LP Aml [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN AML DI RUANG 7B RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG



DISUSUN OLEH : I PUTU EKO YULI WIARTAMA (2015.01.013)



PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI 2018



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan AML ini telah disetujui sebagai tugas dalam Praktik Klinik Keperawatan di Ruang 7B RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tahun 2018.



Tanggal :



Disusun Oleh: Mahasiswa



I Putu Eko Yuli Wiartama 2015.01.013



Pembimbing Institusi



Pembimbing Ruangan



………………………………....



………………………………...



Mengetahui, Kepala Ruangan 7B



………………………………….



A. KONSEP DASAR 1.



Definisi Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel darah putih yang abnormal dan ganas yang disertai dengan adanya leukosit dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan anemia dan trombositopenia (Reeves, 2001). Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut (Wong, 2000). Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. LMA merupakan jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen ditandai dengan infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum tulang, dan jaringan lain oleh.



2.



Anatomi Fisiologi Leukosit



Pertahanan tubuh melawan infeksi merupakan peran dari leukosit. Jumlah normal sel darah putih adalah 4000-10000/mm3 . Lima jenis sel darah putih yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah netrofil, eisonofil, basofil,monosit dan limfosit. Ketiga jenis pertama adalah granulosit artinya terdapat granula di sitoplasmanya. Sedangkan yang lainnya adalah agrunulosit. Jenis leukosit yang merupakan sistem pertahanan tubuh yang primer melawan infeksi bakteri yaitu neutrofil yakni dengan fagositosis. Eisonofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang tidak dipahami secara jelas. Basofil membawa heparin, faktorfaktor pengaktifan histamin dan trombosit dalam granula – granulanya. Kadar basofil meningkat pada gangguan mieloproliferatif. Monosit memiliki fungsi fagosit, membuang selsel cidera dan mati, fragmenfragmen sel, dan mikroorganisme. Sedangkan limfosit dibagi menjadi dua jenis yang berfungsi berbeda yakni limfosit T (bergantung timus, dibentuk di sana, berumur panjang) bertanggung jawab atas respon kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen, sedangkan limfosit B jika dirangsang dengan semestinya akan berdiferensiasi



menjadi



sel-sel



plasma



yang



menghasilkan



immunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral. 3.



Etiologi Sebagian besar kasus, etiologi LMA tidak diketahui. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA, seperti: a.



Genetik 1) Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi



leukemia



meningkat



pada



penderita



kelainan



kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini



dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy . 2) Saudara kandung Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) . b.



Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obatobatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .



c.



Virus Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan ( Wiernik, 1985 ) .



d.



Bahan Kimia Paparan kronis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ). Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida ( Fauci, et. al, 1998 ) .



e.



Obat-obatan Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan



methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ). f.



Radiasi Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis . Jenis kemoterapi yang palin sering memicu timbulnya AML adalah golongan alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor



4.



Klasifikasi AML Leukemia Mielogenus Akut (AML) menurut FAB (FrenchAmerican-British) terbagi menjadi 8 tipe: a.



Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia ) Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan diferensiasi minimal .



b.



M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi ) Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.



c.



M2 ( Akut Myeloid Leukemia ) Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10%. Jumlah sel leukemik antara 30 – 90%. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.



d.



M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia ) Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granulagranula abnormal ini .



e.



M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia ) Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% dari sel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.



f.



M5 ( Acute Monocytic Leukemia ) Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.



g.



M6 ( Erythroleukemia ) Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari



30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar. h.



M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia ) Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit ( Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).



5.



Patogenesis Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter. Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula. Sedangkan



secara



imunologik,



patogenesis



leukemia



dapat



diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus,



maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter. Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme



(terjadi



granulositopenia,



trombositopenia).



Sel-sel



leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.



6.



Pathway



7.



Tanda dan Gejala Pasien dengan AML seringkali menunjukkan gejala tidak spesifik yang dimulai dengan anemia, leukositosis, leucopenia atau disfungsi leukosit, atau trombositopeni baik secara berangsur-angsur maupun tibatiba. Hampir sebagian besar menunjukkan gejala tersebut selama + 3 bulan sebelum didiagnosis leukemia. Sebagian besar menyebutkan gejala awal adalah fatigue (kelemahan) atau anoreksia dan penurunan berat badan. Demam dengan atau tanpa infeksi merupakan gejala awal pada 10% pasien. Tanda perdarahan abnormal (berdarah, mudah lebam) terjadi pada 5% pasien. Selain itu juga didapatkan nyeri tulang, limfadenopati, sakit kepala non spesifik atau diaphoresis. Tanda dan gejala utama AML, adalah: a.



Rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang



b.



Perdarahan biasanya dalam bentuk purpura/petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah, atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina



c.



Pada pasien dengan leukosit yang sangat tinggi (> 100.000/mm3), sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri



d.



Leukosit



yang



tinggi



juga



sering



menimbulkan



gangguan



metabolisme, seperti hiperurisemia dan hipoglikemia e.



Infiltrasi sel-sel blast di kulit dapat menyebabkan: leukimia kutis (benjolan yang tidak tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit)



f.



Infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma)



g.



Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan



h.



Infiltrasi sel-sel blast ke gusi menyebabkan pembengkakan gusi



8.



Pemeriksaan Penunjang a.



Hitung darah lengkap Anak dengan leukosit kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur. Rata-rata pada hitung leukosit didapatkan 15.000/SL. Sekitar 25-40% pasien didapatkan hitung leukosit < 5000/ SL dan >100.000/ SL. Kurang dari 5% tidak terdeteksi sel leukemia dalam darahnya. Morfologi sel ganas bervariasi, pada AML seringkali sitoplasmanya terutama mengandung granula (nonspesifik), nukleus tajam, kromatinnya kasar dengan satu atau lebih nukleolus yang menandakan sel immature. Granula rod-shaped abnormal disebu auer rods tidak selalu ada, namun jika ada hampir selalu merupakan mieloid yang diturunkan.



b.



Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.



c.



Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum



d.



Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat diagnosis.



e.



Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.



9.



f.



Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik



g.



Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.



Penatalaksanaan a.



Kemoterapi Pada umumnya pengobatan pasien yang baru didiagnosis AML terdiri dari dua fase, yaitu fase induksi dan penatalaksanaan postremisi. Tujuan utama pengobatan adalah tercapainya remisi lengkap. Sekali diperoleh remisi lengkap, selanjutnya terapi pasti dapat membuat pasien bertahan lama dan mencapai penyembuhan. Terapi induksi awal dan terapi postremisi seringkali dipilih berdasarkan usia. Pengaruh terapi secara intensif menggunakan agen kemoterapi tradisional seperti sitarabin antrasiklins pada pasien usia muda (