Lemak Minyak Materi 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



I. PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Lemak (lipid) dan Minyak lemak dan minyak sering dikenal dalam kehidupan



sehari-hari. Minyak pada umumnya berasal dari tumbuh- tumbuhan seperti minyak jagung, minyak kelapa, minyak zaitun, dan minyak bunga matahari, sehingga timbul ungkapan minyak nabati. Pada temperatur kamar, minyak berwujud cair. Lemak pada umumnya berasal dari hewan, seperti lemak sapi dan lemak kambing. Pada temperatur kamar lemak berwujud padat (Anonim, 2011). Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk tubuh manusia. Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan. Karena dapat berfungsi sebagai medium penghantar panas,menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Tetapi minyak dapat mengalami perubahan-perubahan baik yang diakibatkan karena panas ataupun faktor lainya seperti keadaan lingkungan. Sebagai contoh apabila minyak dipanaskan secara berulang-ulang dengan suhu yang tinggi akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Senyawa-senyawa tersebut lama kelamaan akan mengalami oksidasi menghasilkan radikal bebas yang merugikan kesehatan (Raharjo, S. 2013). Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan – bahan makanan. Fungsinya sebagai media penggoreng sangat vital dan kebutuhannya semakin meningkat. Pada umumnya minyak yang sudah digunakan untuk menggoreng tidak dibuang, tetapi digunakan berulang kali. Demikian pula yang terjadi pada industri pangan yang menggunakan minyak goreng dalam jumlah besar. Minyak digunakan berulang-ulang untuk menekan biaya produksi, namun penggunaan kembali minyak goreng bekas secara berulang-ulang akan menurunkan mutu bahan pangan yang digoreng akibat terjadinya kerusakan pada minyak yang digunakan, karena minyak menjadi berwarna kecoklatan, lebih kental, berbusa, berasap serta dihasilkan rasa dan bau yang tidak disukai pada bahan pangan yang digoreng (Hajoeningtijas, 2012).



2



Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Pada lemak dan minyak dikenal ada dua tipe kerusakan yang utama, yaitu ketengikan dan hidrolisis. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak (Salamadian, 2017). Proses oksidasi dimulai dari pembentukan peroksida dan hidroperoksida dan selanjutnya



adalah



terurainya



asam-asam



lemak



disertai



dengan



konversi



hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan terbentuk dari aldehid dan keton, bukan dari peroksida (Ketaren,2016). 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari Praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan Materi Kerusakan Lemak Minyak adalah untuk mempelajari pengaruh pemanasan terhadap kerusakan minyak.



3



II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Kimia Lemak Minyak



2.1.1 Definisi dan Struktur Lemak Minyak Lemak dan minyak merupakan suatu senyawa atau molekul yang terbentuk dari asam lemak atau gliserol. Lemak dapat dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol dengan menggunakan larutan alkali. Minyak adalah bahan cair diantaranya disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tigginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang memiliki satu ataau lebih ikatan rangkap diantara atomatom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah untuk menghilangkan ikataan rangkap biasa dilakukaan dengan cara hidrogenasi yang dapat merubah dari bentuk cair berbentuk padat (Sudarmadji, 2007). Struktur dan tata nama namak dan minyak mempunyai struktur dasar yang sama, yaitu merupakan triester dari gliserol yang dinamakan trigliserida. Tata nama lemak digolongkan menjadi 2, yaitu : 1. Gliserida sederhana, jika gugus asamnya sama, R1=R2=R3. pemberian nama mengikuti pola : gliseril, awalan tri, nama gugus asam, awalan tri, nama gugus asam dan akhiran in. Komposisi asam lemak kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat di alam merupakan trigleserida campuran, artinya tidak terdiri satu macam trigliserida saja tetapi campuran dari beberapa trigliserida. Maka komposisi lemak atau minyak biasanya dinyatakan dalam persentase beberapa asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis. Contoh beberapa lemak dan minyak 1). Minyak kelapa terdiri dari 43 % asam palmitat, 43 % asam oleat, ditambah sedikit asam asam stearat dan asam linoleat. 2). Lemak mentega terdiri dari 14 macam asam lemak, di antaranya 25 % asam palmiat, 10% asam stearat, 35 %asam oleat. 3). Lemak manusia terdiri dari 5 % asam palmitat, 8 % asam stearat, 46 % asam oleat, dan 38 % asam linoleat. (Sumarmadji, 2007).



