16 0 185 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GASTRITIS DI RUANG CENDRAWASIH RSUD WANGAYA TANGGAL
OLEH : LUH PUTU NIA BUDI MARTSIANI 17.321.2680/A11-A
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI TAHUN AJARAN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GASTRITIS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi peradangan. Menurut Hirlan dalam Aru (2009), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya epitel mukosa superficial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2012). Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2015). Jadi dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat secara akut, kronis, difus atau lokal yang disebabkan oleh faktor ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak dan cepat, makan-makanan yang terlalu berbumbu dan makanan yang pedas, selain itu ada infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan yang menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut.
2. Epidemiologi Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,8%. Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat (Karwati, 2013). Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012 dengan kelengkapan laporan sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan gastritis berada pada urutan kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus) (Piero, 2014). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung, gastritis merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit terbanyak pada tahun 2013 maupun tahun 2014 (Dinkes kota Bandarlampung, 2014). Lanjut usia meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena dinding mukosa lambung semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah untuk terinfeksi Helicobacter pylori atau penyakit autoimun daripada usia muda. Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri (Jackson, 2006). Prevalensi gastritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori psikologis juga disebutkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi sehingga mudah atau rentan untuk mengalami stres psikologis (Gupta, 2008).
3. Etiologi Ada beberapa penyebab penyakit gastritis sebagai berikut : a. Pola makan Kebiasaan makan yang tidak teratur memicu sekresi asam lambung yang menyebabkan lambung sulit mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung tidak terkontrol/meningkat. b. Kopi Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia seperti termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahuhi merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada 2 unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung yaitu kafein dan asam chologenic. c. Rokok Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia barbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya sepetri gas karbon monoksida, nitrogen
oksida,
bensaldehin,
arsen,
benzopyrene,
urethane,
coumarine, ortocrosol, nitrosamine, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Aru, 2009). d. OAINS (obat-obatan inflamasi non steroid) OAINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas
siklooksigenase, menyebabkan
penurunan sintesis dan precursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukan dari asam arakhidonat. Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan
gastritis erosive adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Aru, 2009). Contoh OAINS seperti Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat, Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi
(Mitomisin,
5-fluoro-2-deoxyuridine),
Salisilat
dan
digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Sagal, 2006). e. Stress Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa setres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental (psikis), fisik emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Aru, 2009). f. Alcohol Alkohol sangat berpengaruh terhadap mahluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya malarutkan
lipida
yang
terdapat
dalam
membrane
sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karna itu alcohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Aru, 2009). g. Helicobacter pylori Helicobacter pylori adalah bakteri gram negative, basil yang berbentuk kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagai besar populasi didunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti sebagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui oral atau akibat memakan-makanan
atau minum-minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab sering terjadinya gastritis (Price& Wilson, 2012). 4. Patofisiologi Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obatobatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilitasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat enzim yang memproduksi asam klorida atau HCl, terutama daerah fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi memicu timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah pendarahan. Gastritis Kronis Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory (H. pylory) Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe B, tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun)
diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis) mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan atau obatobatan dan alkohol, merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung.
