Literasi Media [PDF]

  • Author / Uploaded
  • andry
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS LITERASI MEDIA “MODEL GERAKAN LITERASI MEDIA DI INDONESIA”



DI SUSUN OLEH:



ANDRY CYCHO (1513211140)



PROGAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA 2016



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Model Gerakan Literasi Media Di Indonesia”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Literasi Media di Universitas Bhayangkara Surabaya. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.



Surabaya, 25 Oktober 2016



2



DAFTAR ISI



Kata Pengantar.................................................................................................. 2 Daftar Isi............................................................................................................ 3 Bab I Pendahuluan............................................................................................. 4 A. Latar Belakang.............................................................................................. 4 B. Rumusan Masalah......................................................................................... 4 C. Tujuan Penulisan........................................................................................... 4 Bab II Pembahasan............................................................................................ 5 A. Pengertian Gerakan Literasi Media.............................................................. 5 B. Apa Tujuan Adanya Gerakan Literasi Media Di Indonesia.......................... 6 C. Perkembangan,Pemahaman,Penerapan dan Contoh Literasi Media Di Indonesia.................................................................................................. 7 D. Mengapa kita membutuhkan Literasi Media................................................13 Penutup..............................................................................................................14 Daftar Pustaka...................................................................................................15



3



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Literasi media adalah istilah yang makin populer di Indonesia untuk menyebut berbagai aktivitas yang terkait dengan sikap kritis terhadap media, sekali pun bila ditelitu lebih dalam maka akan ditemukan ragam pemaknaan yang sangat bervariasi. Makalah ini akan menelusuri perkembangan literasi media. Makalah ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman, dan penerapan konsep literasi media yang hidup dan berkembang di masyarakat data temuan penelitian tentu akan sangat bermanfaat bagi pengembangan lebih jauh sesuai dengan kebutuhan bangsa kita, dan dapat menjadi rujukan bagi siapa saja yang menaruh minat untuk melaksanakan program-program literasi media dalam bentuk apa pun.



B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Gerakan Literasi Media ? 2. Apa tujuan adanya Gerakan Literasi Media di Indonesia ? 3. Bagaimana perkembangan,pemahaman,dan contoh Literasi Media di Indonesia ? 4. Mengapa kita membutuhkan Literasi Media ?



C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Gerakan Literasi Media 2. Untuk mengetahui tujuan dari Gerakan Literasi Media 3. Untuk mengetahui perkembangan,pemahaman,penerapan dan contoh Literasi Media 4. Agar mengerti apa fungsi dari Literasi Media



4



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Gerakan Literasi Media Istilah literasi media diciptakan di mid-2004 untuk menggabungkan literasi lainnya dengan visual (Ofcom, 2004). Ofcom mengatakan literasi adalah keterampilan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi dan sekaligus mengkomunikasikannya dalam berbagai macam format. Lebih daripada itu adalah mampu mengenali dan mengerti informasi secara komprehensif untuk mewujudkan cara berpikir kritis, seperti tanya jawab, menganalisa dan mengevaluasi informasi itu. Sedangkan kalau kita bertanya pada wikipedia akan menyebutkan bahwa media literasi adalah keterampilan untuk memahami sifat komunikasi, khususnya dalam hubungannya dengan telekomunikasi dan media massa. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian. Media Literasi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Melek Media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy” (Potter, dalam Kidia) mengatakan bahwa media Literacy adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika, individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Jane Tallim menyatakan bahwa media literacy adalah kemampuan untuk menganalisis pesan media yang menerpanya, baik yang bersifat informatif maupun yang menghibur. Allan Rubin menawarkan tiga definisi mengenai media literacy. Yang pertama dari National Leadership Conference on Media Literacy (Baran and Davis, 2003) yaitu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan. Yang kedua dari ahli media, Paul Messaris, yaitu pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat. Yang ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut Jally, yaitu pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan. Rubin juga menambahkan bahwa definisi-definisi tersebut menekankan pada pengetahuan spesifik, kesadaran dan rasionalitas, yaitu proses kognitif terhadap informasi. 5