4



2.1.2 Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Telah dilakukan kajian mutu dan karakteristik fisiko kimia minyak sawit Indonesia dan produk fraksinasinya. Penentuan mutu dan karakteristik sangat perlu dilakukan untuk menentukan kualitas, keotentikan dan karakter dari masing-masing fraksi. Hasil uji mutu pada sebagian CPO Indonesia memiliki kadar asam lemak bebas, Karoten dan hasil masing-masing belum memenuhi standar SNI 01-29012006, Codex dan PORAM. Sedangkan mutu RBDPO lain telah memenuhi SNI 010018-2006. Berdasarkan komposisi asam lemak, olein super mengandung asam oleat tinggi (42,61- 46,03 %) sedangkan RBDP stearin memiliki asam palmitat tinggi (57,30- 66,07%). Bilangan iod olein super merupakan yang tertinggi karena mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi dan menyebabkan titik kabut rendah (4,07,0oC). Titik leleh RBDP stearin merupakan yang tertinggi (48,8-57,6oC) dan olein super yang terendah (9,4-16,6oC) (Sutiah et al, 2016). Karakteristik minyak dapat dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik fisik dan karakteristik kimia. Karakteristik fisik meliputi warna, bau, kelarutan, titik cair, titik didih, titik leleh, bobot jenis, viskositas dan indeks bias. Sedangkan karakteristik kimia meliputi jumlah asam lemak bebas (free fatty acid/FFA), bilangan peroksida (peroxide value/PV), bilangan asap (smoke point) dan komposisi asam lemak (Nadeak, 2010). 2.2



Kerusakan Lemak Minyak Ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng yang menyebabkan adanya



citarasa dan bau yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi). Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi



5



disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Sedangkan pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Djuma, 2014). 2.2.1 Macam dan Penyebab Kerusakan Penyebab kerusakan Lemak dan Minyak: Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor (citarasa) dari lemak atau bahan pangan berlemak. Adapun penyebab ketengikan ada 4 faktor: 1). Absorpsi bau oleh lemak, 2). Aktivitas enzim alam bahan yang mengandung lemak, 3). Aktivitas mikroba yang terkandung dalam lemak, 4). Oksidasi oleh oksigen dari udara, 5). Kombinasi dua atau lebih dari empat penyebab tersebut (Chandra, 2017). Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi, adanya udara dan air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Adanya interaksi antara produk dan minyak menyebabkan terjadinya reaksi yang sangat komplek, akan terbentuk senyawa volatile maupun nonvolatile yang akan memberikan tanda bahwa minyak telah rusak ( Ratna, 2013). Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi. Minyak yang rusak akibat dari proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Minyak yang telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur, flavor dari bahan pangan yang digoreng (Hasan, 2015). Reaksi oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh akan menyebabkan terbentuknya peroksida, aldehid, keton serta asam-asam lemak berantai