Pathway Stress
Zat-zat korosif
Helycobacteri pylori
Gangguan difus barrier mukosa
Infeksi mukosa lambung
Stimulus Nervus Vagus
Refleks enterik dinding lambung Hormone gastrin
Peningkatan asam lambung
Stimulus sel parietal
Iritasi mukosa lambung
Peradangan mukosa lambung (Gastritis)
Hiperemis
Penurunan produksi mukus oleh sel kolumner
Atrofi gaster/mukosa menipis
Penurunan absorbsi vitamin B12
Perdarahan gaster Hematemesis, Melena
Penurunan volume darah merah
Resiko Defisit Nutrisi
Pengikisan mukus lambung Masukan nutrient inadekuat, output berlebih Nyeri epigastrium Nyeri Akut
Anemia pernisiosa
Aktivasi lambung meningkat
Pengelupasan sel mukosa lambung
Kehilangan fungsi kelenjar fundus Factor intrinsik
Hipotalamus
Krisis situasional Penurunan suplai O2 ke jaringan
Defisit Nutrisi
Kontraksi otot lambung Anoreksia, mual, muntah Masukan cairan tidak adekuat/kehilangan cairan
Ansietas Penurunan suplai O2 ke jaringan
Intoleransi Aktivitas
Resiko Hypovolemia
5. Manifestasi Klinis Menurut Wijaya dan Yessie (2013), manifestasi gastritis yaitu: 1) Manifestasi Klinis Akut a. Keluhan dapat bervariasi, kadang tidak ada keluhan tertentu sebelumnya dan sebagian besar hanya mengeluh nyeri epigastrium yang tidak hebat. b. Kadang disertai dengan nausea dan vomitus c. Anoreksia d. Gejala yang berat: -
Nyeri epigastrium hebat
-
Pendarahan
-
Vomitus
-
Hematemesis
2) Manifestasi Klinis Kronik a. Perasaan pernah pada abdomen b. Anoreksia c. Distress epigastrik yang tidak nyata d. Nyeri ulu hati, nyeri ulkus peptik e. Keluhan-keluhan anemia 6. Klasifikasi Gastritis dibagi menjadi dua tipe yaitu gastritis akut dan gastritis kronis. 1) Gastritis Akut Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna.Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah: a. Gastritis akut erosive Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
b. Gastritis akut hemoragic Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi erosi, yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapat empat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut. 2) Gastritis Kronis Menurut Muttaqin, (2011) Gastritis kronis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut : a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan edema, serta perdarahan dan erosi mukosa. b. Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief. c. Gastritis
hipertrofik,
suatu
kondisi
dengan
terbentuknya
nodulnodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik. 7. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Menurut Doengoes (2014), data dasar pengkajian pasien gastritis meliputi : a) Keadaan Umum a. Tanda-tanda vital -
Tekanan darah mengalami hipotensi (termasuk postural)
-
Takikardia,
disritmia
(hipovolemia/hipoksemia),
kelemahan/nadi perifer lemah. -
Pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokonstriksi).
-
Pada respirasi tidak mengalami gangguan.
b. Kesadaran Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai koma (tergantung pada volume sirkulasi/oksigenasi) b) Pemeriksaan Fisik Head to Toe a. Kepala dan Muka Wajah pucat dan sayu (kekurangan nutrisi), wajah berkerut (Sukarmin, 2013). b. Mata Mata cekung (penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan oksigen ke jaringan), konjungtiva pucat dan kering (Sukarmin, 2013). c. Mulut dan Faring Mukosa bibir kering (penurunan cairan intrasel mukosa), bibir pecah-pecah, lidah kotor, bau mulut tidak sedap (penurunan hidrasi bibir dan personal hygiene) (Sukarmin, 2013). d. Abdomen -
Inspeksi : Keadaan kulit : warna, elastisitas, kering, lembab, besar dan bentuk abdomen rata atau menonjol. Jika pasien melipat
lutut sampai dada sering merubah
posisi,
menandakan pasien nyeri. -
Auskultasi : Distensi bunyi usus sering hiperaktif selama perdarahan, dan hipoaktif setelah perdarahan.
-
Perkusi : Pada penderita gastritis suara abdomen yang ditemukan hypertimpani (bising usus meningkat).
-
Palpasi : Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang. Terdapat nyeri tekan pada regio epigastik (terjadi karena distruksi asam lambung) (Doengoes, 2014).
e. Integumen
Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah),
kelemahan
kulit/membran
mukosa
berkeringan
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik) (Doengoes, 2014). 8. Komplikasi Komplikasi penyakit gastritis menurut (Muttaqin & Sari, 2011) antara lain: 1) Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis. 2) Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat. 3) Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat. 4) Anemia pernisiosa, keganasan lambung. 9. Prognosis Prognosis secara umum gastritis yang beronset akut, biasanya sembuh spontan. Angka morbiditas dan mortalitas juga bergantung pada etiologi gastritis, contohnya: a. Pasien yang terkena gastritis erosif, simptom akan mereda setelah penghentian zat-zat erosif eksternal, seperti NSAID dan alcohol. b. Pasien dengan gastritis atrofi kronik memiliki risiko sangat tinggi bahwa penyakitnya dapat berkembang menjadi karsinoma gaster dibanding dengan populasi pada umumnya. c. Sekitar 10% pasien yang terkena Helicobacter pylori akan berkembang menjadi ulkus peptikum, dan sekitar 1%-3% nya menjadi kanker lambung. d. Pengobatan
pada
penderita
phlegmonous
menurunkan angka mortalitasnya menjadi 27%. 10. Penatalaksanaan Medis 1) Pengobatan pada gastritis meliputi:
gastritis,
akan
a) Antikoagulan Bila ada pendarahan pada lambung b) Antasida Pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan istirahat. c) Histonin Ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung. d) Sulcralfate Diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang menyebabkan iritasi. e) Pembedahan Untuk
mengangkat
gangrene
dan
perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung untuk mengatasi obstruksi pylorus (Dermawan, 2010). 2) Penatalaksanaan pada gastritis secara medis Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. a) Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missal :alumunium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan juslemon encer atau cuka encer.
b) Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya perforasi. Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative, antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk
mengangkat
gangrene
atau
jaringan
perforasi.
Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilrus. Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah di tandai oleh epitel kelenjar di sertai sel parietal dan chiefcell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (Altrofik atau fundal) dan tipe B (Antral ). Gastritis kronis tipe A disebut juga gastritis altrofik atau fundal, karena gastritis pada bagian fundus lambung. Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang di sebabkan oleh adnya auto anti body terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor instrinsik tidak adanya sel parietal dan chiefcell. Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah atrium lambung da lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori, faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol berlebihan, merokok, dan refluk yang dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Pengobatan gastritis kronis berfariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat di berikan antibiotic untuk membatasi Helicobacter pylori. Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anema defisiensi besi (yang di sebabkan oleh perdarahan kronis), Maka penyakit ini harus di obati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamn B12 dan terapi yang sesuai (Aru, 2009).
Gastritis
kronis
di
atasi
dengan
memodifikasi
diet
dan
meningkatkan istirahat, mengurangi dan memilih farmako terapi. Helicobacter pylori dapat diatasi dengan antibiotik (tetrasiklin atau amoksilin) dan garam bismod (peptobismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 (Aru,2009). 3) Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi: a. Tirah baring b. Mengurangi stress c. Diet Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan peroral pada interval yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan seperti pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat ditoleransi setelah12 – 24 jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya ditambahkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya berespon terhadap diet sehingga harus menghindari makanan yang berbumbu banyak atau berminyak (Dermawan, 2010). 11. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Menurut Jong (2010), untuk menegakkan diagnosa gastritis dilakukan dengan berbagai macam tes diantaranya: 1) Tes darah Tes darah untuk melihat hasilnya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. hasil tes yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontrak dengan Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karena gastritis. 2) Uji napas urea Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh urase Helicobacter pyjlori dalam lambung menjadi amoniak
dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi. 3) Pemeriksaan feces Tes ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacteri pylori dalam sempel tinja seseorang. Hasil tes yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacteri pylori. Biasanya dokter menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan dalam lambung karena gastritis. 4) Rontgen Tes ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelaianan pada lambung yang dapat dilihat dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dirontgen. 5) Endoskopi Tes ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak dapat dilihat oleh sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang telihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sempel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20-30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih 1-2 jam. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Adapun data yang diperlukan pada pasien gastritis yaitu sebagai berikut : 1) Data Dasar (Identitas Klien) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Keluhan utama ditulis secara singkat dan jelas. Keluhan utama merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan, keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit. Pada pasien gastritis, datang dengan keluhan mual muntah, nyeri epigastrum. Munculnya keluhan diakibatkan iritasi mukosa lambung dan menyebabkan keluhan-keluhan lain yang menyertai (Sukarmin, 2013). 3) Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit sekarang merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah sakit. Pada gastritis, pasien mengeluh tidak dapat makan, mual dan muntah. Terjadinya gejala mual-muntah sebelum makan dan sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas, obat-obatan tertentu atau alkohol. Gejala yang berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan minum terlalu banyak atau makan terlalu cepat. Gejala yang dirasakan berkurang atau hilang, terdapat muntah darah, terdapat nyeri tekan pada abdomen (Margareth, 2012). 4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan apakah ada riwayat penyakit lambung sebelumnya, pola makan tidak teratur atau pembedahan lambung (Sukarmin, 2013). 5) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit keturunan, kecenderungan, alergi dalam satu keluarga, penyakit menular akibat kontak langsung maupun tidak langsung. Pada pasien gastritis, dikaji adakah keluarga yang mengalami gejala serupa, penyakit keluarga berkaitan erat dengan penyakit yang diderita pasien. Apakah hal ini ada hubungannya dengan kebiasaan keluarga dengan pola makan, misalnya minum-minuman yang panas, bumbu penyedap terlalu banyak, perubahan pola kesehatan berlebihan, penggunanaan obat-obatan, alkohol, dan rokok (Sukarmin, 2013). 6) Riwayat Psikososial Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan bagaiamana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya (Sukarmin, 2013). 7) Genogram Genogram umunya dituliskan dalam tiga generasi sesaui dengan kebutuhan. Bila klien adalah seorang nenek atau kakek, maka dibuat dua generasi dibawah, bila klien adalah anak-anak maka dibuat generasi keatas (Sukarmin, 2013). 8) Pola Kebiasaan Sehari-Hari Menurut Gordon (2009), pola kebiasaan sehari-hari pada pasien gastritis, yaitu : a. Pola Nutrisi Pola nutrisi dan metabolisme yang ditanyakan adalah diet khusus/suplemen yang dikonsumsi dan instruksi diet sebelumnya, nafsu makan atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual-mual, muntah, stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir
naik/turun, adanya kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak, riwayat masalah/penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam, kebutuhan zat gizinya, dan lain-lain. Nafsu makan pada pasien gastritis cenderung menurun akibat mual dan muntah, bisa juga karena terjadinya perdarahan saluran cerna. b. Pola Eliminasi Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi perhari, ada tidaknya disuria, nocturia, urgensi, hematuria, retensi, inkontinensia, apakah kateter indwelling atau kateter eksternal, dan lain-lain. Pada pasien dengan gastritis didapatkan mengalami susah BAB, distensi abdomen, diare, dan melena. Konstipasi juga dapat terjadi (perubahan diet, dan penggunaan antasida). c. Pola Istirahat dan Tidur Pengkajian pola istirahat tidur ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah jam tidur pada malam hari, pagi, siang, apakah merasa tenang setelah tidur, adakah masalah selama tidur, apakah terbangun dini hari, insomnia atau mimpi buruk. Pada pasien dengan gastritis, adanya keluhan tidak dapat beristirahat, sering terbangun pada malam hari karena nyeri atau regurtisasi makanan. d. Pola Aktivitas/Latihan Pada pengumpulan data ini perlu ditanyakan kemampuan dalam menata diri, apabila tingkat kemampuannya 0 berarti mandiri, 1 = menggunakan alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang dengan peralatan, 4 = ketergantungan/tidak mampu. Yang dimaksud aktivitas sehari-hari antara lain seperti makan, mandi, berpakaian, toileting, tingkat mobilitas ditempat tidur, berpindah, berjalan,
berbelanja,
berjalan,
memasak,
kekuatan
otot,
kemampuan ROM (Range of Motion), dan lain-lain. Pada pasien gastritis biasanya mengalami penurunan kekuatan otot ekstremitas,
kelemahan karena asupan nutrisi yang tidak adekuat meningkatkan resiko kebutuhan energi menurun. e. Pola Kognisi-Perceptual Pada pola ini ditanyakan keadaan mental, sukar bercinta, berorientasi kacau mental, menyerang, tidak ada respon, cara bicara normal atau tidak, bicara berputar-putar atau juga afasia, kemampuan komunikasi, kemampuan mengerti, penglihatan, adanya persepsi sensori (nyeri), penciuman, dan lain-lain. Pada pasien gastritis biasanya mengalami depresi dan intensitas nyeri tergantung
pada
penyebabnya
(pada
gastritis
akut
dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman pada epigastrik dan nyeri ulu hati). f. Pola Toleransi-Koping Stress Pada pengumpulan data ini ditanyakan adanya koping mekanisme yang digunakan pada saat terjadinya masalah atau kebiasaan menggunakan koping mekanisme serta tingkat toleransi stress yang pernah dimiliki. Pada pasien gastritis, biasanya mengalami stress berat baik emosional maupun fisik, emosi labil. g. Pola Persepsi Diri/Konsep Koping Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan, atau penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya. Pada pasien gastritis, biasanya pasien mengalami kecemasan dikarenakan nyeri, mual, dan muntah. h. Pola Seksual Reproduktif Pada pengumpulan data tentang seksual dan reproduksi ini dapat ditanyakan periode menstruasi terakhir, masalah menstruasi, masalah pap smear, pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan dan masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit. i. Pola Hubungan dan Peran
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga dan gangguan terhadap peran yang dilakukan. Pada pasien
gastritis,
biasanya
tegang,
gelisah,
cemas,
mudah
tersinggung, namun bila bisa menyesuaikan tidak akan menjadi masalah dalam hubungannya dengan anggota keluarga. j. Pola Nilai dan Keyakinan Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain.Pada pasien gastritis, tergantung pada kebiasaan, ajaran, dan aturan dari agama yang dianutnya. 9) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Menurut Doengoes (2014), data dasar pengkajian pasien gastritis meliputi : c) Keadaan Umum c. Tanda-tanda vital -
Tekanan darah mengalami hipotensi (termasuk postural)
-
Takikardia,
disritmia
(hipovolemia/hipoksemia),
kelemahan/nadi perifer lemah. -
Pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokonstriksi).
-
Pada respirasi tidak mengalami gangguan.
d. Kesadaran Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai koma (tergantung pada volume sirkulasi/oksigenasi) d) Pemeriksaan Fisik Head to Toe f. Kepala dan Muka Wajah pucat dan sayu (kekurangan nutrisi), wajah berkerut (Sukarmin, 2013).
g. Mata Mata cekung (penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan oksigen ke jaringan), konjungtiva pucat dan kering (Sukarmin, 2013). h. Mulut dan Faring Mukosa bibir kering (penurunan cairan intrasel mukosa), bibir pecah-pecah, lidah kotor, bau mulut tidak sedap (penurunan hidrasi bibir dan personal hygiene) (Sukarmin, 2013). i. Abdomen -
Inspeksi : Keadaan kulit : warna, elastisitas, kering, lembab, besar dan bentuk abdomen rata atau menonjol. Jika pasien melipat
lutut sampai dada sering merubah
posisi,
menandakan pasien nyeri. -
Auskultasi : Distensi bunyi usus sering hiperaktif selama perdarahan, dan hipoaktif setelah perdarahan.
-
Perkusi : Pada penderita gastritis suara abdomen yang ditemukan hypertimpani (bising usus meningkat).
-
Palpasi : Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang. Terdapat nyeri tekan pada regio epigastik (terjadi karena distruksi asam lambung) (Doengoes, 2014).
j. Integumen Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah),
kelemahan
kulit/membran
mukosa
berkeringan
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik) (Doengoes, 2014). 2. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat.
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang normal, bising usus hiperaktif. 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat 4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan tampak gelisah, tegang, dan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 5) Risiko Hipovolemia dengan faktor risiko kehilangan cairan secara aktif 6) Risiko
deficit
nutrisi
dengan
factor
risiko
ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient.
3. Intervensi Keperawatan No
Tujuan dan Kriteria Hasil
Dx 1.
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri …x 24 jam diharapkan pada
pasien
dapat
1. Mengidentifikasi
nyeri akut Observasi : teratasi
lokasi, karakteristik,
dan 1. Identifikasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Keluhan nyeri menurun ( skala 1 sampai 5)
karakteristik,
lokasi,
durasi,
frekuensi,
durasi,
kualitas,
intensitas
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Mengetahui
2. Meringis menurun ( skala 1 2. Identifikasi skala nyeri samapi 5) 3. Gelisah menurun ( skala 1 sampai 5)
nyeri skala
nyeri pasien
3. Identifikasi respons nyeri non 3. Mengidentifikasi verbal
respon
Terapeutik : 4. Berikan
nonverbal teknik 4. Teknik
nonfarmakologis
nyeri
untuk
non
farmakologis dapat
mengurangi rasa nyeri (mis,
membuat
TENS, hipnosis, akupresur,
lebih rileks sehingga
terapi
nyeri
musik,
biofeedback,
pasien yang
terapi pijat, aroma terapi,
dirasakan berkurang
teknik imajinasi terbimbing, 5. Mengontrol kompres
hangat/dingin,
terrapin bermain) 5. Kontrol
lingkungan
yang
memperberat rasa nyeri (mis,
lingkungan
agar
tidak
memperberat
nyeri
yang
dirasakan pasien
suhu ruangan, pencahayaan, 6. Memberikan pasien kebisingan)
istirahat yang cukup
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Memberitahukan
Edukasi :
kepada
7. Jelaskan penyebab, periode,
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
dan pemicu nyeri
8. Ajarkan
teknik 8. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi nyeri
relaksasi
dapat
menambah
Kolaborasi : 9. Kolaborasi
pasien
pengetahuan pasien pemberian
analgetik, jika perlu
sehingga dapat
pasien mengatasi
nyeri secara mandiri 9. Mengurangi terjadinya
onset nyeri
yang datang secara tiba-tiba 2.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
Manajemen Gangguan Makan
selama ... x 24 jam diharapkan status
Observasi :
nutrisi membaik dengan kriteria hasil :
1. Monitor asupan dan keluaran
-
Frekuensi makan membaik
makanan dan cairan serta
-
Nafsu makan membaik
kebutuhan kalori
-
Membran mukosa membaik
Terapiutik :
-
Perasaan cepat kenyang
2. Timbang berat badan secara
menurun
rutin 3. Diskusiskan prilaku makan dan jumlah aktivitas fisik yang sesui 4. Lakukan kontrak prilaku 5. Dampingi ke kamar mandi untuk
melihat
memuntahkan
prilaku kembali
makanan 6. Berikan
penguatan
positif
terhadap keberhasilan target dan perubahan prilaku 7. Berikan
konsekuensi
jika
tidak mencapai target kontrak 8. Rencanakan
program
pengobatan untuk perawatan dirumah Edukasi : 9. Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu penggeluaran makanan 10. Ajarkan
pengaturan
diet
yang tepat 11. Ajarkan
keterampilan
koping untuk penyelesaian masalah prilaku makan Kolaborasi : 12. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan
kalori,
dan
pilihan makanan Manajemen nutrisi : Observasi : - Identifikasi status nutrisi - Identifikasi
alergi
dan
intoleransi makanan - Identifikasi
makanan
yang disukai - Identifikasi
kebutuhan
kalori dan jenis nutrient - Edentifikasi
perlunya
penggunaan
selang
nasogastrik - Monitor asupan makanan - Monitor berat badan - Monitor
hasil
pemeriksaan laboratorium Terapiutik : - Lakukan
oral
hygien
sebelum makan jika perlu - Fasilitasi
penentuan
pedoman diet - Sajikan makanan secara menarik
dan
suhu
yang
sesuai - Berikan makanan tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein - Berikan
suplemen
makanan jika perlu Edukasi : - Anjurkan posisi duduk jika mampu - Ajarkan
diet
yang
diprogramkan Kolaborasi : - Kolaborasi
pembeiran
medikasi sebelum makan - Kolaborasi dengan ahli gizi
3.
untuk
menentukan
jumlah
kalori
nutrient
yang
dan
dibutuhkan
Setelah diberikan asuhan keperawatan
jika perlu Manajemen Energi
selama…x 24 jam diharapkan
Observasi :
toleransi aktivitas meningkat dengan
- Identifikasi
kriteria hasil :
fungsi
jenis
gangguan
tubuh
yang
-
Saturasi oksigen meningkat
mengakibatkan kelelahan
-
Kemudahan dalam melakukan
- Monitor
aktivitas sehari-hari meningkat
dan emosional
-
Keluhan lelah menurun
- Monitor pola dan jam
-
Perasaan lemah menurun
tidur
-
Frekuensi nafas membaik
- Monitor
keleahan fisik
lokasi
ketidaknyamanan
dan selama
melakukan aktivitas Terapeutik : - Sediakan
lingkungan
nyaman dan rendah stimulus - Lakukan latihan rentang gerak pasif dan / aktif
- Berikan aktvitas distraksi yang menenangkan - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi : - Anjurkan tirah baring - Anjurkan
melakukan
aktivitas secara bertahap - Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang - Ajarkan strategi koping untuk mmengurngi kelelahan Kolaborasi : - Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang
meningkatkan 4.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…x 24 jam diharapkan ansietas menurun dengan kriteria hasil : -
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
-
Perilaku gelisah menurun
-
Perilaku tegang menurun
asupan
makanan Reduksi Ansietas Observasi : 1. Identifikasi saat ansietas
cara
1. Mengetahui tingkat tingkat
berubah
(mis.
kondisi, waktu, stressor) 2. Monitor tanda-tanda ansietas Terapiutik : 3. Ciptakan suasana terapiutik untuk
menumbuhkan pasien
2. Mengetahui tandatanda
untuk
mengurangi kecemasan 5. Gunakan pendekatan yang
ansietas
klien 3. Mempermudah memberikan edukasi tindakan
kepercayaan 4. Temani
kecemasan klien
dan kepada
klien 4. Memberikan nyaman
rasa
kepada
tenang dan meyakinkan
klien
Edukasi : 6. Informasikan secara factual mengenai
5. Menumbuhkan kepercayaan klien
diagnosis,
pengobatan, dan prognosis 7. Anjurkan
keluarga
untuk
tetap bersama pasien Kolaborasi : Kolaborasi 5.
keperawatan selama…x 24 jam diharapkan status cairan
-
Membrane
-
1. Mengengidentifika
Observasi :
dan gejala hypovo
1. Periksa
membaik dengan kriteria hasil : Turgor kulit elastis
obat
antiansietas Manajemen Hipovolemia
Setelah diberikan asuhan
-
pemberian
tanda
gejala
dan 2. Mengetahui
hypovolemia
(mis. frekuensi nadi mukosa
output
inta cairan
hypovolemia
meningkat, nadi teraba 3. Mengurangi
lembab
lemah, tekanan darah
Tanda-tanda vital dalam
menurun, tekanan nadi 4. Meningkatkan
batas normal
menyempit,
TD
kulit
:
110/70-120/80
cairan dalam tubuh
menurun,
Memenuhi kebutuh
mukosa
tubuh yang hilan
membrane
N : 60-100x/menit
kering, volume urin
RR : 16-24x/menit
menurun,
: 36,5-37,50C
hematocrit
meningkat,
haus,
lemah). 2. Monitor intake dan output cairan Terapeutik : 3. Berikan
k
turgor
mmHg
S
kekurangan cairan
asupan
cairan
oral Edukasi : 4. Anjurkan memperbanyak
hipovolemia
asupan cairan oral. Kolaborasi : 5. Kolaborasi
cairan
IV
Isotonis (mis. NaCl, RL). 6. Kolaborasi
pemberian
cairan IV hipotonis ( mis. glukosa
2,5%,
NaCL
0,4%) 7. Kolaborasi cairan
pemberian koloid
(mis.albumin, plasmanate). Kolaborasi 6.
Setelah diberikan asuhan
Manajemen
keperawatan selama…x 24 jam
Makan
diharapkan status nutrisi
Observasi :
membaik dengan kriteria hasil :
1. Monitor
-
Frekuensi makan
keluaran
membaik
cairan
-
Nafsu makan membaik
kalori
-
Membran mukosa
Terapiutik :
membaik
2. Timbang
-
Perasaan cepat kenyang menurun
produk darah. Gangguan
asupan
dan
makanan
dan
serta
kebutuhan
berat
badan
secara rutin 3. Diskusiskan prilaku makan dan jumlah aktivitas fisik yang sesui 4. Lakukan kontrak prilaku 5. Dampingi ke kamar mandi untuk
melihat
memuntahkan
prilaku kembali
pemberian
makanan 6. Berikan penguatan positif terhadap
keberhasilan
target
dan
perubahan
prilaku 7. Berikan konsekuensi jika tidak
mencapai
target
kontrak 8. Rencanakan
program
pengobatan
untuk
perawatan dirumah Edukasi : 9. Anjurkan membuat catatan harian
tentang
perasaan
dan
situasi
pemicu
penggeluaran makanan 10. Ajarkan pengaturan diet yang tepat 11. Ajarkan
keterampilan
koping untuk penyelesaian masalah prilaku makan Kolaborasi : 12. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan kalori, dan pilihan makanan Manajemen nutrisi : Observasi : - Identifikasi
status
nutrisi - Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan - Identifikasi
makanan
yang disukai - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient - Edentifikasi
perlunya
penggunaan
selang
nasogastrik - Monitor
asupan
makanan - Monitor berat badan - Monitor
hasil
pemeriksaan laboratorium Terapiutik : - Lakukan oral hygien sebelum makan jika perlu - Fasilitasi
penentuan
pedoman diet - Sajikan
makanan
secara menarik dan suhu yang sesuai - Berikan tinggi
makanan serat
untuk
mencegah konstipasi - Berikan
makanan
tinggi kalori dan tinggi protein - Berikan
suplemen
makanan jika perlu Edukasi : - Anjurkan posisi duduk
jika mampu - Ajarkan
diet
yang
diprogramkan Kolaborasi : - Kolaborasi
pembeiran
medikasi sebelum makan -
Kolaborasi dengan ahli
gizi jumlah
untuk
menentukan
kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan jika perlu
4. Implemantasi Implementasi
keperawatan
merupakan
bagian
dari
proses
keperawatan dimana perawat memberikan perawatan kepada pasien. Perawat memulai dan menyelesaikan tindakan atau intervensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan. 5. Evaluasi Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan
yang
telah
ditentukan,
untuk
mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, M, Baziat, A, & Prabowo. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Fadlun & Ahmad Feryanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika Harsonotomi. 2013. Permasalahan Kehamilan Yang Sering Terjadi. Surakarta: Platinum Myles. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC Nurarif, A.H & Kusuma, Hardhi. 2015 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Rauf, Syahrul, dkk. 2014. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.