Fokus utamanya adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literasi merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesanpesan tersebut. Terdapat dua pandangan mengenai media literacy yaitu dari Art Silverblatt dan James Potter (Potter dalam Kidia). Silverblatt menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki keterampilan literasi media apabila dirinya memuat faktor-faktor sebagai berikut : 1) Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan masyarakat 2) Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa 3) Pengembangan strategi-strategi yang digunakan untuk menganalisis dan membahas pesanpesan media 4) Sebuah kesadaran akan isi media sebagai ‘teks’ yang memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya kontemporer manusia dan diri manusia sendiri 5) Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap isi media.



B. Apa Tujuan Adanya Gerakan Literasi Media Di Indonesia Tujuan dari media literacy adalah untuk memberi kita kontrol yang lebih untuk menginterpretasi pesan. Tujuan dari melek media adalah untuk



memberdayakan



pemrograman.



Istilah



individu-individu pemrograman



dalam



dalam



mengontrol



pengertian



ini,



media tidak



bermaksud program televisi atau media pesan. Seorang individu oleh dirinya sendiri tidak akan punya banyak pengaruh mengubah bagaimana massa kerajinan media pesan mereka. Seorang individu akan pernah bisa menjalankan banyak kendali atas apa yang akan ditawarkan kepada publik. Namun, seseorang bisa belajar untuk mengerahkan banyak kontrol atas cara pikiran seseorang mendapat diprogram. Dengan demikian, tujuan



media



keaksaraan



adalah



untuk



menunjukkan



orang-orang



bagaimana untuk mengalihkan kontrol dari media sendiri. Inilah yang saya



6



maksud ketika saya mengatakan bahwa tujuan melek media untuk membantu orang mengendalikan program media.



Media Literasi juga bertujuan untuk: • Membatasi PILIHAN Media telah memprogram kita untuk percaya bahwa kita sedang menawarkan banyak pilihan, tetapi pilihan kisaran sangat terbatas. The media have programmed you to think that you have choices when in fact the degree of choice is greatly limited, berarti Media telah memprogram Anda berpikir bahwa Anda memiliki pilihan ketika pada kenyataannya tingkat pilihan sangat terbatas. • Memperkuat PENGALAMAN Kita tetap akan kembali ke jenis pesan yang sama, percaya bahwa Kita akan memiliki pengalaman yang memuaskan sekali lagi seperti yang ada di masa lalu. Seiring berjalannya waktu, kebiasaan menjadi kuat, dan itu menjadi jauh lebih sulit untuk mencoba sesuatu yang baru.



C. Perkembangan,Pemahaman,dan Penerapan Literasi Media Di Indonesia   Di Indonesia sendiri belum ada hasil penelitian yang menyebutkan tingkat literasi (melek media) di Indonesia. Tingkat literasi biasanya berhubungan dengan tingkat pendidikan dan daya kritis masyarakat. Makin tinggi pendidikan dan daya kritis seseorang makin tinggi tingkat literasinya. Memang hipotesis seperti itu masih perlu diuji di banyak tempat dan di berbagai kelompok masyarakat. Menyaksikan perilakunya, khalayak terbelah dua, khalayak pasif dan khalayak aktif. Jumlah khalayak pasif jauh lebih besar ketimbang yang aktif. Mereka itu seperti diam saja menerima informasi dari media massa, bahkan tidak jarang tampak seperti tidak berdaya. Ini 7



ada kaitannya dengan Teori Jarum Suntik. Begitu disuntik oleh pesan komunikasi, isinya segera menjalar ke seluruh pelosok tubuh. Karena keperkasaan media massa, seolah-olah masyarakat tidak berdaya menghadapinya. Mereka itu mendapatkan pesan komunikasi seperti masuk dari satu telinga segera dikeluarkan lewat telinga yang lain. Mereka yang aktif selain berinteraksi sesamanya juga mengritisi media massa tempat asal informasi. Mereka ini sadarmedia atau sering disebut melek-media. Sedikitnya, jika memperhatikan teori di atas, tubuh pasien (khalayak) mengadakan ”perlawanan,” tidak menyerah begitu saja pada obat dan jarum suntiknya. Di dalam ”melek-media,” khalayak aktif tidak sekedar sebagai pemerhati atau pengamat tapi aktif melakukan sesuatu jika media massa telah melakukan penyimpangan. Penyimpangan ini bisa mengenai informasinya yang salah, kurang tepat, tidak seimbang, dan semacamnya. Jika itu yang terjadi maka khalayak dapat melakukan protes. Protes dilindungi oleh Undang-undang No.40/1999, dua hak yang berhubungan dengan itu adalah Hak Koreksi dan Hak Jawab. Hak Jawab adalah hak seseorang/sekelomplok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Pasal 5 Ayat 2 UU 40/1999) menyebutkan, pers wajib melayani Hak Jawab. Sering pers tidak segera melayani Hak Jawab. Kalau pun melayaninya, kadang-kadang hanya di rubrik Surat Pembaca. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Pasal 5 Ayat 3 UU 40/1999 menyebutkan, pers wajib melayani Hak Koreksi. Hak ini sebenarnya sebagaian tumpang tindih dengan Hak Jawab, hampir selalu dilayani pers di Surat Pembaca. Pelanggaran atas Hak Jawab oleh kalangan pers, selain berupa pelanggaran kode etik, juga pelanggaran atas UU No. 40/1999 yang berimplikasi pada denda. Pelanggaran kode etik tidak berakibat hukum, tanpa sanksi yang berat. Pelanggaran atas UU 40 adalah tindak pidana yang berakitan dengan hukuman. Pasal 18 mengingatkan antara lain: Perusahaan pers yang melanggar antara lain Pasal 5 Ayat 2 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500 juta. Media massa yang cukup banyak melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi adalah media cetak. Media elektronika, lebih-lebih televisi, kita jarang menyaksikan melayani kedua hak tersebut dengan baik. Boleh jadi, sajiannya sudah bagus, boleh jadi tidak tersedia ruang dan waktu untuk itu. Namun, masyarakat belum banyak yang tahu mempunyai kedua hak 8



tersebut. Lebih daripada itu, bahkan sebagian besar warga masyarakat tidak tahu, kemerdekaan pers adalah hak azasi warga negara. Sosialisasi tentang ini perlu terus menerus diberikan.



Selain mengenai isi dan sikap media massa yang dikritisi, bisa juga fungsi media massa yang dikritisi. Misalnya saja tentang fungsi media yang menyimpang atau kurang dijalankan dengan semestinya. Kontrol sosialnya kurang, atau bahkan berlebihan dan semacamnya. Tidak jarang pers kurang menjalankan fungsi watchdog-nya. Fungsi ini penting karena membuat pihak lain yang dikontrol atau diawasi/dijaga menjadi lebih hati-hati dalam bertindak. Kekuasaan (pemerintah, DPR, pengadilan, parpol, dll) perlu dijaga dan diawasi oleh pers. Lalu siapa yang mengawasi pers? Masyarakatlah yang perlu mengontrol pers, salah satunya adalah media watch. Lalu siapa pula yang mengontrol media watch? Makin banyak pihak yang mengawasi, makin baik tampilan yang diawasi. Sesama pengawas juga akan meningkatkan mutunya. ada yang selalu mengatakan, media watch itu untuk pemberdayaan masyarakat. Media watch tidak perlu ditujukan kepada media massa yang dikontrolnya. Mereka sudah punya bagian litbang di dalam manajemennya. Pendapat tersebut tidak salah. Tapi, akan lebih penting manakala kontrol media watch juga ditujukan kepada media yang dikontrolnya. Berapa banyak sebaran media watch yang ditujukan kepada masyarakat? Berapa besar hasil pemberdayaannya? Jumlahnya sangat sedikit. jika hasil media watch juga ditujukan kepada media yang bersangkutan ditambah komunikasi yang intensif dengan pimpinan media itu, hasilnya akan lebih bermanfaat. Khalayak aktif yang sangat reaktif, tapi tanpa konsep literasi, dapat mengarah kepada tindakan yang brutal. Kita mendengar ada ormas pemuda yang menduduki kantor redaksi surat kabar di Surabaya (Jawa Pos). Ada pula yang datang beramai-ramai ke kantor redaksi lalu menuntut agar redaksi meminta maaf tiap hari dimuat surat kabar yang bersangkutan. Kasus ini melibatkan sejumlah sopir taksi terhadap pemberitaan surat kabar di Jakarta (Rakyat Merdeka). Juga tindakan Satgas PDI-P dan Banser pada Rakyat Merdeka menyangkut karikatur yang dimuatnya. Mereka, boleh jadi bukanlah khalayak aktif dalam arti yang benar. Sangat mungkin, mereka sama sekali tidak mengerti tentang literasi itu.