6



pendek yang dapat menimbulkan perubahan organoleptik yang tidak disukai seperti perubahan bau dan flavour (ketengikan). Oksidasi disebabkan oleh udara yang ada disekitar saat pemanasan atau penggorengan, umumnya proses ini berjalan lambat. Derajat oksidasi ditandai dengan penyerapan oksigen, semakin lama dan tinggi suhu pemanasan, proses oksidasi berjalan cepat. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida dengan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh (Gerald, 2011). 2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Beberapa faktor penyebab kerusakan lemak minyak yaitu : 1). Lamanya minyak, kontak dengan panas Berdasarkan penelitian terhadap minyak jagung pada pemanasan 10-12 jam pertama, bilangan Iod berkurang dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua berikutnya ; 2). Suhu Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki menggunakan minyak jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 120 , 160 , dan 200 . Minyak dialiri udara pada 150ml/menit/kilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 160 dan 200 menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 120℃ ; 3). Penyerapan Bau Minyak bersifat mudah menyerap bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak yang tertutup ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari bagian lemak yang rusak akan diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan sehingga seluruh lemak akan rusak ; 4). Hidrolisa Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisa menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat oleh basa, asam dan enzim-enzim. Hidrolisa sangat mudah terjadi pada asam lemak rendah seperti pada mentega, minyak kelapa sawit dan minyak kelapa ; 5). Akselerator Oksidasi, Kecepatan aerasi juga memengang peranan penting dalam menentukan perubahan -perubahan selama oksidasi thermal ; 6). Struktur dan Komposisi Minyak Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang



7



merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut jika dihidrolisis menghasilkan tiga molekul asam lemak rantai Panjang dan satu molekul gliserol ( Selvie, 2014). 2.2.3 Penentuan Kualitas Minyak Penentuan mutu kualitas minyak kimiawi dilakukan dengan menguji bilangan peroksida, bilangan asam serta kadar asam lemak bebas. Beberapa studi menyebutkan uji di atas sudah cukup dapat menggambarkan kualitas minyak. walaupun begitu, akan lebih baik lagi jika dilakukan pemeriksaan secara fisika, yakni dengan penetapan kadar air.Penentu tingkat kerusakan minyak yang utama adalah kadar air karena dengan adanya air minyak akan lebih mudah mengalami proses hidrolisis, yang merupakan



awal dari proses peruraian minyak selanjutnya. Minyak yang



mengandung makin banyak air, semakin meningkat hidrolisisnya. Air yang ditetapkan ini adalah air yang terikat secara fisik dengan minyak, oleh karenanya air dapat dipisahkan dari minyak dengan cara dikeringkan dalam oven bersuhu 100 105°C (Rahmat. N. M, 2011). Berdasarkan sifat fisikanya, kualitas minyak dapat diketahui dari kandungan asam dienoat, warna, dielektrik konstan, titik asap, dan viskositas. Berdasarkan perubahan kimia pada minyak, kandungan asam lemak bebas, bilangan karbon, penentuan total senyawa polar dan viskositas dapat digunakan untuk pengujian kualitas minyak goreng. Kriteria minyak goreng yang baik dapat diketahui dengan membandingkan beberapa sifat fisika-kimianya seperti dieletrik konstan, bilangan peroksida, dan asam lemak bebas (Zulkamain, 2012). 2.3



Perubahan Kualitas Minyak Dekomposisi minyak oleh adanya udara dapat terjadi pada suhu lebih rendah



(190°C) dibanding tanpa udara (pada suhu 240 – 260°C). Reaksi yang terjadi berbeda pada bagian permukaan dengan bagian tengah minyak yang digoreng, juga bentuk penggorengan berpengaruh terhadap kecepatan penguraian minyak. Minyak goreng



8



mengandung sejumlah besar asam-asam lemak tidak jenuh i dalam molekul trigliseridanya. Reaksi-reaksi tdegradasi selama proses penggorengan didasarkan atas reaksi penguraia asam lemak, dan produk yang dihasilkan dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan utama : 2.3.1 Hasil Dekomposisi Tidak Menguap (NVDP) Pada reaksi dekomposisi yang tidak



menguap (NVDP, non-volatile



decomposition product), tiga macam reaksi yang dapat terjadi, yaitu: Autooksidasi Thermal polimerisasi Oksidasi thermal (Winata, 2011). 2.3.2 Hasil Dekomposisi Dapat Menguap (VDP) Hasil dekomposisi dapat Menguap (VDP) Komposisi yang ada dalam VDP adalah hasil dari pemanasan minyak, terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehid, keton, dan senyawa aromatik. Jenis persenyawaan yang jumlahnya dominan adalah aldehid, termasuk dienal yang mempengaruhi bau khas dari hasil gorengan. Fraksi VDP yang bersifat asam mengandung sekitar 30 macam persenyawaan yang terdiri dari asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh (mempunyai 2–3 ikatan rangkap), asam keto, asam hidroksi, asam dikarboksilat dan asam –asam aromatik (Ketaren, 2015). 2.4



Analisis Asam Lemak Bebas (FFA)



2.4.1 Definisi dan Mekanisme Terbentuknya Asam Lemak Bebas (FFA) Asam lemak bebas (Free Fatty Acid) adalah asam lemak yang sudah lepas dari trigliseraldehida yang dikandung pada minyak. Asam lemak bebas ini dianalisa sebagai angka asam dengan menggunakan metode titrasi alkalimetri. Semakin tinggi nilai angka asam maka semakin banyak asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak dan menyebabkan kualitas minyak semakin rendah (Suanto, 2012). Pada prinsipnya, analisa asam lemak bebas (Free Fatty Acid) dilakukan dengan menitar sampel menggunakan larutan basa yang telah distandarisasi. Larutan basa yang umumnya digunakan adalah Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) atau Kalium



9



Hidroksida (KOH). Volume hasil titrasi akan dimasukkan ke dalam rumus berikut untuk menghitung total asam lemak bebas yang terkandung minyak (Joel, 2014). 2.4.2 Pengaruh FFA Terhadap Kesehatan, Flavor dan Cita Rasa FFA (Free Fatty Acid) sangat berpengaruh terhadap kesehatan yaitu dapat memicu peningkatan kadar kolestrol dalam darah. Kadar kolestrol manusia itu berbeda beda. Faktor makanan yang berpengaruh terhadap kolestrol darah adalah LDL. Lemak total jenuh dan energy total. Pada kolestrol darah yang meningkat berpengaruh tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah (Hasan, 2015). FFA (Free Fatty Acid) juga berpengaruh terhadap flavor yang akan memicu timbulnya racun dan menyebabkan keracunan pada tubuh. Dan pada Cita rasa akan membuat makanan menjadi bau tengik dan makanan tersebut tidak lezat dan menyebabkan bahaya pada tubuh kita ( Juli, 2016).



10



III. METODELOGI 3.1



Waktu dan Tempat Praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan Materi Kerusakan Lemak Minyak



dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Juni 2021, pukul 10.00 - 12.30 WIB, di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. 3.2



Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada Praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan



Materi Kerusakan Lemak Minyak ini adalah kompor gas, wajan, spatula, timbangan analitik, erlenmeyer, buret dan statip, pipet, api bunsen, penjepit dan tabung reaksi. Adapun bahan yang digunakan yaitu minyak goreng kelapa sawit, tempe, alkohol 95%, fenoftalen (Indikator PP) dan larutan NAOH 0,1 N. 2.3



Cara Kerja Adapun cara kerja dari Praktikum Teknologi Lemak Minyak dengan Materi



Kerusakan Lemak Minyak adalah sebagai berikut: 1.



Menyiapakan alat dan bahan yang akan digunakan.



2.



Mengiris tempe menjadi beberapa bagian, lalu menghidupkan kompor dan memberi sedikit minyak kemudian digoreng.



3.



Setelah tempe telah matang kemudian mencatat waktu yang diperlukan lalu mengambil bekas pengorengan sebagai sampel. Melakukan penggorengn tempe sebanyak tiga kali.



4.



Setelah itu, mengamati warna, aroma dan kekentalan dari minyak baru serta bekas penggorengan dan mencatat hasilnya.



5.



Kemudian menimbang minyak baru dan minyak bekas penggorengan masingmasing sebanyak 28,2 g dalam erlenmeyer.



6.



Memanaskan 50 ml alkohol 95% dengan api bunsen.



11



7.



Kemudian pada minyak baru ditambahkan 50 ml alkohol 95% netral yang panas dan 10 tetes indikator fenolftalen (PP)



8.



Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N



yang telah distandarisasi



sampai warna merah jambu dan mencatat hasilnya. 9.



Melakukan pengulangan yang sama terhadap minyak hingga 3 kali dan mencatat hasilnya.



bekas penggorengan



12



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1



Hasil Pengamatan



Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Penentuan Asam Lemak Bebas Bahan Mula-Mula Bahan Yang Ditambahkan Nama Warna Jumlah Nama Warna Jumlah Minyak baru Kuning 28,2 g - Indikator PP Bening 10 tetes keemasan - Alkohol 95% Bening 50 ml (tidak - NaOH Bening 4,5 ml beraroma) Penggorenga Kuning pekat 28,2 g - Indikator PP Bening 10 tetes n ke - I (beraroma) - Alkohol 95% Bening 50 ml - NaOH Bening 6,6 ml Penggorenga Lebih Coklat 28,2 g - Indikator PP Bening 10 tetes n ke - II (beraroma) - Alkohol 95% Bening 50 ml - NaOH Bening 2,5 ml Penggorenga Kuning 28,2 g - Indikator PP Bening 10 tetes n ke - III kecoklatan - Alkohol 95% Bening 50 ml (beraroma) - NaOH Bening 4,0 ml



Pengamatan



Hasil NaOH 0,1 N



Ditirasi dan digojok



Terjadi perubahan warna menjadi warna merah muda



Ditirasi dan digojok



Terjadi perubahan warna menjadi warna merah muda



Ditirasi dan digojok



Terjadi perubahan warna menjadi warna merah muda



Ditirasi dan digojok



Terjadi perubahan warna menjadi warna merah muda pudar



13



Tabel 2. Pengamatan Sifat Kimia dan Organoleptik Minyak Goreng Hasil Ulangan Jenis minyak goring pengamatan Baru Penggorengan ke - I Penggorengan ke – II ml NaOH 1 4,5 ml 6,6 ml 2,5 ml 2 1,6 ml 3 0,5 ml Warna Merah Muda Merah Muda Pudar Merah Muda Keunguan Aroma Kekentalan



Ungu Tidak beraroma Cair Cair Lebih Kental



Penggorengan ke - III 4,0 ml Merah Muda Pudar



Tidak beraroma



Beraroma Tengik



Beraroma



Agak Kental



Kental



Lebih kental



Tabel 3. Hasil Pengamatan Kadar ALB / FFA pada Minyak yang digunakan Untuk Menggoreng Tempe No. Nama Bahan Kadar FFA (% FFA) 1. Minyak Baru 0,19% 2. Penggorengan ke – 1 0,59% 3. Penggorengan ke – 2 0,22% 4. Penggorengan ke – 3 0,36%



14



15



4.2



Perhitungan







Minyak Baru 



¿



%FFA=



ml NaOH × N × BM Asam Palmitat ×100 % Berat Contoh ×1000



1,6× 0,1× 256 × 100 %=0,14 % 28,2× 1000 



¿



ml NaOH × N × BM Asam Palmitat ×100 % Berat Contoh ×1000



4,5 ×0,1 ×256 ×100 %=0,40 % 28,2 ×1000 



¿



%FFA=



%FFA=



ml NaOH × N × BM Asam Palmitat ×100 % Berat Contoh ×1000



0,5× 0,1 ×256 × 100 %=0,04 % 28,2× 1000 Rata – rata minyak baru = 0,19 % 



Minyak goreng I 



¿



Minyak goreng II 



%FFA=



ml NaOH × N × BM Asam Palmitat ×100 % Berat Contoh ×1000



2,5× 0,1× 256 × 100 %=0,22 % 28,2× 1000 



Minyak goreng III 



¿



ml NaOH × N × BM Asam Palmitat ×100 % Berat Contoh ×1000



6,6 ×0,1 ×256 ×100 %=0,59 % 28,2× 1000 



¿



%FFA=



%FFA=



ml NaOH × N × BM Asam Palmitat ×100 % Berat Contoh ×1000



4.0 ×0,1 ×256 ×100 %=0,36 % 28,2 ×1000



16



V. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan yang ada pada tabel 1 tentang penentuan asam lemak bebas. Sebanyak 28,2 gram minyak baru atau minyak yang belum digunakan untuk penggorengan memiliki warna kuning bening, tidak beraroma, dan kental. Ketika ditambahkan alkohol 96% sebanyak 50 ml yang sudah dipanaskan, fenoftalen (PP) sebanyak 10 tetes, warna minyak tersebut berubah menjadi kuning keruh dan terdapat 2 (dua) lapisan. Kemudian ketika dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 12,8 ml, terjadi perubahan warna menjadi warna merah jambu. Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai palmitat untuk minyak kelapa sawit. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA. FFA adalah kepanjangan dari Free Falty Acid. Dimana cara mengetahui persen FFA yaitu jumlah NaOH (12,8ml) × N (0,1) × BM asam lemak (256) / berat minyak yang digunakan (28,2) × 100%, maka didapatkan hasil %FFA sebanyak 1162. Pada minyak 1 warna kuning keemasan jumlahnya 28,2 g ditambahkan dengan alkohol 96% berwarna bening 50 ml dan fenoftalen (PP) 10 tete menghasilkan perubahan warna minyak kuning keruh, terdapat 2 lapisan, perubahan warna dari kuning keruh ke warna merah jambu dan NAOH nya menjadi 3,7. Pada Minyak II warna kuning pekat 28,2 g ditambahkan dengan alkohol 96 % berwarna bening 50 ml dan fenoftalen(pp) 10 tetes menghasilkan perubahan warna minyak kuning keruh, terdapat 2 lapisan, perubahan warna dari kuning keruh ke warna merah jambu. Pada minyak III memiliki warna kuning sangat pekat 28,2 g ditambahkan dengan alkohol 96% berwarna bening 50 ml dan fenoftalen(pp) 10 tetes menghasilkan perubahan warna minyak kuning keruh, terdapat 2 lapisan, perubahan warna dari kuning keruh ke warna merah jambu Pada Tabel 2, penggorengan yang pertama, minyak baru digunakan untuk menggoreng tempe selama 5 (lima) menit 27 (dua puluh tujuh ) detik dan diambil sebanyak 28,2 ml. Minyak penggorengan pertama ini memiki warna kuning



17



keemasan, tidak beraroma dan memiliki tekstur sedikit kental. Ketika dilakukan titrasi alcohol 96% 50 ml dan indicator PP 10 tetes dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 3,7 ml terjadi perubahan warna menjadi warna merah jambu. Untuk persen FFA pada minyak penggorengan pertama yaitu persen FFA yaitu jumlah NaOH (3,7 ml) × N (0,1) × BM asam lemak (256) / berat minyak yang digunakan (28,2) × 100%, maka didapatkan hasil %FFA penggorengan pertama sebanyak 335,88, Pada penggorengan kedua, minyak penggorengan pertama tadi digunakan untuk menggoreng tempe sampai matang selama 2 (dua) menit 50 (lima puluh) detik dan diambil sampel minyaknya sebanyak 28,2 ml. Minyak penggorengan kedua ini memiki warna kuning pekat, beraroma tidak menyengat dan memiliki tekstur cair. Ketika dilakukan titrasi alcohol 96% 50 ml dan indicator PP 10 tetes dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 5,6 ml terjadi perubahan warna menjadi warna merah jambu. Untuk persen FFA pada minyak penggorengan pertama yaitu persen FFA yaitu jumlah NaOH (5,6 ml) × N (0,1) × BM asam lemak (256) / berat minyak yang digunakan (28,2) × 100%, maka didapatkan hasil %FFA minyak penggorengan kedua sebanyak 508,36, Pada penggorengan ketiga, minyak penggorengan kedua digunakan untuk menggoreng tempe selama 2 (dua) menit 28 (dua puluh delapan) detik dan diambil sebanyak 28,2 ml. Minyak penggorengan ketiga ini memiki warna kuning sangat pekat, memiliki aroma menyengat, dan memiliki tekstur yang cair. Ketika dilakukan titrasi alcohol 96% 50 ml dan indicator PP 10 (sepuluh) tetes dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 4,3 ml terjadi perubahan warna menjadi warna merah jambu. Untuk persen FFA pada minyak penggorengan pertama yaitu persen FFA yaitu jumlah NaOH (4,3 ml) × N (0,1) × BM asam lemak (256) /berat minyak yang digunakan (28,2) × 100%, maka didapatkan hasil %FFA penggorengan pertama sebanyak 381,27. Alkohol yang dicampur dengan fenoftalen (PP) ke dalam minyak baru, minyak penggorengan pertama, kedua dan ketiga memiliki perubahan warna menjadi kuning keruh. Dan ketika keempat jenis minyak tersebut dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N, terjadi lagi perubahan warna menjadi warna merah jambu. Apabila percobaan titrasi tidak menghasilkan perubahan warna merah jambu,



18



hal tersebut disebabkan karena pada saat memanaskan alkohol kurang panas atau karena penggunaan indicator PP yang kurang ketika dicampur dengan alkohol. Kemudian, percobaan titrasi gagal seperti minyak yang tidak menyatu dan berada di atas. Itu disebabkan karena penggunaan NaOH yang terlalu banyak. Sebaliknya, apabila hasil titrasi minyak berada di bawah dan tidak menyatu dengan larutan alkohol dan NaOH, itu dikarenakan oleh penggunaan fenoftalen yang memang terlalu banyak. Berdasarkan hasil uji mutu pada sebagian CPO Indonesia memiliki kadar asam lemak bebas, Karoten dan hasil masing-masing belum memenuhi standar SNI 012901-2006, Codex dan PORAM. Sedangkan mutu RBDPO lain telah memenuhi SNI 01-0018-2006. Berdasarkan komposisi asam lemak, olein super mengandung asam oleat tinggi (42,61- 46,03 %) sedangkan RBDP stearin memiliki asam palmitat tinggi (57,30- 66,07%). Bilangan iod olein super merupakan yang tertinggi karena mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi dan menyebabkan titik kabut rendah (4,07,0oC). Titik leleh RBDP stearin merupakan yang tertinggi (48,8-57,6oC) dan olein super yang terendah (9,4-16,6oC) Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Pada lemak dan minyak dikenal ada dua tipe kerusakan yang utama, yaitu ketengikan dan hidrolisis. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak. Proses oksidasi dimulai dari pembentukan peroksida dan hidroperoksida dan selanjutnya adalah terurainya asamasam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan terbentuk dari aldehid dan keton, bukan dari peroksida.



19



V. PENUTUP 5.1



Kesimpulan Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi disebabkan oleh proses



oksidasi dan polimerisasi.Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Sedangkan pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan, proses oksidasi dimulai dari pembentukan peroksida dan hidroperoksida dan selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan terbentuk dari aldehid dan keton, bukan dari peroksida 5.2



Saran Pada saat melakukan pratikum menggunakan alat dan bahan laboratorium agar



berhati-hati dan fokus pada saat melakukan pratikum karena bahan bahan kimia yang masing masing memiliki reaksi berbeda apabila mengenai kulit tubuh, dan untuk para pratikum harus menggunakan perlatan yang standart SOP laboratorium.



20



DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, 2015. Minyak Kelapa Sawit.Vol. 1 No. 5 (Diakses pada tanggal 25 Juni 2021) Faisal, 2012. Lemak Minyak Industri. Volume 1. Kedokteran EGC Jakarta ( Diakses pada tanggal 26 Juni 2021) Hasyim, Noor. 2010. Kajian Kerusakan Minyak pada Jenang Kudus dengan Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber roscoe) Selama Penyimpanan. (Skripsi S- 1) Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta. Herawati, H. 2016. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah. Sudarmadji, Slamet et al. (2014). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty Yogyakarta dengan Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Sudarmadji, S. 2013. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.