yang ada pada campuran hilang. 2. Syarat pelarut:  Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat-zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut.  Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat mempermudahkan pengeringan kristal.  Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan.