LP 1 FTS Semisolida [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMISOLIDA-LIKUIDA



SUSPENSI



Disusun Oleh : Kelompok 7



Muhammad Yuzhar



11194761910426



Putri Olivia Nayaken



11194761910434



Ratna Dewi WPP



11194761910436



Ria Fitriani



11194761910437



Yuliana Wardhani



11194761910450



PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN 2020/2021



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suspensi merupakan salah satu contoh dari sediaan cair, yang diartikan preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat minimum. (Ansel, 354) Suspensi banyak digunakan karena mudah penggunaannya terhadap anak-anak, bayi, dan juga untuk orang dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul. Suspensi juga dapat diberi zat tambahan untuk menutupi rasa tidak enak dari zat aktifnya. Untuk banyak pasien, bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan cairan dan kemudahan dalam pemberian dosis, aman, mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak (Ansel, 1989). Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi antara lain: 1. Ukuran partikel 2. Banyak-sedikitnya partikel bergerak 3. Tolask menolak antar partikel karena adanya muatan listrik pada partikel 4. Konsentrasi suspensoid B. Tujuan Praktikum Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi sediaan suspensi, yaitu: menghitung derajat flokulasi, perbedaan pembuatan metode suspensi dan pengaruh tipe alat terhadap stabilitas suspensi.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Suspensi Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan seperti tersebut diatas, dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topical, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan. Suspensi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intavena dan intratekal (Depkes, 2014) Terdapat beberapa alasan pada pembuatan suspensi, Sebagai contoh, obat tertentu tidak stabil secara kimia dalam larutan tetapi stabil bila disuspensikan. Dalam kasus tersebut, suspensi menjamin stabilitas kimia ketika diberikan terapi dengan cairan. Pada sebagian besar pasien, bentuk sediaan cair lebih disukai disbanding bentuk sediaan padat karena lebih mudah untuk menelan cairan dan fleksibilitas penggunaan rentang dosis (Ansel, 2013) Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah: 1. Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Syamsuni, 2006)



2. Kekentalan (viskositas) suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental susu caira kecepatan alirannya makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi



pula



gerakan



turunnya



partikel



yang



terdapat



didalamnya. Dengan demikian dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Syamsuni, 2006) 3. Jumlah partikel (konsentrasi), apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakkan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat (Syamsuni, 2006) 4. Sifat atau muatan partikel, dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah mempengaruhi sifat alam. Maka kita tidak dapat mempengaruhinya (Syamsuni, 2006) Pada pembuatan suspensi dikenal 2 macam sistem, yaitu : 1. Sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam ikatan lemah. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan cepat dan partikel mengendap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebut dalam keadaan bebas, tidak membentuk cake yang keras serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula. Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk lapisan yang jernih diatasnya (Priyambodo, 2007) 2. Sistem deflokulasi adalah sistem dimana partikel yang terdispersi lambat dalam pembentukan sedimentasi dan membentuk cake yang keras serta sukar homogen setelah penympanan dalam waktu yang lam. Namun bentuk deflokulasi lebih menyenangkan karenan zat tetap



tersuspensi relatif lama, sehingga cairan di atasnya tidak terlihat jernih tetpa tetap berkabut (Syamsuni, 2006) B. Deskripsi Bahan Praktikum 1. Sulfadiazin (Anonim, 2019) Sinonim



: N1-2-Pirimidinilsulfanilamida



Rumus molekul



: CH₁₀N₄O₂S



Pemerian



: Serbuk putih sampai agak kuning; tidak berbau



atau hampir tidak berbau; stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya perlahan-lahan menjadi gelap. Kelarutan



: Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam



asam mineral encer, dalam larutan kalium hidroksida, dalam larutan natrium hidroksida dan dalam amonium hidroksida; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam etanol dan dalam aseton; sukar larut dalam serum manusia pada suhu 37º. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya. 2. Sulfamerazin (Anonim, 2019) Sinonim



: N1-(4-metil-2-pirimidinil) sulfanilamide



Rumus molekul



: C₁₁H₁₂N₄O₂S



Pemerian



: Serbuk atau hablur putih atau agak putih



kekuningan; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa agak pahit; stabil diudara, tetapi perlahan-lahan menjadi gelap pada pemaparan terhadap cahaya. Kelarutan



: Sangat sukar larut dalam air; agak sukar larut



dalam aseton; sukar larut dalam etanol; sangat sukar larut dalam eter dan dalam kloroform. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah baik, tidak tembus cahaya. 3. Sulfadimidin (Anonim, 2019) Sinonim



: N1-(4,6-Dimetil-2-pirimidinil)sulfanilamide



Rumus molekul



: C₁₂H₁₄N₄O₂S



Pemerian



: Serbuk, putih sampai putih kekuningan; dapat



menjadi gelap pada pemaparan terhadap cahaya; rasa agak pahit; praktis tidak berbau. Kelarutan



: Sangat sukar larut dalam air dan dalam eter; larut



dalam aseton; sukar larut dalam etanol Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya. 4. Asam Sitrat (Anonim, 2019) Sinonim



: Asam sitrat monohidrat



Rumus molekul



: C₆H₈O₇.H₂O



Pemerian



: Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur



granul sampai halus; putih. Mengembang di udara kering. Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol; sangat sukar larut dalam eter. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. 5. Na-CMC (Anonim, 1979) Pemerian



: Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning



gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik Kelarutan



: Mudah mendispersi dalam air, membentuk



suspense koloidal; tidak larut dalam etanol, dalam eter, dan dalam pelarut lain. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. 6. Metil Paraben (Anonim, 1979) Sinonim



: Metil-p-hidroksibenzoat



Rumus molekul



: C₈H₈O₃



Pemerian



: Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau,



tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan



: larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air



mendidih, dalam 3,5 bagian etanol, dan dalam 3 bagian aseton, mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.



7. NaOH (Anonim, 2019) Sinonim



: Natrium Hidroksida



Rumus molekul



: NaOH



Pemerian



: Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk



pelet kecil, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar di udara, akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. Kelarutan



: Mudah larut dalam air dan dalam etanol.



Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. 8. Sirup Simplex (Anonim, 2019) Sinonim



: Sirup gula



Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna.



Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk. 9. Etanol (Anonim, 2019) Sinonim



: Etil alcohol



Rumus molekul



: C₂H₆O



Pemerian



: Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna;



bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78º, mudah terbakar. Kelarutan



: Bercampur dengan air dan praktis bercampur



dengan semua pelarut organik. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api. 10. SLS (Anonim, 2019) Sinonim



: Natrium monododesil sulfat



Rumus molekul



: CH₃(CH₂)₁₀CH₂OSO₃Na



Pemerian



: Hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda;



agak berbau khas. Kelarutan



: Mudah larut dalam air; membentuk larutan



opalesen. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.



11. AlCl₃ (Anonim, 1995) Sinonim



:



Aluminum



trichloride;



Trichloroaluminum;



Aluminum chloride; Aluminum chloride (1:3), A-575, Aluminum chloride (AlCl3), Aluminum trichloride (AlCl3); AlCl3,Aluminum (III) chloride. Rumus molekul : AlCl₃ Pemerian



: Padatan (kristal padat), berbentuk serbuk; berbau



tajam dan mengiritasi; berwarna putih, kuning atau abu-abu; berasa manis, asam. Kelarutan



:



Larut



dalam



alkohol,



karbon



tetraklorida,



benzofenon, nitrobenzen, eter, dan benzen. Sedikit larut dalam kloroform. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya.



BAB III METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan Alat: volumetrik, alat-alat pembuatan suspensi (mixer), tabung reaksi 20 ml (minimal 20 buah). Bahan: Sulfadiazina, sulfamerazina, sulfamidina, asam sitrat, CMC-Na, Metil paraben, NaOH, gula, etanol, sodium lauril sulfat (SLS), AICh, dan aquadest B. Formulasi 1. Buatlah dispersi sulfadiazina dengan formulasi sebagai berikut: Formula