9



Orang-orang media watch adalah khalayak aktif dengan tingkat literasi yang tinggi. Mereka menerbitkan hasil pantauannya di dalam medianya yang sengaja dibuat untuk itu. Cukup banyak orang yang mengikuti media hasil media watch tersebut dan mengritisinya. Mereka ini termasuk khalayak super aktif.



Gerakan Literasi Media Periode 1990 – 2000: Periode perkembangan Pada periode antara tahun 1990an hingga tahun 2000an dapat dikatakan merupakan periode kegiatan literasi media yang banyak memberi tekanan pada aspek perlindungan anak dari dampak media, terutama televisi. Kegiatan utamanya adalah memberi pemahaman pada orangtua dan guru mengenai dampak negatif menonton televisi, dan bagaimana menonton televisi yang benar agar terhindar dari dampak tersebut.



Gerakan Literasi Media Periode 2000 – 2010: Periode Pemahaman Bentuk lain dari seminar untuk orangtua adalah kegiatan kampanye yang dilakukan oleh LSM maupun organisasi mahasiswa dan institusi lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan melalui seminar, road show, dan kampanye-kampanye mengenai melek media. Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Komunitas Mata Air tahun 2004 yang melakukan roadshow ke beberapa sekolah dasar di DKI Jakarta, Yayasan Jurnal Perempuan yang datang berseminar di beberapa SMA di DKI Jakarta pada tahun 2005 dan 2008, Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2005 hingga saat ini, kemudian roadshow oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UI ke beberapa SLTP di DKI dan Depok tahun 2005-2008, roadshow Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi tahun 2006, dan beberapa organisasi pemerhati media lainnya. Sesuai dengan sifatnya, gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara insidental dan kurang memiliki kesinambungan dengan program berikutnya. Dalam konteks ini, program tersebut tidak menjamin bahwa apa yang disampaikan dalam roadshow akan bisa berjalan dengan sendirinya. Melalui kegiatan insidental seperti itu, agak sulit kiranya untuk dapat menyampaikan berbagai isu dan materi Pendidikan dalam seminar berdurasi dua jam, atau dalam kampanye dan roadshow ke berbagai sekolah selama seminggu. Ada kemungkinan, dari pihak 10



penyelenggara sendiri kurang memahami betul konsep dan pengertian literasi media. Sehingga, dikhawatirkan pemahaman para siswa mengenai melek media ataupun pendidikan media menjadi tidak tepat. Titik berat materi Pendidikan Media ditekankan pada media televisi mengingat media ini paling banyak diakses oleh anak-anak. Pokok bahasan yang diajarkan, sebagaimana tertulis dalam buku Pendidikan Media – Buku Pegangan Untuk Guru Sekolah Dasar (Guntarto, 2007: 12) adalah:        



Mengapa melek media penting? Jenis-jenis acara televisi Fungsi dan pengaruh iklan Karakteristik televisi Dampak menonton televisi Menonton TV dan kegiatan lain Memilih acara televisi yang baik Televisi sebagai sumber belajar



