Laporan Wawancara Suku Baduy Dalam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN WAWANCARA SUKU BADUY DALAM SMA NEGERI 62 JAKARTA



NAMA: MUHAMMAD RIZQ RASYID KELAS: XI IIS 1 NO ABSEN: 27



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang Budaya Indonesia memang tidak ada habisnya. Kebudayaan Indonesia memang beragam, hal ini dikarenakan Indonesia memiliki lebih dari seribu suku bangsa. Suku-suku tersebut tersebar dari Sabang hingga Marauke.Salah satu suku yang terkenal adalah Suku Baduy Dalam yang terletak di daerah Banten, tepatnya Kabupaten Lebak Banten. Nama Baduy Dalam berawal dari sebutan yang diberikan oleh para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan masyarakat yang hidup secara nomaden tersebut dengan kelompok masyarakat Arab “Badawi”.Kemungkinan lain adalah karena di wilayah bagian utara suku ini terdapat sungai yang disebut sungai Baduy Dalam. Sementara mereka sendiri lebih suku menyebut diri sebagai “orang kenekeas” sesuai dengan nama wilayah mereka. Terdapat dua versi yang berbeda mengenai asal usul suku baduy.Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang kenekeas adalah keturunan Batara Cikal yang merupakan salah satu dewa atau batara yang turun ke bumi. Asal usul tersebut juga sering dikait-kaitkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama manusia. Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak era Soeharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut. Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca atau menulis. Suku Baduy tidak menggunakan pakaian bermotif seperti masyarakat modern.Bagi anda yang kebingungan membedakan orang suku Baduy Luar dan Baduy Dalam, anda dapat membedakannya berdasarkan warna pakaiannya. Orang Baduy Luar memakai pakaian hitam polos sementara orang Baduy Dalam memakai pakaian putih polos dan ikat kepala putih.



B. Tujuan Tujuan laporan ini : 1. Sebagai sarana menambah informasi tentang suku baduy terutama baduy dalam. 2. Untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh guru sosiologi. 3.Sebagai sarana pembelajaran



BAB II PEMBAHASAN A.Topik Laporan Wawancara Suku baduy dalam yang merupak suku yang umik dan sangat tertutup. Serta kebiasaan kebiasaan atau tradisi apa saja yang ada dalam suku baduy. Yang terakhir adalah bagaimana kehidupan sehari- hari suku baduy dalam yang tidak diketahui oleh warga masyarakat yang tingal di perkotaan.



B. Hasil Waeancara Sistem Pemerintahan Ada masyarakat Baduy ini dikenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional dan sistem tradisional (adat). Kedua system tersebut digabungkan atau diakulturasikan sedemikian rupa sehinga tidak terjadi pembenturan. Secara Nasional penduduk kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagi Jaro Pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pemimpin data kanekes yang tertinggi, yaitu “puun” . Untuk bertahan mereka diikat oleh sistem pemerintahan yang mengatur kehidupan sosio-politik dan keagamaan. Pengaturan kehidupan keseharian warga masyarakat sepenuhnya di bawah kendali sistem pemerintahan yang bersandar pada pikukuh karuhun yang dikenal sebagai pamarentahan Baduy dengan ketiga puun sebagai pucuk rujukan mereka yang berkedudukan di tiga daerah tangtu, yaitu Cibeo, Cikartawana dan Cikeusik. Praktek kepemimpinan ketiga puun masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan kedudukan dan perannya dalam hirarki kekerabatan. Puun Cibeo yang dihubungkan oleh garis keturunan yang paling muda bertindak sebagai pemimpin politik yang berperan mengatur warga masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup duniawi dan Puun Cikeusik yang ditentukan oleh garis keturunan yang paling tua berperan memimpin agama dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan identitas budaya, sedangkan Puun Cikartawana kedudukannya di antara kepemimpinan agama dan politik. Dalam pemerintahan Baduy dikenal suatu sistem pemimpin yang meliputi sejumlah pejabat dengan sebutan sendiri-sendiri. Orientasi setiap pemimpin kepada pemimpin tertinggi, yakni para puun. Mereka dianggap satu kesatuan pemimpin tertinggi untuk mengatasi semua aspek kehidupan di dunia dan mempunyai hubungan dengan karuhun. Dalam kesatuan puun tersebut senioritas ditentukan berdasarkan alur kerabat bagi peranan tertentu dalam pelaksanaan adat dan keagamaan Sunda Wiwitan.



Kepercayaan YangDianut Suku Baduy Dalam Kepercayaan yang dianut oleh suku baduy dalam adalah sunda wiwitan. Kepercayaan Sunda Wiwitan adalah aliran pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang biasa disebut animisme dan dinamisme. Wiwitan sendiri berarti sebagai awalan. Jadi Sunda Wiwitan ini diyakini sebagai ‘agama’ masyarakat Sunda pada masa lampau. Meskipun begitu, Sunda Wiwitan juga tak lepas dari konsep monoteisme karena terdapat kekuasaan tertinggi yakni Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.



Kelompok Masyarakat Orang Kanekes memiliki hubungan sejarah dengan orang Sunda. Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya. Satu-satunya perbedaan adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Orang Kanekes menutup diri dari pengaruh dunia luar dan secara ketat menjaga cara hidup mereka yang tradisional, sedangkan orang Sunda lebih terbuka kepada pengaruh asing dan mayoritas memeluk Islam. Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua (warna tarum) serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing. Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka. Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain: Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat) Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi) Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern. Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna biru gelap (warna tarum).



Kanekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar: Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam. Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam Menikah dengan anggota Kanekes Luar Ciri-ciri masyarakat orang Kanekes Luar Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik. Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans. Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik. Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam. Sebagian di antara mereka telah terpengaruh dan berpindah agama menjadi seorang muslim dalam jumlah cukup signifikan. Apabila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).



BAB III KESIMPULAN Kesimpulan dari laporan diatasa adalah, masyarakat baduy luara merupakan masyarakat yang tidak ingin terekspos. Masyarakat ini juga masih menganut kepercayaan animism diamana seseorang percaya pada roh roh nenek moyang atau keluarga yang sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan. Selain itu masyarakat baduy tebagi menjadi 2 bagian. Yaitu masyarakat baduy luar dan masyarakat baduy dalam. Masyarakat baduy luar adalagh masyarakat yang sudah mulai mau mengikuti perkembangan zaman. Sedangkan masyarakat baduy dalam adalah masyarakat yang masih tetap berpegang teguh tehadap kepercayannya kepada roh nenek moyang dan masih susah untuk melebur dengan teknologi zaman sekarang , sert amenaati peratutan yang berlaku di dalam desanya. Kemudian pada masyarakat baduy dalalm juga masih melakukan cara atau trdisi perjodohan dimana seorang anak laki laki dan perempuan yang masih lajang ilaporkan kepada perangkat desa ang dimana nantinya akan dipertemukan dan dipersatukan menjadi seorng suami istri.



Penutup Sekian laporan yang dapat saya sajikan, kurang lebihnya mohon maaf. Dan saya harap bahwa laporan ini dapat berguna sebagai tempat mencari informasi. Sekina terimkasih.