A



B



C



D



E



Sulfadiazina



6g



6g



6g



6g



6g



SLS



60mg



60mg



60mg



60mg



60mg



AlCl3



-



6mg



12mg



18mg



30mg



Aquadest ad



60ml



60ml



60ml



60ml



60ml



2. Formulasi tiap 5ml mengandung: R/ Sulfadiazina



167 mg



Sulfamerazina



167 mg



Sulfadimidina



167 mg



Asam sitrat



200 mg



Na-CMC



25 mg



Metil Paraben



5 mg



NaOH



100 mg



Sirup Simplex



1,5 ml



Etanol



50 μl



Aquadest ad



5 ml



C. Prosedur Kerja 1. Menghitung derajat flokulasi: a. Larutkan SLS sebagian ke dalam aquadest



b. Serbuk sulfadiazina didispersikan dalam larutan yang mengandung SLS, aduk sampai semua serbuk terbasahi, jika perlu tambahkan sedikit aquadest . c. Tambahkan larutan AICI, secara seksama pada formula-formula B. C, D, dan E. Aduk sampai homogen dan terjadi suatu dispersi terflokulasi. d. Dispersi kemudian dituang ke dalam tabung reaksi berskala (sekitar 10- 12 ml), ditambah aquadest sampai 60ml, dikocok sampai homogen. e. Tempatkan tabung dalam rak. Catat tinggi pengendapan pada waktu tertentu: 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, dan 60 menit. Amati pula supernatannya f. Tentukan suspensi yang deflokulasi dan suspensi yang flokulasi serta buat grafik waktu vs harga F untuk kelima formula tersebut g. Hitunglah derajat suspense flokulasi suspense 2. Cara presipitasi a. Campur ketiga sullfa diatas sampai homogen dalam mortar b. Buat gel Na-CMC dengan cara menambahkan sedikit air panas diaduk sampai mengembang semua kemudian tambahkan sisa air sampai terbentuk gel Na-CMC yang jernih dan homogen. c. Larutkan NaOH dalam sebagian air (semua semua NaOH sudah larut) d. Tambahkan larutan NaOH (c) ke dalam campuran sulfa (a) sambil diaduk sampai terbentuk larutan jernih dan homogeny e. Tambahkan secara bertahap gel Na-CMC (b) ke dalam campuran (d) aduk sampai homogen, lalu tambahkan sirup simpleks f. Tambahkan metil paraben yang telah dilarutkan dalam etanol g. Sambil diaduk, tambahkan larutan asam sitrat ke dalam campuran (e) h. Tambahkan air hingga volume akhir 300 ml i. Tempatkan suspensi dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk pengamatan Catatan: "sirup simpleks dibuat antara gula dan



udara dengan kadar 65% b / y (-65 g gula sukrosa ke dalam 100 ml udara) dipanaskan sampai larut semua dan saring hingga jermih. 3. Cara disperse a. Campur ketiga sulfa diatas sampai homogeny dalam mortar b. Buat gel Na-CMC dengan cara menambahkan sedikit air panas diaduk sampai mengembang semua kemudian tambahkan sisa air sampai terbentuk gel Na-CMC yang jernih dan homogen c. Tambahkan larutan Na-CMC (b) sedikit demi sedikit ke dalam campuran sulfa (a) sambil diaduk homogen d. Tambahkan larutan metil paraben, sirup simpleks, larutan asam sitrat dan larutan NaOH diaduk sampai homogen e. Tambahkan air hingga volume akhir 300 ml f. Tempatkan suspense dalam tabung reaksi yang telah diberi skala untuk pengamatan



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan 1. Menghitung Volume Sedimentasi (F) Tinggi suspense awal (Ho) = 0,3 cm Menit ke-



A



B



C



D



E



0



0,1



0,3



0,1



0,2



0,1



5



0,6



0,7



0,2



1,7



1,5



10



0,7



0,7



0,2



2



1,6



15



0,7



1



0,3



2,1



1,6



20



0,8



1,3



0,3



2,2



1,6



25



0,8



1,5



0,4



2,3



1,6



30



0,9



1,6



0,5



2,4



1,6



60



0,9



1,6



0,5



2,6



1,5



F = Hu Ho a. Formulasi A Menit ke



Ho (cm)



Hu (cm)



F



0



0,1



0,1



1



5



0,1



0,6



6



10



0,1



0,7



7



15



0,1



0,7



7



20



0,1



0,8



8



25



0,1



0,8



8



30



0,1



0,9



9



60



0,1



0,9



9



b. Formulasi B Menit ke-



Ho (cm)



Hu (cm)



F



0



0,3



0,3



1



5



0,3



0,7



1



10



0,3



0,7



1



15



0,3



1



10



20



0,3



1,3



1



25



0,3



1,5



5



30



0,3



1,6



1,2



60



0,3



1,6



1,2



Menit ke-



Ho (cm)



Hu (cm)



F



0



0,1



0,1



1



5



0,1



0,2



2



10



0,1



0,2



2



15



0,1



0,3



3



20



0,1



0,3



3



25



0,1



0,4



4



30



0,1



0,5



5



60



0,1



0,5



5



c. Formulasi C



d. Formulasi D Menit ke-



Ho (cm)



Hu (cm)



F



0



0,2



0,2



1



5



0,2



1,7



8,5



10



0,2



2



10



15



0,2



2,1



10,5



20



0,2



2,2



11



25



0,2



2,3



12



30



0,2



2,4



11,5



60



0,2



2,6



0,07



e. Formulasi E Menit ke-



Ho (cm)



Hu (cm)



F



0



0,2



0,1



1



5



0,2



1,5



6



10



0,2



1,6



7



15



0,2



1,6



7



20



0,2



1,6



8



25



0,2



1,6



8



30



0,2



1,6



9



60



0,2



1,5



9



F 600



Β



2. Menghitung derajat flokulasi (β) Β = F pada 60 menit F pada deflokulasi Formula



F 60



A



9



1



0,1



B



1,2



1



0,83



C



5



1



0,2



D



0,07



1



14,3



E



9



1



0,11



Grafik



Grafik F vs T 3 2.5 2



2 1.7 1.5



1.5 1 0.5 0



0.2



0.7



0.3



0.6



0.1 0.1 Menit 0



0.1



1.6



1.6



1.6



1 0.7



0.2



0.2



Menit 5



Menit 10



Formula A



2.2



2.1



Formula B



0.7



1.6



1.3



1.51



0.8



0.8



0.3



0.3



Menit 15



Menit 20



Formula C



2.3



0.4 Menit 25 Formula D



2.6



2.4 1.6



1.5



1.6



1.6



0.9



0.9



0.5



0.5



Menit 30



Menit 60



Formula E



3. Evaluasi Suspensi Dengan Metode Presipitasi Berikut hasil evaluasi larutan suspense selama 2 hari dengan metode presipitasi: Hari ke



Organoleptis Tinggi endapan



Redispersibilitas Viskositas



Ph



0



Warna putih susu, terasa manis,asin dan asam, berbau obat antibiotik



250 ml



30 menit



60 rpm = 90,3 mPa.S



5,5



1



Warna putih susu, terasa manis,asin dn asam, berbau obat antibiotik



180 ml



30 menit



60 rpm= 36 mPa.S



4,64



2



Warna putih susu, terasa manis,asin dan asam, berbau obat antibiotik



146 ml



30 menit



60 rpm = 40,5 mPa.S



4,85



4. Evaluasi suspense dengan metode dispersi Berikut hasil evaluasi larutan suspensi selama 2 hari dengan metode dispersi: Hari ke



Organoleptis



0



1



Tinggi endapan



Redispersi Viskositas bilitas



Ph



Warna putih kekuningan/putih tulang, terasa pahit, dan berbau menyengat



10 detik



5



Warna putih tulang, terasa manis dan asam, dan berbau pahit



15 detik



30 rpm= 69,0 cP.s 60 rpm= 38,43 cP.s 30 rpm= 67,0 cP.s 60 rpm= 38,50 cP.s



5



2



Warna putih 2 cm kekuningan/putih tulang, terasa pahit, dan berbau menyengat



37 detik



30 rpm= 64,0 cP.s 60 rpm= 40,50 cP.s



5



BAB V KESIMPULAN



DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Ddepartemen Republik Indonesia. Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 2019. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen Republik Indonesia. Ansel, H., 1980. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi ( edisi 4). Jakarta: s.n. Ansel, H., 2013. Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem Penghantaran Obat Ed 9. s.l.:Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Lucia Hendriati dan Kuncoro Foe. Depkes, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III ed. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Lachman, L., Lieberman, H. A. & Kanig, J. L., 1989. Teori dan praktek farmasi industri 1. Jakarta: UI Press. Martin, A., J, S. & Cammarata, &., 1993. Farmasi Fisik ( edisi 3). Jakarta: UI Press. Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Syamsuni, H., 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Kedokteran EGC. Voight, R., 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Yogyakarta: DIterjemahkan oleh Soedani Noeroto S., UGM Press.



PERTANYAAN 1. Jelaskan alasan pembuatan suspensi kering? 2. Jelaskan perbandingan ketiga jenis suspensi rekonstitusi (keuntungan dan kerugian)? Jawab 1. Alasan Pembuatan Suspensi Kering (Pharm.Dosage Forms :Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 317). Umumnya, suatu sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam pelarut air terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya antibiotik mempunyai stabilitas yang terbatas di dalam pelarut air. 2. Perbandingan Ketiga Jenis Suspensi Rekonstitusi (Pharm.Dosage Forms : Disperse System, 1989, Vol 2, hal 318, hlm 326) Keuntungan Jenis Suspensi Campuran serbuk Lebih ekonomis, resiko



Kerugian Terjadi mixing dan segregasi,



ketidakstabilan lebih rendah. kehilangan selama proses. Campuran granul Penampilan lebih baik,



Harga lebih mahal, efek panas



karakteristik aliran lebih



dan cairan penggranulasi pada



baik, segregasi dan debu



obat dan eksipien.



dapat ditekan Kombinasi antara Harga lebih murah, dapat



eksipien. Dapat terjadi segregasi



ditekan. serbuk dan granul menggunakan senyawa yang campuran yang granular dan tidak tahan panas tidak tahan panas.



non-granular.