Setelah anak mendapatkan pembelajaran mengenai melek media dengan fokus pada televisi yakni tentang bagaimana berinteraksi dengan televisi secara kritis, maka diharapkan para anak,dapat:     



dapat memahami dan mengapresiasi program yang ditonton menyeleksi jenis acara yang ditonton tidak mudah terkena dampak negatif acara televisi dapat mengambil manfaat dari acara yang ditonton. pembatasan jumlah jam menonton



Penerapan Gerakan Literasi Media Yang Lambat Periode 2010 - sekarang Tidak adanya forum yang membahas masalah literasi media, barangkali menjadi penyebab mengapa pemahaman terhadap konsep menjadi sangat beragam, dan hal itu kemudian tercermin dalam program / kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga. Hal lain yang cukup menarik adalah absennya perguruan tinggi dalam mengembangkan isu ini. Program studi Ilmu Komunikasi tentunya memiliki relevansi yang tinggi untuk masalah literasi media ini. Ini tidak untuk mengatakan bahwa tanpa keterlibatan perguruan tinggi, literasi media menjadi tidak berkembang.



11



Namun dalam pengamatan penulis, akibat dari hal-hal di atas adalah perkembangan literasi media yang sangat lambat baik dalam pemahaman konsep maupun ragam kegiatan. Periode sebelum tahun 2000 mungkin bisa disebut dengan periode proteksi pada anak dari dampak negatif media; periode yang memandang media lebih sebagai institusi yang menimbulkan dampak negatif. Kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga merupakan kegiatan sangat praktis dan reaktif, dan jauh dari konsep literasi media yang baku dan komprehensif. Menjadi pertanyaan juga apakah berbagai lembaga yang memiliki program dan kegiatan tersebut memahami konsep literasi media atau tidak. Sekali pun Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia sudah mulai memiliki wawasan yang lebih mengacu pada konsep baku literasi media, namun hal ini tidak berkembang dan terjadi pada lembaga lain. Pada tingkat ini pun YKAI masih sebatas wacana dan program kecil-kecilan dalam bentuk pemberdayaan orangtua dan guru, hanya saja sudah dengan pemahaman terhadap konsep tersebut. Akan berbeda halnya sebuah lembaga yang mengadakan program literasi media dengan memiliki pemahaman yang utuh dengan lembaga lain yang mengadakan program serupa namun tidak memiliki pemahaman yang utuh. Sulitnya mendapatkan funding untuk kegiatan literasi media yang lebih besar dan lebih serius serta berkesinambungan, barangkali juga bisa menjadi penyebab utamanya. Mengandalkan pendanaan sendiri rasanya belum dapat dilakukan oleh banyak lembaga di Indonesia. Pada masa itu, baik UNICEF maupun UNESCO belum tertarik untuk mendanai kegiatan pelatihan guru dan penerapan Pendidikan Media melalui jalur kurikulum sekolah.



Contoh Kasus Literasi Media Di Indoensia Dapat kita lihat sendiri isi cara-acara televisi yang sering meresahkan masyarakan karena berdampak buruk bagi anak-anak atau audiens yang memilih tayangan yang tak layak untuk di tonton,banyak tayangan seperti kekerasan (violence), seks dan pornografi, perlindungan terhadap anak-anak dan remaja, gossip/infotainment,mistik,reality show yang terkesan lebay. kita ambil contoh seperti acara musik dahsyat seharusnya tayangan tersebut menayangkan konten mengenai dunia musik akan teteapi malah menampilkan konten yang tidak sesusai dengan acara tersebut,dalam acara tersebut lebih sering menunjukan lawakan dari pada informasi mengenai musik ditambah lagi lawakan-lawakan yang dibawa banyak yang berbau sara. Hal ini akan berdampak buruk bagi penonton apalagi penonton tersebut belum dibekali pemahaman mengenai literasi media. Satu hal yang harus terus ditunggu adalah munculnya



12



penyedia materi-materi tayangan televisi yang baik bagi anak-anak dan orang dewasa. Komitmen dari production house yang membuat acara televisi atau film yang bernilai dan berkualitas serta mengandung nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan moral,walaupun sudah ada yang memulai tapi amatlah sedikit. Walau pun demikian sangatlah disayangkan, acara-acara atau tontonan yang mengandung nilai moral malah kurang di minati oleh masyarakat, sedangkan tontonan yang kurang baik malah menjadi acara yang paling digemari masyarakat. Perlu sebuah kejujuran diri kita untuk mengatakan TIDAK kepada tontonan yang tidak bermanfaat bagi kita. Sebaliknya, sangat baik merekomendasikan tontonan TVyang layak di konsumsi masyarakat kesadaran pribadi ini memang diperlukan agar secara bersamasama sikap kita bisa secara jujur di tiru oleh orang lain. Bayangkan saja jika sikap kita itu bisa ditiru oleh orang lain dan ditiru oleh banyak orang , maka para produser acara TV yang kurang bermutu juga akan gentar. Lambat laun jika tidak mampu meraih penonton, acara2 TV nya juga akan bangkrut. Sudah saatnya berbagai instansi pemerintah melakukan langkah nyata bagi perlindungan masyarakat dari dampak media, mengoptimalkan media sebagai salah satu sumber belajar, dan berupaya mengurangi jumlah waktu yang digunakan untuk mengkonsumsi media dengan menggantinya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat bukan malah mendukung para pemilik media untuk terus mengambil keuntungan dari perusakan moral bangsa.



D. Mengapa kita membutuhkan Literasi Media Literasi media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas. Masyarakt harus memiliki kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan, sehingga dapat memilih mana media yang baik dan mana yang buruk. demokrasi saat ini akan sulit ditegakkan, jika masyarakatnya tidak melek media. Media massa, sebagai salah satu pilar demokrasi, dapat berperan optimal jika masyarakatnya melek media. Bagaimana melek media bermanfaat bagi orang awam? Dalam era teknologi informasi yang berkembang demikian cepatnya, dimana kita sekarang sedang dikepung dan dibanjiri oleh informasi, tidak ada cara lain selain “masuk” terlibat di dalamnya, dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada jalan keluar, jalan lain untuk lari dari “kejaran” informasi. Kita membutuhkan informasi untuk mampu bertahan di era ini, demikian juga kita harus mampu memproduksi informasi dengan benar.



13



BAB III PENUTUP Literasi Media/ Media Literacy terdiri dari dua kata, yakni literasi dan media. Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis atau dengan kata lain melek aksara sedangkan media dapat diartikan sebagai suatu perantara baik dalam wujud benda, manusia, peristiwa. Dari kedua macam definisi sederhana tadi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mencari, mempelajari, dan memanfaatkan berbagai sumber media dalam berbagai bentuk. Istilah literasi media juga dapat disamakan dengan istilah ’melek media’. Empat Faktor Utama dalam Model Media Literacy yaitu Struktur Pengetahuan, Personal Locus, Kemampuan dan Ketrampilan, dan Proses Informasi Adapun sebagai indikator bahwa secara individu seseorang atau suatu masyarakat sudah melek media adalah sebagai berikut : 



Mampu memilih (selektif) dan memilah (mengkategori/mengklasifikasi)







media, mana yang manfaat mana yang mudarat. Mampu membangun filter yang kokoh, baik bagi dirinya maupun terhadap orang-orang di lingkungannya, sehingga secara personal tidak mudah



 



dipengaruhi media Mampu bersikap dan berperilaku kritis pada media. Menyadari bahwa sebagai konsumen media, khalayak semua mempunyai Hak







dan Kewajiban atas isi siaran radio dan televisi. Menyadari tentang dampak yang ditimbulkan media dan mengidentifikasi hal-







hal yang harus dilakukan ketika menggunakan media. Selektif, pandai memilih dan memilah media yang akan digunakan



14



DAFTAR PUSTAKA 



https://wsmulyana.wordpress.com/2008/12/22/perkembangan-media-massa-



  



dan-media-literasi/ https://sadidadalila.wordpress.com/2010/03/20/media-literasi/ https://indonesia-medialiteracy.net/tag/definisi-literasi-media/ http://www.e-jurnal.com/2015/08/analisis-literasi-media-televisi-dalam.html



15